Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILISASI

A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008). Mobilitas fisik yaitu keadaan ketika
seseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik
dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000) Mobilisasi adalah
suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktifitas guna mempertahankan kesehatannya.Mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Musrifatul Uliyah
dan A. Aziz A. H., 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan
dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah
satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi
berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004)
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami
keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain lansia, individu dengan
penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaan kursi
roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan
gerakan volunteer (Potter, 2005).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri.Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko
utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di
komunitas.Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan
kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus.Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga
mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi,
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh
Lindgren et al, 2004)
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan
dan stabilitas
b. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
c. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran.
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot
dan posisi tubuh secara berkesinambungan.

2. Tanda dan Gejala/ Etiologi


a. Gangguan mobilitas fisik
1) Penurunan waktu reaksi
2) Kesulitan membolak balik possi
3) Melakukan aktivitas lain sebagai penganti pergerakan
4) Dyspnea setelah beraktivitas
5) Perubahan cara berjalan
6) Gerakan bergetar
7) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
8) Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
9) Keterbatasan rentang pergerakan sendi
10) Tremor akibat pergerakan
11) Ketidakstabilan postur
12) Pergerakan lambat
13) Pergerakan tidak terkoordinasi
b. Nyeri akut
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekuensi jantung
4) Perubahan frekuensi pernafasan
5) Laporan isyarat
6) Diaphoresis
7) Perilaku distraksi (aktivitas berulang)
8) Mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis)
9) Masker wajah (mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu focus meringis)
10) Sikap melindungi area nyeri
11) Fokus menyempit
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati
13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14) Sikap tubuh melindungi
15) Dilatasi pupil
16) Melaporkan nyeri secara verbal
17) Gangguan tidur
c. Intoleransi aktivitas
1) Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2) Respon rekuensi antung abnormal terhadap aktivitas
3) Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
4) Perubahan EKG yang mencermnkan iskemia
5) Menyatakan rasa letih
6) Menyatakan rasa lemah
d. Defisit perawatan diri
1) Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi
2) Ketidakmampuan mengeringkan badan
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) Ketidakmampuan mendapatkan sumber air
5) Ketidakmampuan (suhu atau aliran) mengatur air mandi
6) Ketidakmampuan membersihkan tubuh
7) Ketidakmampuan mengancingkan pakaian
8) Ketidakmampuan mengambil pakaian
9) Ketidakmampuan mengenakan atau melepas bagian-bagian pakaian
yang penting
10) Ketidakmampuan untuk memilih pakaian
11) Ketidakmampuan mengenakan pakaian bagian bawah
12) Ketidakmampuan mengenakan pakaian bagian atas
13) Ketidakmampuan mengenakan sepatu
14) Ketidakmampuan melepaskan pakaian
15) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu
16) Ketidakmampuan menggunakan resleting
17) Ketidakmampuan menyuap makanan dari piring ke mulut
18) Ketidakmampuan mengunyah makanan
19) Ketidakmampuan menyelesaikan makan
20) Ketidakmampuan meletakan makanan ke piring
21) Ketidakmampuan memegang alat makan
22) Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
23) Ketidakmampuan menyiram kloset atau kursi buang air
24) Ketidakmampuan mencapai kloset atau kursi buang air
25) Ketidakmampuan memanipilasi pakaian untuk eliminasi
26) Ketidakmampuan untuk duduk atau bangun dari kloset atau kursi
buang air
Ginjal

3. Pohon Masalah

Mobilisasi

Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring yang lama

Nitrogen
Kehilangan Gangguan Jaringan kulit Jantung tidak
Gastro
daya tahan fungsi paru- yang tertekan mengalami seimbang
intestinal
otot paru vasokontriksi

Penurunan Penumpukan Perubahan Penyumbatan Ketidak Gangguan


otot (atrofi) sekret sistem mampuan Katabolisme
intragumen diblader
kulit Suplai aliran
Perubahan Sulit batuk terganggu Anoreksia
sistem muskulus Retensi
skeletal Kontriksi
pembuluh
Gangguan darah
jalan napas

Sel kulit menjadi


mati
Kelemahan

Dekubitus otot Kemunduran infek


defekasi

Stres terjadi
Konstipasi

Peningkatan asam lambung

Gangguan sistem metabolik


Nafsu makan menurun
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Ronsen: Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.

b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI: Memperlihatkan fraktur juga


dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres
normal setelah trauma.

e. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens


ginjal.

f. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi


mutipes, atau cedera hati.

5. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
a. Penatalaksana Umum
1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
2) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
4) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi,
serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
5) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan
dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
6) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat
otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
9) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
b. Tatalaksana Khusus
1) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
4) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha
untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami
disabilitas permanen.
c. Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari
Melakukan aktivitas sehari-harisecara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan
otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)
secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan
dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan bawah
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi  kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha
6. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
7. Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari
paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri.
Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam
saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak
terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi.Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih
efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
8. Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan
cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk
mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-
lain.
F. Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi,
infeksi paru, gangguan aliran darah, dan dekubitus.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas keperawatan tingkat 1
1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah
dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
2) Kaji kebutuhan belajar pasien
3) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari
lembaga kesehatan dirumah dan alat kesehatan yang tahan lama
4) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantumobilitas
(missal: tongkat, walker, kruk, atau kursi roda)
5) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (misalnya dari
tempat duduk ke kursi)
6) Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
7) Berikan penguatan positif selama aktifitas
8) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang
mendukung untuk berjalan
9) Pengaturan posisi, NIC
Pengkajian Keperawatan menurut (Asmadi, 2008)
b. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang
perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan
tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga
yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap
tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
c. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
d. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain
e. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain
f. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan
ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
g. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi
ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah,
pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah
dan sinkop
h. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan
temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam
pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang
terjadi.
i. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah
reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit
sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat
buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan
j. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-
tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen
bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-
gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk
berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
k. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum
yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
l. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi.
Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas,
penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan
tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan
pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang
potensial dapat meningkatakan mobilitas

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
Definisi: keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih
ekskremitas secara mandiri atau terarah.
Faktor yang berhubungan:
1) Intoleransi aktivitas
2) Perubahan metabolisme selular
3) Ansietas
4) Indeks masa tubuh diatas perentil ke 75 sesuai usia
5) Gangguan kognitif
6) Konstraktur
7) Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
8) Fisik tidak bugar
9) Penurunan ketahanan tubuh
10) Penurunan kendali otot
11) Penurunan masa otot
12) Malnutrisi
13) Gangguan muskulus skeletal
14) Gangguan neuromuscular, nyeri
15) Agens obat
16) Penurunan kekuatan otot
17) Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
18) Keadaan mood depresif
19) Keterlambatan perkembangan
20) Ketidaknyamanan
21) Disuse, kaku sendi
22) Kurang dukungan lingkungan
23) Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
24) Kerusakan integritas struktur tulang
25) Program pembatasan gerak
26) Keengganan memulai pergerakan

b. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potesial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa ( International
Association for the Study of Pain): awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung <6 bulan.
Faktor yang berhubungan:
1) Agen cedera (missal, biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

c. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energy psikologis atau fisologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan.
Factor yang berhubungan:
1) Tirah baring atau imobilisasi
2) Kelemahan umum
3) Ketidakseimbangan antara suplei dan kebutuhan oksigen
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
6) Defisit perawatan diri
Definisi: Hambatan kemampuan untuk melakukan kebutuhan atau
aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Faktor yang berhubungan:
1) Gangguan kognitif
2) Penurunan motivasi
3) Ketidaknyamanan
4) Kendala lingkungan
5) Keletihan da kelemahan
6) Gangguan musculoskeletal
7) Gangguan neuromuscular
8) Nyeri
9) Gangguan presepsi
10) Ansietas berat
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil

1 Gangguan NOC NIC


Mobilitas fisik
a. Joint movement : Exercise therapy: ambulation
active a. Monitoring vital sign
b. Mobility level sebelum dan sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat
c. Self care:ADLs latihan
d. Transfer performance b. Konsultasikan dengan terpi
fisik tentang rencana
Setelah 3x24 jam ambulansi sesuai dengan
kebutuhan
interaksi diharapkan:
c. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
Kriteria Hasil berjlan dan cegah terhadap
cedera
a. Klien meningkat
d. Ajarkan pasien atau tenaga
dalam aktifitas fisik
b. Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
peningkatan ambulansi
mobilitas e. Kaji kemampuan pasien
c. Memverbalisasikan dalam mobilisasi
perasaan dalam f. Latih pasien dalam
meningkatkan pemenuhan kebutuhan ADLs
kekuatan dan secara mandiri sesuai
kemampuan kemampuan
berpindah g. Damping dan bantu penuhi
d. Memperagakan kebutuha ADLs os
penggunaan alat h. Berikan alat bantu jika kilen
bantu untuk memerlukan
mobilisasi i. Ajarkan paien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantan jika diperlukan
2. Nyeri akut NOC NIC

