Anda di halaman 1dari 43

TUGAS MK MANAJEMEN KEPERAWATAN

MANAJEMEN KONFLIK DI RUANG RAWAT SERTA


MANAJEMEN WAKTU DAN STRESS DALAM
PENGELOLAAN RUANG RAWAT
(disusun untuk memenuhi tugas Manajemen Keperawatan )

OLEH:

1. MAISURY NIM R011191104


2. RUKIAH UMARELLA NIM R011191106

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
nya, sehingga Makalah Manajemen Konflik Di Ruang Rawat Serta Manajemen Waktu Dan
Stress Dalam Pengelolaan Ruang Rawat dapat diselesaikan tepat waktu yang nantinya
sebagai menjadi salah Penugasan dalam mata Kuliah Manajemen Keperawatan sehingga
diharapkan menambah pengetahuan tentang penerapan manajemen keperawatan di ruang
rawat baik di pelayan Rumah Sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya

Makalah ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan untuk itu kritik dan
saran pebaikan sangat sangat diharapkan guna penyempurnaan semoga Allah SWT
meridoi upaya kita. Sehingga Makalah ini memiliki manfaat yang besar bagi tenaga
Keperawatan dalam pengelolaan ruang rawat.

Makassar, 25 September 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………...1
B. Tujuan...……………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Manajemen konflik……………………………………………………………………3
2.1.1. Defenisi Konflik…………………………………...……………………………3
2.1.2.Sumber Konflik ………………………………………………..………………..3
2.1.3 Jenis – jenis konflik……………………………………………………………..4
2.1.4. Tahapan Konflik………………………………………………………………..5
2.1.5. Manajemen Konflik………………………………………………………….…6
3.1. Manajemen Waktu…………………………………………………….…………….13
3.1.1. Defenisi manajemen waktu……………………………………………………13
3.1.2.Aspek Manajemen Waktu……………………………………………………...14
3.1.3. Fungsi Manajemen waktu……………………………………………………..16
3.1.4 Hambatan dalan manajemen waktu……………………………………………19
4.1. Manajemen Stres……………………………………………………………………20
4.1.1. Defenisi Stres…………………………………………………………………20
4.1.2 Manajemen Stres……………………………………………………………..20
4.1.3 Tanda dan gejala Stres……………………………………………………….22
4.1.4 Menghindari Stres…………………………………………………………….23
4.1.5 Strategi menghindari Stres……………………………………………………24
4.1.6 Manajemen stress dengan berbagai alternative pemecahan masalah….……..26
4.1.7 Teknik Manajemen Stres…………………………………………….……….32
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………..37
B. Saran…………………………………………………………………………………38
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat juga
menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran, ahli
gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan
pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan tersebut dan ketika tim
ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang yang berbeda maka dapat
terjadi sebuah konflik (CNO, 2009). Perawat seringkali mengambil tindakan menghindar
dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan
mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Hudson,
2005). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif terhadap perkembangan
individu dan organisasi.

Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang peranan penting
dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang pemimpin yang
dianggap berkompeten dalam menyelesaikan konflik (a conflict-competent leader) adalah
pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik, memahami reaksi
yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu
organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent
organization) (Runde and Flanagan, 2007).

Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan meningkatkan


proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat
ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012).
Menurut Rahim (2002), gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis, dan Laissez faire)
sangat mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik (integrating (problem
solving), obliging, compromising, dominating (forcing), avoiding), dimana setiap strategi
tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tergantung pada batasan dan
sumber konflik, serta tujuan yang ingin dicapai apakah berorientasi pada hubungan antar
anggota (concern for others) atau berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Oleh
karena itu seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun organisasi

Disamping sebagai manager keperawatan perawat juga terlibat dalam proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan,
evaluasi dan pendokumentasian. Banyaknya aktivitas yang harus dilakukan perawat,
menuntut manager keperawatan untuk dapat mengelolah waktu dan stress dengan sebaik-
baiknya agar pelayanan keperawatan dan pengorganisasian dalam keperawatan dapat
berjalan dengan baik.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Setelah menyusun makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang
penerapan manajemen konflik, waktu dan stress di ruang rawat.

1.2.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Merencanakan penyelesaian konflik
b. Menerapkan manajemen waktu dan stress dalam pelaksanaan asuhan-pelayanan
keperawatan di ruang rawat
.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Konflik

2.1.1 Definisi Konflik

Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-nilai, dan
perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston,1996 dalam Hendel dkk,
2005). Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang terjadi ketika
tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau kelompok

2.1.2 Sumber Konflik


Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena: (1) perbedaan
interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras, pandangan, perasaan,
pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat, budaya, kebangsaan, keyakinan, dll,
(2) perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena perbedaan budaya,
posisi, peran, status, dan tingkat hirarki. Menurut Robbins (2008), konflik muncul
karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut,
yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu :
komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
a. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman
antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,pertukaran informasi yang tidak
cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
b. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan dan derajat ketergantungan antara kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem
nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan
individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang
sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber
konflik yang potensial
2.1.3 Jenis-jenis Konflik
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal,
konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar kelompok.
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini
merupakan masalah internal untuk mengklasifikasinilai dan keinginan dari konflik
yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran.
Misalnya seorang manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas
terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada
pasien.
b. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih, dimana nilai, tujuan, dan
keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan
berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Sebagai
contoh seorang manajer sering mengalami konflik dengan teman sesame manajer,
atasan, dan bawahannya.
c. Konflik Intra kelompok
Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok melakukan kerja berbeda dari
tujuan, dengan contoh seorang perawat tidak mendokumentasikan rencana tindakan
perawatan pasien sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat lainnya dalam satu
tim untuk mencapai tujuan perawatan di ruangan tersebut.
d. Konflik Antar Kelompok
Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai
tujuan kelompoknya. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai
kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.
2.1.4 Tahapan Konflik
Menurut Marquis & Huston (2010); Guerra et al (2011) ada proses yang terjadi pada
konflik yang berkembang secara dinamis, sebelum berupaya atau mencoba mengatasi
konflik , seorang manajer harus mampu mengkaji 5 tahap konflik secara akurat,yaitu:
a. Konflik laten
Secara tidak langsung berisi tentang kondisi yang menyebabkan konflik, misalnya
kurangnya tenaga perawat dan perubahan yang cepat. Dalam tahap ini, kondisi
tersebut siap berkembang menjadi konflik, walaupun belum ada konflik yang benar-
benar terjadi dan mungkin tidak akan pernah terjadi. Akan ada lebih banyak konflik
yang tidak perlu terjadi karena dapat dicegah atau dikurangi jika manajer dapat
mengkaji secara lebih seksama adanya kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya
konflik.
b. Konflik yang dipersepsikan( Substantif)
Konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta peran. Konflik ini dikenal secara
logis dan tidak melibatkan perasaan orang yang terlibat konflik. Kadang konflik
dapat diatasi pada tahap ini sebelum diinternalisasi atau dirasakan.
c. Konflik yang dirasakan
Terjadi ketika konflik melibatkan emosi. Emosi yang dirasakan antara lain rasa
bermusuhan, takut, tidak percaya dan marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan
bukan dirasakan ( yaitu tidak ada emosi yang terkait dengan konflik dan orang yang
terlibat hanya memandangnya sebagai masalah yang perlu diselesaikan). Orang juga
dapat merasakan konflik, tetapi tidak mengetahui masalahnya (yaitu mereka tidak
mampu mengidentifikasi penyebab konflik yang dirasakan).
d. Konflik yang dimanifestasikan ( Konflik jelas)
Konflik yang memerlukan tindakan berupa menarik diri, berdebat, bersaing atau
mencari penyelesaian konflik. Jika konflik mencapai tahap ini akan sulit mencari
penyelesaian tanpa menggunakan sumber lain
Akibat yang ditimbulkan oleh konflik mungkin lebih terlihat daripada konflik itu
sendiri jika konflik itu tidak ditangani secara konstruktif. Konflik akan selalu
menimbulkan dampak positif ataupun dampak negatif. Jika konflik dikelola secara
baik, orang yang terlibat konflik akan percaya bahwa ia akan diperlakukan secara
adil. Jika konflik dikelola secara buruk, isu konflik seringkali tetap ada dan dapat
terulang serta menyebabkan lebih banyak konflik.

