Anda di halaman 1dari 5

Remaja

Berdasarkan tabel 17, diketahui jenis kelamin remaja yang diambil adalah remaja
putri yang berjumlah 55 orang. Menurut Marmi (2014), remaja putri lebih mudah terserang
anemia defisiensi besi. Hal tersebut dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi dalam
setiap bulannya. Kehilangan darah saat menstruasi ini menyebabkan remaja putri kehilangan
zar besi pula, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria. Dari hasil data diatas
hanya remaja putri yang didata karena masalah gizi yang sering terjadi pada remaja adalah
anemia yang terjadi pada remaja putri.
Berdasarkan tabel 18, status gizi remaja di kabupaten Bangka kategori status gizi
sangat kurus berjumlah 4 orang, kurus berjumlah 10 orang, normal berjumlah 32 orang,
gemuk berjumlah 3 orang dan obesitas berjumlah 6 orang. Dari hasil data di atas status gizi
yang tertinggi adalah normal. Dampak dari status gizi yang kurang dan lebih yaitu
mengalami penurunan daya ekspolasi terhadap lingkungan, kurang bergaul, kurang perasaan
gembira dan cenderung menjadi apatis. Dampak jangka panjang yaitu seperti mengalami
gangguang kognitif, penurunan prestasi belajar, gangguan tingkah laku, bahkan peningkatan
risiko kematian. Penyebab langsung permasalahan gizi adalah terjadinya ketidaksimbangan
antara konsumsi gizi dan penyakit infeksi. Hal ini dikarenakan, didapat hasil recall sebagian
remaja masih belum melakukan sarapan pagi. Padahal, sarapan memiliki peranan penting
terutama bagi anak yang bersekolah. Sarapan dapat membantu dalam kosentrasi belajar
disekolah sehingga, dapat medukung prestasi belajar serta dapat memenuhi kebutuhan gizi
untuk aktivitas yang padat di sekolah. Diketahui juga mereka sering mengkonsumsi mie
instan baik sewaktu dirumah maupun disekolah, oleh karena itu juga berpengaruh terhadap
metabolisme di dalam tubuh karena penyerapan mie baru bisa diserap 4-7 hari.
Ketidakseimbangan konsumsi dan kebutuhan zat gizi pada dasarnya berawal dari
pemahaman yang keliru dan perilaku gizi yang salah sehingga dapat menimbulkan masalah
gizi pada remaja.
Pengetahuan remaja tentang anemia Di Kabupaten Bangka nilai pengetahuannya
sudah cukup dengan persentase sebesar 50,9%. Pengetahuan tentang anemia akan
berpengaruh terhadap konsumsi tablet Fe pada remaja sehingga pada hasil data yang diatas
remaja sudah memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai tablet Fe yang berkaitan
dengan anemia zat besi pada remaja. Anemia dapat menyebabkan darah tidak cukup
mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sehingga menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional, kekurangan oksigen
akan berakibat pada sulitnya berkonsentrasi sehingga prestasi belajar menurun, daya tahan
fisik rendah yang mengakibatkan mudah sakit karena daya tahan tubuh rendah dan
mengakibatkan jarang masuk sekolah atau bekerja. Akibat dari anemia ini jika tidak diberi
intervensi dalam waktu lama akan menyebabkan beberapa penyakit seperti gagal jantung
kongestif, penyakit infeksi kuman, thalasemia, gangguan sistem imun, dan meningitis
(DILLA Nursari, 2010).
Status anemia remaja di Kabupaten Bangka dengan persentase sebesar 58,2% yang
dilihat dari gejala anemia dan fisik klinisnya seperti lesu, lemah, letih, lelah dang lunglai.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan, baik
sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat menimbulkan gejala
lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah
raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya tahan tubuh
dan mengakibatkan mudah terkena infeksi. (Masthalina, dkk. 2015).
Melihat dampak anemia yang sangat besar dalam menurunkan kualitas sumber daya
manusia, maka sebaiknya penanggulangan anemia perlu dilakukan sejak dini, sebelum
remaja putri menjadi ibu hamil, agar kondisi fisik remaja putri tersebut telah siap menjadi
ibu yang sehat. Remaja putri termasuk kelompok yang rawan terhadap anemia, hal ini
disebabkan karena kebutuhan Fe pada wanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Wanita
mengalami menstruasi setiap bulannya yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam
jumlah cukup banyak, juga kebutuhan Fe meningkat karena untuk pertumbuhan fisik, mental
dan intelektual, dan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan
sumber Fe yang mudah diserap. Kelompok remaja putri mempunyai risiko paling tinggi
untuk menderita. Karena pada masa itu terjadi peningkatan kebutuhan Fe. Peningkatan
kebutuhan ini terutama disebabkan karena pertumbuhan pesat yang sedang dialami dan
terjadinya kehilnagan darah akibat menstruasi. Kelompok ini juga memiliki kebiasaan
makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan berisiko seperti fast food, snack dan soft drink
dan tingginya keinginan mereka untuk berdiet agar tampak langsing yang mempengaruhi
asupan zat gizi termasuk sumber Fe yang adekuat.
Berdasarkan tabel 21 persentase remaja yang melakukan kebiasan sarapan pagi lebih
rendah yaitu sebesar 43,6% sedangkan yang tidak sarapan pagi sebesar 56.4%. Hal ini
