Kelompok : 8
Aprilia Ade Kartini ( 2043700239 )
Dede Suhendar ( 2043700238 )
Hernamirah ( 2043700233 )
Ivon Aimang ( 2043700100 )
Rini Sundari ( 2043700096 )
Seorang perempuan berusia 68 tahun dengan BB 60 kg dan TB 170 cm dating kerumah sakit
dengan keluhan batuk sudah lebih dari 5 hari disertai demam dan merasakan dada yang terasa
sesak.
Data Lab
Leukosit ;4000/mm3
HB; 12 mg/dl
Procalcitonin ; 0,1 ng/ml
Lympocit 800 mikroliter (1000-4800 mikroliter)
CRP ; 2,9 (< 3 mg/L)
Pertanyaan;
Pneumonia bakteri-virus (Corona)
1. Dari Lab Value dan data penunjang diatas, pasien menderita,…
2. Apakah jenis pengobatan yang dapat diberikan ke pada pasien diatas?
3. Apaitu Procalcitonin?
4. Apaitu CRP?
5. Apakah yang dapat dijelaskan dari nilai Lympocit diatas?
6. Jika pasien antibibiotik, maka antibiotic apa yg harus diberikan utk pasien ini?
7. Jelaskan perbedaan pneumonia karena virus dan bakteri?
8. Patofisiologi ARSD?
9. Fungsi vitamin untuk kasus pneumonia virus?
10. Bagaimana pengobatan untuk pasien pneumonia virus yang juga sedang on
11. kortikosteroid?
12. Masing-masing jawaban cantumkan literaturnya!
13. Jelaskan SOAP untuk pasien ini!
Jawaban
1. Dari data rontgen diatas pasien menderita pnemonia.
2. Untuk pasien diatas terapi farmakologi:
-amlodipin 5mg tetap diberikan untuk menjaga tekanan darah nya
-untuk kasus pnemonia perlu diberikan antibiotik lini pertama yaitu amoxicillin 500mg +
asam klavulanat 125mg tiap 8 jam selama 10hari.
-analgetika/antipireutika untuk mengobati demam dan nyeri: parasetamol 500mg
-pemberian decongestan lokal atau sistemik
-bronchodilator menggunakan salbutamol atau albuterol
-pemberian obat batuk antitusif codein atau dextromethorphan untuk memekan batuk
-pemberian oksigen padapasien yang menunjukan tanda sesak, hipoksemia
-kompres hangat pada leher untuk membantu meringankan gejala
-kumur larutan garam hangat untuk mengatasi ketidaknyamanan
-stop merokok
3. Procalcitonin adalah penanda untuk mendeteksi adanya inflamasi sistemik (sepsis). Kadar
PCT normal di bawah 0,5ng/mL dankadar PCT > 2 ng/mL memiliki risiko tinggi untuk
sepsis. PCT lebih unggul dari pada CRP untuk diagnosis dan prognosis sepsis pada
pasien kritis tetapi penggunaannya harustetapdiiringidenganpenilaiansecaraklinis. Hal
initerutamapentingpadaawalinfeksiataupasiendenganinfeksifokaldanpasienpembedahan.
PCT mungkinlebihbaikuntukmenyingkirkan diagnosis sepsis daripadauntuk diagnosis
sepsis itusendiripadapasienkritisterutamajikadilakukanpemeriksaan PCT serial.
Pemeriksaan PCT jugadapatdigunakanuntukmembantudalampenggunaanantibiotika.
Pemeriksaan PCT dapatdigunakanuntukmenghindaripenggunaanantibiotika yang
tidakdiperlukanpadapasienkritisdengangejala SIRS tanpainfeksi; walaupundemikian,
emeriksaan PCT tetapharusdiinterpretasikansesuaidengantemuanklinisdan parameter
laboratorislainnya.
