OLEH:
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
nya, sehingga Makalah Manajemen Konflik Di Ruang Rawat Serta Manajemen Waktu Dan
Stress Dalam Pengelolaan Ruang Rawat dapat diselesaikan tepat waktu yang nantinya
sebagai menjadi salah Penugasan dalam mata Kuliah Manajemen Keperawatan sehingga
diharapkan menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen keperawatan di ruang
rawat baik di pelayan Rumah Sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya
Makalah ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan untuk itu kritik dan
saran pebaikan sangat sangat diharapkan guna penyempurnaan semoga Allah SWT
meridoi upaya kita. Sehingga Makalah ini memiliki manfaat yang besar bagi tenaga
Keperawatan dalam pengelolaan ruang rawat.
Penyusun
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………...1
B. Tujuan...……………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Manajemen konflik……………………………………………………………………3
2.1.1. Defenisi Konflik…………………………………...……………………………3
2.1.2.Sumber Konflik ………………………………………………..………………..3
2.1.3 Jenis – jenis konflik……………………………………………………………..4
2.1.4. Tahapan Konflik………………………………………………………………..5
2.1.5. Manajemen Konflik………………………………………………………….…6
3.1. Manajemen Waktu…………………………………………………….…………….13
3.1.1. Defenisi manajemen waktu……………………………………………………13
3.1.2.Aspek Manajemen Waktu……………………………………………………...14
3.1.3. Fungsi Manajemen waktu……………………………………………………..16
3.1.4 Hambatan dalan manajemen waktu……………………………………………19
4.1. Manajemen Stres……………………………………………………………………20
4.1.1. Defenisi Stres…………………………………………………………………20
4.1.2 Manajemen Stres……………………………………………………………..20
4.1.3 Tanda dan gejala Stres……………………………………………………….22
4.1.4 Menghindari Stres…………………………………………………………….23
4.1.5 Strategi menghindari Stres……………………………………………………24
4.1.6 Manajemen stress dengan berbagai alternative pemecahan masalah….……..26
4.1.7 Teknik Manajemen Stres…………………………………………….……….32
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..37
B. Saran…………………………………………………………………………………38
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat juga
menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran, ahli
gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan
pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan tersebut dan ketika tim
ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang yang berbeda maka dapat
terjadi sebuah konflik (CNO, 2009). Perawat seringkali mengambil tindakan menghindar
dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan
mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Hudson,
2005). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif terhadap perkembangan
individu dan organisasi.
Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang peranan penting
dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang pemimpin yang
dianggap berkompeten dalam menyelesaikan konflik (a conflict-competent leader) adalah
pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik, memahami reaksi
yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu
organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent
organization) (Runde and Flanagan, 2007).
Disamping sebagai manager keperawatan perawat juga terlibat dalam proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan,
evaluasi dan pendokumentasian. Banyaknya aktivitas yang harus dilakukan perawat,
menuntut manager keperawatan untuk dapat mengelolah waktu dan stress dengan sebaik-
baiknya agar pelayanan keperawatan dan pengorganisasian dalam keperawatan dapat
berjalan dengan baik.
1.2 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konflik
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-nilai, dan
perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston,1996 dalam Hendel dkk,
2005). Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang terjadi ketika
tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau kelompok
Dalam proses diagnosis yang perlu dilakukan adalah pengumpulan data-data antara
lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik, sumber konflik, kemudian
mengkaji sumber daya yang ada apakah menjadi penghalang atau dapat dioptimalkan
untuk membantu penyelesaian konflik (Huber, 2010). Setelah proses identifikasi
(measurement), selanjutnya dilakukan proses analisis terhadap datadata yang telah
dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi resolusi konflik yang akan
diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan gaya manajemen konflik yang
akan dipakai .
Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi intervensi
konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan
force. Intervensi ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu proses dan struktural. Proses
yang dimaksud adalah intervensi yang dilaksanakan harus mampu memperbaiki
keadaan dalam suatu organisasi, seperti misalnya intervensi mampu memfasilitasi
keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga penggunaan gaya
penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Proses ini
juga diharapkan dapat merubah pola kepemimpinan seseorang dan budaya dalam
menyelesaikan konflik. Dengan demikian organisasi atau individu akan memperoleh
keterampilan baru dalam penanganan konflik. Selain itu, intervensi juga diharapkan
dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan
diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Pendekatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk menyelesaikan
konflik berdasarkan berbagai sudut pandang individu yang terlibat di dalamnya
menuju ke arah konstruktif (Rahim, 2002).
Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas
di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik
dianggap sebagai suatu masalah yang berkualitas terhadap perkembangan individu
atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2005).
Setelah intervensi, dilaksanakan suatu evaluasi terhadap setiap tindakan yang
dilakukan, sekaligus hal ini sebagai feedback proses diagnosing pada konflik yang
sudah ada ataupun konflik yang baru.
Berikut definisi dan pengertian manajemen waktu dari beberapa sumber buku:
Menurut Atkinson (1994), manajemen waktu adalah suatu jenis keterampilan
yang berkaitan dengan segala bentuk upaya dan tindakan seseorang yang
dilakukan secara terencana agar individu dapat memanfaatkan waktunya
dengan sebaik-baiknya.
Menurut Haynes (1994), manajemen waktu adalah suatu proses pribadi dengan
memanfaatkan analisis dan perencanaan dalam menggunakan waktu untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Menurut Forsyth (2009), manajemen waktu adalah cara bagaimana membuat
waktu menjadi terkendali sehingga menjamin terciptanya sebuah efektifitas dan
efisiensi juga produktivitas.
Menurut Taylor (1990), manajemen waktu adalah pencapaian sasaran utama
kehidupan sebagai hasil utama kehidupan sebagai hasil dari menyisihkan
kegiatan-kegiatan yang tidak berarti yang sering memakan banyak waktu.
a. Menetapkan Tujuan
b. Menyusun Prioritas
Menyusun prioritas perlu dilakukan mengingat waktu yang tersedia terbatas
dan tidak semua pekerjaan memiliki nilai kepentingan yang sama. Urutan
prioritas dibuat berdasarkan peringkat, yaitu dari prioritas terendah hingga
pada prioritas tertinggi. Urutan prioritas ini dibuat dengan mempertimbangkan
hal mana yang dirasa penting, mendesak, maupun vital yang harus dikerjakan
terlebih dahulu.
c. Menyusun Jadwal
d. Bersikap Asertif
Sikap asertif dapat diartikan sebagai sikap tegas untuk berkata "Tidak" atau
menolak suatu permintaan atau tugas dari orang lain dengan cara positif tanpa
harus merasa bersalah dan menjadi agresif.
f. Bersikap Tegas
g. Menghindari Penundaan
Pemborosan waktu mencakup segala kegiatan yang menyita waktu dan kurang
memberikan manfaat yang maksimal. Hal tersebut sering menjadi penghalang
bagi individu untuk mencapai keberhasilannya karena sering membuat
individumenunda melakukan kegiatan yang penting.
1. Perencanaan Waktu
Perencanaan diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai dengan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam artian ini perencanaan waktu merupakan
penentuan waktu yang tepat agar sesuai dan tepat dengan tujuan yang direncanakan
berkaitan dengan waktu, maka rencana membuat jadwal bisa harian, mingguan, dan
bulanan.Rencana dibuat dengan menitikberatkan prioritas kerja seseorang. Ciri-ciri
perencanaan waktu, yaitu:
c. Fleksibel, dalam artian ini, jadwal kegiatan yang telah dibuat hendaknya
dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi serta dapat
mengantisipasi perubahan yang ada.
2. Pengorganisasian Waktu
a. Mengetahui pekerjaan
3. Pengkoordinasian Waktu
4. Pengawasan Waktu
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi manajemen waktu ialah:
perencanaan waktu-penentuan tujuan dan sasaran dengan mengambil langkah-langkah
yang tepat, pengorganisasian waktu-mengalokasi sumber daya waktu dan melakukan
pengaturan kegiatan yang tepat, pengkoordinasian waktumenyelaraskan kegiatan secara
efektif dan efisien, pengawasan waktu-melakukan pengawasan waktu terhadap kegiatan
yang dilakukan agar berjalan sesuai yang telah ditetapkan.
Dari pernyataan yang dikemukan oleh Herawati (2008) ini, dapat disimpulkan
bahwa hambatan-hambatan dalam manajemen waktu seorang invidu dikarnakan oleh
mendahulukan pekerjaan yang 22 cepat dan mudah daripada menyelesaikan
pekerjaan yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama, menunggu sampat batas
waktu yang ditentukan, tidak menyusun berdasarkan tingkat kepentingan, serta
terperangkap pada tuntutan yang mendesak dan memaksa.
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental.
Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress
dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental.
Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena
stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila
pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya
tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system
kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita
akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita
berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu
sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau
dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan,
menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya.
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak
spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat
tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh
akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut
dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan
psikologis.
Selain belajar untuk menghindari penyebab stress, anda dapat pula menerimanya
secara realistis. Mencoba berteman dan belajar mengelola stress dengan benar amat
membantu anda untuk hidup lebih baik secara fisik dan emosional serta memberi
kebahagian lahir dan batin. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi
stress adalah tindakan positif untuk menurunkan tingkat stress yaitu :
1) Relaksasi
Relaksasi atau berlatih untuk mengatur cara pernafasan dapat dilakukan. Dengan
kegiatan untuk melemaskan otot syaraf seperti meditasi, yoga, latihan pelemasan, pijat,
sambil mendengarkan iringan musik lembut dan tenang atau alunan ayat suci.
2) Berolahraga
Berolahraga secara teratur membantu anda menurunkan stres dan meningkatkan
kepercayaan diri, selain yang terpenting dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
mencegah penyakit. Penambahan energi untuk beraktifitas, peningkatan kualitas tidur,
daya konsentrasi, rasa bahagia dan keyakinan diri serta penurunan risiko serangan
jantung adalah manfaat penting olahraga. Olahraga ringan seperti berjalan-jalan santai
sambil menghirup udara segar selama 20-30 menit setiap hari akan efektif untuk
mengurangi stres.
5) Manajemen Waktu
yang selalu terasa sempit, juga bisa menyebabkan stress. Oleh karena itu manajemen
waktu menjadi penting. Beberapa hal yang bisa anda lakukan untuk mengelola waktu
dengan baik:
a. Tentukan hasil akhir dan jadikan skala prioritas anda
b. Buat daftar pekerjaan dan prioritaskan tugas dan pekerjaan yang utama
terlebih dahulu
c. Buat perencanaan sebelum anda melakukan pekerjaan tersebut. Satu pekerjaan
yang dikerjakan selama satu jam yang telah direncanakan akan lebih efektif
daripada anda mengerjakan pekerjaan selama 3-4 jam yang tidak anda
rencanakan terlebih dahulu.
d. Kerjakan tugas anda sesuai dengan waktu dimana anda merasa produktif.
Misal, seseorang akan lebih baik melakukan pekerjaan pada pagi hari
dibandingkan sore hari. Batasi pula gangguan seperti adanya tamu serta bunyi
telepon selama waktu-waktu produktif anda.
e. Belajarlah untuk mendelegasikan beberapa tugas anda
f. Buat jadwal waktu untuk beristirahat dan bersantai.
6) Positive Thinking
Yakinkan diri untuk tetap berpikir positif. Selalu mengambil hikmah dari setiap kejadian
merupakan salah satu caranya. Karena apa yang seseorang pikirkan akan berhubungan
langsung pada perasaan atau suasana hatinya dan pada gilirannya juga mempengaruhi
kinerja dan produktifitasnya.
