Anda di halaman 1dari 15

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN

A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dirancang dan direncanakan
untuk tujuan terapi, dalam rangka membina hubungan antara perawat dengan pasien
agar dapat beradaptasi dengan stress, mengatasi gangguan psikologis, sehingga dapat
melegakan serta membuat pasien merasa nyaman, yang pada akhirnya mempercepat
proses kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Tujuan hubungan
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan pasien meliputi: realisasi diri, penerimaan diri
dan peningkatan penghormatan terhadap diri. Sehingga komunikasi terapeutik itu
sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan
secara terencana dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan membina
hubungan yang terapeutik antara perawat dan klien. Komunikasi terapeutik juga dapat
dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien
mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan
dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang
menghalangi realisasi diri.
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse, 1998).
Menurut Stuart G. W (1998) mengatakan komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki klien dalam
hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosi klien.
Berikut definisi dan pengertian komunikasi terapeutik dari beberapa sumber
buku: 
 Menurut Yubiliana (2017), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjalin
dengan baik, komunikatif dan bertujuan untuk menyembuhkan atau setidaknya
dapat melegakan serta dapat membuat pasien merasa nyaman dan akhirnya
mendapatkan kepuasan. 
 Menurut Priyanto (2009), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
 Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. 
 Menurut Stuart & Sundeen (1995), komunikasi terapeutik adalah cara untuk
membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. 
 Menurut Suryani (2005), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan
atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat
membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.

B. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan
mempertahankan hubungan yang terapeutik:
1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun
frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya
simpati bukan tindakan yang terapeutik.
9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan
orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu mempertahankan suatu
keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
12. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara
manusiawi.
13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah:
1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2. Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4. Kerahasiaan klien harus dijaga.
5. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang
tingkah laku klien dan memberi nasehat.
7. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar
rasional.
8. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik
klien.
9. Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
terapeutik.
C. Helping Relationship
1. Pengertian Helping Relationship
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)
individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau
dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat
sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan
pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
klien.
2. Karakteristik Helping Reletionship
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik seorang
helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik,yaitu:
 Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa
terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada
lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat,
sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga
sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau
sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani, 2005).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi
dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan
menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura
patuh terhadap perawat.
 Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat
yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan
sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan
kebingungan bagi klien.
 Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling
percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap
positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan
terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara
perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien
merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya
(Burnard. P dan Morrison P, 1991 dalam Suryani, 2005).
 Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien
seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer, 1993 dalam Suryani,
2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan
masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga
tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari
penyelesaian masalah secara objektif.
  Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada
klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu
untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang
klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki
kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari
komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar
(perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan pembicara.
Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap caring sehingga
memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan perasaannya.
 Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien
apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam
menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995
dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat
terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka
perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
  Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan
bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata
atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
 Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu
yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap
dirinya sendiri.

D. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Untuk mengembangkan pribadi klien ke arah lebih positif / adaptif dan diarahkan
pada pertumbuhan klien:
1. Realisasi diri, penerimaan diri, peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien.
Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri,
setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
2. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, menerima klien apa
adanya, perawat akan meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan
saling percaya (Hibdon, S., 2000).
3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya. Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati
ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sedangkan individu yang merasa
kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri (Taylor, Lilis
dan Lemone, 1997).
4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Klien yang mengalami gangguab identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan merngalami harga diri rendah.

E. Pentingnya Menjadi Terapeutik


Perawat yang terapeutik berarti melakukan interaksi dengan klien, interaksi
tersebut memfasilitasi proses penyembuhan. Sedangkan hubungan terapeutik artinya
suatu hubungan interaksi yang mempunyai sifat menyembuhkan, dan berbeda dengan
hubungan sosial. Therapeutic intimacy merupakan hubungan saling menolong (helping
relationship) antara perawat-klien. Hubungan ini dibangun untuk keuntungan klien,
sementara hubungan sosial dirancang untuk memenuhi kebutuhan kedua belah pihak
(Smith, 1992).

F. Manfaat Menjadi Terapeutik


Dengan profesi sebagai perawat, maka menjadi terapeutik adalah suatu hal wajib
dilakukan dan diharapkan akan akan memberikan kontribusi dalam melakukan
pelayanan kesehatan/keperawatan kepada masyarakat. Menjadi terapeutik berarti
menjadikan diri perawat sebagai sarana untuk memfasilitasi proses penyembuhan
dalam hal ini perawat menggunakan komunikasi terapeutik sebagai sarananya.
Komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya pasien terhadap perawatnya.
Dengan pemberian komunikasi terapeutik diharapkan dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat
merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam
rangka mencapai tujuan perawatan yang optimal, sehingga proses penyembuhan akan
lebih cepat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), fungsi komunikasi terapeutik adalah sebagai
berikut: 
1. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan
diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri. 
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dan mencintai. 
4. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat pada pasiennya
berisi tentang diagnosa penyakit, manfaat, urgensinya tindakan medis, resiko,
komplikasi yang mungkin dapat terjadi, prosedur alternatif yang dapat dilakukan,
konsekuensi yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan tindakan medis, prognosis
penyakit, dampak yang ditimbulkan dari tindakan medis serta keberhasilan atau
ketidakberhasilan dari tindakan medis tersebut.

G. Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan Terapeutik


Menurut Roger dan Stuart GW (1998) ada beberapa karakteristik seorang perawat
yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Tanpa kejujuran mustahil akan terbina hubungan saling percaya, sesorang
akan menaruh kepercayaan kepada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai
respon yang tidak dibuat-buat, sebaliknya dia akan berhati-hati pada lawan bicara
yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hati yang sebenarnya
dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur. (Rahmat, J, 1996)
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti dan
dipahami oleh klien dan tidak berbelit-belit.
3. Bersikap positif
Sikap yang positif terhadap klien ditunjukkan dengan sikap hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhdap klien.
4. Empati bukan simpati
Dengan sikap empati, perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan dan yang dipikirkan klien. Sikap simpati tidak mampu melihat
permasalahan secara obyektif karena perawat terlibat secara emosional terhadap
permasalahan yang dihadapi klien.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Agar mampu melihat permasalahan dari sudut pandang klien maka perawat
harus menjadi pendengar yang aktif dan sabar dalam mendengarkan semua
ungkapan klien.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang perawat yang baik akan tidak memandang hina klien dan
keluarganya yang datang ke rumah sakit dengan pakaian yang kumal dan kotor
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Perawat harus sennsitif terhadap perasaan kliennya agar tidak menyinggung
perasaanya.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seorang perawat harus mampu melupakan kejadian yang menyakitkan di
masa lalu dan menguatkan koping klien dalam menghadapi masalah yang dihadapi
saat ini.

H. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari empat taha, yaitu:
1. Tahap Persiapan/ Tahap Pra interaksi
Tahap  persiapan  atau  prainteraksi  sangat  penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini
perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang
strategi untuk pertemuan pertama  dengan  klien. Tahap ini harus dilakukan  oleh
seorang  perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani,
2005).
Tugas atau hal-hal perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang
akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani,
2005).
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada
saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang
lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya
dalam membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling
percaya (Suryani, 2005).
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien.
Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada
saat memulai interaksi (Suryani, 2005).
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
Perasaan dan ketakutan perawat yang muncul pada tahap ini seperti:
a. Takut ditolak klien
b. Cemas karena merupakan pengalaman baru
c. Memperhatikan klien secara berlebihan
d. Meragukan kemampuan diri
e. Takut dilukai klien secara fisik
f. Gelisah melakukan komentar
g. Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
h. Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
i. Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
j. Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
k. Takut disakiti secara psikologi
Analisi diri pada tahap pra interaksi
a. Apakah saya menganggap klien sebagai orang yang aneh?
b. Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau
tidak kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
c. Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam
hubungan dengan klien)?
d. Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan
secara berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?

2. Tahap Perkenalan
Merupakan saat pertama perawat bertemu dengan klien. Perkenalan
merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan
klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan
dirinya terlebih dahulu kepada klien  (Brammer dalam Suryani, 2005).  Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini
diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan
tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart,
G.W dalam Suryani, 2005).

Pada tahap ini tugas perawat:


a. Membina hubungan saling percaya
b. Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
d. Memahami
e. Menerima
f. Merumuskan tujuan dengan klien

Kontrak pertama perawat dimulai dengan:


a. Memperkenalkan diri perawat dan klien
b. Menyebutkan nama
c. Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun
perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
d. Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup
perawat – klien serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien


mungkin kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan klien sulit
menerima bantuan perawat ini disebabkan oleh:
a. Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah.
b. Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
c. Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk
disharingkan pada orang lain.
d. Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga
diri.
e. Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang
mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu
rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan.

3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat
pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active
listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi,
bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau
alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Tehnik  menyimpulkan  ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien
memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005).
Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu  klien menggali hal-hal  dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005).

4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan  perawat dengan  klien (Christina,
dkk, 2002).  Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
Terminasi  sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah
terminasi sementara, perawat  akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang
telah ditentukan. Terminasi  akhir  terjadi  jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak
boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan
sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu
mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya?
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi
itu justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan
ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang
diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya.
Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa
alternatif mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa
meminta klien untuk mencoba salah satu dari alternatif tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani  (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien  merupakan  aspek penting dalam asuhan  keperawatan,
sehingga jika hal tersebut  tidak  dilakukan dengan  baik  oleh  perawat, maka 
regresi  dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut
sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

I. Strategi Menanggapi Respon Klien


Dalam menangagpi respon klien perawat dapat menggunakan berbagai tehnik
komunikasi terapeutik sebagai berikut:
1. Bertanya
2. Mendengarkan
3. Mengulang
4. Klarifikasi
5. Refleksi
6. Memfokuskan
7. Diam
8. Memberi informasi
9. Menyimpulkan
10. Mengubah cara pandang
11. Eksplorasi
12. Membagi persepsi
13. Mengidentifikasikan tema
14. Humor
15. Memberikan pujian

J. Hambatan Dalam Komunikasi Terapeutik


Ada lima jenis hambatan spesifik komunikasi terapeutik, yaitu:
1. Resisens
2. Transferens
3. Kontraferens
4. Pelanggaran batas
5. Pemberian hadiah
Dalam hubungan perawat – klien ada 3 karakteristik penting: sharing perilaku,
pikiran, dan perasaan.
Perawat harus mampu:
1. Melakukan penyingkapan diri
2. Merencanakan bagaimana memfokuskan percakapan
3. Apa topik yang dibicarakan (sudah tepat atau belum)
4. Melibatkan pengalaman dengan topik yang dibicarakan
5. Memperkirakan lamanya percakapan
6. Mengakui kekurangan diri
7. Mengakhiri percakapan dgn klien

Anda mungkin juga menyukai