Anda di halaman 1dari 10

Tugas : Famasi Klinik

Kelompok : 8
Aprilia Ade Kartini ( 2043700239 )
Dede Suhendar ( 2043700238 )
Hernamirah ( 2043700233 )
Ivon Aimang ( 2043700100 )
Rini Sundari ( 2043700096 )

STUDI KASUS PNEUMONIA / TB

Seorang perempuan berusia 68 tahun dengan BB 60 kg dan TB 170 cm dating kerumah sakit
dengan keluhan batuk sudah lebih dari 5 hari disertai demam dan merasakan dada yang terasa
sesak.

Riwayat penyakit terdahulu ;hipertensi


Riwayat penyakit keluarga ;Ibu meninggal karena stroke dan ayah meninggal karena PJK
Pengobatan yang sedang dijalani ; amlodipine 5 mg sekali sehari

Data Vital sign


T ; 39 C
TD ; 130/90 mmHg
N ; 105/i
P ;33/i

Data Lab
Leukosit ;4000/mm3
HB; 12 mg/dl
Procalcitonin ; 0,1 ng/ml
Lympocit 800 mikroliter (1000-4800 mikroliter)
CRP ; 2,9 (< 3 mg/L)

Di bawahadalahgambar Rontgen ParuPasien

Pertanyaan;
Pneumonia bakteri-virus (Corona)
1. Dari Lab Value dan data penunjang diatas, pasien menderita,…
2. Apakah jenis pengobatan yang dapat diberikan ke pada pasien diatas?
3. Apaitu Procalcitonin?
4. Apaitu CRP?
5. Apakah yang dapat dijelaskan dari nilai Lympocit diatas?
6. Jika pasien antibibiotik, maka antibiotic apa yg harus diberikan utk pasien ini?
7. Jelaskan perbedaan pneumonia karena virus dan bakteri?
8. Patofisiologi ARSD?
9. Fungsi vitamin untuk kasus pneumonia virus?
10. Bagaimana pengobatan untuk pasien pneumonia virus yang juga sedang on
11. kortikosteroid?
12. Masing-masing jawaban cantumkan literaturnya!
13. Jelaskan SOAP untuk pasien ini!
Jawaban
1. Dari data rontgen diatas pasien menderita pnemonia.
2. Untuk pasien diatas terapi farmakologi:
-amlodipin 5mg tetap diberikan untuk menjaga tekanan darah nya
-untuk kasus pnemonia perlu diberikan antibiotik lini pertama yaitu amoxicillin 500mg +
asam klavulanat 125mg tiap 8 jam selama 10hari.
-analgetika/antipireutika untuk mengobati demam dan nyeri: parasetamol 500mg
-pemberian decongestan lokal atau sistemik
-bronchodilator menggunakan salbutamol atau albuterol
-pemberian obat batuk antitusif codein atau dextromethorphan untuk memekan batuk
-pemberian oksigen padapasien yang menunjukan tanda sesak, hipoksemia
-kompres hangat pada leher untuk membantu meringankan gejala
-kumur larutan garam hangat untuk mengatasi ketidaknyamanan
-stop merokok

3. Procalcitonin adalah penanda untuk mendeteksi adanya inflamasi sistemik (sepsis). Kadar
PCT normal di bawah 0,5ng/mL dankadar PCT > 2 ng/mL memiliki risiko tinggi untuk
sepsis. PCT lebih unggul dari pada CRP untuk diagnosis dan prognosis sepsis pada
pasien kritis tetapi penggunaannya harustetapdiiringidenganpenilaiansecaraklinis. Hal
initerutamapentingpadaawalinfeksiataupasiendenganinfeksifokaldanpasienpembedahan.
PCT mungkinlebihbaikuntukmenyingkirkan diagnosis sepsis daripadauntuk diagnosis
sepsis itusendiripadapasienkritisterutamajikadilakukanpemeriksaan PCT serial.
Pemeriksaan PCT jugadapatdigunakanuntukmembantudalampenggunaanantibiotika.
Pemeriksaan PCT dapatdigunakanuntukmenghindaripenggunaanantibiotika yang
tidakdiperlukanpadapasienkritisdengangejala SIRS tanpainfeksi; walaupundemikian,
emeriksaan PCT tetapharusdiinterpretasikansesuaidengantemuanklinisdan parameter
laboratorislainnya.

4. CRP adalah: Tes C-Reaktif Protein (CRP) adalahtesdarah yang mengukurjumlah protein
(yang disebut protein C-reaktif) dalamdarah. Protein C-reaktif
mengukurkeseluruhankadarperadangandalamtubuh. Kadar CRP yang
tinggidisebabkanolehinfeksidanberbagaipenyakitjangkapanjang lain. Akan tetapites CRP
tidakdapatmenunjukkanlokasiterjadinyaperadanganataupenyebabnya. Tes lain
dibutuhkanuntukmengetahuipenyebabdanlokasiperadangan
5. Limphosit didapatkan menurun pada hasil lab pasien tersebut. Mengindikasikan adanya
infeksi bakteri atau jamur, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan pasien
menderita pneumonia.

6. Antibiotik yang digunakan kombinasi obat dan dosisnya bisa berbeda 


a. Isoniazid
b. Rifampicin
c. Pyrazinamide
d. Ethambutol

7. Perbedaan pneumonia karenabakteridanvirus


a. Pneumonia bakterial merupakan bagian dari penyakit pneumonia. Gangguan
kesehatanini terjadi karena adanya infeksi bakteri di dalam paru-paru, kemudian
memicu peradangan. Kondisi itu, kemudian menyebabkan terganggunya fungsi paru-
paru, sehingga tubuh mungkin mengalami kekurangan asupan oksigen.
Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri disebut dengan penyakit pneumonia bakterial
dan merupakan jenis penyakit paru-paru yang paling sering menyerang. Ada jenis
bakteri yang bisa menjadi penyebab pneumonia ini, di antaranya Streptococcus
sp., Mycoplasma sp., Staphylococcus sp., Haemophilus sp., dan Legionella sp. ditandai
dengan gejala yang menyerupai penyakit flu, seperti demam dan batuk. Namun, gejala
ini umumnya bertahan lebih lama dibanding penyakit flu biasa. Pada kondisi yang lebih
parah, pneumonia akan memicu gejala nyeri dada, batuk berdahak, mudah lelah, mual,
muntah, penurunan kesadaran, sesak napas, serta demam dan menggigil. 
pneumonia bakterial, gejala umum yang muncul adalah nyeri pada dada, menggigil,
batuk, demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kebingungan. Penyakit ini menyebabkan
organ tubuh kekurangan asupan oksigen. Pneumonia bakterial juga bisa memicu gejala
keluar dahak kuning atau hijau, kesulitan bernapas, selalu berkeringat, serta mudah
merasa lelah. 
b. Pneumonia atau paru-paru basah yang merupakan peradangan kantung-kantung udara
di paru-paru, disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti virus, bakteri, dan jamur.
Virus corona yang menyerang organ pernapasan juga bisa menjadi penyebab paru-paru
basah.
Gejala awal pnumonia karena terinfeksi virus corona dan pneumonia karena terinfeksi
jamur atau bakteri memang sangat mirip. Gejala seperti batuk, demam, hingga sesak
napas juga terjadi pada penumonia akibat virus corona.
Beberapa dokter mengatakan ada perbedaan yang cukup signifikan antara gejala
pneumonia akibat virus corona dengan gejala pneumonia biasa. Pneumonia akibat virus
corona memiliki ciri batuk yang kering sedangkan pneumonia biasa cenderung
menunjukkan gejala batuk berdahak.
Pneumonia yang diakibatkan oleh bakteri pun lebih mudah ditangani karena sudah
tersedia vaksin, sehingga pasien hanya membutuhkan perawatan yang intensif sebelum
akhirnya bisa pulih kembali. Namun untuk kasus pneumonia akibat infeksi virus
corona, hingga kini belum ditemukan vaksinnya.
Meskipun vaksin pneumonia akibat infeksi virus corona belum ditemukan, namun
perkembangan pasien yang sembuh karena virus corona jumlahnya semakin meningkat.
Imun yang kuat dan penanganan yang cepat adalah kunci supaya pasien pneumonia
akibat virus corona bisa sembuh kembali.
8. . Patofisiologi ARSD ?
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur,
dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif.
Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas
adalah bakteri gram negatif.
Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,
Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral,
adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia),
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini
disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3)
Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa.2 Dari keempat cara
tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-
2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul terminal atau alveol dan selanjutnya
terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil
sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret
(0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak
bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu
terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan nampak empat zona, pada daerah pasitik
parasitik terset yaitu : 1) Zona luar (edama): alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan
edema; 2) Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari PMN dan beberapa
eksudasi sel darah merah; 3) Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): daerah tempat
terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak; 4) Zona resolusi E: daerah
tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif
atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada
karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

