Anda di halaman 1dari 20

TEORI AKUNTANSI

TUJUAN LAPORAN KEUANGAN DAN KARAKTERISTIK KUALITATIF

KELOMPOK 4

Nama Penyusun:

Muhammad Abdul Qadir J. (17013010024)

Muhammad Ridwan (17013010286)

Arya Pratama Putra (17013010295)

Shofyan Cahya Suryana (17013010299)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

2020
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN DAN KARAKTERISTIK KUALITATIF

Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan adalah ke arah mana segala upaya, tindakan, dan pertimbangan dicurahkan. Oleh
karena itu, penentuan tujuan pelaporan keuangan merupakan langkah yang paling krusial
dalam perekayasaan akuntansi. Tujuan pelaporan menentukan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip yang relevan yang akhirnya menentukan bentuk, isi, jenis, dan susunan statemen
keuangan.

Untuk menurunkan tujuan laporan keuangan, pihak yang dituju dan kepentingannya
harus diidentifikasidengan jelas sehingga informasi yang dihasilkan pelaporan keuangan
dapat memuaskan kebutuhan informasional pihak yang dituju. Pada gilirannya, pihak yang
dituju akan melakukan tindakan atau mengambil keputusan yang mengarah ke pencapaian
tujuan pelaporan keuangan. Dengan demikian, diharapkan tujuan yang lebih Iuas (tujuan
ekonomik dan sosial negara) akan tercapai pula.

Pemakai dan Kepentingannya

Dalam suatu lingkungan negara, banyak pihak potensial yang dituju ata pentingan dan
kepentingan mereka sangat beragam. FASB merinci pemakai potensial yang dapat dituju oleh
pelaporan keuangan yaitu:

Pemilik, pemberi pinjaman, pemasok, calon investor dan kreditor, karyawan, manajemen,
direktur, pelanggan, analis dan penasihat keuangan, pialang, underrilers, bursa saham,
pengacara, ekonom, otoritas yang longgar, otoritas regulasi, legislator, pers keuangan dan
agensi pelaporan, tenaga kerja serikat pekerja, asosiasi perdagangan, peneliti bisnis, guru
dan pelajar, dan publik.

Kepentingan pemakai juga beragam, tidak hanya antar kelompok pemakai tetapi juga di
dalam kelompok pemakai. Beragam kepentingan antara lain adalah pertanggungjawaban,
kebermanfaatan keputusan, riset keuangan dan pasar, penentuan tarif, penentuan pajak,
pengendalian sosial, pengendalian alokasi sumber daya ekonomik, dan pengukuran kinerja
entitas. Jadi, penentuan tujuan merupakan suatu proses yang kompleks.

Masalah penyusunan tujuan adalah menentukan siapa yang dituju, apa saja
kepentingannya, seberapa banyak informasi yang diinginkan, apa saja sumber informasi yang
telah tersedia, dan seberapa banyak informasi dapat dilayani melalui statemen keuangan.
Karakteristik pemakai statemen keuangan juga harus dipertimbangkan dalam penentuan
tujuan pelaporan keuangan. Karakteristik pemakai antara lain kedudukan pemakai terhadap
entitas pelapor (akses terhadap informasi) dan tingkat pengetahuan pemakai tentang bisnis
dan ekonomi. Dengan masalah di atas, Most menunjukkan dua pendekatan dalam penentuan
tujuan penyediaan informasi (pelaporan keuangan) yaitu:

(1) Menyediakan informasi untuk sehimpunan pemakai umum yang mempunyai


bermacam-macam kepentingan keputusan, atau
(2) Menyediakan informasi untuk kelompok pemakai tertentu yang mempunyai kepentingan
tertentu yang diketahui (teridentifikasi).

Pendekatan (1), pelaporan keuangan diarahkan untuk menghasilkan satu set data (satu
set statemen keuangan) untuk berbagai pemakai dan kepentingan. Pemakai menyusun dan
mengolah kembali data tersebut menjadi infomasi yang relevan untuk keputusan atau
kepentingannya. Dengan kata lain, pemakai harus melakukan analisis untuk menyerap
informasi semantik yang di balik data akuntansi. Pendekatan inilah yang sekarang banyak
ditempuh dan menghasilkan apa yang dikenal dengan statemen keuangan umum (general
purpose financial statements).

Karena bersifat umum, seperangkat statemen keuangan akan bersifat ringkasan umum
yang tidak terlalu rinci dengan konsekuensi bahwa kepentingan spesifik atau kelompok
tertentu harus dikorbankan. Bila fokus tidak ditentukan, perekayasaan akuntansi tidak.dapat
menentukan isi, bentuk, dan susunan statemen keuangan dan akuntansi akan menciptakan
data akuntansi dasar dalam bentuk statistik keuangan. Pendekatan ini sering di sebut
pendekatan basis data (database approach).