2. Terapi Somatik
Dalam pengalaman praktek sehari-hari sering dijumpai gejala atau keluhan
fisik (somatik) sebagai gejala ikutan atau akibat dari stres, kecemasan, dan depresi
yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik itu dapat
diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
3. Psikoterapi
Pada pasien yang mengalami stres, kecemasan dan atau depresi selain
diberikan terapi psikofarmaka (anti cemas danb anti depresi) dan terapi somatik, juga
diberikan terapi kejiwaan (psikologik) yang dinamakan psikoterapi. Psikoterapi ini
banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan baik individual maupun
keluarga, misalnya :
a. Psikoterapi suportif
Terapi ini memberikan motivasi, semangat, dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri (self
confindence) bahwa dia mampu mengatasi stresor psikososial yang sedang
dihadapinya.
b. Psikoterapi re-edukatif
Terapi ini memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatasi stres, kecemasan, dan depresinya itu dikarenakan faktor
psiko-edukatif masa lalu dikala yang bersangkutan dalam periode anak dan remaja.
Dari terapi ini diharapkan yang bersangkutan mampu mengatasi stresor psikososial
yang sedang dihadapinya.
c. Psikoterapi re-konstruktif
Terapi dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami goncangan akibat stresor psikososial yang tidak mampu diatasi oleh
pasien yang bersangkutan.
d. Psikoterapi kognitif
Terapi digunakan untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrasi, dan daya ingat. Selain itu yang
bersangkutan mampu membedakan nilai – nilai moral etika mana yang baik dan
buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang haram dan halal.
e. Psikoterapi psiko-dinamik
Terapi ini dimanfaatkan untuk menganalisa proses dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang itu tidak mampu
menghadapi stresor psikososial sehingga dia jatuh sakit (stres, cemas, dan atau
depresi). Dengan mengetahui dinamika psikologis itu diharapkan yang bersangkutan
mencari jalan keluarnya.
f. Psikoterapi perilaku
Dengan terapi ini diharapkan agar dapat memulihkan gangguan perilaku yang
maladaptif (ketidakmampuan beradaptasi) akibat stresor psikososial yang dideritanya.
Dengan terapi ini diharapkan pasien yang bersangkutan dapat beradaptasi dengan
kondisi yang baru sehingga bisa berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, dan lingkungan
sosialnya.
g. Psikoterapi keluarga
Seseorang dapat jatuh dalam keadaan stres, kecemasan dan atau depresi yang
disebabkan oleh stresor psikososial faktor keluarga. Dengan terapi digunakan untuk
memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor tidak lagi menjadi faktor penyebab
dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung bagi pemulihan pasien
yang bersangkutan. Pada terapi ini tidak hanya ditujukan pada pasien yang
bersangkutan saja, tetapi juga terhadap anggota keluarga lainnya.
4. Terapi Psikoreligius
Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang
erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan tubuh dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stresor psikososial. Organisasi Kesehatan seDunia
(WHO, 1984) dalam (Hawari. D, 2001) telah menetapkan unsur spiritual (agama)
sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah
sehat fisik, sehat psikis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah
diadopsi oleh psikiater Amerika Serikat (the American Psychiatric Asssociation/APA,
1992) yang dikenal dengan pendekatan ”bio-psycho-socio-spiritual”.
Terapi psikoreligius dibutuhkan karena mengandung unsur kerohanian yang
membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme terhadap penyembuhan suatu penyakit
disamping obat-obatan dan tindakan medis yang diberikan.
5. Terapi Psikososial
Digunakan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang
bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di
rumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan
sosialnya.
Teknik terapi psikososial dilakukan dengan cara analisa SWOT yaitu :
6. Konseling
7. Teknik Simulasi
2) Homeostatis
Suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi
segala kondisi yang dihadapi. Dapat juga diartikan sebagai suatu proses perubahan
yang terus menerus untuk memelihara kestabilan dan beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya.
Stres dikendalikan oleh sistem endokrin dan saraf otonom, yang secara alamiah
proses homeostatis terjadi di dalam tubuh manusia. Cara tubuh
melakukan homeostatis : self regulation, berkompensasi, sistem umpan balik negatif,
dan umpan balik untuk mengoreksi ketidak seimbangan fisiologis.
Ada beberapa teknik manajemen stress yang sudah diterapkan dan dibuktikan
keberhasilannya menurun stress yaitu :
1. Hypnoterapy
Metode hypnoteraphy yang paling mudah diterapkan adalah self-hypnosis,
metode ini memungkinkan seseorang melakukan hipnosis pada diri sendiri, metode itu
dinamakan Autohipnosis diterjemahkan sebagai swa-upaya-terarah yaitu keadaan
hipnosis yang dibangkitkan tanpa bantuan orang lain. Dalam pengertian ilmiah dapat
diartikan sebagai upaya sistimatis dan terprogram yang dilakukan sendiri dengan
memasukkan program-program positif sebagai usaha untuk lebih meningkatkan faktor
positif diri sendiri.
Cara ini diketahui dapat menetralisir ketegangan (stress) kehidupan yang
dialami sehari-hari, dan merelaksasikan 3 unsur jiwa raga, yaitu; nafas, gerak, dan
nalar. Ketika seseorang berada dalam kondisi ini, dan diperiksa dengan mesin EEG
(Elektro-Ensefalo-Grafi) akan terlihat dominasi gelombang Alfa, yaitu gelombang
setengah lingkaran (sinusoid, tumpul) dengan frekuensi 8 – 12 silkus perdetik. Situasi
yang akan dicapai seseorang dalam keadaan sangat tenang. Jika telah trampil
melakukan metode ini, maka relaksasi akan mudah dicapai ketika kita menglami stres
atau saat menghadapi masalah psikomatik seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, emosi
tidak stabil dan sebagainya. Self –hypnosis sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan
dimana saja, oleh siapa saja.
Langkah self-hypnosis Menurut Linda-Ann Stewart, salah seorang
hypnoterapist penulis buku Self healing, cara-cara self-hypnosis adalah sebagai berikut:
a. Posisikan tubuh senyaman mungkin
b. Pejamkan mata. Tarik nafas dalam-dalam dari hidung dan hembuskan melalui
mulut, ulangi hingga 3 kali
c. Fokuskanlah perhatian pada organ tubuh Anda, bisa dimulai dari yang paling atas
(kepala) atau sebaliknya dari bawah (ujung kaki). Perintahkanlah setiap bagian
tubuh untuk relaks. Misalnya; Kepala, relaks; Dahi, relaks. Lakukanlah untuk
setiap bagian tubuh, sambil berusaha menvisualisasikan setiap otot berubah dari
tegang menjadi lentur
d. Kemudian bayangkan bahwa sekeliling Anda sangat nyaman dan aman. Langkah
ini perlu dilakukan untuk melindungi diri dari faktor eksternal yang akan
mengganggu
e. Lakukanlah perhitungan mundur dari 10 hingga 1,bayangkan diri Anda sedang
menuruni tangga, ataueskalator. Dan setiap perhitungan mundur membuat Anda
berada semakin rendah. Jika Anda masihmerasa tegang, lakukanlah langkah ini 2
kali
f. Atur waktu biologis Anda, pastikan berapa lama Anda ingin melakukan relaksasi
g. Kemudian bayangkan Anda berada di tempat yang aman, dan damai. Cobalah
menikmatinya
h. Kemudian bayangkan tujuan Anda beberapa kali. Visualisasikan keinginan Anda,
atau ucapkan hal yang menjadi tujuan Anda. Gunakan seluruh pancar indera untuk
menghayati tujuan itu, dan lakukan penguatan yang positif
i. Secara otomatis setelah waktu biologis yang Anda atur habis, Anda akan terjaga,
dan lakukan perhitungan mundur dari 7 hingga 1; dan lakukan sugesti pada diri
sendiri bahwa setelah selesai melakukan self hypnosis, Anda akan menjadi lebih
segar, peka, damai dan merasa sangat bahagia
Beberapa manfaat self-hypnosis setelah mencapai ketenangan adalah dampak
lanjutan menerapkan self-hypnosis :
a. Peningkatan potensi dan rasa percaya diri
b. Memperbaiki kualitas tidur (jika seseorang memiliki gangguan tidur)
c. Mengendalikan emosi, sehingga meminimalkan stres
d. Menetralisir kebiasaan buruk yang dipicu stres berkepanjangan, misalnya
perasaan sedih, cemas dan ketakutan, kemarahan yang sulit diungkapkan
(http://rumahcantikcitra.co.id).
2. Meditasi
Ide meditasi adalah memfokuskan pikiran anda pada suatu pikiran yang
membuat santai untuk suatu periode tertentu. Meditasi mengistirahatkan pikiran
dengan mengalihkan pikiran dari masalah yang membuat stress. Memberikan tubuh
anda waktu untuk beristirahat dan membuang racun yang muncul karena stress dan
kegiatan mental atau fisik lainnya.
Meditasi berguna ketika :
a. Anda mengalami stress dalam jangka waktu panjang
b. Anda mengalami stress dalam jangka waktu pendek yang menyebabkan
terlepasnya adrenalin dalam aliran darah
c. Anda sedang khawatir akan suatu masalah
d. Anda sedang aktif secara fisik
Relaks dengan meditasi mempunyai efek berikut :
a. Memperlambat pernapasan
b. Mengurangi tekanan darah
c. Menolong otot bersantai
d. Memberi tubuh waktu untuk membuang asam laktat dan produk buangan
lainnya
e. Mengurangi kecemasan
f. Menghilangkan pikiran yang membuat stress
g. Membantu berpikir jernih
h. Membantu fokus dan konsentrasi
Teknik meditasi
Harus dilakukan dalam posisi yang membuat anda tetap nyaman dalam jangka
waktu tertentu (idealnya 20-30 menit). Dapat menggunakan beberapa fokus
konsentrasi, seperti pernapasan, fokus pada suatu objek, fokus pada suara,
perumpamaan.Sangat penting bagi pikiran untuk tetap focus
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai nilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki peran
yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan,
dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi
pemilihan strategi penanganan konflik. Salah satu model penyelesaian konflik yang
digunakan adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan
evaluasi. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain
identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan identifikasi
strategi yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-
macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi,
arbitrasi, litigasi, dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang.
Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki keadaan dalam
suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi
dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang. intervensi juga diharapkan
dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan
diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses terakhir adalah
evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan intervensi yang
telah dilakukan.
Manajemen waktu adalah perencanaan, proses atau tindakan yang telah ditentukan
secara sadar untuk melakukan suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu dengan
menggunakan sumber daya secara efektif, efisien dan produktif. Manajemen Waktu
merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan produktivitas
terhadap waktu
Dalam menjalankan aktifitas kehidupan, kita harus dapat ”memanage” segala
sesuatunya dengan baik. Menurut wikipedia manajemen stres adalah kemampuan
penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau
kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari
manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar
menjadi lebih baik.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-
orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan. Tidak ada
seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari stres. Namun, stres bisa dikelola sehingga
justru mendatangkan nilai positif bagi seseorang. Stres tidak boleh dihilangkan sama sekali
karena dia membantu kelangsungan hidup dan memberikan dinamika hidup (Mudjaddid,
Diffy: 2005) dalam (www.OBAT STRESS :Manajemen stres.com).
5.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik serta mampu
memanejemen waktu dan stress dalam mengelolah suatu organisasi dan pelayanan asuhan
keperawatan diruang rawat.
DAFTAR PUSTAKA
Ayoko, O.B. & Hartel C.E. (2006). Cultural diversity and leadership “a conceptual model of
leader intervention in conflict events in culturally heterogenous workgroups. Cross
Cultural Management: An International Journal, 13(4), 345-360.