4. CRP adalah: Tes C-Reaktif Protein (CRP) adalahtesdarah yang mengukurjumlah protein
(yang disebut protein C-reaktif) dalamdarah. Protein C-reaktif
mengukurkeseluruhankadarperadangandalamtubuh. Kadar CRP yang
tinggidisebabkanolehinfeksidanberbagaipenyakitjangkapanjang lain. Akan tetapites CRP
tidakdapatmenunjukkanlokasiterjadinyaperadanganataupenyebabnya. Tes lain
dibutuhkanuntukmengetahuipenyebabdanlokasiperadangan
5. Limphosit didapatkan menurun pada hasil lab pasien tersebut. Mengindikasikan adanya
infeksi bakteri atau jamur, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan pasien
menderita pneumonia.
10. Pemberian korstikosteroid pada pasien pneumonia virus digunakan sebagai terapi
tambahan. Kortikosterod merupakan inhibitor yang ampuh dalam menekan peradangan.
Kortikosteroid dapat menghambat efek dari factor transkripsi proinflamasi yang
mengatur ekspresi gen yang mengkode banyak protein inflamasi, seperti sitokin, enzim
inflamasi. Terapi steroid merupakan terapi tambahan yang diberikan pada pasien
pneumonia untuk menangani simtom. Jenis steroid yang digunakan adalah
methyprednisolene dan dexamethasone. Steroid dapat menurunkan demam pada pasien
pneumonia karena memiliki efek antipiretik pada tingkat magrofag dengan menghambat
produksi IL-1 yang dengan sendirinya akan menurunkan demam, dan pada tingkat
hipotalamus dengan menghambat sintesis prostaglandin.
11.Referensi
12. SOAP
S O A P
Perempuan, Umur : 68 tahun Ada penyakit tapi Diberikan antipiretik untuk
tidak ada obat : menurunkan demam. Yaitu
Keluhan batuk sudah lebih BB: 60 kg Pasien memiliki paracetamol 500 mg
dari 5 hari disertai dengan gejala demam
demam serta merasakan TB : 170 Cm
(peningkatan suhu
dada yang terasa sesak. 38C-39C demam
Riwat penyakit : Data Vital sign sedang, >39C demam
Hipertensi tinggi)
T ; 39 C
Riwayat penyakit keluarga
: TD ; 130/90 mmHg
Ada penyakit dan ada
Ibu : meninggal karena N ; 105/i obat : Pasien
Stroke P ;33/i mengalami hipertensi
dan diberikan obat
Ayah : meninggal karena amlodipine 5 mg Terapi pasien tetap dilanjutkan
PJK sekali sehari karena TD pasien sudah
Data Lab terkontrol yaitu 130/90 mmHg
Pengobatan yang dijalani :
Amlodipine 5 mg sekali Leukosit;4000/mm3
sehari Ada penyakit tidak
HB; 12 mg/dl
ada obat : pasien
Procalcitonin;0,1 ng/ml mengalami
pneumonia dilihat
Lympocit:800 dari data lab pasien
mikroliter (1000-4800 dan hasil rontgen
mikroliter) paru pasien dan dari Untuk kasus pnemonia perlu
data lab PCT dan diberikan antibiotik lini
CRP ; 2,9 (< 3 mg/L) pertama yaitu amoxicillin
CRP.
500mg + asam klavulanat
125mg tiap 8 jam selama
10hari.
pemberian decongestan
lokal atau sistemik
bronchodilator
menggunakan salbutamol
atau albuterol
pemberian obat batuk
antitusif codein atau
dextromethorphan untuk
memekan batuk
pemberian oksigen
padapasien yang
menunjukan tanda sesak,
hipoksemia
kompres hangat pada leher
untuk membantu
meringankan gejala
kumur larutan garam hangat
untuk mengatasi
ketidaknyamanan
Daftar Referensi
Ardyanti, Sulistia, dkk. (2017). Pengaruh pemberian steroid sebagai terapi tambahan terhadap
rata-rata pasien dirawat di Rumah Sakit dan Tanda Klinis pada Anak dengan Pneumoonia.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia.6(3), 181-189
Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makasar : MMN. Publishing.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi pertama. Salemba Medika. Jakarta.
2001.