terjadi karena remaja lebih memilih membeli makanan diluar pada saat jam istirahat sekolah.
Penyebab langsung permasalahan gizi adalah terjadinya ketidaksimbangan antara
konsumsi gizi dan penyakit infeksi. Hal ini dikarenakan, didapat hasil recall sebagian remaja
masih belum melakukan sarapan pagi. Padahal, sarapan memiliki peranan penting terutama
bagi anak yang bersekolah. Sarapan dapat membantu dalam kosentrasi belajar disekolah
sehingga, dapat medukung prestasi belajar serta dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk
aktivitas yang padat di sekolah. Diketahui juga mereka sering mengkonsumsi mie instan
baik sewaktu dirumah maupun disekolah, oleh karena itu juga berpengaruh terhadap
metabolisme di dalam tubuh karena penyerapan mie baru bisa diserap 4-7 hari.
Ketidakseimbangan konsumsi dan kebutuhan zat gizi pada dasarnya berawal dari
pemahaman yang keliru dan perilaku gizi yang salah sehingga dapat menimbulkan masalah
gizi pada remaja.
Pengetahuan gizi seimbang pada remaja sebesar 69% dengan kategori pengetahuan
baik. Artinya para remaja di kabupaten Bangka sudah baik pengetahuannya tentang gizi
seimbang yang mereka dapatkan dari penyuluhan di sekolah dan lembaga instansi lainnya.
Jika pengetahuan gizi seimbang remaja kurang tentang pengetahuan gizi seimbang, maka
upaya yang dilakukan remaja untuk menjaga keseimbangan makanan yang dikonsumsi
dengan yang dibutuhkan akan berkurang dan menyebabkan masalah gizi kurang atau gizi
lebih.
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya merupakan
rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluardan zat gizi yang masuk
dengan memonitor berat badan secara teratur. Dalam Tumpeng Gizi Seimbang (TGS) ada
empat lapis berurutan dari bawah ke atas, dan semakin ke atas semakin kecil. Empat lapis
artinya Gizi Seimbang didasarkan pada prinsip 4 pilar yaitu beragam pangan, aktifitas fisik,
kebersihan diri dan lingkungan, dan pemantaun berat badan. Semakin ke atas ukuran
tumpeng semakin kecil berarti pangan pada lapis paling atas yaitu gula, garam dan lemak
dibutuhkan sedikit sekali atau perlu dibatasi (Kemenkes, 2014). Dilihat dari prinsip gizi
seimbang pengetahuan remaja akan gizi seimbang sudah baik akan tetapi dalam
penerapannya yang masih kurang sehingga berpengaruh terhadap status gizi dan kejadian
anemia.
Pemenuhan asupan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat pada remaja
masuk dalam kategori defisit tingkat berat. Untuk mendapatkan gambaran konsumsi
makanan sehari-hari, recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan,
selamatan, dan lain lain (Supariasa, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa asupan energi
remaja di daerah penelitian sebagian besar masih belum tercukupi. Hasil ini ditunjang oleh
data survei tahun 2014 yang menunjukkan sebesar 18,68% penduduk Indonesia berada pada
tingkat sangat rawan pangan dimana jumlah konsumsi penduduk adalah < 70% AKG. Hasil
riset kesehatan dasar tahun 2013 juga menyebutkan bahwa sebanyak 54,5% remaja
mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan (Riskesdas, 2013).
Hasil energi yang kurang dikarenakan jumlah porsi makanan yang dikonsumsi oleh
responden masih kurang. Menurut Pedoman Gizi Seimbang, jumlah yang kurang dan juga
pola konsumsi yang salah seperti menu makanan yang tidak seimbang dan kurang varian
dapat menyebabkan asupan energi tidak tercukupi.18 Asupan yang rendah dari yang
dibutuhkan akan menyebabkan cadangan energi yang terdapat di dalam tubuh dan disimpan
dalam otot terpakai. Keadaan ini jika berlanjut dapat mengakibatkan menurunnya prestasi
belajar, juga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan asupan
energi ini apabila berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, akan mengakibatkan
menurunnya berat badan dan keadaan kekurangan gizi yang lain. Penurunan berat badan
yang berlanjut akan menyebabkan gizi kurang yang akan berakibat terhambatnya proses
tumbuh kembang. Dampak lain yang dapat timbul adalah tinggi badan yang tidak mencapai
ukuran normal dan mudah terkena penyakit infeksi. Sedangkan konsumsi energi yang
berlebihan akan mengakibatkan kenaikan berat badan dan apabila terus berlanjut maka akan
menyebabkan kegemukan dan resiko penyakit degeneratif (Almatsier, 2010).
Gizi kurang pada remaja terjadi karena pola makan tidak teratur,
perubahan faktor psikososial seperti pengaruh pergaulan teman sebaya dalam
keseharian, pengaruh iklan maupun persepsi tentang tubuh ideal dalam
pandangan remaja, kebutuhan gizi yang tinggi untuk tumbuh dengan cepat. Status gizi
lebih pada remaja berdampak pada kesehatan ketika dewasa seperti: penyakit
degeneratif dan kecenderungan untuk tetap obesitas pada masa dewasa (Nurhaedar Jafar,
2012)

DAFTAR PUSTAKA
Masthalina, dkk. 2015. Pola Konsusmsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer Fe) Terhadap Status
Anemia Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 11(1). 80-86.

Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013.

Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Marni. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai