TINJAUAN PUSTAKA
Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence,berasal dari bahasa latin
adolescere yang artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan”. Masa remaja
disebut sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional (Ali & Asroni, 2018).
Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan
13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu usia 12-13 tahun sampai dengan 17-18 tahun adalah remaja
awal, dan 17-18 tahun sampai dengan 21-22 tahun adalah remaja akhir. Menurut
Amerika Serikat saat ini, individu telah dianggap dewasa apabila telah mencapai
usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya. Pada usia ini,
umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Ali & Asroni, 2018).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan
dari anak-anak menuju dewasa dimana masa ini terdapat perubahan yang
sekuensial baik dari segi fisik maupun psikis. Hal ini menyebabkan seorang
remaja relatif bergejolak dibandingkan dengan masa lainnya, sehingga masa
remaja sangat penting untuk diperhatikan.
Sa’id (2015), membagi usia remaja menjadi tiga fase sesuai tingkatan umur yang
dilalui oleh remaja. Menurut Sa’id, setiap fase memiliki keistimewaannya
tersendiri. Ketiga fase tingkatan umur remaja tersebut antara lain:
Tingkatan usia remaja yang pertama adalah remaja awal. Pada tahap ini,
remaja berada pada rentang usia 12 hingga 15 tahun. Umumnya remaja
tengah berada di masa sekolah menengah pertama (SMP).
Keistimewaannya yang terjadi pada fase ini adalah remaja tengah
berubah fisiknya dalam kurun waktu yang singkat. Remaja juga mulai
tertarik kepada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
Salah satu periode dalam rentang kehidupan ialah (fase) remaja. Masa ini
merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu,
dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa
dewasa yang sehat. Untuk dapat melakukan sosialisasi dengan baik, remaja harus
menjalankan tugas-tugas perkembangan pada usianya dengan baik. Apabila tugas
pekembangan sosial ini dapat dilakukan dengan baik, remaja tidak akan
mengalami kesulitan dalam kehidupan sosialnya serta akan membawa
kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas perkembangan untuk fase-
fase berikutnya. Sebaliknya, manakala remaja gagal menjalankan tugas-tugas
perkembangannya akan membawa akibat negatif dalam kehidupan sosial fase-fase
berikutnya, menyebabkan ketidakbahagiaan pada remaja yang bersangkutan,
menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan
tugas-tugas perkembangan berikutnya (Putro, 2017).
Chiu (2014) menyebutkan juga bahwa smartphone addiction adalah salah satu
kecanduan yang memiliki resiko lebih ringan dari pada kecanduan alkohol
ataupun kecanduan obat-obatan. Perilaku dapat dikatakan sebagai perilaku
kecanduan apabila seseorang tidak dapat mengontrol keinginanya dan
menyebabkan dampak negatif pada diri individu yang bersangkutan.
Menurut (Lin et al. 2014; dalam jurnal Haug et al. 2015) Kecanduan smartphone
dapat dianggap sebagai bentuk kecanduan teknologi. Griffith dalam Lin at al.
(2014) mendefinisikan secara operasional bahwa kecanduan teknologi sebagai
kecanduan perilaku yang melibatkan interaksi manusia-mesin dan non kimia di
alam, pola perilaku serupa, kecanduan pada internet telah dikategorikan sebagai
tipe yang substans terkait dan gangguan adiktif dalam DSM-V.
Withdrawal terkait dengan rasa tidak sabar, gelisah dan tidak sanggup
tanpa smartphone, selalu mengingat smartphone walaupun tidak
menggunakannya, tidak pernah berhenti menggunakan smartphone dan
menjadi tersinggung apabila diganggu saat sedang menggunakan
smartphone.
2.2.2.5. Tolerance
Self esteem itu sendiri adalah evaluasi diri individu terhadap kualitas
atau keberhargaan diri sebagai manusia.
2.2.4.1.3. Hubungan jarak jauh tidak lagi menjadi masalah dan menjadi
halangan. Hal ini dikarenakan kecanggihan dari aplikasi yang ada
didalam gadget.
2.2. Insomnia
Dalam kesehatan kondisi tidur yang baik itu biasanya berlangsung sekitar 6
hingga 9 jam. Jumlah tidur yang seseorang butuhkan adalah yang cukup bagi
seseorang untuk membangkitkan perasaan segar dan dapat beraktivitas secara
optimal di siang hari. Dan jumlah tidur pada seseorang lebih banyak berubah
ketika akan beranjak dewasa (Driver et al., 2012).
Kozier & Erb (2008) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis insomnia, (1)
Insomnia Akut yaitu insomnia yang terjadi dua sampai tiga minggu dan
disebabkan karena stres dan perasaan khawatir. (2) Insomnia Kronis yaitu
insomnia yang sudah terjadi lebih dari satu bulan.
Jenis ini sering disebabkan karena tidur yang terjaga yang disertai
kecemasan dan faktor lain.