2.1.5 Menagemen Konflik


a. Gaya penyelesaian konflik
Mengelola konflik mengacu pada model atau gaya yang digunakan oleh salah satu
atau kedua belah pihak untuk mengatasi konflik (Hendel et al, 2005) Manajer
perawat harus mempunyai tehnik atau keterampilan dalam mengelola konflik yang
bertujuan untuk memperluas pengertian tentang masalah-masalah dan meningkatkan
sejumlah kemungkinan alternatif dalam pemecahan konflik.
Adapun gaya manajemen konflik berdasarkan beberapa pendapat ahli yaitu: .
1. Menurut Marquis & Huston ( 2010 )
Gaya manajemen konflik dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu:
a. Kompromi atau negosiasi
Setiap pihak melepaskan salah satu tuntutannya. Walaupun banyak orang melihat
kompromi sebagai strategi penyelesaian masalah yang terbaik, pihak yang
menentang akan merasakan itu sebagai situasi kalah-kalah karena pihak tersebut
atau kedua belah pihak merasa bahwa mereka telah melepaskan tuntutan lebih dari
orang lain dan oleh karena itu mereka merasa dikalahkan. Agar kompromi tidak
menghasilkan situasi yang kalah-kalah, kedua belah pihak tidak boleh melakukan
kompromi lebih awal jika kolaborasi masih memungkinkan dapat dilakukan.
b. Kompetisi
Digunakan ketika satu pihak memaksakan kehendaknya walaupun mengorbankan
orang lain. Hanya ada satu pihak yang menang, sehingga pihak yang berkompetisi
mencari jalan agar menang tanpa peduli akibatnya pada pihak lain (Al-Hamdan,
2011) Strategi penyelesaian konflik menang-kalah membuat pihak yang kalah
menjadi marah, frustasi dan ingin membalas dendam di waktu yang akan datang.
Manajer dapat menggunakan kompetisi jika satu pihak memiliki lebih banyak
informasi atau pengetahuan tentang situasi daripada pihak lain
c. Bekerja sama
Strategi ini merupakan win-win solution. Dalam kolaborasi kedua pihak yang
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu
tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif
sebagai bagian dari situasi tersebut
d. Smoothing
Digunakan untuk mengatur situasi konflik. Seseorang menarik hati orang lain
yang terlibat dalam konflik untuk mengurangi komponen emosional dalam konflik
itu. Smoothing sering digunakan manajer agar seseorang mengakomodasi atau
bekerja sama dengan pihak lain. Smoothing terjadi ketika satu pihak dalam
konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau berfokus pada hal yang disetujui
bersama, bukan pada perbedaan. Smoothing ini tepat digunakan pada konflik yang
ringan
e. Menghindar
Pihak yang terlibat menyadari adanya konflik, tetapi memilih untuk tidak
mengakuinya atau berupaya menyelesaikannya. Strategi ini dipilih biasanya bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar
daripada menghindar atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika
masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya
f.
Berkolaborasi adalah cara penyelesaian masalah yang asertif dan kooperatif yang
menghasilkan penyelesaian menang-menang. Dalam kolaborasi semua pihak
mengesampingkan tujuan awalnya dan bekerja sama untuk menentukan tujuan
umum prioritas atau supraordinat. Untuk mencapai hal itu, semua pihak menerima
tanggung jawab supraordinat untuk mencapai tujuan supra ordinat walaupun
sangat sulit bagi semua pihak untuk mengesampingkan tujuan awalnya.
Kolaborasi tidak dapat terjadi jika hal itu tidak dilakukan. Misalnya perawat yang
tidak senang karena tidak dapat cuti dihari yang diinginkannya mungkin menemui
penyelianya dan bersama menentukan tujuan supraordinat, yaitu jumlah staf yang
adekuat untuk memenuhi kriteria keamanan pasien. Jika tujuan yang baru adalah
tujuan yang ditetapkan bersama, setiap pihak akan mempersepsikan bahwa
mereka telah mencapai tujuan penting dan tujuan supraordinant adalah tujuan
yang paling penting. Untuk itu, fokus tetap pada menyelesaikan masalah dan
bukan pada mengalahkan (pihak lain).
2. Menurut Swansburg (2000); Hendel et al. (2005); Al-Hamdan et al. (2011);
Kaitelidou et al. (2012)
Gaya dalam manajemen konflik yang dapat dilakukan manajer keperawatan ada 5,
antara lain:
a. Menghindar
Menghindar adalah suatu strategi yang memungkinkan kelompok konflik menjadi
dingin. Kepala ruangan melakukan pendekatan kepada pihak yang mengalami
konflik agar mengumpulkan informasi. Menghindar dapat digunakan apabila isu
tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak
menguntungkan. Pada akhirnya manajer perawat sebagai pihak ketiga perlu
dilibatkan dalam mengumpulkan informasi.
b. Akomodasi
Manajer perawat yang merupakan kelompok dari konflik dapat memungkinkan
kelompok yang lain menghasilkan dan menempatkan kebutuhankebutuhan lainnya
terlebih dulu. Hal ini terutama merupakan strategi yang baik apabila isu lebih
penting bagi yang lainnya. Hal ini dapat memelihara kerja sama secara harmonis
dan mengembangkan bawahan dengan memungkinkan mereka untuk membuat
keputusan.
c. Kompetisi
Seorang manajer perawat sebagai penyelia dapat menunjukkan kekuasaan
posisinya pada bawahan. Hal ini memperkuat aturan-aturan disiplin. Ini adalah
posisi asertif yang tidak membantu mengembangkan tanggung jawab pada
pemecahan konflik pada kelompok bawahan
d. Kompromi
Mengambil jalan tengah dapat memecahkan konflik. Hal ini merupakan strategi
sementara bila memerlukan waktu untuk mendapatkan posisi permanen yang
memuaskan. Suatu kompromi yang menimbulkan ketidakpuasan pada kedua
kelompok adalah bukan sesuatu yang baik.
e. Kerja sama
Apabila kedua kelompok bekerja sama untuk memecahkan konflik, maka
keduanya akan merasa puas (Kaitelidou et al. 2012). Hal ini membutuhkan waktu
dan tenaga. Kerja sama menimbulkan kepuasan diantara perawat. Kerja sama
dapat dicapai dengan lebih baik melalui faktor-faktor kepemimpinan dan
faktorfaktor organisasional daripada faktor-faktor pribadi
3. Menurut Huber (2000)
Strategi resolusi Konflik antara lain:
a. Menghindar
Strategi menghindar ini dapat dipakai dalam segala jenis konflik. Individu atau
kelompok tidak mengakui adanya konflik, mereka beranggapan bahwa sselama
mereka tidak mengakui ada masalah maka tidak ada masalah.
b. Menarik diri
Menarik diri dari situasi konflik. Strategi ini tidak menyelesaikan konflik, namun
dapat memberi kesempatan kepada manajer untuk memenangkan diri atau
menghindari konfrontasi
c. Smoothing
Strategi ini mengatakan semuanya akan beres. Strategi ini menggunakan
komunikasi verbal untuk meredakan emosi yang kuat.
d. Akomodatif
Strategi ini digunakan ketika ada kekuatan yang besar. Partai lebih kuat
ditampung untuk mempertahankan keharmonisan atau membangun hubungan
sosial.
e. Memaksa
Tehnik ini adalah langkah dominasi dan cara yang sewenang–wenang untuk
memanajemen konflik
f. Bersaing
Merupakan strategi yang dengan tegas mengatakan bahwa pihak yang satu puas
sementara yang lain
g. Kompromi
Strategi ini disebut membagi perbedaan. Strategi ini dipakai ketika terdapat nilai-
nilai atau tujuan yang sangat berbeda.
h. Kolaborasi
Para pihak yang terlibat konflik bekerja sama menemukan solusi yang saling
memuaskan
i. Tawar menawar dan negosiasi
Strategi ini merupakan upaya untuk membagi penghargaan kekuasaan atau
manfaat sehingga semua pihak mendapat sesuatu
j. Pemecahan masalah
Tujuan dari strategi ini adalah mencaba mendapat penerimaan solusi yang
menguntungkan bagi semua pihak. Proses pemecahan masalah digunakan untuk
mencapai solusi yang telah disetujui bersama
b. Proses Manajemen Konflik
Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi
(feedback). Penentuan diagnosis merupakan dasar dari keberhasilan suatu intervensi.
Berikut adalah skema proses manajemen konflik menurut Rahim (2002):
Gambar 2. Proses Manajemen Konflik (Rahim, 2002)