Pendekatan (2) berasumsi bahwa kebutuhan informasi dan model pengambilan


keputusan para atau kelompok pemakai diketahui dengan pasti sehingga dapat disusun
berbagai statemen/laporan khusus untuk melayani berbagai keperluan pengambilan
keputusan tiap kelompok pemakai. Dasar pikiran pendekatan ini. adalah "beda tujuan beda
angka" (different figures for different purposes). Sebagai konsekuensi, seperangkat statemen
keuangan akan berisi berbagai jenis statemen keuangan rinci karena berbagai jenis atau
model pengambilan keputusan harus dilayani.

Untuk pendekatan (1), kelompok pemakai 1 dapat diperlakukan sebagai fokus sementara
kelompok lain dapat dipandang sebagai penumpang pakai. Untuk pendekatan (2), kelompok
pemakai meliputi pemakai eksternal dan internal sehingga beberapa laporan tidak harus
berupa statemen.

Aspek Sosial Tujuan Pelaporan


Sebagai teknologi, pelaporan keuangan dalam suatu negara harus direkayasa sehingga
tujuan sosial dan ekonomik negara tercapai. Tujuan nasional dapat tercapai apabila kegiatan
juga memaksimumkan tujuan negara. Dengan kata lain, terjadi keselarasan (kongruensi)
antara tujuan/perilaku ekonomik individual yang membentuk masyarakat dan tujuan ekonomik
negara. Bila tujuan masyarakat harus dicapai, tujuan siapa yang harus dipertimbangkan.

Berkaitan dengan ini, Bloom dan Elgers (1995) mendeskripsi tiga macam tujuan kegiatan
sosial/masyarakat (social aclivity) dan implikasinya terhadan penentuan tujuan pelaporan
keuangan yaitu: tujuan fungsional , tujuan bersama , dan tujuan kelompok dominan.

Tujuan Fungsional

Tujuan fungsional adalah tujuan masyarakat atau organisasi secara keseluruhan tanpa
memperhatikan tujuan/motivasi masing-masing individual di dalamnya. Tujuan individual tidak
dapat diamati sedangkan tujuan fungsional dapat diidentfikasi dengan mengamati
konsekuensi-konsekuensi dari kegiatan masyarakat atau organisasi yang nyatanya terjadi.
Selain itu, tujuan fungsional juga dapat merupakan konsekuensi-konsckuensi sebagai hasil
ketotapan atau harapan penguasa.

Dengan demikian, tujuan fungsional merupakan tujuan normatif yang menjadi pedoman
dalam pembuatan kebijakan di tingkat nasional atau organisasi. bebagai kegiatan sosial ,
tujuan fungsional akuntansi dapat ditetapkan misalnya untuk:

1. Mengalokasi sumber daya ekonomi secara efisien.


2. Membantu perusahaan untuk dapat memperoleh dana untuk ekspansi.
3. Membantu pemerintah untuk menarik pajak secara adil dan efisien.
4. Membantu para manajer dalam keputusan investasi.
5. Mempertanggugjawabkan pengelolaan keuangan negara.
6. Memfasilitasi fungsi dan pengendalian sosial.
7. Mengarahkan perilaku manajer untuk mengambil keputusan yang selaras dengan tujuan
sosial dan ekonomik negara.
8. Mengurangi atau mencegah konflik kepentingan antara manajer, auditor, dan pemegang
saham.

Tujuan Bersama

Tiap individual umumnya tidak hanya mempunyai satu tujuan tetapi sehimpunan tujuan/molif.
Tujuan bersama adalah satu atau beberapa tujuan ndividual yang sama dengan tujuan
individual lainnya. Tujuan bersama ditentukan dengan mengidentifikasi dahulu tujuan-tujuan
individual kemudian memilih tujuan-tujuan individual yang sama untuk dijadikan tujuan
kegiatan soSial.

Penentuan tujuan sosial akuntansi atas dasar tujuan bersama akan merupakan proses
yang sangat kompleks karena dalam kenyataannya terdapat berbagai kelompok pemakai
yang tujuan/motifnya berbeda serta model pengambilan keputusan tiap kolompok pemakai
atau tiap anggolanya juga sulit untuk didentifikasi.

Tujuan Kelompok Dominan

Bila tujuan dan model pengambilan keputusan semua individual atau kelompok (grup)
individual dapat didentifikasi, tujuan beberapa individual atau beberapa kelompok individual
yang dominan dalam suatu kegiatan masyarakat dapat dijadikan tujuan kegiatan sosial (dan
ekonomik) masyarakat bersangkutan. Kelompok atau grup dominan adalah kelompok yang
konsekuensi keputusan atau tindakannya mempengaruhi secara kuat semua anggota
masyarakat. Tujuan kelompok nondominan menjadi tidak relevan atau dianggap terlalu
1lemah untuk mempe ngaruhi kegiatan sosial.

Kalau akuntansi sebagai kegiatan sosial harus menentukan tujuan atas dasar kelompok
dominan, harapannya adalah sebagian tujuan-tujuan kelompok non-dominan ada yang
selaras dengan tujuan kelompok dominan. Dengan kata lain, terdapat tujuan bersama antara
kelompok dominan dan nondominan. Dengan demikian, kalau informasi akuntansi ditujukan
kepada kelompok dominan, ke lompok nondominan dapat menjadi penumpang pakai

PERKEMBANGAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN

Atas dasar aspek sosial di atas, tujuan pelaporan keuangan dalam profesi akuntansi
mengalami semacam evolusi. Perkembangan terjadi karena pergeseran kesepakatan dalam
hal siapa kelompok yang dituju, apa kepentingannya, dan seperti apa model pengambilan
keputusan yang digunakan. Pergantian pe nyusun dan pergeseran orientasi juga mempunyai
dampak terhadap pengembangan tujuan pelaporan keuangan.

Wolk, Tearney, dan Dodd (2001, Bab 6) mendeskripsi dan membahas perkembangan
tujuan pelaporan di Amerika mulai dari dokumen yang dihasilkan Komite Eksekutif American
Accounting Association (AAA) berupa A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT)
sampai dokumen yang dihasilkan FASB berupa Conceplual Framework. Berikut dibahas
secara ringkas tujuan pelaporan yang diajukan oleh badan-badan tersebut.

Tujuan versi ASOBAT

Walaupun berorientasi pada kebutuhan pemakai, komite eksekutif AAA tidak secara spesifik
mengidentifikasi pihak pemakai laporan keuangan. Komite ini mendefinisi tujuan pelaporan
keuangan dengan menunjukkan manfaatnya untuk:

1. Membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya (alam,


fisis, manusia, dan finansial) yang terbatas.
2. Mengarahkan dan mengendalikan sumber daya fisis dan manusia suatu organisasi
secara efektif.
3. Memelihara dan melaporkan pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepada
manajemen.
4. Memberi kemudahan berjalannya fungsi dan pengendalian sosial.

Dapat disimpulkan bahwa pemakai yang diarah oleh tujuan di atas adalah berbagai
kelompok yaitu manajemen, investor, kreditor, pegawai, pemasok, dan regulator walaupun
tujuan sosial juga menjadi perhatian, Karena pihak yang dituju tidak jelas, dapat dikatakan
bahwa ASOBAT sebenarnya mendefinisi tujuan pelaporan atas dasar tujuan fungsional.
penggunaan informasi akuntansi oleh kelompok pemakai tersebut.

Tujuan versi APB No. 4

Tujuan pelaporan keuangan dalam APB No. 4 secara umum adalah

Tujuan dasar dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi keuangan tentang bisnis individu perusahaan yang berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi (prg. 21).

AFB No. 4 memuat dua tujuan pelaporan yaitu tujuan umum dan tujuan kualitatif. Tujuan
di atas merupakan tujuan umum yang dijadikan dasar untuk menentukan kandungan
informasi akuntansi (apa yang harus dilaporkan). Tujuan umum ini dijabarkan lebih lanjut
menjadi (prg. 22):

(1) untuk menyajikan informasi keuangan yang andal tentang sumber daya dan kewajiban
perusahaan, kemajuan ekonomi, dan perubahan lain dalam sumber daya dan kewajiban,
(2) untuk menyajikan informasi yang berguna dalam memperkirakan potensi penghasilan,
(3) untuk menyajikan informasi keuangan lain yang dibutuhkan oleh pengguna, khususnya
pemilik dan kreditor.

Tujuan tersebut akhirnya menjadi basis APB untuk menentukan dan men- definisi
elemen-elemen pelaporan keuangan. APB menyadari bahwa terdapat berbagai kelompok
pemakai informasi akuntansi tetapi APB mengarahkan pelaporan secara khusus ke investor
(pemilik) dan kreditor sebagai fokus. Jadi, dapat dikatakan bahwa APB mengembangkan
tujuan atas dasar tujuan kelompok dominan. Tujuan dalam APB No. 4 hampir sama dengan
tujuan yang dideskripsi oleh International Accounting Standards Committee (IASC) dalam
rerangka konseptualnya yang diadopsi oleh IAI."

Tujuan versi Trueblood Committee

Komite yang dibentuk oleh AICPA pada tahun 1971 ini mendapat tugas untuk
menyempurnakan dan mengembangkan tujuan pelaporan yang telah dihasilkan oleh APB.
Komite Trueblood menjabarkan tujuan APB No. 4 ke dalam dua belas butir tujuan yang saling
berkaitan secara hierarki dengan menunjukkan empat aspek yang melekat pada tiap tujuan
yaitu: informasi tentang apa, siapa yang dituju, untuk apa informasi digunakan, serta hierarki
tujuán dengan tujuan lainnya. pelaporan versi Komite Trueblood.

Tujuan Pelaporan Keuangan FASB

FASB mendasarkan penyusunan tujuan pelaporan pada tiga aspek landasan pikiran yaitu
bahwa :

1) Tujuan pelaporan keuangan ditentukan oleh lingkungan ekonomik, hukum, politis X dan
sosial tempat akuntansi diterapkan
2) Tujuan pelaporan dipengaruhi oleh karakteristik dan keterbatasan informasi yang dapat
disampaikan melalui mekanisme pelaporan keuangan
3) Tujuan pelaporan memerlukan suatu fokus untuk menghindari terlalu umumnya informasi
akibat terlalu banyaknya pihak pemakai yang ingin dipenuhi kebutuhan informasinya

Konteks Lingkungan Tujuan Pelaporan

FASB menyatakan bahwa tujuan pelaporan tidak dapat steril dari lingkungan penerapan
pelaporan keuangan. Oleh karena itu, tujuan pelaporan harus dikembangkan atas dasar sifat
kegiatan dan keputusan ekonomik para pemakai informasi. Tujuan pelaporan FASB
didasarkan atas lingkungan ekonomik, hukum, politis, dan sosial di Amerika.

Karakteristik dan Keterbatasan Informasi

Karakteristik dan keterbatasan tersebut adalah bahwa informasi yang disediakan melalui
mekanisme pelaporan keuangan:

1) Lebih berkaitan dengan badan usaha atau perusahaan daripada dengan industri ekonomi
secara keseluruhan
2) Lebih merupakan informasi kuantitatif yang bersifat pendekatan daripada hasil
perhitungan yang pasti
3) Sebagai besar merefleksi pengaruh transaksi dan kejadian yang telah terjadi
4) Hanya merupakan salah satu sumber informasi yang dibutuhkan oleh mereka yang
mengambil keputusan tentang badan usaha
5) Penyediaan dan penggunaannya memerlukan atau melibatkan cost sehingga
pertimbangan cost manfaat dapat membatasi apa yang harus dilaporkan.

Fokus atau Cakupan Informasi

Pertimbangan atau penalaran FASB untuk memfokuskan pelaporan pada pelaporan


keuangan umum diuraikan berikut ini:

1) Tujuan pelaporan didasarkan pada keperluan para pemakai eksternal yang tidak
mempunyai autoritas untuk menentukan atau akses untuk memperoleh informasi yang
mereka perlukan sehingga mereka harus menggantungkan diri pada informasi yang
disampaikan oleh manajemen kepada mereka.
2) Oleh karena itu, tujuan pelaporan disusun atas dasar gagasan bahwa kemampuan
perusahaan untuk menciptakan aliran kas yang menguntungkan merupakan fokus atau
kepeningan umum bersama dari berbagai pemakai informasi.
3) Tujuan pelaporan berkaitan dengan penyediaan informasi luas untuk melayani keputusan
investasi dan kredit bukan hanya dengan informasi yang dapat dituangkan dalam bentuk
statemen keuangan.

Isi Tujuan Pelaporan

Tujuan utama pelaporan keuangan dalam rerangka konseptual FASB


1) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi hang bermanfaat bagi para investor
dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupun potensial, dalam membuat
keputusan-keputusan investasi, kredit dan semacamnya yang rasional. Informasi harus
terpahami bagi mereka yang mempunyai pengetahuan yang memadai tentang berbagai
kegiatan bisnis dan ekonomik dan bersedia untuk mempelajari informasi dengan cukup.
2) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu para pemakai, baik
berjalan maupun potensial, dalam menilai jumlah, saat terjadi, dan ketidakpastian
penerimaan kas mendatang dari dividen atau bunga dan pemerolehan kas mendatang
dari penjualan, penebusan atau jatuh temponya sekuritas.
3) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang sumber daya ekonomi suatu
badan usaha, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban badan usaha untuk
mentransfer sumber data ekonomik ke entitas lain dan ekuitas pemilik).

Teori di Balik Tujuan Pelaporan FASB

Aspek konteks lingkungan, karakteristik, dan keterbatasan informasi, dan fokus/lingkup


pelaporan menjadi pertimbangan dalam rumusan tujuan pelaporan. Tentu saja ada alasan
teoritis mengapa FASB menetapkan bahwa investor dan kreditor menjadi sasaran tujuan
pelaporan.

Akuntansi akan mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan sosial dan ekonomi kalau
informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat mengendalikan perilaku pengambil keputusan
ekonomik untuk bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomik negara.

Pasar modal adalah sarana untuk mempertemukan peminta dan pemasok atau penyedia
dana. Pasar modal merupakan suatu sistem pemenuhan kebutuhan dana dan investasi yang
terorganisasi yang melibatkan partisipan yang terdiri atas bank-bank komersial dan semua
perantara di bidang keuangan, investor, dan kreditor dan melibatkan instrumen keuangan dan
surat berharga baik jangka pendek ataupun jangka panjang.

Mekanisme pasar dan pengakuan hak milik pribadi sebagai landasan ekonomi
mempunyai konsekuensi bahwa pemerintah tidak secara langsung mengendalikan efisiensi
alokasi sumber daya ekonomik. Masyarakat sendiri yang akan melakukan alokasi itu melalui
mekanisme pasar modal.

Laba, kemampuan melaba dan kemampuan menciptakan kas badan usaha dianggap
sebagai indikator yang dapat mempengaruhi perilaku para partisipan di pasar modal. Atas
dasar itu investor menanamkan kekayaan dalam industri tertentu yang memproduksi barang
dan jas untuk kepentingan masyarakat. Dana kemudian mengalir ke industri tertentu dan
dalam industri tersebut dana mengalir ke badan usaha untuk digunakan manajemen dalam
mengelola sumber daya alam dan mengorganisasi sumber daya manusia. Harapan investor
adalah bahwa dana yang ditanamkan akan berkembang yang berarti bahwa investasinya
memberikan kembalian yang memadai.

Secara ringkas FASB berasumsi bahwa informasi akuntansi mempengaruhi keputusan


investasi para investor dan kreditor. Dengan mekanisme pasar modal dan pasar bebas,
evaluasi terhadap badan usaha secara keseluruhan tercermin dalam harga pasar sekuritas
badan usaha.

Tujuan Pelaporan Keuangan Organisasi Nonbisnis

Tujuan utama (Primary Objective):

1) Pelaporan keuangan organisasi nonbisnis harus menyediakan informasi yang


bermanfaat bagi para penyedia dana dan pemakai lain, baik berjalan maupun potensial,
dalam membuat keputusan-keputusan rasional tentang alokasi dana ke organisasi
tersebut.
Tujuan Spesifik:
2) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu para penyedia dana
dan pemakai, baik berjalan maupun potensial, dalam menilai jasa-jasa yang disediakan
organisasi dan kemampuannya untuk terus menyediakan jasa-jasa tersebut.
3) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membatu para penyedia dana
dan pemakai, baik berjalan maupun potensial, dalam menilai Bagaimana para manajer
organisasi nonbisnis telah melaksanakan tanggung jawab kepengurusannya dan aspek-
aspek lain kinerjanya.
4) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang sumber daya, kewajiban dan
sumber daya aset bersih organisasi, dan akibat-akibat dari transaksi, kejadian dan
keadaan ang mengubah sumber daya dan hak atas sumber daya tersebut.
5) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang kinerja organisasi selama
suatu periode. Pengukuran periodik perubahan-perubahan jumlah dan sifat aset bersih
organisasi nonbisnis dan informasi tentang upaya-upaya dan hasil jasa organisasi secara
bersama menunjukkan informasi yang paling bermanfaat dalam menilai kinerja
organisasi.
6) Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi tentang bagian organisasi
mendapatkan dan membelanjakan kas atau sumber likuid lain. Tentang pinjaman dan
pelunasannya, dan tentang faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi.
7) Pelaporan keuangan harus mencakupi penjelasan dan interpretasi untuk membantu para
pemakai memahami informasi keuangan yang disediakan.

FASB menyatakan bahwa dengan dimasukkan tujuan pelaporan organisasi nonbisnis


dalam satu rerangka konseptual, perbedaan-perbedaan dalam tujuan dapat dijadikan basis
untuk mengidentifikasi pelaporan yang memerlukan perlakuan akuntansi khusus. Pada
mulanya, FASB mempertimbangkan organisasi-organisasi berikut sebagai nonbisnis:

1. Unit-unit kepemerintahan

2. Organisasi amal dan keagamaan

3. Institusi sosial

4. Organisasi swasta nonprofit

Dalam perkembangannya, unit-unit kepemerintahan dipisahkan dari lingkup organisasi


nonbisnis dan pelaporan keuangannya ditangani oleh Government Accounting Standards
Board (GASB). Hal ini terefleksi dalam SAS No. 69 yang mendeskripsikan lingkup PABU
sebagai rerangka pedoman. Oleh karena itu, organisasi atau entitas tidak lagi dikategorikan
menjadi bisnis dan nonbisnis tetapi menjadi nonkepemeri tahan (nongovernmental) dan
kepemerintahan (governmental).

Di Amerika, hubungan bisnis-nonbisnis dan kepemerintahan-nonkepemerintahan dan


serta jurisdiksi FASB dan GASB dilukiskan dalam gambar berikut ini:
FASB mengidentifikasi ciri-ciri nonbisnis yang menjadikan tujuan pelaporan organisasi
nonbisnis berbeda dengan organisasi bisnis. Ciri-ciri tersebut adalah (SFAC No. 4, prg. 6)

a. Penerimaan sumber ekonomik yang cukup besar dari penyedia dana yang tidak
mengharapkan untuk menerima imbalan atau manfaat yang proposional dengan sumber
ekonomik yang diserahkan.
b. Tujuan operasi selain menyediakan/menjual barang dan jasa untuk mendatangkan laba
atau setara laba.
c. Tidak terdapatnya hak pemilikan dengan proporsi tertentu/pasti yang dapat dijual,
dipindahtangankan, atau ditarik, atau mengandung hak yuridis/hukum atas bagian dari
sisa kekayaan dalam hal organisasi dilikuidasi/dibubarkan.

Karakteristik Kualitatif Informasi

Rerangka konseptual merupakan pedoman (semacam konstitusi) bagi penyusun standar (di
Amerika FASB sendiri) untuk memutuskan apakah suatu objek atau kejadian harus
diwajibkan, melalui standar akuntansi, untuk dilaporkan oleh badan usaha atau organisasi.
Bila belum memiliki standar akuntansi untuk suatu kejadian, maka manajemen badan usaha
juga menghadapi masalah.

Karena merupakan konstitusi yang harus diacu dalam pembuatan kebijakan akuntansi
baik pada tataran penyusun standar maupun pada badan usaha, rerangka konseptual harus
memuat kriteria untuk mengevaluasi apakah suatu objek layak untuk dilaporkan dalam
kaitannya dengan tujuan pelaporan keuangan. Dengan demikian, kebijakan akuntansi yang
diputuskan akan tetap mengarah ke pencapaian tujuan laporan.

Kebermanfaatan (usefulness) merupakan suatu karakteristik yang hanya dapat


ditentukan secara kualitatif dalam hubungannya dengan keputusan, pemakai, dan keyakinan
pemakai terhadap informasi. Oleh karena itu, dalam mengidentifikasi dan menetapkan
karakteristik kualitatif informasi, FASB harus mendasarkan diri pada ketiga gagasan tersebut
dan mengaitkannya dengan proses penalaran dan pertimbangan oleh penyusun standar atau
penyusun statemen (manajemen) dalam memilih kebijakan akuntansi.
Proses Pertimbangan Penentuan Kebijakan Akuntansi

• Pertimbangan 1 berkaitan dengan masalah siapa yang dituju dan bagaimana kedudukan
yang dituju terhadap organisasi atau badan usaha.
• Pertimbangan 2 berkaitan dengan aspek karakteristik dan keterbatasan informasi yang
melandasi tujuan pelaporan keuangan.
• Pertimbangan 3 dimaksudkan FASB untuk menentukan kualifikasi minimal para pemakai
sehingga suatu informasi terpahami oleh mereka tanpa harus selalu disertai penjelasan
rinci yang bersifat mengajari.
• Pertimbangan 4 dan 5 dimaksudkan untuk menentukan kualitas informasi spesifik-
keputusan yang menjadi kriteria kebermanfaatan.
• Pertimbangan 6 diperlukan untuk menyaring informasi mana yang harus dilaporkan
melalui statemen keuangan dan mana yang harus dilaporkan melalui cara lain.

Nilai Informasi

Informasi dikatakan mempunyai nilai (kebermanfaatan keputusan) apabila informasi tersebut:

1. Menambah pengetahuan pembuat keputusan tentang keputusannya di masa lalu,


sekarang, atau masa yang akan datang.
2. Menambah keyakinan para pemakai mengenai probabilitas terealisasinya suatu harapan
dalam kondisi ketidakpastian.
3. Mengubah keputusan atau perilaku para pemakai.

Keterpahamian (Understandbility)

Keterpahamian adalah kemampuan informasi untuk dapat dicerna maknanya oleh pemakai.
Dua faktor yang mempengaruhi keterpahamian informasi yaitu pemakai dan informasi itu
sendiri. Oleh karena itu, dalam menetapkan tujuan, FASB menetapkan kriteria
kebermanfaatan atas dasar karakteristik pemakai dan informasi sekaligus sebagai berikut
(SFAC No. 1, prg 34)

The information should be comprehensible to those who have a reasonable understanding


of business and economic activities and are willing to study the information with reasonable
diligence.

Terjemahan: Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang memiliki
pemahaman yang wajar tentang bisnis dan kegiatan ekonomi serta bersedia mempelajari
informasi tersebut dengan ketekunan yang wajar.

Keberpautan (Relevance)
Keberpautan adalah kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam membedakan
beberapa alternatif keputusan sehingga pemakai dapat menentukan pilihan dengan mudah.
Ada 3 nilai unsur dalam keberpautan yaitu nilai prediktif, nilai balikan, dan ketepatwaktuan.

1. Nilai Prediktif (Predictive Value)


Nilai prediktif adalah kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam
meningkatkan probabilitas bahwa harapan-harapan pemakai akan hasil suatu kejadian
masa lalu atau masa yang akan datang.
2. Nilai Balikan (Feedback Value)
Nilai balikan adalah kemampuan informasi untuk membantu pemakai dalam
mengkonfirmasi dan mengoreksi harapan-harapan pemakai di masa lalu.
3. Ketepatwaktuan (Timeliness)
Ketepatwaktuan adalah tersedianya informasi bagi pembuat keputusan pada saat
dibutuhkan sebelum informasi tersebut kehilangan kekuatan untuk mempengaruhi
keputusan.

Keterandalan (Reability)

Keterandalan adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi


tersebut benar atau valid. Informasi akan menjadi berkurang nilainya kalau orang yang
menggunakan informasi meragukan kebenaran atau validitas informasi tersebut.
Keterandalan sangat erat kaitannya dengan sumber informasi dan cara merepresentasi,
mendeskripsi, atau menyimbolkan. Penyimbolan tersebut melalui pengujian dan verifikasi
data. Ada 3 nilai unsur dalam keterandalan yaitu Ketepatan Penyimbolan, Keterujian dan
Kenetralan.

1. Ketepatan Penyimbolan (Representational Faithfulness)


Ketepatan Penyimbolan adalah kesesuaian atau kecocokan antara pengukur atau
deskripsi (representasi) dan fenomena yang diukur atau dideskripsi. Dalam akuntansi,
fenomena yang ingin direpresentasikan adalah kondisi fisis, kondisi keuangan, dan
kegiatan ekonomik.

2. Keterujian (verifiability)
Keterujian adalah kemampuan informasi untuk memberi keyakinan yang tinggi kepada
para pemakai karena tersedianya sarana bagi para pemakai untuk menguji secara
independent ketepatan penyimbolan (kebenaran atau validasi informasi). Proses
verifikasi dalam akuntansi tidak dengan sendirinya selalu menjamin bahwa suatu
informasi mempunyai kualitas ketepatan penyimbolan yang tinggi karena ketepatan
penyimbolan sebenarnya merupakan konsesus atau ketentuan yang di hasilkan dari
proses perekayasaan pelaporan keuangan. Hasil pengukuran dengan tingkat keterujian
yang tinggi tidak selalu juga berpaut atau relevan dengan keputusan yang dituju sehingga
pengukuran tersebut bermanfaat.
Secara singkat, keterujian adalah kemampuan untuk meyakinkan bahwa informasi
merepresentasi apa yang dimaksudkan untuk direpresentasikan sesuai dengan
consensus atau bahwa cara pengukuran yang dipilih telah diaplikasi tanpa kesalahan
atau bias. Verifikasi lebih berkaitan dengan meminimkan bias dalam proses pengukuran
daripada dengan menentukan ketepatan dasar pengukuran. Dengan demikian, verifikasi
tidak dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa dasar pengukuran relevan dengan
keputusan yang dituju.

3. Kenetralan (neutrality)
Kenetralan adalah ketidakberpihakan pada grup tertentu atau ketakberbiasan dalam
perlakuan akuntansi. Ketakberbiasan maksudnya bahwa informasi disajikan tidak untuk
mengarahkan grup pemakai tertentu agar bertindak sesuai dengan keinginan penyedia
informasi atau untuk menguntungkan/merugikan grup pemakai tertentu atau untuk
menghindari akibat tertentu bagi sekelompok pemakai. Kenetralan lebih mempunyai arti
penting bagi penyusunan standar daripada bagi pelaksana standar. Akan tetapi, makna
kenetralan dan sikap netral adalah sama untuk kedua pihak tersebut. Kenetralan berarti
bahwa baik dalam merumuskan atau mengimplementasi standar, perhatian utama adalah
relevansi dan reliabilitas informasi yang dihasilkan bukan pengaruh standar tersebut
terhadap pihak pemakai tertentu.
Netral tidak berarti tanpa tujuan dan tidak berarti bahwa informasi akuntansi tidak
mempengaruhi perilaku. Tanpa tujuan dan pengaruh terhadap perilaku, informasi
akuntansi tidak akan mempunyai nilai atau relevansi sehingga penyediaannya menjadi
percuma. Yang menjadi masalah adalah membelokkan tujuan atau perilaku dengan
mengorbankan reliabilitas dan relevansi.
Di tataran perekayasa akuntansi, kenetralan harus diartikan dalam konteks akuntansi
sebagai kegiatan sosial yang mempunyai tujuan fungsional. Kalau kepentingan
masyarakat secara keseluruhan yang menjadi tujuan, kenetralan sebagai kualitas
informasi tidak lagi menjadi masalah. Bila kenetralan pada tataran penyusunan standar
diterapkan pada tataran perekayasaan akuntansi, perekayasa akan terhalangi untuk
bekerja demi kepentingan yang lebih luas yaitu untuk membantu pencapaian tujuan
negara. Bila akuntansi harus netral terhadap tujuan nasional, hitunglah peran akuntansi
sebagai kegiatan social yang harus mengandung tujuan fungsional guna membantu
tercapainya tujuan social dan ekonomi negara. Kalau akuntansi dapat memicu terjadinya
alokasi sumber ekonomik negara secara efisien, masalahnya bukan lagi netral atau tidak
melainkan relevan atau tidak. Dengan kata lain, bermanfaat atau tidak bagi masyarakat
luas.

Keterbandingan (comparability)