Chung et al; dalam Noman (2015) menggolongkan insomnia dalam tiga kategori:
Insomnia ini berlangsung lebih dari satu bulan hingga menahun dan
disebabkan karena penyakit kronis, stres dan cemas yang
berkepanjangan.
Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah usia lanjut dan
jenis kelamin perempuan. Pada usia lanjut terjadi perubahan daya tahan tubuh
yang membuat mereka rentan memiliki masalah kesehatan. Hal tersebut dapat
memicu terjadinya insomnia pada usia lanjut. Jenis kelamin perempuan juga
menjadi penyebab insomnia karena berhubungan dengan perubahan hormon saat
menstruasi atau menopause (Kozier & Erb, 2008).
2.3.3.1. Stres
2.3.3.3. Obat-obatan
Gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan kondisi medis lainnya dapat
menyebabkan insomnia karena menimbulkan rasa tidak nyaman.
Faktor lain yang mempengaruhi insomnia yaitu remaja yang aktif dalam
media sosial, hal tersebut menyebabkan remaja rentan mengalami
insomnia. Fasilitas yang sering mereka gunakan adalah chatting,
browsing, dan downloading. Kegiatan tersebut sering mereka lakukan
karena remaja memiliki keinginnan untuk bersosialisasi yang tinggi
sehingga mereka sering menghabiskan waktu dimalam hari untuk
mengakses media sosial dan bermain game online. Selain itu mereka juga
menggunakan internet sebagai media untuk mengerjakan tugas di rumah
pada malam hari (Syamsoedin, Bidjuni & Wowiling, 2015).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kairupan, Rottie, & Malara (2016)
disebutkan bahwa 47 remaja dari 60 remaja yang merokok mengalami
insomnia. Hal itu disebabkan karena nikotin yang terkandung dalam
rokok akan mengenai reseptor diotak dan seolah membuat otak selalu
menagih nikotin lagi, sehingga pecandu memiliki waktu lebih lama untuk
tertidur. Selain karena merokok remaja yang mengalami insomnia dapat
disebabkan karena stress atau cemas, depresi, efek samping pengobatan,
kelainan kronis, alkohol, dan kafein.
Gejala insomnia pada umumnya berupa kesulitan untuk memulai tidur, sulit
mengatur waktu tidur, bangun tidur terlalu awal, dan kualitas tidur yang buruk
(Horsley et al, 2016). Menurut Kozier & Erb (2008) gejala insomnia diantaranya:
2.3.4.4. Bangun terlalu pagi Penderita insomnia akan bangun terlalu pagi karena
tidurnya terjaga.
Pada saat bangun di pagi hari biasanya penderita insomnia tidak merasa
puas dengan tidurnya, mereka akan merasakan letih karena tidurnya
selalu terjaga.
Dampak dari insomnia menurut Munir (2015) berupa kelelahan, sulit untuk
berkonsentrasi, mengantuk saat beraktivitas disiang hari, penurunan motivasi, dan
performa sosial yang buruk. Orang yang kurang tidur akan cenderung melakukan
kesalahan saat bekerja dan mudah tersinggung. Hal tersebut dikarenakan mereka
merasa lelah karena kekurangan waktu tidur.
Mahasiswa yang kekurangan waktu tidur biasanya mengantuk saat kuliah atau
tidak hadir pada perkuliahan pagi, mereka juga sulit untuk berkonsentrasi ketika
kuliah dan hal tersebut akan berdampak pada prestasi akademik. Dari hasil
penelitian, mahasiswa yang memiliki kualitas tidur buruk juga memiliki hasil
prestasi akademik yang kurang baik (Nifilda, Nadjmir & Hardisman, 2016).
Komplikasi akibat dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak yang tepat.
Otak menggunakan tidur sebagai proses aktif dimana pada saat seseorang tidur
otak akan melatih semua sel saraf dengan melewatkan sinyal aktivitas listrik
melalui semua sel saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur
yang cukup maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil
informasi dan kemampuan untuk mentoleransi situasi stress dan berfungsi pada
tingkat yang lebih tinggi dapat terganggu dan tidak optimal (Driver et al., 2012).
Efek fisik imsomnia kurang jelas sampai saat ini.Sekarang diketahui bahwa sistem
kekebalan tubuh dipengaruhi oleh insomnia.Kekurangan tidur juga terbukti dapat
menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas.
2.3.7.1. Kontrol stimulus Yaitu dengan cara membuat lingkungan yang nyaman
agar merasa tenang sehingga dapat memudahkan kita untuk tertidur.
2.3.7.2. Terapi kognitif Terapi ini dilakukan dengan cara berlatih untuk
memciptakan pikiran yang positif dan yakin untuk bisa tertidur.
2.3.7.3. Pembatasan tidur Menghindari waktu tidur yang berlebihan disiang hari,
sehingga dapat memulai tidur dengan mudah dimalam hari.
Latihan relaksasi jangka pendek sebelum tidur seperti meditasi dan nafas dalam
dapat membantu untuk meningkatkan kualitas tidur. Selain itu relaksasi mental
yang dilakukan dengan cara yoga juga dapat membantu, hal tersebut dikarenakan
relaksasi dapat menenangkan pikiran sehingga tubuh akan lebih tenang dan
mudah untuk tidur (Munir, 2015).
Remaja
Masa remaja
Menurut Duha Agusta berlangsung antara
(2016) mengemukakan umur 12 tahun sampai
21 tahun bagi wanita Menurut Munir (2015)
ada empat factor
dan 13 tahun sampai faktor penyebab
penyebab kecanduan
22 tahun bagi pria terjadinya insomnia
smartphone, yaitu:
(Ali & Asroni, 2018). sebagai berikut :
1. Faktor Internal
1. Stress
2. Faktor Situasional
2. Kecemasan dan
3. Faktor Sosial
depresi
4. Faktor Eksternal Kecanduan Smartphone
3. Obat-obatan
4. Kafein, nikotin, dan
Dalam penelitian Rimbawan,
alkohol.
Gangguan Tidur/ 5. Kondisi medis
(2016). Faktor yang memicu Insomnia
terjadinya insomnia pada
remaja adalah faktor
psikologi, lingkungan dan Dampak
gaya hidup faktornya lainnya
Dampak dari insomnia
adalah menonton televisi
menurut Munir (2015) berupa
hingga larut malam dan kelelahan, sulit untuk
pemakainan alat elektronik berkonsentrasi, mengantuk
seperti smartphone &
saat beraktivitas disiang hari,
penurunan motivasi, dan
Laptop. performa sosial yang buruk.
Khamim Zarkasih Putro. (2017). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa
Remaja. Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama. Volume 17, Nomor 1
Kwon, M., Lee, J. Y., Won, W. Y., Park, J. W., Min, J. A., Hanh, C., Gu, X.,
Choi, J. H., & Kim, D. J. (2013). Development and validation of a
smartphone addiction scale (SAS). Plos One, 8(2), 1-7.
https://doi.org/10.1371/journal.po ne.0056936
Chiu, Shao - I. (2014). The relationship between life stress and smartphone
addiction on taiwanese university student: A mediation model of learning
self efficacy and social efficacy. Computers in Human Behavior, 34, 49-
57, http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.01.024
Severin Haug, Raquel Paz Castro, Min Kwon, Andreas Filler, Tobias Kowatsch,
And Michael P. Schaub. (2015). Smartphone use and smartphone
addiction among young people in Switzerland.
Lin Y-H, Chang L-R, Lee Y-H, Tseng H-W, Kuo TBJ, et al. (2014). Development
and Validation of the Smartphone Addiction Inventory (SPAI). PLoS
ONE 9(6): e98312. doi:10.1371/journal.pone.0098312
Armaya Jarmi & Sri Intan Rahayuningsih. (2017). Hubungan Penggunaan Gadget
Dengan Kualitas Tidur Pada Remaja
Nur Hidaayah & Hilmi Alif. (2016). Hubungan tingkat kecemasan dengan
terjadinya insomnia pada wanita premenopause di dusun ngablak desa
kedungrukem kecamatan benjeng kabupaten gresik. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Vol. 9, No. 1
Matthew R. Ebben PhD, D,ABSM, CBSM, FAASM and Mary C. Kapella PhD,
RN. (2014). American Thoracic Society (ATS) Patient Information
Series. Vol 190, P9–P1. Retrieved from http://www.sleepeducation.
Driver, H., Gottschalk, R., Hussain, M., Morin, C. M., Shapiro, C., & Zyl, L. Van.
(2012). The Youthdale Series 1 insomnia in adults and children.
Kozier, B., Erb, G,. Snyder, S.J. & Berman, A. (2008). Fundamental of Nursing
Eight edition. Pearson Education South Asia.
Noman, M., Iqbal, A., Sajjad, Y., Khan, J.A., & Mahmood, L. (2015). Causes of
Insomnia and Its Effects on Day to Day Activities of Rehman Medical
College Students. Journal of Medical Students, 1(1): 28-36.
Nafilda, H., Nadjmir., & Hardisman. (2016). Hubungan Kualitas Tidur dengan
Prestasi Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan
DokterAngkatan 2010 FK Universitas Andalas. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5(1), 243-249
Kairupan, J.M., Julia, R., & Reginus, M. (2016). Hubungan Merokok dengan
Kejadian Insomnia pada Remaja di SMA Negeri 1 Remboken Kabupaten
Minahasa. Ejournal Keperawatan, 4 (1).
Molen, Y.F., Luciane, B.C., Lucila, B.F., & Gilmar, F. (2013). Insomnia:
Psychological and Neurobiological Aspect and Non-Pharmacological
Treatments. Neurologia, Universidade Federal de São Paulo, Sao Paulo
SP, Brazil.
Horsley, K.J., Codie, R.R., Sheila, N.G., Charles, S., Sandeep, G.A., James, A.S.,
Ross, A., & Tavis, S.C. (2016). Insomnia Symptoms and Heart Rate
Recovery Among Patiens in Cardiac Rehabilitation. Journal of
Behavioral Medicine, 39, 642-651.