Diagnosis pneumonia kominiti didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,


pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia
komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif
ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini: a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan
karakteristik dahak/purulen c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam d. Pemeriksaan fisis:
ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki e. Leukosit > 10.000 atau <
4500 12,13 Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome
Research Team (PORT).
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi,
beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa
komplikasi seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.15
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam
aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai terdapat komplikasi
ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan
empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau
biasa disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif.
Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh P. pneumoniae dengan jumlah
cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang
mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut empiema.
Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan chest tube atau
dengan pembedahan.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu
terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk
memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika
definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi
pasien.3 Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis umumnya
tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau
HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan
kepada pasien.16 Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa
(SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal
napas. Bila demam atau 9 nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat
diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Referensi : Sindos.unad.ac.id > uplodas jurnal pneumonia
9. Fungsi vitamin untuk kasus pneumonia virus ?
Vitamin yang sering di gunakan dalam kasus pneumonia virus yaitu asam askorbat ataw vitamin c
karena merupakan zat gizi esensial untuk manusia yang fungsinya yaitu :
1. Sintesis kolagen Salah satu fungsi mendasar dari asam askorbat adalah pembentukan kolagen,
protein berlimpah yang menyusun substansi intraseluler pada kartilago, matriks tulang, dentin,
dan epitel vaskuler. Dalam sintesis kolagen, asam askorbat diperlukan untuk hidroksilasi
(pengenalan – grup OH) dari proline dan lysine menjadi hydroxyproline dan hydroxylysine.
Asam-asam hydroxyamino tersebut merupakan konstituten kolagen yang penting. Fungsi ini
menjelaskan pentingnya vitamin C dalam penyembuhan luka dan kemampuannya menahan stress
injury dan infeksi. Asam askorbat juga mempunyai peran penting dalam reaksi hidroksilasi
lainnya. Konversi tryptophan menjadi serotonin, neurotransmitter yang penting dan
vasokonstriktor, dan pembentukan norepinefrin dari tyrosine melibatkan reaksi hidroksilasi yang
menggunakan asam askorbat.
2. Antioksidan Asam askorbat merupakan antioksidan yang penting dan mempunyai peran
perlindungan seperti vitamin A dan E serta polyunsaturated fatty acids dari oksidasi berlebihan.
Sebagai antioksidan yang larut lemak, vitamin C memiliki peran unik dengan menangkap
aqueous peroxyl radicals sebelum substansi berbahaya tersebut merusak lapisan lipid. Vitamin C
bekerjasama dengan vitamin E, fat-soluble antioxidant, dan enzim glutathione peroxidase
menghentikan rantai reaksi radikal bebas.
3. Sistem imun Beberapa bukti menunjukkan bahwa vitamin C berperan penting dalam sintesis
mukopolisakarida, metabolisme obat mikrosomal, fungsi lekosit dan sintesis steroid antiinflamasi
oleh kelenjar adrenal. Cottingham dan Mills (1943), menunjukkan pentingnya keberadaan asam
askorbat dalam mempertahankan aktivitas fagositosis sel darah putih. Pada penelitian mereka
terjadi pengurangan bermakna sistem pertahanan tubuh pada defisiensi asam askorbat. Tiga
dekade kemudian DeChatelet dkk menemukan hal serupa. Vitamin C juga berperan dalam
migrasi neutrofil sebagai akibat efek antioksidannya pada metabolisme radikal bebas. Asam
askorbat memperbaiki migrasi neutrofil pada penyakit granulomatous kronik secara in vitro, dan
mengurangi frekuensi infeksi bakteri dalam penggunaan klinis pada kondisi tersebut, namun efek
vitamin C pada fungsi imun belum terbukti pada keadaan klinis lainnya.
4. Bakteriostatik dan bakterisid Asam askorbat juga memiliki fungsi bakteriostatik dan bakterisid.
Penelitian tahun 1941 menunjukkan bahwa berbagai jenis mikroorganisme dapat dihambat oleh
asam askorbat pada dosis 2 milligram persen(mg%) -- yakni 2 bagian asam askorbat di dalam
100000 bagian suspensi bakteri. Bakteri-bakteri yang dapat dihambat antara lain Staphylococcus
aureus (bakteri penyebab pus), B. typhosus (penyebab demam tifoid), B. coli (organisme yang
hidup di air selokan), dan B. subtilis (bakteri non patogen). Pada dosis 5 mg % B. diphtheriae
serta Streptococcus hemolyticus (penyebab berbagai infeksi serius) juga dihambat. Beberapa
peneliti lainnya menemukan fakta bakteri penyebab TB rentan terhadap asam askorbat .
Boissevain dan Spillane (1937), menemukan efek bakteriostatik pada dosis 1 mg %; Sirsi (1952),
melaporkan dosis 10 mg% memiliki efek bakterisidal terhadap strain virulen M. tuberculosis dan
efek bakteriostatis pada dosis 1 mg%.
5. Meningkatkan absorbsi zat besi Asam askorbat meningkatkan absorpsi besi dengan mengurangi
ion feri sehingga menjadi ion fero, menjadi bentuk yang lebih efisien diabsorbsi. Juga berikatan
dengan besi membentuk kompleks yang memfasilitasi transpor besi sepanjang mukosa usus. Pada
sirkulasi, asam askorbat membantu pelepasan besi dari transferin sehingga bergabung menjadi
ferritin jaringan.
Referensi : digilib.unhas.ac.id.uploade khasiat klinis suplementasi vitamin c pda penderita
pneumonia berat.