Dalam proses diagnosis yang perlu dilakukan adalah pengumpulan data-data antara
lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik, sumber konflik, kemudian
mengkaji sumber daya yang ada apakah menjadi penghalang atau dapat dioptimalkan
untuk membantu penyelesaian konflik (Huber, 2010). Setelah proses identifikasi
(measurement), selanjutnya dilakukan proses analisis terhadap datadata yang telah
dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi resolusi konflik yang akan
diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan gaya manajemen konflik yang
akan dipakai .
Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi intervensi
konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan
force. Intervensi ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu proses dan struktural. Proses
yang dimaksud adalah intervensi yang dilaksanakan harus mampu memperbaiki
keadaan dalam suatu organisasi, seperti misalnya intervensi mampu memfasilitasi
keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga penggunaan gaya
penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Proses ini
juga diharapkan dapat merubah pola kepemimpinan seseorang dan budaya dalam
menyelesaikan konflik. Dengan demikian organisasi atau individu akan memperoleh
keterampilan baru dalam penanganan konflik. Selain itu, intervensi juga diharapkan
dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan
diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Pendekatan ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk menyelesaikan
konflik berdasarkan berbagai sudut pandang individu yang terlibat di dalamnya
menuju ke arah konstruktif (Rahim, 2002).
Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas
di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik
dianggap sebagai suatu masalah yang berkualitas terhadap perkembangan individu
atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya (Hendel, 2005).
Setelah intervensi, dilaksanakan suatu evaluasi terhadap setiap tindakan yang
dilakukan, sekaligus hal ini sebagai feedback proses diagnosing pada konflik yang
sudah ada ataupun konflik yang baru.

c. Outcome Resolusi Konflik


Menurut Huber (2010) outcome conflict adalah hasil dari proses manajemen konflik
antara lain:
1) Win-lose
Salah satu pihak mendominasi dan pihak yang lain terabaikan. Yang menduduki
porsi lebih besar mendapatkan kemenangan dan sebaliknya yang lebih sedikit
mengalami kekalahan.
2) Lose-lose
Semua pihak yang bertentangan mengalami kerugian. Teknik penyuapan,
memperjualbelikan, menggunakan pihak ketiga untuk mengancam dapat
memuncullkan hasil resolusi ini.
3) Win-win
Resolusi ini dicapai saat semua pihak menyetujui dan mendapatkan manfaat dari
penyelesaian konflik

3.1 Manajemen waktu dan steess


3.1.1. Defenisi Manajemen waktu
Manajemen waktu adalah perencanaan, proses atau tindakan yang telah
ditentukan secara sadar untuk melakukan suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu
dengan menggunakan sumber daya secara efektif, efisien dan produktif. Manajemen
Waktu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan
produktivitas terhadap waktu.

Berikut definisi dan pengertian manajemen waktu dari beberapa sumber buku:
 Menurut Atkinson (1994), manajemen waktu adalah suatu jenis keterampilan
yang berkaitan dengan segala bentuk upaya dan tindakan seseorang yang
dilakukan secara terencana agar individu dapat memanfaatkan waktunya
dengan sebaik-baiknya.
 Menurut Haynes (1994), manajemen waktu adalah suatu proses pribadi dengan
memanfaatkan analisis dan perencanaan dalam menggunakan waktu untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
 Menurut Forsyth (2009), manajemen waktu adalah cara bagaimana membuat
waktu menjadi terkendali sehingga menjamin terciptanya sebuah efektifitas dan
efisiensi juga produktivitas.
 Menurut Taylor (1990), manajemen waktu adalah pencapaian sasaran utama
kehidupan sebagai hasil utama kehidupan sebagai hasil dari menyisihkan
kegiatan-kegiatan yang tidak berarti yang sering memakan banyak waktu.

3.1.2. Aspek-aspek Manajemen Waktu


Menurut Atkinson, aspek-aspek dalam manejemen waktu mencakup hal-hal
berikut:

a. Menetapkan Tujuan

Menetapkan tujuan dapat membantu individu untuk memfokuskan perhatian


terhadap pekerjaan yang akan dijalankan, fokus terhadap tujuan dan sasaran
yang hendak dicapai serta mampu merencanakan suatu pekerjaan dalam batasan
waktu yang disediakan.

b. Menyusun Prioritas
Menyusun prioritas perlu dilakukan mengingat waktu yang tersedia terbatas
dan tidak semua pekerjaan memiliki nilai kepentingan yang sama. Urutan
prioritas dibuat berdasarkan peringkat, yaitu dari prioritas terendah hingga
pada prioritas tertinggi. Urutan prioritas ini dibuat dengan mempertimbangkan
hal mana yang dirasa penting, mendesak, maupun vital yang harus dikerjakan
terlebih dahulu.

c. Menyusun Jadwal

Aspek lainnya dalam manajemen waktu adalah membuat susunan jadwal.


Jadwal merupakan daftar kegiatan yang akan dilaksanakan beserta urutan
waktu dalam periode tertentu. Fungsi pembuatan jadwal adalah menghindari
bentrokan kegiatan, menghindari kelupaan, dan mengurangi ketergesaan.

d. Bersikap Asertif

Sikap asertif dapat diartikan sebagai sikap tegas untuk berkata "Tidak" atau
menolak suatu permintaan atau tugas dari orang lain dengan cara positif tanpa
harus merasa bersalah dan menjadi agresif.

f. Bersikap Tegas

merupakan strategi yang diterapkan guna menghindari pelanggaran hak dan


memastikan bahwa orang lain tidak mengurangi efektivitas penggunaan waktu.

g. Menghindari Penundaan

Penundaan merupakan penangguhan suatu hal hingga terlambat dikerjakan.


Penundaan dalam pelaksanaan tugas dapat menyebabkan ketidakberhasilan
dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, kemudian merusak jadwal
kegiatan yang telah disusun secara apik serta mengganggu tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan.
h. Meminimalkan Waktu yang Terbuang

Pemborosan waktu mencakup segala kegiatan yang menyita waktu dan kurang
memberikan manfaat yang maksimal. Hal tersebut sering menjadi penghalang
bagi individu untuk mencapai keberhasilannya karena sering membuat
individumenunda melakukan kegiatan yang penting.

h. Kontrol terhadap Waktu

Berhubungan dengan perasaan dapat mengatur waktu dan pengkontrolan


terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penggunaan waktu.

3.1.3. Fungsi-fungsi Manajemen Waktu

Manajemen waktu memiliki beberapa fungsi untuk pengelolaan waktu agar


menjadi lebih efektif dan efisien. Hal itu berdasarkan pada Dewi (2011:9-11) fungsi-
fungsi manajemen waktu berikut :

1. Perencanaan Waktu

Perencanaan diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai dengan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam artian ini perencanaan waktu merupakan
penentuan waktu yang tepat agar sesuai dan tepat dengan tujuan yang direncanakan
berkaitan dengan waktu, maka rencana membuat jadwal bisa harian, mingguan, dan
bulanan.Rencana dibuat dengan menitikberatkan prioritas kerja seseorang. Ciri-ciri
perencanaan waktu, yaitu:

a. Jelas, dalam mengidentifikasi pekerjaan yang dilakukan. Jadwal kegiatan


harus didistribusikan secara harian, mingguan, dan bulanan sehingga
seseorang dapat mengerjakan tugas yang diembannya.

b. Realistis, dalam arti berdasarkan pemikiran dalam mengatur jadwal, bila


Anda baru saja menyelesaikan tugas, jangan memaksa diri untuk
menyelesaikan tugas yang selanjutnya. Jadi, jangan sampai Anda terkekang
dengan jadwal yang anda buat tersebut.

c. Fleksibel, dalam artian ini, jadwal kegiatan yang telah dibuat hendaknya
dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi serta dapat
mengantisipasi perubahan yang ada.

d. Berkesinambungan, dalam arti perencanaan jadwal kegiatan pimpinan


berjalan terus menerus sehingga stagnan atau berhenti pada periode tertentu.

2. Pengorganisasian Waktu

Pengorganisasian diartikan sebagai suatu perintah untuk mengalokasikan sumber


daya serta pengaturan kegiatan secara terstruktur kepada setiap individu dan
kelompok agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.Dalam hal ini
pengorganisasian waktu adalah kegiatan mengidentifikasi, mengelompokkan,
menganalisis kegiatan dan mengelola waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan 17 tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
mengorganisasikan waktu yang dimiliki, yaitu:

1. Membuat daftar kerja yang dilakukan.

2. Menetapkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

3. Mengatur jumlah yang terlibat dalam tugas tersebut.


4. Menetapkan/menentukan skala prioritas pada kegiatan penting dan mendesak,
juga terhadap kegiatan yang tidak mendesak atau dapat ditunda. Tips
menetapkan/menentukan skala prioritas antara lain:

a. Mengetahui pekerjaan

b. Berkonsentrasi pada kekuatan. Pelajari apa yang menjadi SWOT diri


kalian: Strengths/Kekuatan, Weakness/Kelemahan,
Opportunities/Kesempatan, Threats/Ancaman.

c. Mengatur aktivitas berdasarkan skala prioritas, berikut contoh Matriks


Manajemen Waktu dibawah ini:

Tabel .3.1.3 Matriks Manajemen Waktu

Mendesak Tidak mendesak

Penting Contoh aktivitas zona 1: Contoh aktivitas zona 2:


• Mengejar.deadline • Menulis laporan jauh-jauh
penyelesaian laporan hari sebelum deadline
• Pergi ke dokter karena sakit • Membalas email saat santai
• Membalas email karena
sudah disms berkali-kali

Tidak penting Contoh aktivitas zona 3: Contoh aktivitas zona 4:

• Mendengar keluhan rekan • Menonton sinetron di TV


kerja
• Membaca dan meneruskan
• Menjawab telepontelepon
yang masuk email tak penting ke teman
• Menerima tamu/tetangga dekat Anda
yang tiba-tiba berkunjung
• Bergosip ria dengan teman
kerja

3. Pengkoordinasian Waktu

Pengkoordinasian adalah suatu usaha untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan


orang lain atau diri sendiri agar mau bekerja secara efektif dan efisien
sesuaidengan rencana dan tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini
pengkoordinasian waktu adalah kegiatan untuk mengkoordinasikan dan
menyelaraskan kegiatan agar kegiatan dapat tercapai secara efektif dan efisien
serta sesuai dengan perencanaan waktu yang telah dibuat serta tujuan yang
diinginkan.

4. Pengawasan Waktu

Pengawasan adalah kegiatan untuk memastikan apakah semua pekerjaan telah


berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.Dalam hal ini pengawasan
waktu adalah kegiatan untuk menyesuaikan jadwal kegiatan dengan yang telah
direncanakan sebelumnya.Tujuannya adalah untuk mengoreksi jadwal yang tidak
sesuai dengan rencana, ketepatan waktu dan kualitas pekerjaan yang hasilkan
pada masing-masing kegiatan.Ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan
menyusun jadwal selanjutnya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi manajemen waktu ialah:
perencanaan waktu-penentuan tujuan dan sasaran dengan mengambil langkah-langkah
yang tepat, pengorganisasian waktu-mengalokasi sumber daya waktu dan melakukan
pengaturan kegiatan yang tepat, pengkoordinasian waktumenyelaraskan kegiatan secara
efektif dan efisien, pengawasan waktu-melakukan pengawasan waktu terhadap kegiatan
yang dilakukan agar berjalan sesuai yang telah ditetapkan.

3.1.4. Hambatan-hambatan dalam Manajemen Waktu

Menurut Herawati menjelaskan bahwa ada beberapa hambatan-hambatan bagi seorang


individu dalam memanajemen waktunya diantaranya:

1. Mendahulukan pekerjaan yang dicintainya, baru kemudian mengerjakan pekerjaan


yang kurang diminatinya.

2. Mendahulukan pekerjaan yang mudah sebelum mengerjakan pekerjaan yang sulit.

3. Mendahulukan pekerjaan yang cepat penyelesaiannya, sebelum menyelesaikan


pekerjaan yang membutuhkan waktu yang lama.

4. Mendahulukan pekerjaan darurat/mendesak, sebelum menyelesaikan pekerjaan-


pekerjaan yang penting.

5. Melakukan aktivitas yang mendekatkan mereka pada tujuan atau mendatangkan


kemaslahatan bagi diri mereka.

6. Menunggu batas waktu (mepet) untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi


tanggungjawabnya.

7. Skala prioritas disusun tidak berdasarkan kepentingannya, tetapi berdasarkan urutan.

8. Terperangkap pada tuntutan yang mendesak dan memaksa.

Dari pernyataan yang dikemukan oleh Herawati (2008) ini, dapat disimpulkan
bahwa hambatan-hambatan dalam manajemen waktu seorang invidu dikarnakan oleh
mendahulukan pekerjaan yang 22 cepat dan mudah daripada menyelesaikan
pekerjaan yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama, menunggu sampat batas
waktu yang ditentukan, tidak menyusun berdasarkan tingkat kepentingan, serta
terperangkap pada tuntutan yang mendesak dan memaksa.

4.1. Manajemen stress


4.1.1. Defenisi Stres

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental.
Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress
dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental.
Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena
stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang
menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk
mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila
pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu
kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya
tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system
kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita
akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita
berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu
sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau
dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan,
menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang
terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungannya.
Stress menurut Hans Selye 1976 merupakan respon tubuh yang bersifat tidak
spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut
dapat dikatakan stress apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat
tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh
akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut
dapat mengalami stress. Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan
psikologis.