Keterbandingan adalah kemampuan informasi untuk membantu para pemakai


mengidenfitikasi persamaan dan perbedaan antara 2 perangkat fenomena ekonomik serta
merupakan unsur tambahan yang menjadikan informasi bermanfaat. Kebermanfaatan
informasi tentang suatu objek akan meningkat jika informasi tersebut dibandingkan dengan
suatu patok duga (benchmark).
Perbandingan biasanya dilakukan dengan menilai atau mengukur karakteristik bersama
tersebut secara kuantitatif. Perbandigan akan bermakna hanya jika kuantitas karakteristik
bersama dihasilkan dengan dasar, standar, prosedur atau metode yang sama. Hal tersebut
disebut sebagai keseragaman. Keseragaman ini menjamin keterbandingan yan tinggi tetapi
dapat mengurangi relevansi dan reliabilitas informasi badan usaha secara individual. Oleh
karena itu, perlu dicapai suatu keseimbangan antara kebutuhan untuk mencapai
keterbandingan yang tinggi tanpa harus mengorbankan relevansi dan reliabilitas.
Kualitas informasi yang sangat erat kaitannya dengan keterbandingan adalah
ketaatasasan atau konsistensi. Ketaatasasan adalah mengikuti standar dari periode ke
periode tanpa perubahan kebijakan atau prosedur. Dengan kata lain, mengikuti metode yang
sama dari periode ke periode. Jika keterbandingan berkaitan dengan ketaatasasan
antarperusahaan, ketaatasasan berkaitan dengan ketaatasasan di dalam perusahaan. Akan
tetapi, mempertahankan ketaatasasan secara berlebihan dapat mengurangi kualitas
keberpautan informasi. Kalau perubahan memang membawa informasi menjadi lebih baik
kualitasnya, menjaga konsistensi dapat menghalangi kemajuan. Maksudnya kemajuan adalah
perubahan yang meningkatkan keberpautan ifnromasi walaupun keterbandingan akan
terpengaruh.
Tapi keterbandigan antar periode sebelum dan sesudah perubahan masih dapat
dipertahankan jika pengaruh perubahan pada periode transisi dungkapkan. Jadi
pengungkapan mengatasi masalah ketaatasasan dalam hal terjadi perubahan. Namun,
perubahan harus dipertimbangkan atas dasar kos benefit antara ketaatasasan dan
keberpautan informasiyang memang benar dapat dijustifikasi.

Materialitas (materiality)
Materialitas adalah besar kecilnya atau magnitude suatu penghilangan atau penyalahsajian
informasi akuntansi yang nejadikan besar kemungkinan bahwa pertimbangan seorang
bijaksana yang mengandalkan diri pada informasi tersebut berubah atau terpengaruh oleh
penghilangan atau pengabaian atau penyalahsajian tersebut.

Untuk menjadi material, megnituda informasi harus dievaluasi bersamaan dengan


kondisi-kondisi yang melingkupi informasi tersebut. Artinya magnitude itu sendiri tidak cukup
untuk basis pertimbangan materialitas tanpa memperhatikan sifat objek atau pos dan kondisi
yang melatarbelakangi suatu keputusan.

Pertimbangan materiaitas lebih bayak dihadapi oleh manajemen dan auditor ditataran
badan usaha daripada oleh perekayasa atau penyusunan standar. Auditor sangat
berkepentingan dengan materialitas karena kewajaran dalam laporan dinyatakan dalam
batas-batas dalam semua hal yang material. Oleh karena itu, ada kebutuhan akan adanya
pedoman materialitas kuantitatif yang dibuat oleh perekayasa atau penyusun standar.

Bobot Keberpautan dan Keterandalan

Kedua hal tersebut harus melekat pada suatu informasi agar informasi tersebut bermanfaat
dan juga dua hal tersebut harus dipenuhi dalam pengakuan informasi untuk disajikan dalam
statemen keuangan. Karena para pemakai informasi yang berbeda mempunyai kepentingan
dan kebutuhan yang berbeda, maka bobot yang diletakkan pada tiap karakteristik juga
berbeda. Dalam kenyataannya antara keberpautan dan keterandalan ini terjadi saling korban.
Berikut penjabarannya.
Panel A misalnya menggambarkan tingkat kualitas yang dapat di capai oleh masing-
masing karakteristik dalam situasi tertentu. Panel A1 menggambarkan penekanan
keberpautan dengan mengorbankan keterandalan. Sebaliknya panel A2 melukiskan
penekanan keterandalan dengan mengorbankan keberpautan. Dan Panel A3
menggambarkan kualitas optimal yang mungkin dipertimbangkan oleh penyusun standar
sebagai dasar untuk menerbitkan suatu standar akuntansi.

Terdapat argument bahwa ambang keterandalan minimal untuk penyajian suatu


informasi melalui statemen keuangan lebih tinggi daripada ambang keterandalan minimal
untuk penyajian di luar statemen keuangan. Akan tetapi, bila ambang keterandalan penyajian
melalui statemen keuangan dipasang terlalu tinggi dapat terjadi bahwa informasi yang benar-
benar bermanfaat akan banyak disampaikan melalui media selain statemen keuangan.
Akibatnya, statemen keuangan akan berisi informasi yang sangat terandalkan tetapi tidak
berpaut dan karenanya tidak bermanfaat sama sekali.

Jadi, setelah batas atas (benefit > cost) dilewati dan informasi cukup material, ambang
keterandalan minimal harus ditetapkan dengan cukup wajar sehingga statemen keuangan
tetap berisi informasi yang cukup layak berpaut dengan keputusan para pemakai. Dengan
demikian, statemen keuangan tetap bermanfaat. Keberpautan merupakan kriteria
pengakuaan suatu pos untuk masuk sebagai elemen statemen keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Irfan, Akhsan dan Herkulanus Bambang Suprasto. 2008. “Teori Akuntansi & Riset
Multiparadigma”. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suwardjono. 2016. “Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan”. Yogyakarta:


BPFE.

Anda mungkin juga menyukai