Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH WAKTU PENGERINGAN DALAM PROSES UPGRADING

BATUBARA LIGNIT MENJADI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN


MENGGUNAKAN KEROSENE DAN LOW SULFUR WAX RESIDUE

Rivaldy Heryanto (156140250)

Yuli Patmawati, S.T., M.Eng dan Marinda Rahim, S.T., M.T

Program Studi Diploma III Petro dan Oleo Kimia


Jurusan Teknik Kimia

Abstrak-Penggunaan batubara lignit masih terbatas, hal ini dikarenakan batubara jenis ini memiliki nilai kalori kecil
yaitu kurang dari 5100 kal/g, sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut agar memiliki nilai ekonomis. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai kalor batubara lignit adalah melalui proses Upgrading Brown
Coal (UBC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pengeringan dalam proses upgrading
brown coal yang dilakukan pada tekanan atmosferik dengan menggunakan zat aditif kerosene dan low sulfur wax
residue (LSWR) sehingga dapat meningkatkan nilai kalor batubara lignit menjadi bahan bakar PLTU. Satu gram
batubara lignit dicampur dengan 0,5 ml LSWR yang telah dilarutkan dalam kerosene sebelumnya. Campuran
batubara dengan bahan aditif kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 1750C dengan variasi waktu 30, 45, 60,
75 dan 90 menit kemudian didinginkan. Selanjutnya melakukan analisa proksimat dan nilai kalornya dengan metode
ASTM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengeringan pada 75 menit, dapat meningkatkan nilai kalor
batubara lignit dari 4845 kal/g menjadi batubara dengan nilai kalor 6723 kal/g atau terjadi kenaikan kalor 38,76%
dengan karakteristik batubara: kandungan air 4,82%, ash content 2,31%, volatile matter 49,71% dan fixed carbon
43,16%. Batubara yang dihasilkan sesuai dengan standar bahan bakar PLTU yaitu memiliki nilai kalor diatas 6663
kal/g.

Kata Kunci : batubara, kerosene, lignit, Low Sulfur Wax Residue (LSWR), nilai kalor, Upgrading Brown Coal
(UBC), waktu pengeringan

Abstract-The use of lignite coal is still limited, this is due to this type of coal has a small calorific value of less than
5100 cal/g. Therefore, further processing is required in order to have economic value. One effort that can be done to
increase lignite coal calorific value is through Upgrading Brown Coal (UBC). This study aims to determine the
effect of drying time in the process of brown coal upgrading done at atmospheric pressure by using kerosene
additives and low sulfur waxy residue (LSWR) so as to increase the calorific value of lignite coal into fuel for Steam
Electric Power Plant (PLTU). One gram of lignite coal was mixed with 0.5 mL LSWR which has been dissolved in
kerosene before. The coal mixture with the additive was then heated in an oven at 175 0C with a time variations of
30, 45, 60, 75 and 90 minutes and then cooled. Next the proximate analysis and calorific value with ASTM method
was performed. The results showed that drying time at 75 minutes, can increase lignite coal calorific value from
4845 cal/g to coal with calorific value of 6723 cal/g, or increase heat of 38.76% with coal characteristics: inherent
moisture of 4.82%, ash conten of 2.31%, volatile matter of 49.71% and fixed carbon of 43.16%. The coal produced
is in accordance with the PLTU fuel standard wihch has a calorific value above 6663 cal/g.

Keywords : coal, drying time, heating value, kerosene, lignite, low sulfur wax residue (LSWR), Upgrading Brown
Coal (UBC)

I. Pendahuluan
sebesar 36,6% sedangkan batubara antrasit
Kalimantan Timur merupakan salah satu daerah diproduksi sebesar 11,6% (Badan Geologi, 2016).
di Indonesia yang memproduksi batubara paling Batubara lignit biasanya lunak dan
besar yaitu sebanyak 86.101.658,68 ton/tahun pada mempunyai warna kecoklatan yang
tahun 2017 (Dinas ESDM, 2018). Jenis batubara seringkali mengandung bagian-bagian
lignit yang memiliki kalor yang rendah. Batubara tanaman yang mudah dikenali dari struktur
lignit yang paling banyak diproduksi sebesar 50%, selnya. Batubara jenis lignit kurang
batubara subbituminous dan bituminous diproduksi memiliki nilai ekonomis dan jarang
digunakan. Batubara lignit jarang digunakan
karena nilai kalor yang rendah sehingga hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1 pada penelitian
efisensi pembakaran yang dihasilkan rendah Mutasim Billah (2010).
disebabkan kandungan air di dalam batubara Untuk mengetauhi pengaruh waktu proses pada
lignit yang tinggi. Batubara lignit kurang proses Upgreading Brown Coal yang dilakukan pada
memiliki nilai ekonomis karena biaya tekanan atmosferik dengan menggunakan larutan
pengangkutan dan penyimpanan yang kerosin dan Low Sulfur Waxy Residue (LSWR),
mahal. sehingga dapat meningkatkan nilai kalor batubara
Batubara lignit memiliki komposisi nilai kalori lignit menjadi batubara bituminous yang memiliki
kurang dari 7500 Btu/lb (5.250 kkal/kg), kandungan nilai kalor sedang serta menurunkan kadar air.
air 25-45%, kandungan zat terbang 24-32%, Adapun manfaat dari penilitan yang dilakukan
kandungan karbon padat 25-30% dan kandungan abu untuk meninggkatkan nilai kalor batubara lignit
3-15% (Putranto, 2012 dalam Heriyanto dkk., 2014). menjadi batubara yang memiliki nilai kalor sedang
Dengan cara Upgrading Brown Coal (UBC) kita sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar
mampu meningkatkan nilai kalori batubara lignit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan
menjadi batubara bituminous. meningkatkan nilai jual batubara tersebut.
Batubara lignit yang telah melalui proses Batubara memiliki tingkat hasil metamorfosis
Upgrading Brown Coal (UBC) dapat memiliki nilai dan kualitas yang berbeda, masing-masing kualitas
kalor jenis batubara bituminuos. Batubara bituminuos batubara diklasifikasikan menjadi empat jenis utama
dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit yang bergantung pada jumlah karbon, oksigen dan
listrik tenaga uap (PLTU) karena memiliki nilai kalor hidrogen antara lain:
yang tinggi (Cahyadi, 2015). A. Lignit (brown coal)
Penelitian menggunakan proses Upgrading Lignit merupakan jenis batubara
Brown Coal (UBC) telah banyak dilakukan salah peringkat rendah dimana kedudukan lignit
satunya oleh Heriyanto dkk. (2014). Bahan baku dalam tingkat klasifikasi batubara berada
yang digunakan yaitu batubara yang dicampur pada daerah transisi dari jenis gambut ke
dengan minyak jelantah. Penilitian dilakukan dengan batubara. Lignit bersifat rapuh, mengandung
memvariasikan suhu. Hasil terbaik yang diperoleh kadar air tinggi dan memiliki nilai kalor
nilai kalor 4315 cal/g dengan tekanan 1 atm, waktu 5500-8300 Btu/lb.
proses 1,5 jam, temperatur 1500C dan komposisi B. Sub-bituminus
batubara dengan minyak jelantah yaitu 1:1(rasio Batubara jenis ini merupakan
berat). Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahim peralihan antara jenis lignit dan bituminus.
dan Wanna, (2012) “Proses Peningkatan Nilai Kalor Batubara jenis ini memiliki warna hitam
Batubara Lignit Samarinda Melalui Penambahan yang mempunyai kandungan air yang
Aditif Low Wax Sulfur Residu dan Perlakuan rendah, bersifat lebih keras dari batubara
Temperatur Pada Tekanan Atmosfer”. Digunakan lignit dan memiliki nilai kalori 8.200-
Low Sulfur Wax Residu (LSWR) dan kerosene 11.200 Btu/lb.
sebagai zat aditif dalam proses upgrading. Penelitian C. Bituminus
dilakukan dengan memvariasikan suhu. Hasil terbaik Batubara jenis ini merupakan
diperoleh nilai kalor 5482 cal/g dengan tekanan 1 batubara yang berwarna hitam mengkilat
atm, waktu proses 1 jam, temperatur 1750C dan dan tampak halus. Batubara ini memiliki
komposisi batubara dengan bahan aditif yaitu 1 kandungan air yang rendah dengan sedikit
gram : 0,5 ml . kandungan abu dan sulfur serta memiliki
Pada penelitian sebelumnya hasil yang nilai kalori 8.300-15.600 Btu/lb.
diperoleh sudah memenuhi standar produk D. Antrasit
subbituminous tetapi belum memnuhi standar produk Antrasit merupakan jenis batubara
untuk bahan bakar pembangkit listrik tenanga uap kelas tertinggi. Batubara jenis ini memiliki
(PLTU). Standar produk untuk bahan bakar tekstur yang padat, berwarna hitam
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Nilai kalor mengkilat dan memiliki sedikit kandungan
batubara yang dihasilkan dari penilitian sebelumnya pengotor dengan nilai kalori 13.500-15.600
masih dibawah 6663 kcal/kg. Sehingga masih bisa Btu/lb (Sukandarrumidi, 2006).
dikembangkan dengan melakukan proses Upgrading Menurut Muchjidin (2006),
Brown Coal dengan mencampur batubara dengan komponen batubara secara garis besar terdiri
kerosene dan LSWR. dari:
Pada penelitian ini perlu diketauhi pengaruh A. Air yang terikat sedara fisika, dapat dihilangkan
waktu pengeringan terhadap proses upgrading karena pada suhu sampai 1050C,
salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan disebut moisture.
kadar air dalam batubara adalah lamanya waktu B. Senyawa batubara atau coal substance atau coal
pengeringan sehingga mempengaruhi nilai kalornya matter, yaitu senyawa
organik yang terutama terdiri atas atom karbon, Biasanya minyak tanah didistilasi
hidrogen, oksigen, sulfur, dan langsung dari minyak mentah membutuhkan
nitrogen. perawatan khusus, dalam sebuah unit Merox
C. Zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu atau hidrotreater, untuk mengurangi kadar
senyawa anorganik. belerang dan pengaratannya. Minyak tanah
Upgrading Brown Coal (UBC) adalah dapat juga diproduksi oleh hidrocracker,
teknik memanaskan dan membuang air yang digunakan untuk memperbaiki kualitas
(dewatering)pada batubara di dalam media bagian dari minyak mentah yang akan bagus
minyak ringan (light oil), dan bersamaan untuk bahan bakar minyak (Thomas, 2013)
dengan itu mengabsorpsikan minyak berat Low Sulfur Wax Residue (LSWR)
(heavy oil) seperti aspal secara selektif ke merupakan campuran long residue (residue
dalam pori-pori batubara sehingga dapat crude distilling unit), gas oil (HGO/HVGO)
menutupi permukaan batubara. Minyak dan short residue (residue high vacuum
berat tadi sebelumnya ditambahkan dalam unit), yang diperoleh dari bagian bottom
jumlah sedikit ke dalam media minyak kolom fraksinasi hydrocracker. LSWR
ringan, kurang lebih 0,5%. Minyak berat mengandung bitumen yang meliputi
berfungsi sebagai zat aditif sehingga melalui cakupan produk yang dihasilkan dari crude
pemrosesan di dalam media minyak ini tidak oil dan terdiri atas molekul bertipe
hanya kalorinya yang naik, tapi muncul pula hidrokarbon dan bersifat lebih termoplastik.
sifat anti air (water-repellent characteristic) Bitumen dapat didefinisikan liquid yang
pada produk yang dihasilkannya viskos atau sebuah fase solid yang
(Budiharjo,2009). kandungan utamanya adalah hidrokarbon
dan turunannya, yang dapat larut dalam
Pengeringan merupakan proses karbon disulfida. Pada dasarnya unsur
pertama yang harus dilakukan dalam bitumen bersifat nonvolatile dan melembut
pembakaran batubara. Pengeringan pada secara bertahap saat dipanaskan. Bitumen
material padat melalui tiga fase yaitu, fase berwarna hitam atau hitam kecokelatan dan
cair, uap, dan pengeroposan padatan. Air memiliki sifat tahan air dan lengket seperti
mulai menguap pada suhu di atas 100ºC, lem (adhesive). Bitumen diperoleh dari
pada saat ini batubara mengalami penurunan penyulingan crude oil dan zat ini juga
kandungan air. Air di dalam pori-pori ditemukan sebagai deposit alami atau
batubara terlepas dan berubah fasenya sebagai komponen alami yang terdapat di
menjadi uap. Selain itu terjadi pula dalam aspal, dimana bitumen ini terasosiasi
pengeroposan padatan sehingga gas-gas dengan mineral matter.
seperti metana, karbon dioksida, dan Bitumen adalah campuran kompleks
nitrogen ikut terlepas ke udara. Pengeringan yang terdiri atas sejumlah besar campuran
dilakukan sampai kandungan air dalam bahan kimia yang relatif memiliki berat
batubara turun mencapai 10-15% dari molekular tinggi. Secara rata-rata, bitumen
kondisi awal bubuk dengan cara meniupkan mengandung 82-85% karbon gabungan, 12-
udara panas berkisar 70-150⁰C di atasnya. 15% hidrogen dan sulfur dengan oksigen
Waktu yang digunakan untuk melakukan yang jumlahnya sedikit. Panas spesifik
pengeringan disesuaikan dengan tipe bitumen bervariasi dari 1,7 sampai 2,5
batubara. Semakin banyak kandungan air kJ/(kg.K) untuk range temperatur 0 sampai
yang terkandung dalam batubara, maka 300°C dan konduktivitas thermal adalah
proses pengeringannya pun semakin lama. 0,16 W/(m.K) pada temperatur kerja normal
(Cahyadi, 2015) (0-250°C). LSWR memiliki titik didih diatas
Minyak tanah adalah cairan 370oC.
hidrokarbon yang tidak berwarna dan mudah
terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi II. Metodologi
fraksional dari petroleum pada 150oC dan
275oC. Pada suatu waktu dia banyak Pada penelitian ini alat yang digunakan
digunakan dalam lampu minyak tanah tetapi antara lain: Ayakan (-10+50 mesh),
sekarang utamanya digunakan sebagai Penggerus, Nneraca Analitik, Oven,
bahan bakar mesin jet (Avtur). Sebuah Furnace, Desicator, Cawan Petridish dan
bentuk dari minyak tanah dikenal sebagai Crucible, Tang Penjepit, Gelas Ukur 10 ml
RP-1 dibakar dengan oksigen cair sebagai dan 500 ml, Pipet ukur 10 ml, Kaca Arloji,
bahan bakar roket. Nama kerosene Spatula, Bulp, Botol Aquades dan Crusher .
diturunkan dari bahasa Yunani. Bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini antara lain: Low SSulfur
Waxy Residue (LSWR), Kerosene dan Tabel 4.1 Karakteristik batubara lignit sebelum
Batubara Lignit. UBC
Prosedur kerja :
No. Parameter Nilai
1.Membersihkan batubara lignit, kemudian
1 Inherent Moisture (%) 21,89
dikeringkan di udara terbuka.
2. Menggerus Batubara lignit yang sudah bersih 2 Ash Content (%) 2,2
dan kering dengan menggunakan Crusher. 3 Volatile Matter (%) 39,25
3.Mengahaluskan batubara dengan 4 Fixed Carbon (%) 36,66
menggunakan penggerus dan mengayak
hingga didapatkan batubara dengan ukuran ± 5 Nilai Kalor (cal/g) 4845
10 mesh
4. Melakukan analisa inherent moisture, kadar Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa
abu, volatile matter, fixed carbon, dan nilai karakteristik batubara sebelum mengalami
kalor dari batubara lignit. UBC termasuk kategori batubara peringkat
5. Membuat campuran zat aditif, yaitu larutan rendah atau lignit (brown coal) karena
benzena teknis dan LSWR dengan memiliki nilai kalor kurang dari 5100 cal/g,
perbandingan volume 1 : 0,005 pada gelas kadar fixed carbon yang rendah serta
ukur 500 ml. kandungan inherent moisture yang tinggi.
6.Mencampurkan batubara lignit dengan ukuran Untuk menigkatkan kualitas batubara lignit
-8+100 mesh dan campuran zat aditif dengan dilakukan proses UBC dengan penambahan
zat aditif berupa campuran LSWR yang
Nilai pada Berbagai Waktu dilarutkan dalam kerosene dan variasi waktu
Parameter Pengeringan (menit)
pengeringan (30,45,60,75 dan 90) menit.
45 60 75 90
Tabel 4.2 Karakteristik batubara lignit setelah
Inherent Moisture (%) 7,7 6,86 4,82 3,91
proses UBC
Ash Content (%) 3,13 1,86 2,31 2,23
49,4 49,7 Pada proses UBC ini telah dapat
Volatile Matter (%) 49,08 8 1 49,5 merubah nilai kalor batubara lignit beserta
43,1 44,3 karakteristiknya. Berikut ini merupakan
Fixed Carbon (%) 40,09 41,8 6 6 hasil analisa kalor dan analisa proksimat
Nilai Kalor (cal/g) 6594 6649 6723 6615 batubara lignit yang telah mengalami proses
Peningkatan Nilai 37,2 38,7 36,5 upgrading dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Kalor (%) 36,10 3 6 3
perbandingan 1 gram batubara : 0,5 ml
campuran zat aditif. Dari hasil penelitian pada Tabel 4.2
7. Memanaskan batubara lignit dalam oven pada memperlihatkan bahwa terjadi penurunan terhadap
temperatur 175 C selama 45 menit.
0
nilai persentase inherent moisture
8. Mendinginkan batubara dalam desikator.
9. Melakukan analisa inherent moisture, kadar 9
abu, volatile matter, fixed carbon, dan nilai 8
Inherent Moisture (%)