4.1.2. Manajemen Stres

Dalam menjalankan aktifitas kehidupan, kita harus dapat ”memanage”


segala sesuatunya dengan baik. Menurut wikipedia manajemen stres adalah
kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi
gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan
(respon). Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki
kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi,
orang-orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan.
Tidak ada seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari stres. Namun, stres bisa
dikelola sehingga justru mendatangkan nilai positif bagi seseorang. Stres tidak
boleh dihilangkan sama sekali karena dia membantu kelangsungan hidup dan
memberikan dinamika hidup (Mudjaddid, Diffy: 2005) dalam
(www.OBAT STRESS :Manajemen stres.com).

4.1.3. MENGENALI TANDA DAN GEJALA STRES


Tanda dan Gejala Stres
Secara umum gejala stres dapat dikenali sebagai berikut:
1.    Gejala fisik
a.       Sering merasa sakit kepala
b.      Pusing
c.       Gangguan telinga (telinga berdenging)
d.      Gemetaran
e.       Perasaan jantung atau dada terbakar
f.        Diare dan susah buang air besar

2.    Gejala emosi dan mental


a.       Gangguan tidur
b.      Ansietas atau merasa ketakutan
c.       Depresi ,tidak punya keinginan atau semangat hidup
d.      Menangis dengan tiba-tiba
e.       Merasa marah secara tiba-tiba
f.        Tidak dapat mengambil keputusan
g.       Tidak dapat berpikir memecahkan masalah
h.       Tidak dapat mengambil keputusan

4.1.4. MENGHINDARI STRES


Melalui berbagai penelitian medis maupun non medis, pengamatan dan pengalaman
hal-hal yang dilakukan untuk menghindari stres adalah :
1)      Jaga selalu kondisi tubuh dan diperkuat dengan mengkonsumsi makanan dan
minuman sehat (4 sehat 5 sempurna) secara disiplin (konstan makan pada jam
yang sama). Tambahkan dengan asupan multivitamin dan mineral yang cukup.
2)      Tidur dan istirahat yang cukup.
3)      Olah Raga teratur.
4)      Tidak merokok
5)      Tidak meminum minuman keras (alkohol).
6)      Mengontrol berat badan ideal
7)      Selalu berpikir positif karena tindakan atau perasaan negatif pasti berasal dari
pikiran negatif. Sebaliknya tindakan positif pasti berasal dari pikiran positif.
8)      Melakukan hobby (atau hal-hal menyenangkan positif menurut kita) karena
hobby dapat membuat kita rilex dan melupakan ”sejenak” rutinitas atau masalah
yang ada misalnya olah raga, mendengarkan musik, masak, jahit, memodifikasi
mobil, motor, sepeda dan sejenisnya.
9)      Sosial ekonomi.
10)  Jangan terpaku pada ”rutinitas”, berani berubah, tidak malu dan ragu
11)  Murah senyum, tertawa lepas, bersenandung atau bernyanyi dan bersosialisasi
dengan teman atau lingkungan (perlu teman curhat, tidak memendam masalah
sendiri).
12)  Kasih sayang.
13)  Yang terakhir tetapi merupakan hal terpenting adalah Beribadah dan berdoa
kepada Yang Maha Kuasa tidak pada masa sulit saja, berbuat baik kepada semua
orang, bersyukur terhadap setiap hasil usaha kita, baik yang berhasil maupun
yang tidak berhasil, mensyukuri rejeki.

4.1.5. STRATEGI MENGATUR STRES

Selain belajar untuk menghindari penyebab stress, anda dapat pula menerimanya
secara realistis. Mencoba berteman dan belajar mengelola stress dengan benar amat
membantu anda untuk hidup lebih baik secara fisik dan emosional serta memberi
kebahagian lahir dan batin. Beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mengatasi
stress adalah tindakan positif untuk menurunkan tingkat stress yaitu :

1)   Relaksasi
Relaksasi atau berlatih untuk mengatur cara pernafasan dapat dilakukan. Dengan
kegiatan untuk melemaskan otot syaraf seperti meditasi, yoga, latihan pelemasan, pijat,
sambil mendengarkan iringan musik lembut dan tenang atau alunan ayat suci.

2)   Berolahraga
Berolahraga secara teratur membantu anda menurunkan stres dan meningkatkan
kepercayaan diri, selain yang terpenting dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan
mencegah penyakit. Penambahan energi untuk beraktifitas, peningkatan kualitas tidur,
daya konsentrasi, rasa bahagia dan keyakinan diri serta penurunan risiko serangan
jantung adalah manfaat penting olahraga. Olahraga ringan seperti berjalan-jalan santai
sambil menghirup udara segar selama 20-30 menit setiap hari akan efektif untuk
mengurangi stres.

3)   Cerdas Mengatur Ambang Keinginan dan Rencana


Tak pernah ada larangan untuk bermimpi dan menginginkan sesuatu. Cita-cita dan
harapan bahkan dapat menjadi daya hidup yang menganggumkan. Namun perlu
diketahui seringkali stress muncul akibat ketidakmampuan menerima kenyataan yang
berbeda dengan keinginan atau harapan.

4)   Menjadi pribadi Asertif (Don’t say Yes, if you want to say No..!)


Sungkan dan perasaan hati yang tidak enak untuk menolak atau mengatakan tidak kerap
terjadi pada seseorang Belajar menjadi orang yang asertif, yang mampu mengatakan No
dan bukan Yes, ketika ia memang ingin mengatakan No, memang sulit. Kita seringkali
merasa tidak dapat menolak permintaan dan akhirnya terpaksa menerima dan kemudian
merasa terperangkap dengan permintaan tersebut. Hal tersebut membuat kita merasa
marah dan tidak berdaya, lalu berujung pada timbulnya stress. Karena itu, belajar untuk
menolak permintaan (jika kita memang tidak sanggup memenuhinya), menjadi sangat
penting jika anda peduli pada kesehatan lahir batin anda.

5)   Manajemen Waktu
yang selalu terasa sempit, juga bisa menyebabkan stress. Oleh karena itu manajemen
waktu menjadi penting. Beberapa hal yang bisa anda lakukan untuk mengelola waktu
dengan baik:
a.    Tentukan hasil akhir dan jadikan skala prioritas anda
b.    Buat daftar pekerjaan dan prioritaskan tugas dan pekerjaan yang utama
terlebih dahulu
c.    Buat perencanaan sebelum anda melakukan pekerjaan tersebut. Satu pekerjaan
yang dikerjakan selama satu jam yang telah direncanakan akan lebih efektif
daripada anda mengerjakan pekerjaan selama 3-4 jam yang tidak anda
rencanakan terlebih dahulu.
d.    Kerjakan tugas anda sesuai dengan waktu dimana anda merasa produktif.
Misal, seseorang akan lebih baik melakukan pekerjaan pada pagi hari
dibandingkan sore hari. Batasi pula gangguan seperti adanya tamu serta bunyi
telepon selama waktu-waktu produktif anda.
e.    Belajarlah untuk mendelegasikan beberapa tugas anda
f.      Buat jadwal waktu untuk beristirahat dan bersantai.

6)   Positive Thinking
Yakinkan diri untuk tetap berpikir positif. Selalu mengambil hikmah dari setiap kejadian
merupakan salah satu caranya. Karena apa yang seseorang pikirkan akan berhubungan
langsung pada perasaan atau suasana hatinya dan pada gilirannya juga mempengaruhi
kinerja dan produktifitasnya.

7)   Mencari Dukungan Sekitar


Berbicara tentang suatu persoalan, mengekspresikan perasaan pada saat merasa kecewa.
ataupun sekedar membicarakan topik yang hangat, dapat membantu menenangkan hati.
Oleh karenanya, anda dapat menurunkan tingkat stress anda dengan berbicara pada
seorang pendengar yang baik yang akan membantu anda untuk berpikir realistis ataupun
mengambil sisi positif dari suatu peristiwa. Mulailah mencari seseorang yang dapat
menjadi pendengar yang baik. Anggota keluarga, teman dekat, atau siapapun yang
membuat anda nyaman untuk berbagi dan bisa dipercaya.

4.1.6. MANAJEMEN STRES DENGAN BERBAGAI ALTERNATIF PEMECAHAN


MASALAH

Beberapa alternatif pemecahan masalah yang digunakan untuk menerapkan sistem


manajemen dalam suatu stres kehidupan yaitu :
1. Terapi Psikofarmaka

Menurut Hawari, D (2001) mengatakan bahwa, terpi psikofarmaka adalah


pengobatan untuk stres, cemas, atau depresi dengan memakai obat-obatan (farmaka) yang
berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di
susunan saraf pusat otak (lymbic system). Sebagaimana diketahui sistem limbik tersebut
merupakan sebagai bagian dalam otak yang berfungsi mengatur alam pikiran, alam
perasaan dan perilaku atau dengan kata lain mengatur fungsi psikis seseorang.
Cara kerja psikofarmaka ini adalah dengan jalan memutuskan jaringan atau sirkuit
psiko-neuro-imunologi, sehingga stressor psikososial yang dialami seseorang tidak lagi
mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor, dan organ-organ tubuh lainnya.
Terapi psikofarmaka yang banyak dipakai oleh para dokter (psikiater) adalah obat anti
cemas (anxiolytic) dan obat anti depresi (anti depressant) yang juga berkhasiat sebagai
obat anti stres.
Obat anti cemas dan depresi yang ideal hendaknya memenuhi kriteria antara lain :
a.       memiliki efek terapeutik yang tinggi dalam waktu relatif singkat
b.      jangka waktu pemakaian relatif pendek
c.       efek samping yang minimal
d.      memiliki dosis yang rendah
e.        tidak menyebabkan kantuk
f.        memperbaiki pola tidur
g.       tidak menyebabkan habituasi (kebiasaan), adiksi (ketagihan), dan dependensi
(ketergantungan)
h.       memiliki efek perbaikan pada gangguan fisik (somatik) sebagai gejala ikutan
atau gejala ‘terselubung’ (co-morbidity)
i.         tidak menyebabkan lemas
j.        dan jika memungkinkan pemakaiannya dosis tunggal (single dose).

2.      Terapi Somatik
Dalam pengalaman praktek sehari-hari sering dijumpai gejala atau keluhan
fisik (somatik) sebagai gejala ikutan atau akibat dari stres, kecemasan, dan depresi
yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik itu dapat
diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.

3.      Psikoterapi
Pada pasien yang mengalami stres, kecemasan dan atau depresi selain
diberikan terapi psikofarmaka (anti cemas danb anti depresi) dan terapi somatik, juga
diberikan terapi kejiwaan (psikologik) yang dinamakan psikoterapi. Psikoterapi ini
banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan baik individual maupun
keluarga, misalnya :

a.        Psikoterapi suportif
Terapi ini memberikan motivasi, semangat, dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri (self
confindence) bahwa dia mampu mengatasi stresor psikososial yang sedang
dihadapinya.

b.      Psikoterapi re-edukatif
Terapi ini memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa
ketidakmampuan mengatasi stres, kecemasan, dan depresinya itu dikarenakan faktor
psiko-edukatif masa lalu dikala yang bersangkutan dalam periode anak dan remaja.
Dari terapi ini diharapkan yang bersangkutan mampu mengatasi stresor psikososial
yang sedang dihadapinya.

c.       Psikoterapi re-konstruktif
Terapi dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami goncangan akibat stresor psikososial yang tidak mampu diatasi oleh
pasien yang bersangkutan.

d.       Psikoterapi kognitif
Terapi digunakan untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan
untuk berpikir secara rasional, konsentrasi, dan daya ingat. Selain itu yang
bersangkutan mampu membedakan nilai – nilai moral etika mana yang baik dan
buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang haram dan halal.

e.       Psikoterapi psiko-dinamik
Terapi ini dimanfaatkan untuk menganalisa proses dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang itu tidak mampu
menghadapi stresor psikososial sehingga dia jatuh sakit (stres, cemas, dan atau
depresi). Dengan mengetahui dinamika psikologis itu diharapkan yang bersangkutan
mencari jalan keluarnya.

f.        Psikoterapi perilaku
Dengan terapi ini diharapkan agar dapat memulihkan gangguan perilaku yang
maladaptif (ketidakmampuan beradaptasi) akibat stresor psikososial yang dideritanya.
Dengan terapi ini diharapkan pasien yang bersangkutan dapat beradaptasi dengan
kondisi yang baru sehingga bisa berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, dan lingkungan
sosialnya.

g.       Psikoterapi keluarga
Seseorang dapat jatuh dalam keadaan stres, kecemasan dan atau depresi yang
disebabkan oleh stresor psikososial faktor keluarga. Dengan terapi digunakan untuk
memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor tidak lagi menjadi faktor penyebab
dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung bagi pemulihan pasien
yang bersangkutan. Pada terapi ini tidak hanya ditujukan pada pasien yang
bersangkutan saja, tetapi juga terhadap anggota keluarga lainnya.

4.      Terapi Psikoreligius
Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang
erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan tubuh dalam menghadapi berbagai
problem kehidupan yang merupakan stresor psikososial. Organisasi Kesehatan seDunia
(WHO, 1984) dalam (Hawari. D, 2001) telah menetapkan unsur spiritual (agama)
sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan. Keempat unsur kesehatan tersebut adalah
sehat fisik, sehat psikis, sehat sosial, dan sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah
diadopsi oleh psikiater Amerika Serikat (the American Psychiatric Asssociation/APA,
1992) yang dikenal dengan pendekatan ”bio-psycho-socio-spiritual”.
Terapi psikoreligius dibutuhkan karena mengandung unsur kerohanian yang
membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme terhadap penyembuhan suatu penyakit
disamping obat-obatan dan tindakan medis yang diberikan.

5.      Terapi Psikososial
Digunakan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang
bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di
rumah, di sekolah atau kampus, di tempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan
sosialnya.
Teknik terapi psikososial dilakukan dengan cara analisa SWOT yaitu :

a.        Strength


Upaya mencari aspek-aspek yang positif pada diri seseorang yang merupakan
kekuatan yang perlu dikembangkan untuk mengatasi stresor psikososial yang dihadapi.

b.        Weakness


Upaya mengetahui faktor-faktor yang merupakan kelemahan dan kekurangan
pada diri seseorang. Hal tersebut dapat dikompensasikan agar tidak menghambat
penyelesaian dalam menghadapi stresor psikososial.
c.         Opportunity
Usaha melihat ke depan akan adanya kesempatan yang lebih baik untuk
dijadikan sebagai penentu keberhasilan penanggulangan stresor psikososial pada
seseorang. Dan diharapkan keberhasilan tersebut lebih baik dari sebelumnya.

d.         Threat


Upaya untuk mengetahui dan menyadari adanya ancaman sebagai faktor
pengganggu bagi penanggulangan stresor bahkan dapat membahayakan atau
menggagalkan penyelesaian stresor psikososial. Oleh karena itu seseorang harus
mempertimbangkan faktor ini.

6.      Konseling

Semua proses terapi tersebut di atas dilakukan melalui konseling. Konseling


dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya memberikan konsultasi yaitu dokter
atau psikiater. Istilah konselor dilakukan untuk orang yang memberikan konseling,
sedangkan klien dianggap sebagai pihak yang diberi konseling.
Konseling ditujukan tidak hanya kepada individu tetapi bisa keluarga, teman
dekat, suami/istri. Selama berlangsungnya konseling suasana formal dan
profesionalisme dari pihak konselor harus mematuhi aturan terkait moral etika.

7.      Teknik Simulasi

Beberapa manajemen stres yang berhubungan reaksi tubuh seseorang :

1) Peningkatan Strategi Koping

a.       Berfokus pada emosi


Pengaturan pada respon emosional melalui perilaku individu dengan cara
meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan; kontrol diri, jaga jarak
terhadap stres, positif thinking, menerima tanggung jawab.
b.      Berfokus pada masalah
Mempelajari cara-cara atau ketrampilan yang dapat menyelesaikan masalah;
merencanakan problem solving, meningkatkan dukungan sosial.

2)      Homeostatis
Suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi
segala kondisi yang dihadapi. Dapat juga diartikan sebagai suatu proses perubahan
yang terus menerus untuk memelihara kestabilan dan beradaptasi terhadap kondisi
lingkungan sekitarnya.
Stres dikendalikan oleh sistem endokrin dan saraf otonom, yang secara alamiah
proses homeostatis terjadi di dalam tubuh manusia. Cara tubuh
melakukan homeostatis  : self regulation, berkompensasi, sistem umpan balik negatif,
dan umpan balik untuk mengoreksi ketidak seimbangan fisiologis.

4.1.7. TEKNIK MANAJEMEN STRES

Ada beberapa teknik manajemen stress yang sudah diterapkan dan dibuktikan
keberhasilannya menurun stress yaitu :
1.        Hypnoterapy
Metode hypnoteraphy yang paling mudah diterapkan adalah self-hypnosis,
metode ini memungkinkan seseorang melakukan hipnosis pada diri sendiri, metode itu
dinamakan Autohipnosis diterjemahkan sebagai swa-upaya-terarah yaitu keadaan
hipnosis yang dibangkitkan tanpa bantuan orang lain. Dalam pengertian ilmiah dapat
diartikan sebagai upaya sistimatis dan terprogram yang dilakukan sendiri dengan
memasukkan program-program positif sebagai usaha untuk lebih meningkatkan faktor
positif diri sendiri.
Cara ini diketahui dapat menetralisir ketegangan (stress) kehidupan yang
dialami sehari-hari, dan merelaksasikan 3 unsur jiwa raga, yaitu; nafas, gerak, dan
nalar. Ketika seseorang berada dalam kondisi ini, dan diperiksa dengan mesin EEG
(Elektro-Ensefalo-Grafi) akan terlihat dominasi gelombang Alfa, yaitu gelombang
setengah lingkaran (sinusoid, tumpul) dengan frekuensi 8 – 12 silkus perdetik. Situasi
yang akan dicapai seseorang dalam keadaan sangat tenang. Jika telah trampil
melakukan metode ini, maka relaksasi akan mudah dicapai ketika kita menglami stres
atau saat menghadapi masalah psikomatik seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, emosi
tidak stabil dan sebagainya. Self –hypnosis sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, dan
dimana saja, oleh siapa saja.
Langkah self-hypnosis Menurut Linda-Ann Stewart, salah seorang
hypnoterapist  penulis buku Self healing, cara-cara self-hypnosis adalah sebagai berikut:
a.    Posisikan tubuh senyaman mungkin
b.    Pejamkan mata. Tarik nafas dalam-dalam dari hidung dan hembuskan melalui
mulut, ulangi hingga 3 kali
c.    Fokuskanlah perhatian pada organ tubuh Anda, bisa dimulai dari yang paling atas
(kepala) atau sebaliknya dari bawah (ujung kaki). Perintahkanlah setiap bagian
tubuh untuk relaks. Misalnya; Kepala, relaks; Dahi, relaks. Lakukanlah untuk
setiap bagian tubuh, sambil berusaha menvisualisasikan setiap otot berubah dari
tegang menjadi lentur
d.    Kemudian bayangkan bahwa sekeliling Anda sangat nyaman dan aman. Langkah
ini perlu dilakukan untuk melindungi diri dari faktor eksternal yang akan
mengganggu
e.    Lakukanlah perhitungan mundur dari 10 hingga 1,bayangkan diri Anda sedang
menuruni tangga, ataueskalator. Dan setiap perhitungan mundur membuat Anda
berada semakin rendah. Jika Anda masihmerasa tegang, lakukanlah langkah ini 2
kali
f.      Atur waktu biologis Anda, pastikan berapa lama Anda ingin melakukan relaksasi
g.    Kemudian bayangkan Anda berada di tempat yang aman, dan damai. Cobalah
menikmatinya
h.    Kemudian bayangkan tujuan Anda beberapa kali. Visualisasikan keinginan Anda,
atau ucapkan hal yang menjadi tujuan Anda. Gunakan seluruh pancar indera untuk
menghayati tujuan itu, dan lakukan penguatan yang positif
i.      Secara otomatis setelah waktu biologis yang Anda atur habis, Anda akan terjaga,
dan lakukan perhitungan mundur dari 7 hingga 1; dan lakukan sugesti pada diri
sendiri bahwa setelah selesai melakukan self hypnosis, Anda akan menjadi lebih
segar, peka, damai dan merasa sangat bahagia
Beberapa manfaat self-hypnosis setelah mencapai ketenangan adalah dampak
lanjutan menerapkan self-hypnosis :
a.       Peningkatan potensi dan rasa percaya diri
b.      Memperbaiki kualitas tidur (jika seseorang memiliki gangguan tidur)
c.       Mengendalikan emosi, sehingga meminimalkan stres
d.      Menetralisir kebiasaan buruk yang dipicu stres berkepanjangan, misalnya
perasaan sedih, cemas dan ketakutan, kemarahan yang sulit diungkapkan
(http://rumahcantikcitra.co.id).
2.        Meditasi
Ide meditasi adalah memfokuskan pikiran anda pada suatu pikiran yang
membuat santai untuk suatu periode tertentu. Meditasi mengistirahatkan pikiran
dengan mengalihkan pikiran dari masalah yang membuat stress. Memberikan tubuh
anda waktu untuk beristirahat dan membuang racun yang muncul karena stress dan
kegiatan mental atau fisik lainnya.
Meditasi berguna ketika :
a.       Anda mengalami stress dalam jangka waktu panjang
b.      Anda mengalami stress dalam jangka waktu pendek yang menyebabkan
terlepasnya adrenalin dalam aliran darah
c.       Anda sedang khawatir akan suatu masalah
d.      Anda sedang aktif secara fisik
Relaks dengan meditasi mempunyai efek berikut :
a.       Memperlambat pernapasan
b.      Mengurangi tekanan darah
c.       Menolong otot bersantai
d.      Memberi tubuh waktu untuk membuang asam laktat dan produk buangan
lainnya
e.       Mengurangi kecemasan
f.        Menghilangkan pikiran yang membuat stress
g.       Membantu berpikir jernih
h.       Membantu fokus dan konsentrasi
Teknik meditasi
Harus dilakukan dalam posisi yang membuat anda tetap nyaman dalam jangka
waktu tertentu (idealnya 20-30 menit). Dapat menggunakan beberapa fokus
konsentrasi, seperti pernapasan, fokus pada suatu objek, fokus pada suara,
perumpamaan.Sangat penting bagi pikiran untuk tetap focus