10. Pemberian korstikosteroid pada pasien pneumonia virus digunakan sebagai terapi
tambahan. Kortikosterod merupakan inhibitor yang ampuh dalam menekan peradangan.
Kortikosteroid dapat menghambat efek dari factor transkripsi proinflamasi yang
mengatur ekspresi gen yang mengkode banyak protein inflamasi, seperti sitokin, enzim
inflamasi. Terapi steroid merupakan terapi tambahan yang diberikan pada pasien
pneumonia untuk menangani simtom. Jenis steroid yang digunakan adalah
methyprednisolene dan dexamethasone. Steroid dapat menurunkan demam pada pasien
pneumonia karena memiliki efek antipiretik pada tingkat magrofag dengan menghambat
produksi IL-1 yang dengan sendirinya akan menurunkan demam, dan pada tingkat
hipotalamus dengan menghambat sintesis prostaglandin.

11.Referensi

12. SOAP

S O A P
Perempuan, Umur : 68 tahun Ada penyakit tapi Diberikan antipiretik untuk
tidak ada obat : menurunkan demam. Yaitu
Keluhan batuk sudah lebih BB: 60 kg Pasien memiliki paracetamol 500 mg
dari 5 hari disertai dengan gejala demam
demam serta merasakan TB : 170 Cm
(peningkatan suhu
dada yang terasa sesak. 38C-39C demam
Riwat penyakit : Data Vital sign sedang, >39C demam
Hipertensi tinggi)
T ; 39 C
Riwayat penyakit keluarga
: TD ; 130/90 mmHg
Ada penyakit dan ada
Ibu : meninggal karena N ; 105/i obat : Pasien
Stroke P ;33/i mengalami hipertensi
dan diberikan obat
Ayah : meninggal karena amlodipine 5 mg Terapi pasien tetap dilanjutkan
PJK sekali sehari karena TD pasien sudah
Data Lab terkontrol yaitu 130/90 mmHg
Pengobatan yang dijalani :
Amlodipine 5 mg sekali Leukosit;4000/mm3
sehari Ada penyakit tidak
HB; 12 mg/dl
ada obat : pasien
Procalcitonin;0,1 ng/ml mengalami
pneumonia dilihat
Lympocit:800 dari data lab pasien
mikroliter (1000-4800 dan hasil rontgen
mikroliter) paru pasien dan dari  Untuk kasus pnemonia perlu
data lab PCT dan diberikan antibiotik lini
CRP ; 2,9 (< 3 mg/L) pertama yaitu amoxicillin
CRP.
500mg + asam klavulanat
125mg tiap 8 jam selama
10hari.
 pemberian decongestan
lokal atau sistemik
 bronchodilator
menggunakan salbutamol
atau albuterol
 pemberian obat batuk
antitusif codein atau
dextromethorphan untuk
memekan batuk
 pemberian oksigen
padapasien yang
menunjukan tanda sesak,
hipoksemia
 kompres hangat pada leher
untuk membantu
meringankan gejala
 kumur larutan garam hangat
untuk mengatasi
ketidaknyamanan
Daftar Referensi
Ardyanti, Sulistia, dkk. (2017). Pengaruh pemberian steroid sebagai terapi tambahan terhadap
rata-rata pasien dirawat di Rumah Sakit dan Tanda Klinis pada Anak dengan Pneumoonia.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia.6(3), 181-189

Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2019. Makasar : MMN. Publishing.

Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi pertama. Salemba Medika. Jakarta.
2001.

Anda mungkin juga menyukai