kalor dari batubara lignit hasil upgraded. 7


10.Mengulangi langkah 3-8 dengan variasi 6
waktu pemanasan 60 menit, 75 menit dan 90 5
menit. 4
3
2
III. Hasil dan Pembahasan
1
0
Pada penelitian ini bertujuan untuk
0 15
mengetahui pengaruh waktu proses pengeringan pada
proses upgrading brown coal yang dilakukan pada Waktu Pengeringan (menit)
tekanan atmosferik menggunakan zat aditif kerosene
dan LSWR sehingga batubara lignit tersebut dapat Gambar 4.1 Grafik hubungan waktu pengeringan
meningkat menjadi batubara dengan nilai kalori 6663 terhadap inherent moisture
kal/g. Pada penelitian ini sampel yang digunakan
adalah batubara lignit dengan hasil analisa batubara Pada Gambar 4.1 menunjukkan inherent
awal dapat dilihat pada Tabel 4.1. moisture terbesar pada waktu pengeringan 45 menit
sebesar 7,7% dan inherent moisture terkecil pada
waktu pengeringan 90 menit sebesar 3,91%. Jika 49.8
ditinjau dari waktu pengeringan terhadap inherent
moisture, semakin lama waktu pengeringan maka 49.6

Volatile Matter (%)


inherent moisture semakin kecil. Hal ini dikarenakan 49.4
semakin lama waktu pengeringannya maka semakin
banyak air yang menguap dari batubara tersebut. 49.2
Penambahan zat aditif berupa LSWR yang mengisi 49
kekosongan dari pori-pori batubara serta melapisi
permukaan batubara selama proses pengeringan. 48.8
Sehingga setelah proses pengeringan, air terikat yang
48.6
awalnya terkandung dalam batubara telah teruapkan
0 15
dan air yang terkandung di udara sekitar tidak dapat
kembali masuk. Waktu Pengeringan (menit)
Persentase ash content setelah proses UBC
terjadi peningkatan seperti terlihat pada Gambar 4.2 Gambar 4.3 Grafik hubungan waktu pengeringan
terhadap volatile matter
3.5
3 Pada Gambar 4.3 menunjukkan
volatile matter Volatile matter dari batubara
Ash Content (%)

2.5
setelah proses UBC mengalami peningkatan
2
dari batubara sebelum proses UBC seperti
1.5 terlihat pada Gambar 4.3. Hal yang
1 mempengaruhi volatile matter adalah gas-
0.5 gas yang mudah terbakar seperti hidrogen,
0 karbon monoksida, metana dan sebagian
0 15 kecil uap yang dapat mengembun seperti tar.
Dapat dilihat pada Gambar 4.3
Waktu Pengeringan (menit) bahwa semakin lama waktu pengeringan,
maka nilai volatile matter semakin besar.
Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu pengeringan Hal ini disebabkan karena terjadi
terhadap ash content dekomposisi aktif batubara menyebabkan
sebagian material batubara mulai mengalami
Ash content dari batubara setelah proses tahap pirolisis. Proses pirolisis merupakan
UBC mengalami peningkatan dari batubara sebelum proses dekomposisi kimia bahan organik
proses UBC seperti terlihat pada Gambar 4.2. melalui proses pemanasan tanpa kehadiran
Kandungan abu yang biasanya terkandung dalam oksigen. Proses ini menyebabkan sebagian
bahan bakar cair berupa garam dalam bentuk material organik batubara mengalami
senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, pemecahan struktur kimia menghasilkan
silikon, besi, aluminium, nikel dan lainnya. Dapat arang dan gas-gas seperti CO, CO2, H2 dan
dilihat pada Gambar 4.3 bahwa semakin lama waktu gas organik.
pengeringan, maka nilai ash content semakin kecil. Pada waktu pengeringan 75-90
Hal ini disebabkan semakin banyak kandungan menit terjadi penurunan volatile matter.
batubara yang menguap pada saat proses pengeringan Penurunan nilai ini dikarenakan semakin
sehingga ash content yang didapatkan turun Hasil lama waktu pengeringan, semakin banyak
penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama kandungan volatile matter pada batubara
waktu pengeringan maka nilai ash content yang menguap pada proses pengeringan.
mengalami peurunan. Penurunan volatile matter juga disebabkan
volatile matter awal yang terkandung dalam
Dari hasil analisa volatile matter (VM) yang batubara sebagian kecil ikut teruapkan
ditunjukkan pada Gambar 4.3 bersama air pada saat proses pengeringan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pengeringan maka nilai
volatile matter mengalami kenaikan.
Nilai fixed carbon yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh nilai inherent
moisture, ash content dan volatile matter,
karena nilai fixed carbon bukan merupakan
hasil dari analisa melainkan hasil dari
perhitungan. Peningkatan nilai fixed carbon
sangat dipengaruhi oleh turunnya nilai Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu pengeringan
inherent moisture setelah proses UBC terhadap peningkatan nilai kalor
seperti terlihat pada Gambar 4.4
Pada Gambar 4.5 menunjukkan
45 peningkatan nilai kalor terbesar pada waktu
pengeringan 75 menit sebesar 38,76 % dan
44
peningkatan nilai kalor terkecil pada waktu
43 pengeringan 30 menit sebesar 33,02 %. Jika
Fixed Carbon (%)