3.        Teknik Relaksasi Napas Dalam


Pengertian Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagaimana menghembuskan napas secara perlahan.
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.
Tujuan Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi
napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress
fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.
Persiapan melakukan tehnik relaksasi nafas dalam Pastikan anda dalam
keadaan tenang dan santai (rileks) Pilih waktu dan tempat yang sesuai. (duduk di kursi
jika anda di kerjaan atau di rumah) Anda boleh melakukan teknik relaksasi ini sambil
membaca doa, berzikir atau sholawat.
Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003)
Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang
mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan
pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.
Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut :
1.    Ciptakan lingkungan yang tenang
2.    Usahakan tetap rileks dan tenang
3.    Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3.
4.    Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas
atas dan bawah rileks
5.    Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6.    Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7.    Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8.    Usahakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam
9.    Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10.     Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11.     Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12.       Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Manfaat Tehnik Relaksasi Nafas Dalam
1.      Ketentraman hati
2.      Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
3.      Tekanan dan ketegangan jiwa menjadi rendah
4.      Detak jantung lebih rendah
5.      Mengurangi tekanan darah
6.      Ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit
7.      Tidur lelap
8.      Kesehatan mental menjadi lebih baik
9.      Daya ingat lebih baik
10.  Meningkatkan daya berpikir logis
11.  Meningkatkan kreativitas
12.  Meningkatkan keyakinan
13.  Meningkatkan daya kemauan
14.  Intuisi
BAB III

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai nilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki peran
yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan, peningkatan,
dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi
pemilihan strategi penanganan konflik. Salah satu model penyelesaian konflik yang
digunakan adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan
evaluasi. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain
identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan identifikasi
strategi yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-
macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi,
arbitrasi, litigasi, dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang.
Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki keadaan dalam
suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi
dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang. intervensi juga diharapkan
dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan
diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses terakhir adalah
evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan intervensi yang
telah dilakukan.
Manajemen waktu adalah perencanaan, proses atau tindakan yang telah ditentukan
secara sadar untuk melakukan suatu kegiatan dalam kurun waktu tertentu dengan
menggunakan sumber daya secara efektif, efisien dan produktif. Manajemen Waktu
merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan produktivitas
terhadap waktu
Dalam menjalankan aktifitas kehidupan, kita harus dapat ”memanage” segala
sesuatunya dengan baik. Menurut wikipedia manajemen stres adalah kemampuan
penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau
kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari
manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar
menjadi lebih baik.
Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-
orang, dan kejadian-kejadian yang ada memberi tuntutan yang berlebihan. Tidak ada
seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari stres. Namun, stres bisa dikelola sehingga
justru mendatangkan nilai positif bagi seseorang. Stres tidak boleh dihilangkan sama sekali
karena dia membantu kelangsungan hidup dan memberikan dinamika hidup (Mudjaddid,
Diffy: 2005) dalam (www.OBAT STRESS :Manajemen stres.com).

5.2 Saran

Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan gaya
kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik serta mampu
memanejemen waktu dan stress dalam mengelolah suatu organisasi dan pelayanan asuhan
keperawatan diruang rawat.

DAFTAR PUSTAKA
Ayoko, O.B. & Hartel C.E. (2006). Cultural diversity and leadership “a conceptual model of
leader intervention in conflict events in culturally heterogenous workgroups. Cross
Cultural Management: An International Journal, 13(4), 345-360.
Ayoko, O.B. (2007). Communication openness, conflict events and reactions toconflict in
culturally diverse workgroups. Cross Cultural Management: An International Journal,
14 (2), 105-124.
Brewer, N., Mitchell, P., Weber, N. (2002). Gender role, organizational status, and conflict
management styles. The International Journal of Conflict Management. 13(1), 78-94.
Buckley M.R & Brown J.A. (2005). Barnard on conflicts of responsibility “implications for
today’s perspectives on transformational and authenticleadership”. Management
Decision Journal, 43(10), 1396.
CNO. (2009). Practice Guidelines Conflict prevention and management. Retrieved from:
http://www.cno.org/global/docs/prac/47004_conflict_prev.pdf.
Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara,Sosial
Humaniora. 14(1), 56-64.
Hassan, B., Maqsood, A., & Muhammad, N. R. (2011). Relationship between organizational
communication climate and interpersonal conflict management style. Pakistan Journal
of Physicology, 42(2), 23-41.
Hendel, T., Fish, M..,Galon, V. (2005). Leadership style and choice of strategy in conflict
management among Israeli nurse managers in general hospitals. Journal of Nursing
Management, 13, 137-146.
Hoffmann, M.H.G. (2005). Logical argument mapping: a method for overcoming cognitive
problems of conflict management. The International Journal of Conflict Management,
16(4), 304-334.
Huber, D. L. (2010). Leaderhip and Nursing Care Management ed. 4. Maryland
Heights: Saunders/Elsevier.

Hudson, K., Grisham, T. Srinivasan, P. (2005). Conflict management, negotiation, and effective
communication: esential skill for project managers. Retrieved from:
http://thomasgrisham.com/file/Conflict_Management_AIPM_Australia.pdf.
Kreitner & Angelo Kinicki. (2005). Organizational Behaviour. Chicago: Irwin. Konorti. (2008).
The 3D Transformational leadership model. The Journal of American Academy of
Business, 14, 10-20.
Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori dan
Aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Mulyadi, dkk. (2013). Analisis Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Pegawai pada
Departemen Fasilitas Umum dan Penataan Lingkungan Perum Peruri. Jurnal
Managemen. 10 (3), 1305-1318
Rahim, M. Afzalur. (2002). Toward a theory of managing organizational conflict. The
International Journal of Conflict Management, 13 (3), 206-235.
Riggio, R.E. (2003). Introduction to Industrial/ Organizational Psychology. (4th Ed.). Upper
Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Robbins, S. P. (2008). Perilaku Organisasi. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Russel, E. (2011). Leadership theories and style: a transitional approach. Retrieve
fromhttp://usacac.army.mil/cac2/cgsc/repository/dcl_secondplaceessay_110 2.pdf.
Runde, C. E. & Flanagan, T. A. (2007). Effective leadership stems from ability to handle
conflict. (2007). Dispute Resolution Journal, 62(2), 92.
Shetach, A. (2012). Conflict leadership: Navigating toward effective and efficient team
outcomes. The Journal for Quality and Participation, 35(2), 25-30.
Waworuntu, B. (2003). Determinan Kepemimpinan. Makara, Sosial Humaniora. 7 (2), 71-81.
Zagorsek, H., Dimovski, V., Skerlavai, M. (2009). Transactional and transformational leadership
impacts on organizational learning. Journal for East European Management Studies,
14, 144-165.
Atkinson. 1994. Manajemen Waktu yang Efektif. Jakarta: Binarupa Aksara
Herawati, Y., dkk. 2013. Efektifitas Manajemen Waktu Bagi Mahasiswa untuk Meningkatkan
Target Akademis pada Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang: Politeknik Negeri
Sriwijaya.
Taylor. 1990. Manajemen Waktu Menurut Para Ahli. Jakarta: Gramedia

Hawari, Dadang. Manajemen stres cemas dan depresi. Jakarta: FKUI, 2001

Manajemen stres-Wikipedi bahasa indonesia. Id. Wikioedia.org (17 februari 2009).


Nacional Safety Council. Manajemen stress. Alih bahsa Widyastuti, Palupi. Jakarta: EGC, 2003

Anda mungkin juga menyukai