TUGAS AKHIR
OLEH:
Diajukan sebagai persyaratan untuk memenuhi derajat Ahli Madya (Amd) pada
Program Studi Petro Dan Oleo Kimia
Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda
OLEH:
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
jenjang pendidikan Diploma III pada Program Studi Petro dan Oleo Kimia,
berdasarkan data yang penulis peroleh selama melakukan penelitian mulai dari
kepada:
2. Bapak Dedy Irawan, S.T., M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia.
3. Ibu Sitti Sahreani, S.T., M.Eng selaku Ketua Program Studi Petro dan Oleo
Kimia.
4. Ibu Yuli patmawati, S.T., M.Eng, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
vi
5. Ibu Marinda Rahim, S.T., M.T, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
6. Bapak dan Ibu Dosen, Staf Teknisi/Analis serta Administrasi Jurusan Teknik
Kimia.
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini dapat menjadi
lebih baik. Besar harapan penulis laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang menggunakannya.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.....................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................vi
DAFTAR ISI......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii
ABSTRAK..........................................................................................................xiv
ABSTRACT........................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
viii
2.1.2 Klasifikasi Batubara .................................................................................... 4
2.3 Pengeringan...................................................................................................... 8
ix
3.2.3 Variabel Respon ......................................................................................... 17
x
BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 37
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram alir proses upgrading batubara lignit dengan larutan
Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu pengeringan terhadap ash content ............ 30
Gambar 4.3 Grafik hubungan waktu pengeringan terhadap volatile matter ....... 31
Gambar 4.4 Grafik hubungan waktu pengeringan terhadap fixed carbon ........... 33
Gambar 4.5 Grafik hubungan waktu pengeringan terhadap nilai kalor .............. 34
xii
DAFTAR TABEL
xiii
ABSTRAK
Penggunaan batubara lignit masih terbatas, hal ini dikarenakan batubara jenis ini
memiliki nilai kalori kecil yaitu kurang dari 5100 kal/g, sehingga diperlukan
pengolahan lebih lanjut agar memiliki nilai ekonomis. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai kalor batubara lignit adalah melalui
proses Upgrading Brown Coal (UBC). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh waktu pengeringan dalam proses upgrading brown coal yang dilakukan
pada tekanan atmosferik dengan menggunakan zat aditif kerosene dan low sulfur
wax residue (LSWR) sehingga dapat meningkatkan nilai kalor batubara lignit
menjadi bahan bakar PLTU. Satu gram batubara lignit dicampur dengan 0,5 ml
LSWR yang telah dilarutkan dalam kerosene sebelumnya. Campuran batubara
dengan bahan aditif kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 1750C dengan
variasi waktu 30, 45, 60, 75 dan 90 menit kemudian didinginkan. Selanjutnya
melakukan analisa proksimat dan nilai kalornya dengan metode ASTM. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa waktu pengeringan pada 75 menit, dapat
meningkatkan nilai kalor batubara lignit dari 4845 kal/g menjadi batubara dengan
nilai kalor 6723 kal/g atau terjadi kenaikan kalor 38,76% dengan karakteristik
batubara: kandungan air 4,82%, ash content 2,31%, volatile matter 49,71% dan
fixed carbon 43,16%. Batubara yang dihasilkan sesuai dengan standar bahan
bakar PLTU yaitu memiliki nilai kalor diatas 6663 kal/g.
