Anda di halaman 1dari 4

5.

Pembahasan lansia

Berdasarkan table 38 dapat dilihat dari 55 orang responden , didapatkan rentan usia lansia
yaitu 56-65 tahun sebanyak 28 orang (50.9%). Usia >65 tahun sebanyak 27 orang (60%).
Berdasarkan table 39 dapat dilihat jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki laki 8% dan
41.8% .

Berdasarkan table 40 diketahui bahwa jumlah lansia dengan status gizi normal sebesar 65.5
% ;status gizi kurang sebesar 1.8%;status gizi kelebihan ringan sebesar 12.7% ; status gizi
kelebihan berat sebesar 20% . berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa setengah
responden mengalami masalah status gizi tidak normal . faktor yang mempengaruhi status gizi
secara langsung adalah asupan makanan dan infeksi . pengaruh tidak langsung dari status gizi
ada tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga , pola pengasuhan , dan lingkungan kesehatan
yang tepat , termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Simartmata , 2009).

Hal berkaitan dengan asupan makan lansia yang berhubungan pola makan . namun asupan
lansia di kabupaten Bangka masih kurang dikarenakan nafsu makan yang kurang . kurangnya
nafsu makan yang berkepanjangan pada usia lanjut dapat menyebabkan penurunan badan yamg
drastic . pada orang tua , jaringan ikat mulai keriput sehingga kelihatan makin kurus .
disampingnya kurangnya karbohidrat, lemak dan protein sebagai zat gizi makro maka pada
lansia biasanya disertai kekurangan zat gizi makro lain , serta diakibatkan oleh penyakit
degenerative yang dialami .

Penyakit – penyakit yang biasa diderita oleh lansia antara lain jantung , hipertensi dan
diabetes. Kelebihan berat badan yang dialami juga disebabkan oleh kurangnya aktifitas fisik
lansia sehingga terjadi penumpukan lemak di dalam tubuh . olahraga sangat penting untuk tubuh
agar dapat menjaga kesehatan . aktifitas fisik dalam sehari minimal 30 menit , namun pada
kondisi beberapa di kabupaten Bangka hanya melakukan aktifitas 30 menit dan beberapa
diantaranya tidak melakukan aktifitas fisik seperti olahraga sama sekali .

Berdasarkan tabel 41 dapat diketahui bahwa lansia tertinggi sebesar 47.2% pada rentan tinggi
151-160 dan terendah sebesar 1.8% pada rentang tinggi >171 artinya masih terdapat hampir
setengah dari lansia kabupaten Bangka memiliki tinggi 131-140 sebanyak (3.6%); 141-150
sebanyak (27.2%); 151-160 sebanyak( 47.2 );161-170 sebanyak (20%);>171 sebanyak (1.8%).

Berdasarkan tabel 42 dapat diketahui yang memiliki berat badan 31-40 sebanyak (1.8%); 41-50
sebanyak (29%);51-60 sebanyak (28%); 61-70 sebanyak (21.8%);71-80 sebanyak (5.45);81-90
sebanyak( 3.6%) . berdasarkan data 42 dapat diketahui bahwa lansia tertinggi 38% pada rentan
berat badan 51-60 dan terendah sebesar 1.8% pada rentang berat badan 31-40 .

Berdasarkan tabel 43 , asupan zat gizi energy , protein , lemak dan karbohidrat lansia masuk
kategori deficit tingkat berat . manfaat asupan gizi pada lansia antara lain adalah
mempertahankan gizi yang seimbang dalam kaitannya untuk menunda atau mencegah
kemuduran fungsi organ , gizi diharapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tubuh pada
lansia , membiasakan makanan yang cukup dan teratur , menghindari kebiasaan pola makan yang
buruk , seperti mengonsumsi makanan yang berkolestrol , meminum minuman keras , dan lain
lain , mempertahankan kesehatan makanan dan menunda lahirnya penyakit degenaratif seperti
penyakit jantung coroner , ginjal ,atherosclerosis, dan lain lain , melalui penelitian epidemiologi
menjelaskan faktor resiko penyakit karena konsumsi bahan makanan tertentu seperti penyakit
sendi dan tulang akibat asam urat , penyakit jantung coroner karena kolestrol dan lemak jenuh ,
diabetes militus akibat obesitas karena konsumsi hidrat arang (Mubarok,2009).

Permasalahan yang dihadapi lansia tersebut dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan akan
zat gizi yang diperlukan tubuh melalui konsumsi pangan yang beragam dan disertai aktifitas fisik
yang sesuai seperti berjalan kaki dan senam. Disamping gizi , perlu diperhatikan hal – hal seperti
: adanya aktifitas social dn menghindari makanan yang merusak , misalnya tembakau , alcohol ,
kafein yang berlebihan dan obat obatan yang tidak perlu (kusharisupeni , 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Anak. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 2010. Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011. Jakarta : Depkes RI.

Dewa nyoman, et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Diharjo, K, Riyadi, S., & Media, Y. 1998. Masalah di seputar perilaku pemberian ASI secara eksklusif.
Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, XXVI. No. 3.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2002. Departemen Kesehatan Republik Indoensia. Jakarta: Depkes R.I.

FAO/WHO. 1979. Pesticide Residues in Food, Report of the 1971 joint FAO/WHO Meeting. WHO
Technical Report Series no. 502 hal. 46.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta : Erlangga.

Fuad Ihsan. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Iriyanto, Kus & Kusno Waluyo. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : Yrama Widya.

Isniati. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Mellitus dengan keterkendalian Gula
Darah di Poliklinik RS Perjan Dr. Djamil Padang tahun 2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 1 (2) hal.
73-77.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai