Disusun Oleh :
420J0002
2020
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi....................................................................................................... i
Bab I Pendahuluan...................................................................................... 1
3.3 Pembahasan.............................................................................................. 7
BAB IV Penutup.......................................................................................... 9
4.1 Kesimpulan.............................................................................................. 9
4.2 Saran........................................................................................................ 9
Daftar Pustaka
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2
b. Jenis Kelamin Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada
wanita.
c. Herediter Daya tahan tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
d. Keadaan stress Situasi yang penuh stress meyebabkan kurangnya asupan
nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
3
4) Nyeri dada Nyeri dada pada tuberkulosis paru timbul bila infiltrasi
radang sampai ke pleura, sehingga menimbulkan pleuritis (Somantri,
2012). Bagian dari paru-paru yang paling peka terhadap rasa nyeri adalah
pada lapisan pleura parietalis.Nyeri timbul pada tempat peradangan,
sifatnya menusuk dan akan bertambah hebat bila disertai batuk, bersin,
serta nafas dalam (Baradah & Jauhar, 2013). Nyeri dada yang berkaitan
dengan kondisi pulmonari mungkin terasa tajam, menusuk, dan intermiten
atau mungkin pekak, sakit dan persisten (Smeltzer & Bare, 2013).
b. Gangguan sistemik
1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-
kadang panas bahkan dapat mencapai 40-41oC. Keadaan ini sangat
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman
TBC yang masuk. Demam biasanya timbul pada sore dan malam hari,
hilang timbul (Wahid & Suprapto, 2013).
2. Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain adalah keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Gejala malaise sering
ditemukan berupa tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang nyeri otot, dll.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia (Wahid & Suprapto,
2013).
4
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni
kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg (Depkes RI, 2010).
5
BAB III
ANALISI JURNAL
6
kekambuhan masing-masing adalah 7,5% dan 10%, dan secara signifikan
lebih rendah (P <0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol (17,5% dan
15%; P <0,05). Kesimpulan: Intervensi keperawatan yang komprehensif
memberikan efek pengobatan yang ideal untuk pasien dengan tuberkulosis
BTA-positif. Ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan prognosis pasien dan
karenanya layak untuk diterapkan secara luas.
3.3 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan oleh Intan lestari (2019), meneliti tentang
Penerapan Intervensi Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Penderita
Tuberkulosis Paru, dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa penerapan
asuhan keperawatan keluarga terhadap penderita tuberkulosis berupaya untuk
meningkatkan self care behaviour pada penderita TB. Sejalan dengan teori
Orem, (2001), dalam Indanah (2010) Dimana selfcare behaviour merupakan
strategi koping, pembelajaran fungsi regulator seseorang terhadap kejadian
yang menimbulkan stress serta suatu bentuk aktifitas nyata seseorang untuk
berpartisipasi aktif terlibat dalam upaya mempertahankan status kesehatannya
dan menujukan fungsi perawatan dirinya.
Persamaan pada penelitian ini adalah sama - sama meneliti tentang
intervensi pada penderita tuberkulosis paru. Sedangkan perbedaan yang
terdapat antara kedua penelitian tersebut adalah dari tujuan yang diterapkan
oleh kedua peneliti, penelitian dari Intan Lestari menyatakan bahwa
penerapan asuhan keperawatan bisa meningkatkan self care behavior pada
penderita tuberkulosis paru, sedangkan pada peneliti Yan-Yan et, al
menjelaskan bahwa dengan diberikan intervensi keperawatan dengan cara
yang komperhensif bisa meningkat kualitas hidup dan prognosis pada
penderita TBC.
Dalam penelitian toto Wahyono (2019), meneliti tentang Kualitas Hidup
Pasien Tuberkulosis (TB) Paru selama menjalani terapi di Rumah Sakit Paru
Respira Yogyakarta, dalam penelitian tersebut didapatkan hasil pada
pengobatan kurang dari 2 bulan, terdapat ada 4 pasien (23,5%) dengan
7
kualitas hidup buruk, dan 13 pasien (76,5%) dengan kualitas hidup baik, pada
pengobatan 2 sampai 4 bulan ada 2 pasien (14,3%) dengan kualitas hidup
buruk, dan 12 pasien (85,7%) dengan kualitas hidup baik, pada pengobatan
lebih dari 6 bulan tidak ada pasien dengan kualitas hidup buruk, dan 23
pasien (100%) dengan kualitas hidup baik.
Pada penelitian Toto Wahyono, terlalu fokus ke lamanya terapi untuk
menentukan baiknya kualitas hidup pada penderita tbc, sedangkan pada
penelitian Yan-Yan et. Al dalam menentukan kualitas hidup pasien di
bentuklah intervensi keperawatan secara komperhensif dimulai dari
keperawatan mental, pendidikan kesehatan, dukungan keluarga, instruksi
pelepasan.
Sesuai dengan teori dari Mashudi, F (2012) menjelaskan bahwa faktor
kualitas hidup pada individu atau pasien adalah dukungan sosial, medis,
psikologis, demografis, dan konseling.
8
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycrobacterium tuberculosis
(Smeltzer and bare, 2013). Pada interevensi keperawatan dapat mempengarhi
kualitas hidup, prognosis, maupun kehidupan sosialnya (Mashudi, F. 2012).
4.2 Saran
Diharapkan analisis jurnal ini bisa menjadi bahan referensi bagi
mahasiswa maupun sesama profesi perawat. Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca.
9
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid & Suprapto. (2013). Keperawatan Medical Medical Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
10