Kata kunci : batubara, kerosene, lignit, Low Sulfur Wax Residue (LSWR), nilai
kalor, Upgrading Brown Coal (UBC), waktu pengeringan
xiv
ABSTRACT
The use of lignite coal is still limited, this is due to this type of coal has a small
calorific value of less than 5100 cal/g. Therefore, further processing is required in
order to have economic value. One effort that can be done to increase lignite coal
calorific value is through Upgrading Brown Coal (UBC). This study aims to
determine the effect of drying time in the process of brown coal upgrading done at
atmospheric pressure by using kerosene additives and low sulfur waxy residue
(LSWR) so as to increase the calorific value of lignite coal into fuel for Steam
Electric Power Plant (PLTU). One gram of lignite coal was mixed with 0.5 mL
LSWR which has been dissolved in kerosene before. The coal mixture with the
additive was then heated in an oven at 1750C with a time variations of 30, 45, 60,
75 and 90 minutes and then cooled. Next the proximate analysis and calorific
value with ASTM method was performed. The results showed that drying time at
75 minutes, can increase lignite coal calorific value from 4845 cal/g to coal with
calorific value of 6723 cal/g, or increase heat of 38.76% with coal characteristics:
inherent moisture of 4.82%, ash conten of 2.31%, volatile matter of 49.71% and
fixed carbon of 43.16%. The coal produced is in accordance with the PLTU fuel
standard wihch has a calorific value above 6663 cal/g.
Keywords : coal, drying time, heating value, kerosene, lignite, low sulfur wax
residue (LSWR), Upgrading Brown Coal (UBC)
xv
BAB I
PENDAHULUAN
memproduksi batubara paling besar. Produksi pada tahun 2017 yaitu sebanyak
86.101.658,68 ton/tahun (Dinas ESDM, 2018). Batubara lignit adalah jenis yang
paling banyak diproduksi yaitu sebesar 50% padahal memiliki kalor yang rendah.
selnya. Batubara jenis lignit kurang memiliki nilai ekonomis dan jarang
digunakan. Batubara lignit jarang digunakan karena nilai kalor yang rendah
di dalam batubara lignit yang tinggi. Batubara lignit kurang memiliki nilai
Batubara lignit memiliki komposisi nilai kalori kurang dari 7500 Btu/lb
kandungan karbon padat 25-30% dan kandungan abu 3-15% (Putranto, 2012
dalam Heriyanto dkk., 2014). Dengan cara Upgrading Brown Coal (UBC) kita
Batubara lignit yang telah melalui proses Upgrading Brown Coal (UBC)
dapat memiliki nilai kalor batubara sebesar 6663 kkal/kg. Batubara bernilai kalor
6663 kkal/kg dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) karena memiliki nilai kalor yang sesuai dengan standar bahan bakar
dilakukan salah satunya oleh Heriyanto dkk., (2014). Bahan baku yang digunakan
dengan tekanan 1 atm, waktu proses 1,5 jam, komposisi batubara dengan minyak
jelantah yaitu 1:1 (rasio berat) dan memvariasikan suhu. Hasil terbaik yang
diperoleh nilai kalor 4315 cal/g dengan temperatur 150 0C dan. Kenaikan nilai
kalor yang didapatkan sebesar 29,35%. Masih bisa dinaikkan dengan mengganti
Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahim dan Wanna, (2012) “Proses
Low Wax Sulfur Residu dan Perlakuan Temperatur Pada Tekanan Atmosfer”.
Digunakan Low Sulfur Wax Residu (LSWR) dan kerosene sebagai zat aditif dalam
1 jam, komposisi batubara dengan bahan aditif yaitu 1 gram : 0,5 ml dan
memvariasikan suhu. Hasil terbaik diperoleh nilai kalor 5482 cal/g dengan
temperatur 1750C. Kenaikan nilai kalor yang didapatkan sebesar 52,4%. Nilai
3
kalor yang didapatkan belum mencapai standar bahan bakar yang digunakan
lignit menggunakan kerosene dan Low Sulfur Wax Residue (LSWR) dengan
larutan kerosin dan Low Sulfur Wax Residue (LSWR), sehingga dapat
meningkatkan nilai kalor batubara lignit menjadi bahan bakar Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) yang memiliki nilai kalor sedang serta menurunkan kadar
air.
kalor batubara lignit menjadi batubara yang memiliki nilai kalor 6663 kcal/kg
sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah bahan bakar fosil yang dapat terbakar dan terbentuk dari
didefinisikan sebagai suatu batuan sedimen organik yang berasal dari penguraian
senyawa organik dan zat anorganik yang menyatu di bawah beban strata yang
menghimpitnya (Muhjidin, 2006). Batubara terbentuk selama 200 hingga 300 juta
tahun yang tertekan ke bawah oleh pertumbuhan lapisan–lapisan baru dan tanah
lignit dalam tingkat klasifikasi batubara berada pada daerah transisi dari jenis
5
gambut ke batubara. Lignit bersifat rapuh, mengandung kadar air tinggi dan
B. Sub-bituminus
Batubara jenis ini merupakan peralihan antara jenis lignit dan bituminus.
Batubara jenis ini memiliki warna hitam yang mempunyai kandungan air yang
rendah, bersifat lebih keras dari batubara lignit dan memiliki nilai kalori 5.100-
6.100 kal/g.
C. Bituminus
dan tampak halus. Batubara ini memiliki kandungan air yang rendah dengan
sedikit kandungan abu dan sulfur serta memiliki nilai kalori 6.100-7.100 kal/g.
D. Antrasit
memiliki tekstur yang padat, berwarna hitam mengkilat dan memiliki sedikit
kandungan pengotor dengan nilai kalori > 7.100 kal/g (Sukandarrumidi, 2006).
dari:
A. Air yang terikat sedara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 C,
0
disebut moisture.
B. Senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa
organik yang terutama terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan
6
nitrogen.
Fix Volatile
Gross Calorific
Carbon Conten
Value Limits
Coal Rank Limits t
% % cal/g
Dmmf Dmmf Moisture mmf
Meta-Anthracite ≥ 98 <2
Antracite
Anthracite 92-98 2–8
Class
Semi-Anthracite
86 – 92 8 – 14
(Lean Coal)
Low Volatile
78 – 86 14 – 22
Bituminous
Medium Volatile
69-78 22-31
Bituminous
Bituminous High Volatile A
<69 >31 ≥ 7,783
Bituminous
High Volatile B
<69 >31 7,227 - 7,783
Bituminous
High Volatile C
<69 >31 6,393 - 7,227
Bituminous
High Volatile C
>31 5,837 - 6,393
Bituminous
Subbituminous A
5,837 - 6,393
Subbituminou coal
s Subbituminous B
5,281 - 5,837
coal
Subbituminous C
4,614 – 5,281
coal
Lignite Lignite A 3,502 - 4,614
Lignite B <3,502
Sumber: Arno, 2014
7
berikut:
peranan yang diambil oleh minyak. Batubara merupakan bahan bakar murah
bahkan kemungkinan besar yang termurah dihitung persatuan energi. Batubara ini
memiliki nilai yang strategis dan potensial untuk memenuhi sebagian besar energy
dalam negeri. Batubara sebagai bahan bakar digunakan pada industri kereta api,
kapal laut, pembangkit tenaga listrik dan industri semen (Sukandarrumidi, 1995
Results
As Air
Parameter Units Dry Ass Free
Received Dried Dry Basis
Basis
Basis Basis
Total Moisture % wt 34,83 - - -
Inherent Moisture % wt - 14,18 - -
Ash Content % wt 3,12 4,11 4,79 -
Volatile Matter % wt 32,46 42,77 49,84 62,34
Fixed Carbon % wt 29,57 38,94 45,37 47,66
Total Sulfur % wt 0,12 0,16 0,19 0,20
Nilai Kalor Kcal/kg 4134 5444 6344 6663
Sumber:Manan, Abdul. (2015, April 12)
tangga dan industri kecil. Batubara dalam bentuk briket ini merupakan bahan yang
sangat potensial untuk menggantikan minyak tanah maupun kayu bakar yang
membakar kayu bakar ke briket batubara masalah ekologi air tanah akan
air (dewatering)pada batubara di dalam media minyak ringan (light oil), dan
bersamaan dengan itu mengabsorpsikan minyak berat (heavy oil) seperti aspal
dalam media minyak ringan, kurang lebih 0,5%. Minyak berat berfungsi sebagai
zat aditif sehingga melalui pemrosesan di dalam media minyak ini tidak hanya
kalorinya yang naik, tapi muncul pula sifat anti air (water-repellent
2.3 Pengeringan
pembakaran batubara. Pengeringan pada material padat melalui tiga fase yaitu,
fase cair, uap dan pengeroposan padatan. Air mulai menguap pada suhu di atas
100ºC, pada saat ini batubara mengalami penurunan kandungan air. Air di dalam
pori-pori batubara terlepas dan berubah fasenya menjadi uap. Selain itu terjadi
pula pengeroposan padatan sehingga gas-gas seperti metana, karbon dioksida, dan
dalam batubara turun mencapai 10-15% dari kondisi awal bubuk dengan cara
9
kandungan air yang terkandung dalam batubara, maka proses pengeringannya pun
2.4 Kerosin
Minyak tanah adalah cairan hidrokarbon yang tidak berwarna dan mudah
terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada 150oC
dan 275oC. Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam lampu minyak tanah
tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (Avtur).
Sebuah bentuk dari minyak tanah dikenal sebagai RP-1 dibakar dengan oksigen
cair sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari bahasa Yunani.
untuk mengurangi kadar belerang dan pengaratannya. Minyak tanah dapat juga
dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak (Thomas, 2013)
(residue crude distilling unit), gas oil (HGO/HVGO) dan short residue (residue
high vacuum unit), yang diperoleh dari bagian bottom kolom fraksinasi
10
yang dihasilkan dari crude oil dan terdiri atas molekul bertipe hidrokarbon dan
bersifat lebih termoplastik. Bitumen dapat didefinisikan liquid yang viskos atau
turunannya, yang dapat larut dalam karbon disulfida. Pada dasarnya unsur
Bitumen berwarna hitam atau hitam kecokelatan dan memiliki sifat tahan air
dan lengket seperti lem (adhesive). Bitumen diperoleh dari penyulingan crude
oil dan zat ini juga ditemukan sebagai deposit alami atau sebagai komponen
alami yang terdapat di dalam aspal, dimana bitumen ini terasosiasi dengan
mineral matter.
campuran bahan kimia yang relatif memiliki berat molekular tinggi. Secara
dan sulfur dengan oksigen yang jumlahnya sedikit. Panas spesifik bitumen
bervariasi dari 1,7 sampai 2,5 kJ/(kg.K) untuk range temperatur 0 sampai
300°C dan konduktivitas thermal adalah 0,16 W/(m.K) pada temperatur kerja
o
normal (0-250°C). LSWR memiliki titik didih diatas 370 C. Berikut adalah
Limit
No Analisa
Min Max
1 Ash Content (%weight) - 0,1
2 Conradson Carbon Residue (%) - 10
3 Flash point (0F) 160 -
4 Pour point (0F) - 130
5 Spesific gravity at 60/600F - 0,95
6 Sulphur content (%) - 0,35
7 Viscosity kinematic at 1400F (mm2/sec) - 321
8 Viscosity redwood at 1400F (sec) - 1300
9 Water content (%vol) - 0,5
Sumber: Argus, 2015
Sifat kedap air yang sangat baik dari bitumen dan sifatnya yang lengket
bangunan dan industri. Aplikasi utama ditemukan pada pelapisan jalan dan
lapangan terbang, serta pencegahan korosi pada logam (Wana, 2011 dalam
kuracman, 2015).
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon) dan kadar abu (ash), sedangkan
batubara seperti: karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan unsur lainnya
serta kandungan karbon (fixed carbon) (PT. Carsurin Samarinda, 2006). Berikut
Yang dimaksud dengan sampel yang dianalisis ialah sampel batubara yang
0,2 mm atau 200 μm. Cara penentuan inherent moisture dalan sampel yang
batubara dibakar dalam kondisi standar sampai diperoleh berat yang tetap. Selama
ash umumnya lebih kecil dibandingkan dengan banyaknya zat mineral yang
semula ada di dalam batubara. Hal ini disebakan antara lain karena menguapnya
teroksidasinya pirit menjadi besi oksida, serta terjadinya fiksasi belerang oksida.
13
susunan (komposisi) kimianya dalam analisis ash dan suhu lelehnya dalam
Volatile matter (VM) ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel
batubara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi
oleh kadar moisture). Suhunya adalah range antara 900 C – 950 C, dengan waktu
0 0
pemanasan tujuh menit tepat. Volatile yang menguap terdiri atas sebagian besar
gas-gas yang mudah terbakar, seperti hidrogen, karbon monoksida dan metan,
serta sebagian kecil uap yang dapat mengembun seperti tar, hasil pemecahan
termis seperti karbon dioksida dari karbonat, sulfur dari pirit dan air dari lempung.
Moisture berpengaruh pada hasil penentuan volatile matter sehingga sampel yang
dikeringkan dengan oven akan memberikan hasil yang berbeda dengan sampel
volatile matter ini ialah suhu, waktu, kecepatan pemanasan, penyebaran butir dan
ukuran partikel.
material sisa setelah volatile matter dihilangkan. Fixed carbon ini mewakili sisa
belerang, hidrogen dan mungkin oksigen yang terserap atau bersatu secara
14
kimiawi. Kandungan fixed carbon digunakan sebagai indeks hasil kokas dari
batubara pada waktu dikarbonisasikan atau sebagai suatu ukuran material padat
yang dapat dibakar didalam peralatan pembakaran batubara setelah fraksi zat
nilai kalor yang dapat dihasilkan oleh suatu batubara dan dipengaruhi oleh
kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam ruangan yang berisi gas
oksigen (O2) dengan tekanan 25 atm. Selama proses pembakaran yang sebenarnya
pada ketel, nilai gross calorific value ini tidak dapat tercapai karena beberapa
dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses
Kalorimeter bom terdiri dari 2 unit yang digabungkan menjadi satu alat.
bejana dan dibakar dengan pasokan udara/oksigen pembakar. Unit kedua ialah
Calorific value dikenal juga dengan istilah specific energy gross dan net
calorific value dikenal juga dengan istilah higher dan lower heating value. Satuan
Masalah yang sering tejadi pada caloric value adalah tidak terbakarnya
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu penelitian ini dimulai dari bulan Februari 2018 sampai dengan
bulan Juli 2018. Sampel batubara lignit diambil dari PT. Tribhakti Inspektama.
Proses upgrading batubara dan analisa kandungan abu, fixed carbon dilakukan di
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3. Penggerus
7. Desikator
9. Tang penjepit
14. Spatula
15. Bulp
17. Crusher
3. Batubara lignit
19
Batubara
Penggerusan
LSWR dilarutkan dalam
Pengayakan Ukuran -8 mesh +10 mesh kerosene dengan perbandingan
1 : 0,005
Pendinginan
Gambar 3.1 Diagram alir proses upgrading batubara lignit dengan larutan
menggunakan crusher.
+10 mesh.
30 menit.
atas tray.
menit.
didinginkan.
22
m2−m3
% Moisture= 100 % .........................................................(3.1)
m 2−m1
Keterangan :
kering.
m3−m 4
% Ash Content = 100 % ..................................................(3.2)
m 2−m1
Keterangan :
analysis.
m2−m3
% Volatile matter= 100 % ............................................(3.3)
m 2−m1
Keterangan :
Keterangan :
Fixed carbon tidak ada prosedur karena menunggu hasil analisa dari
cawan crucible.
25
3) Menyimpan cawan berisi sampel pada ring support dari kepala bomb
sampai ketat.
system.
by.
9) Menutup calorimeter.
11) Memasukkan nomor identitas bomb dan bucket yang dipakai dalam
13) Setelah analisa selesai, menekan tombol done untuk menyimpan hasil
dalam memori.
15) Mencuci semua permukaan bagian dari bomb dengan aquadest dan
16) Menitrasi air cucian bomb dengan larutan sandar Natrium Karbonat
17) Tekan report, buka data call id, memasukkan data fuse corr (sudah
terkalibrasi 15 cal), sulfur, dan hasil titrasi selanjutnya hasil nilai kalor
pengeringan pada proses upgrading brown coal yang dilakukan pada tekanan
atmosferik menggunakan zat aditif kerosene dan LSWR sehingga batubara lignit
tersebut dapat meningkat menjadi batubara dengan nilai kalori 6663 kkal/kg. Pada
penelitian ini sampel yang digunakan adalah batubara lignit dengan hasil analisa
mengalami UBC termasuk kategori batubara peringkat rendah atau lignit (brown
coal) karena memiliki nilai kalor kurang dari 5100 cal/g, kadar fixed carbon yang
kualitas batubara lignit dilakukan proses UBC dengan penambahan zat aditif
28
berupa campuran LSWR yang dilarutkan dalam kerosene dan variasi waktu
Pada proses UBC ini telah dapat merubah nilai kalor batubara lignit
beserta karakteristiknya. Berikut ini merupakan hasil analisa kalor dan analisa
proksimat batubara lignit yang telah mengalami proses upgrading dapat dilihat
9
8
7
Inherent Moisture (%)
6
5
4
3
2
1
0
0 15
Waktu Pengeringan (menit)
pengeringan 45 menit sebesar 7,7% dan inherent moisture terkecil pada waktu
moisture semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengeringannya
maka semakin banyak air yang menguap dari batubara tersebut. Penambahan zat
aditif berupa LSWR yang mengisi kekosongan dari pori-pori batubara serta
pengeringan, air terikat yang awalnya terkandung dalam batubara telah teruapkan
dan air yang terkandung di udara sekitar tidak dapat kembali masuk.
3.5
2.5
Ash Content (%)
1.5
0.5
0
0 15
Waktu Pengeringan (menit)
dari batubara sebelum proses UBC seperti terlihat pada Gambar 4.2. Kandungan
abu yang biasanya terkandung dalam bahan bakar cair berupa garam dalam bentuk
dan lainnya. Dapat dilihat pada Gambar 4.3 bahwa semakin lama waktu
pengeringan, maka nilai ash content semakin kecil. Hal ini disebabkan semakin
banyak kandungan batubara yang menguap pada saat proses pengeringan sehingga
ash content yang didapatkan turun Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu pengeringan maka nilai ash content mengalami peurunan.
Data hasil analisa volatile matter (VM) setelah UBC ditunjukkan pada
Gambar 4.3
31
49.8
49.6
Volatile Matter (%)
49.4
49.2
49
48.8
48.6
0 15
Waktu Pengeringan (menit)
dari batubara sebelum proses UBC seperti terlihat pada Gambar 4.3. Hal yang
hidrogen, karbon monoksida, metana dan sebagian kecil uap yang dapat
Dapat dilihat pada Gambar 4.3 bahwa semakin lama waktu pengeringan,
maka nilai volatile matter semakin besar. Hal ini disebabkan karena terjadi
bahan organik melalui proses pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses ini
kimia menghasilkan arang dan gas-gas seperti CO, CO2, H2 dan gas organik.
32
banyak kandungan volatile matter pada batubara yang menguap pada proses
pengeringan. Penurunan volatile matter juga disebabkan volatile matter awal yang
terkandung dalam batubara sebagian kecil ikut teruapkan bersama air pada saat
proses pengeringan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu
Nilai fixed carbon yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh nilai inherent
moisture, ash content dan volatile matter, karena nilai fixed carbon bukan
merupakan hasil dari analisa melainkan hasil dari perhitungan. Peningkatan nilai
fixed carbon sangat dipengaruhi oleh turunnya nilai inherent moisture setelah
45
44
43
Fixed Carbon (%)
42
41
40
39
38
37
0 15
Waktu Pengeringan (menit)
pengeringan 90 menit sebesar 44,36% dan fixed carbon terkecil pada waktu
pengeringan 45 menit sebesar 40,09%. Nilai fixed carbon naik pada waktu
pengeringan 30 menit dari batubara lignit awal sebesar 36,66% menjadi 41,74%.
Hal ini disebabkan semakin lama waktu pengeringan maka semakin banyak zat
pengotor dalam batubara yang menguap. Hal ini ditunjukkan pada waktu
inherent moisture turun. Waktu pengeringan yang semakin lama tidak menambah
39
38.5
Peningkatan Nilai Kalor (%)
38
37.5
37
36.5
36
35.5
35
34.5
0 15
Waktu Pengeringan (menit)
waktu pengeringan 75 menit sebesar 38,76 % dan peningkatan nilai kalor terkecil
pada waktu pengeringan 30 menit sebesar 33,02 %. Jika ditinjau dari waktu
pengeringan terhadap nilai kalor dapat dilihat bahwa, semakin lama waktu
pengeringan maka nilai kalor akan semakin besar. Hal tersebut disebabkan oleh
terbalik dengan nilai kalor sedangkan untuk menurunkan inherent moisture salah
semakin lama akan membuat kandungan air didalam batubara dapat menguap
semuanya dan tidak terjadi penyerapan air kembali ke batubara tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya zat aditif LSWR yang menutupi pori-pori batubara yang
Volatile matter yang tinggi menunjukkan kandungan voaltile matter yang banyak
pada batubara. Nilai volatile matter berbanding lurus dengan nilai kalor karena
kandungan volatile yang tinggi pada batubara menghasilkan panas saat dibakar
sehingga nilai kalor tinggi. Salah satu faktor untuk meningkatkan volatile matter
adalah waktu pengeringan karena apabila waktu pengeringan semakin lama akan
merubah kerosene yang terikat dengan LSWR menjadi senyawa volatile sehingga
nilai kalornya karena nilai volatile matter yang didapatkan turun dari sebelumnya
sehingga kandungan volatile matter yang menghasilkan nilai kalor pada batubara
jadi semakin sedikit sehingga nilai kalor yang didapatkan turun dari sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh waktu pengeringan pada nilai volatile
matter dengan nilai kalor berbanding lurus. Bahwa semakin tinggi nilai volatile
1. Simpulan
fixed carbon 43,16% dan nilai kalor sebesar 6723 kal/g. Nilai kalor
yang didapatkan telah memenuhi standar bahan baku PLTU yaitu diatas
6663 kal/g.
2. Saran
Berdasarkan penelitian, untuk memperoleh produk hasil UBC yang lebih baik
lagi maka diharapkan penelitian selanjutnya lebih memperhatikan zat aditif yang
batubara lignit (brown coal) seperti perbandingan komposisi zat aditif dan
penggunaan zat aditif yang lebih murah namun memiliki kinerja yang sama.
37
DAFTAR RUJUKAN
Cahyadi. (2015). PLTU Batu Bara Superkritikal yang Efisien. Balai Besar
Teknologi Energi. Tangerang Selatan.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Prov. Kaltim. (2018).
Produksi Batubara Perusahaan Ijin Usaha Pertambangan (IUP)
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2017. Samarinda.
Teknik Kimia.
38
Heriyanto, dkk. (2015). Pengaruh Minyak Jelantah pada Proses UBC untuk
Meningkatkan Kalori Batubara Bayah. Universitas Sultan Agung
Tirtayasa. Teknik Kimia.
PT. Carsurin Samarinda. (2006). Metode Uji Panduan Mutu dan Prosedur Mutu
PT. Carsurin: Samarinda.
1. Kadar Moisture batubara hasil UBC pada ukuran partikel -8 mesh +10 mesh
m 2−m 3
% Moisture = x 100 %
m 2−m 1
31,8477−31,7892
% Moisture = x 100 %
31,8477−30,8470
= 5,85 %
2. Kadar Ash Content batubara hasil UBC pada ukuran partakel -8 mesh
m3 −m1
% Ash Content = x 100 %
m2−m1
18,2058−18,1802
% Ash Content = x 100 %
19,1809−18,1802
= 2,56 %
3. Kadar Volatile matter batubara hasil UBC pada ukuran partikel -8 mesh
( m2−m3 )
% Volatile Matter =
[ ( m2 −m1 ) ]
x 100 % −% moisture
( 14,3270−13,7706 )
% Volatile Matter = [ ( 14,3270−13,3270 ) ]
x 100 % −5,85%
= 49,80%
kal kal
6445 −4845
g g
= x 100 %
kal
4845
g
= 33,02%
Gambar 1. Proses pengayakan