42 ditinjau dari waktu pengeringan terhadap


41 nilai kalor dapat dilihat bahwa, semakin
lama waktu pengeringan maka nilai kalor
40 akan semakin besar. Hal tersebut disebabkan
39 oleh faktor inherent moisture dan volatile
38 matter.
Inherent moisture yang rendah
37
menunjukkan kandungan air yang kecil pada
0 15
batubara dimana kandungan moisture yang
Waktu Pengeringan (menit) rendah tersebut berbanding terbalik dengan
nilai kalor sedangkan untuk menurunkan
Gambar 4.4 Grafik hubungan waktu pengeringan inherent moisture salah satu faktornya
terhadap fixed carbon adalah waktu pengeringan karena apabila
waktu pengeringan semakin lama akan
Pada Gambar 4.4 menunjukkan fixed carbon membuat kandungan air didalam batubara
terbesar pada waktu pengeringan 90 menit sebesar dapat menguap semuanya dan tidak terjadi
44,36% dan fixed carbon terkecil pada waktu penyerapan air kembali ke batubara tersebut.
pengeringan 45 menit sebesar 40,09%. Nilai fixed Hal ini terjadi karena adanya zat aditif
carbon naik pada waktu pengeringan 30 menit dari LSWR yang menutupi pori-pori batubara
batubara lignit awal sebesar 36,66% menjadi 41,74%. yang ditinggalkan oleh air yang menguap
Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengeringan selama proses pengeringan.
maka semakin banyak zat pengotor dalam batubara Volatile matter dijadikan indikasi
yang menguap. Hal ini ditunjukkan pada waktu reaktifitas batubara saat dibakar. Volatile
pengeringan 45 sampai 90 menit, nilai fixed carbon matter yang tinggi menunjukkan kandungan
meningkat karena nilai inherent moisture turun. voaltile matter yang banyak pada batubara.
Waktu pengeringan yang semakin lama tidak Nilai volatile matter berbanding lurus
menambah jumlah carbon dalam batubara melainkan dengan nilai kalor karena kandungan
mengurangi zat pengotor dalam batubara. Hasil volatile yang tinggi pada batubara
penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama menghasilkan panas saat dibakar sehingga
waktu pengeringan maka nilai fixed carbon semakin nilai kalor tinggi. Salah satu faktor untuk
besar. meningkatkan volatile matter adalah waktu
Waktu pengeringan berpengaruh pengeringan karena apabila waktu
terhadap peningkatan nilai kalor batubara. pengeringan semakin lama akan merubah
Hasil pada Gambar 4.5. kerosene yang terikat dengan LSWR
menjadi senyawa volatile sehingga
39 menigkatkan nilai volatile matter saat
analisa.
Peningkatan Nilai Kalor (%)

38.5
Volatile matter pada waktu
38 pengeringan 90 menit lebih berpengaruh
37.5 pada nilai kalornya karena nilai volatile
37 matter yang didapatkan turun dari
36.5 sebelumnya sehingga kandungan volatile
36 matter yang menghasilkan nilai kalor pada
35.5 batubara jadi semakin sedikit sehingga nilai
kalor yang didapatkan turun dari
35
sebelumnya. Hasil penelitian ini
34.5 menunjukkan pengaruh waktu pengeringan
0 15 pada nilai volatile matter dengan nilai kalor
Waktu Pengeringan (menit) berbanding lurus. Bahwa semakin tinggi
nilai volatile matter maka nilai kalor juga
tinggi.
Heriyanto, dkk. (2015). Pengaruh Minyak
IV. Kesimpulan Jelantah pada Proses UBC untuk
Meningkatkan Kalori Batubara Bayah.
1. Semakin lama waktu pengeringan maka Universitas Sultan Agung Tirtayasa.
nilai kalor semakin besar. Nilai kalor Teknik Kimia.
terbesar pada waktu pengeringan 75 menit Kurachman, T. (2015). Pengaruh Temperatur
sebesar 6723 cal/g. Mengalami penurunan Pemanasan Terhadap Peningkatan
nilai kalor pada waktu pengeringan 90 Kualitas Batubara Lignit Dengan
menit karena banyak kandungan volatile Menggunakan Benzena dan Low Sulfur
matter pada batubara yang menguap. Wan Residue Dalam Proses Upgrading
Brown Coal. Politeknik Negeri
2. Pada waktu pengeringan 75 menit telah Samarinda, Teknik Kimia.
mendapatkan batubara dengan Manan, Abdul. (2015, April 12). Pembangkit
karakteristik: kandungan air 4,82%; abu Listrik.com, Engineering RE & Alumni
2,31%; volatile matter 49,71%; fixed Portal. Batu Bara sebagai Bahan Bakar
carbon 43,16% dan nilai kalor sebesar PLTU, Desember 10,2017.
6723 kal/g. Nilai kalor yang didapatkan http://www.pembangkitlistrik.com/batu-
telah memenuhi standar bahan baku PLTU bara-sebagai-bahan bakar-pltu/
yaitu diatas 6663 kal/g. Muchjidin. (2006). Pengendalian Mutu dalam
Industri Batubara. Bandung: ITB.
V. Daftar Pustaka PT. Carsurin Samarinda. (2006). Metode Uji
Panduan Mutu dan Prosedur Mutu PT.
Argus. (2015). Methodology and Spesificatons Carsurin: Samarinda.
Guide.23Januari2018.http://www.argusmedi Putranto, W.E. (2012). Studi Eksperimen
a.com/~/media/6C975E81AEE542E68D252 Karakteristik Bahan Bakar Batubara Cair
B7010EEE26A.ashx Sebagai Pengganti HFO dengan
Arno. (2014). Coal Knowledge, Classifiaction of Menggunakan Batubara Peringkat Rendah
Coal by Rank (ASTM D388-12). 30 Januari Melalui Porses Upgrading. Surabaya:
2018.http://www.ckic.net/FocusShow.asp? Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
id=820&cid=616 Rahim, M., & Wanna, N.B.Z. (2012). Proses
Arnold, G. (1987). Batubara. Jakarta: PT. Pertja. Peningkatan Nilai Kalor Batubara Lignit
Badan Geologi (2016). Kondisi Sumberdaya dan Samarinda Melalui Penambahan Aditif Low
Cadangan Batubara Indonesia. Wax Sulfur Residu dan Perlakuan
Billah, M. (2010). Peningkatan Nilai Kalor Temperatur Pada Tekanan Atmosfer.
Batubara Peringkat Rendah dengan Politeknik Negeri Samarinda. Teknik Kimia.
Menggunakan Minyak Tanah dan Sukandarrumidi. (2006). Batubara dan
Minyak Residu. Yogyakarta: UPN Press. Pemanfaatannya. Gajah Mada University
Budiharjo, I. (2009). Teknologi UBC- Press. Yogjakarta
menggoreng Thomas, Larry. (2013). Coal Geology. Southern Gate
batubara,http://www.kamase.org/? Wiranata, Wisnu. (2013). Pengaruh Kecepatan
p=588. (27 Desember 2017). Udara Pengering Untuk Meningkatkan Nilai
Cahyadi. (2015). PLTU Batu Bara Superkritikal Kalor Batubara Lignit Menggunakan Rotary
yang Efisien. Balai Besar Teknologi Dryer. Politeknik Negeri Samarinda. Teknik
Energi. Tangerang Selatan. Kimia.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Prov. Kaltim. (2018). Produksi Batubara
Perusahaan Ijin Usaha Pertambangan
(IUP) Provinsi Kalimantan Timur Tahun
2017. Samarinda.
Djaman, Gustim. (2017). Pengaruh Ukuran Partikel
terhadap Peningkatan Kualitas Batubara
Lignit dengan Menggunakan Benzena dan
Low Sulfur Wan Residue dalam Proses
Upgrading Brown Coal. Politeknik Negeri
Samarinda. Teknik Kimia.
Heriyadi, Badrun. (2013). Pengaruh Kecepatan
Putaran Rotary Dryer Untuk Proses
Upgrading Batubara Lignit. Politeknik
Negeri Samarinda, Teknik Kimia.

Anda mungkin juga menyukai