Ayoko, O.B. (2007). Communication openness, conflict events and reactions toconflict in
culturally diverse workgroups. Cross Cultural Management: An International Journal,
14 (2), 105-124.
Brewer, N., Mitchell, P., Weber, N. (2002). Gender role, organizational status, and conflict
management styles. The International Journal of Conflict Management. 13(1), 78-94.
Buckley M.R & Brown J.A. (2005). Barnard on conflicts of responsibility “implications for
today’s perspectives on transformational and authenticleadership”. Management
Decision Journal, 43(10), 1396.
CNO. (2009). Practice Guidelines Conflict prevention and management. Retrieved from:
http://www.cno.org/global/docs/prac/47004_conflict_prev.pdf.
Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara,Sosial
Humaniora. 14(1), 56-64.
Hassan, B., Maqsood, A., & Muhammad, N. R. (2011). Relationship between organizational
communication climate and interpersonal conflict management style. Pakistan Journal
of Physicology, 42(2), 23-41.
Hendel, T., Fish, M..,Galon, V. (2005). Leadership style and choice of strategy in conflict
management among Israeli nurse managers in general hospitals. Journal of Nursing
Management, 13, 137-146.
Hoffmann, M.H.G. (2005). Logical argument mapping: a method for overcoming cognitive
problems of conflict management. The International Journal of Conflict Management,
16(4), 304-334.
Huber, D. L. (2010). Leaderhip and Nursing Care Management ed. 4. Maryland
Heights: Saunders/Elsevier.
Hudson, K., Grisham, T. Srinivasan, P. (2005). Conflict management, negotiation, and effective
communication: esential skill for project managers. Retrieved from:
http://thomasgrisham.com/file/Conflict_Management_AIPM_Australia.pdf.
Kreitner & Angelo Kinicki. (2005). Organizational Behaviour. Chicago: Irwin. Konorti. (2008).
The 3D Transformational leadership model. The Journal of American Academy of
Business, 14, 10-20.
Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori dan
Aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Mulyadi, dkk. (2013). Analisis Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Pegawai pada
Departemen Fasilitas Umum dan Penataan Lingkungan Perum Peruri. Jurnal
Managemen. 10 (3), 1305-1318
Rahim, M. Afzalur. (2002). Toward a theory of managing organizational conflict. The
International Journal of Conflict Management, 13 (3), 206-235.
Riggio, R.E. (2003). Introduction to Industrial/ Organizational Psychology. (4th Ed.). Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Robbins, S. P. (2008). Perilaku Organisasi. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Russel, E. (2011). Leadership theories and style: a transitional approach. Retrieve
fromhttp://usacac.army.mil/cac2/cgsc/repository/dcl_secondplaceessay_110 2.pdf.
Runde, C. E. & Flanagan, T. A. (2007). Effective leadership stems from ability to handle
conflict. (2007). Dispute Resolution Journal, 62(2), 92.
Shetach, A. (2012). Conflict leadership: Navigating toward effective and efficient team
outcomes. The Journal for Quality and Participation, 35(2), 25-30.
Waworuntu, B. (2003). Determinan Kepemimpinan. Makara, Sosial Humaniora. 7 (2), 71-81.
Zagorsek, H., Dimovski, V., Skerlavai, M. (2009). Transactional and transformational leadership
impacts on organizational learning. Journal for East European Management Studies,
14, 144-165.
Atkinson. 1994. Manajemen Waktu yang Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara
Herawati, Y., dkk. 2013. Efektifitas Manajemen Waktu Bagi Mahasiswa untuk Meningkatkan
Target Akademis pada Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang: Politeknik Negeri
Sriwijaya.
Taylor. 1990. Manajemen Waktu Menurut Para Ahli. Jakarta: Gramedia
Hawari, Dadang. Manajemen stres cemas dan depresi. Jakarta: FKUI, 2001