a. Pain level Pain management


b. Pain control
c. Comfort level a. Lakukan pengkajian nyeri
secara kompeherensif
Setelah 3x24 jam termasuk lokasi,
interaksi diharapkan: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan factor
Kriteria Hasil presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal
a. Mampu mengontrol dari ktidaknyamanan
nyeri (tahu c. Gunakan komunikasi
penyebab nyeri terapeutik untuk mengetahui
mampu pengalaman nyeri pasien
menggunakan
d. Kaji kultur yang
teknik
mempengaruhi respon nyeri
nonfarmakologi
untuk mengurangi e. Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri, mencari masa lampau
bantuan) f. Evaluasi bersama pasien dan
b. Melaporkan bahwa im ksehatan lain tentang
nyeri berkurang ketdakefektifan control nyeri
dengan amsa lampau
menggunakan g. Bantu pasien dan keluarga
managemen nyeri untuk mencari dan
c. Mampu mengenali menemukan dukungan
nyeri (skala h. Control lingkungan yang
intensitas nyeri dpaat mempengaruhi nyeri
frekuensi, dan tanda seperti suhi rangan,
nyeri) pencahayaan dan kebisingan
d. Menyatakan rasa
i. Kurangi factor presipitasi
nyaman setelah
nyri
nyeri berkurang
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi dan
nonfarmakologi)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang tktik
nonfarmakologi
m. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrl
nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
yang tidak berhasil
q. Monitor penerimaa pasien
tentang management nyeri
3. Intoleransi NOC NIC
aktivitas
a. Energy conservation a. Activity therapy
b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
merencanakan program therapy
yang tepat
Setelah 3x24 jam c. Bantu klien untuk
interaksi diharapkan: mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
Kriteria Hasil d. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
a. Berpartisipasi dalam kemampuan fisik, psikologi, dan
aktvitas fisik tanpa social
disertai peningkatan e. Bantu untuk mengidentifikas dan
tekanan darah, nadi, mendapatkan sumber daya yang
dan RR diperlukan untuk aktofitas yang
b. Mampu melakukan diiginkan
aktivitas seharihar f. Bantu untk mendapatkan alat
ADLs secara bantuan aktivitas seperti kursi
mandiri roda dan krek
c. Anda tanda vital g. Bantu untuk mengidentifikasi
normal aktifitas yang disukai
d. Energy psikomotor h. Bantu klien untuk membuat
e. Level kelemahan jadwal latihan dalam waktu
f. Mampu berpindah: luang
dengan atau tanpa i. Bantu klien/keluarag untuk
bantuan alat mengidentifikasi kekurangan
g. Status dalam beraktifitas
kardiopulmonari j. Sediakan penguatan positif bagi
adekuat yang aktif beraktifitas
h. Sirkualasi status k. Bantu pasien untuk
baik mengembangkan motivasi diri
i. Tatus respirasi: dan penguatan
pertukaran gas da l. Monitor respon fisik, emosi,
ventilasi adekuat social dan spiritual

4. Defisit NOC NIC


perawatan diri
a. Activity 1. Bantuan Perawatan Diri:
intolerance Mandi, higiene mulut,
b. Mobility : penil/vulva, rambut, kulit
Physical a. Kaji kebersihan kulit, kuku,
impaired rambut, gigi, mulut, perineal,
c. Fatique level anus
d. Anxiety self b. Bantu klien untuk mandi,
control tawarkan pemakaian lotion,
e. Ambulation perawatan kuku, rambut, gigi
dan mulut, perineal dan anus,
Setelah dilakukan asuhan sesuai kondisi
keperawatan selama 3 c. Anjurkan klien dan
x24 jm keluarga untuk melakukan
Klien mampu : oral hygiene sesudah makan
a. Melakukan ADL dan bila perlu
mandiri : mandi, d. Kolaborasi dgn Tim Medis /
hygiene mulut,kuku, dokter gigi bila ada lesi,
penis/vulva, rambut, iritasi, kekeringan mukosa
berpakaian, mulut, dan gangguan
toileting, makan- integritas kulit.
minum, ambulasi
b. Mandi sendiri atau 2. Bantuan perawatan diri :
dengan bantuan berpakaian
tanpa kecemasan a. Kaji dan dukung kemampuan
c. Terbebas dari bau klien untuk berpakaian
badan dan sendiri
mempertahankan b. Ganti pakaian klien setelah
kulit utuh personal hygiene, dan
d. Mempertahankan pakaikan pada ektremitas
kebersihan area yang sakit/ terbatas terlebih
perineal dan anus dahulu, Gunakan pakaian
e. Berpakaian dan yang longgar
melepaskan pakaian c. Berikan terapi untuk
sendiri mengurangi nyeri sebelum
f. Melakukan melakukan aktivitas
keramas, bersisir, berpakaian sesuai indikasi
bercukur,
membersihkan 3. Bantuan perawatan diri :
kuku, berdandan Makan-minum
g. Makan dan minum a. Kaji kemampuan klien untuk
sendiri, meminta makan : mengunyah dan
bantuan bila perlu menelan makanan
h. Mengosongkan b. Fasilitasi alat bantu yg
kandung kemih dan mudah digunakan klien
bowel c. Dampingi dan dorong
keluarga untuk membantu
klien saat makan

4. Bantuan Perawatan Diri:


Toileting
a. Kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (men
ahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
b. Ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting
c. Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
d. Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

I. Referensi
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2013. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan Edisi 9. Jakarta:ECG
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis
dan NANDA. Jogjakarta: Mediaction
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai