PENDAHULUAN
1
nigeria sebagai negara penghasil taro nomor 1 (3.175.842 ton)
(factfish.com).
satunya adalah tepung taro. Pati yang diekstrak dari umbi talas
2
Roti adalah makanan yang berbahan dasar utama tepung
3
mengoptimalkan penggantian tepung terigu dengan tepung taro
4
1.3. Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taro
secara luas di kawasan Asia, Pasifik, Amerika Tengah, dan Afrika. Talas
kultivar dari talas dapat beradaptasi pada tanah yang kering sampai basah
dan pada dataran rendah sampai ketinggian 2700 mdpl. Suhu untuk
ialah 250 cm per tahun (Richana, 2012). Produksi taro di dunia pada tahun
Bogor, talas Padang atau talas Belitung (kimpul) yang tersebar di Bogor,
Umbi talas terdiri atas tiga bagian yaitu kulit luar, korteks atau kulit dalam,
dan daging. Daging umbi talas mempunyai warna yang bervariasi seperti,
kuning muda, kuning tua, orange, merah muda sampai ungu, atau
6
umbinya setelah berumur 6-9 bulan. Kultivar talas banyak ragamnya,
Utara), dan Papua. Di Bogor, dapat ditemukan lima kultivar talas yaitu:
1. Talas Pandan
2. Talas Sutra
Talas sutra memiliki daun yang halus dan berwarna hijau muda,
3. Talas Ketan
Talas ketan memiliki ciri – ciri berupa batang di atas umbi yang mengecil, dengan
pelepah daun berwarna hijau disertai garis hitam, umbi pudar dan daging umbi
4. Talas Lampung
umbi berwarna kuning dan terasa gatal apabila direbus. Talas ini sering
disebut talas mentega Talas ini sangat sering diolah daripada jenis talas
lain.
7
Gambar 2.1.a. Tanaman Taro Gambar 2.1.b. Umbi Taro
granula yang berukuran kecil dengan diameter sekitar 1,4 – 5 µm. Umbi
dari taro memiliki kandungan karbohidrat dan potasium yang sangat baik.
Taro juga merupakan sumber thiamin, riboflavin, besi, fosfor, zinc dan
Umbi talas mentah mengandung sejumlah besar asam oksalat (H2C2O4) dalam
bentuk asam oksalat yang soluble dan garam oksalat yang insoluble. Asam oksalat
potassium, dan oleh karena itu dapat mengurangi ketersediaan mineral dalam
8
makanan. Garam oksalat yang tidak larut menyebabkan iritasi kulit dan bau yang
menyengat pada umbi talas yang tidak dicuci (Tattiyakul et al., 2006).
Komposisi Kadar
Air (%) 70.14
Protein (%) 9.04
Abu (%) 3.32
Serat kasar (%) 5.34
Lemak kasar (%) 0.82
Karbohidrat (%) 81.49
Amilase (%) 34.15
Amilopektin (%) 65.85
Asam askorbat (mg/ 30.35
100 g)
Antosianin (mg/ 100 g) 31.58
Asam oksalat (mg/ 100 173.88
g)
Sumber: James et al. (2013)
2003). Tepung merupakan produk yang memiliki kadar air rendah. Kadar
(Winarno, 1997). Umbi talas dapat diolah menjadi tepung talas. Tepung
umbi talas ini dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai bahan baku industri
9
dengan air untuk menghilangkan getah. Irisan-irisan tersebut kemudian
direndam dalam 0,25% asam sulfat selama tiga jam. Setelah diblansir
menjadi tepung.
pengupasan umbi segar. Setelah itu umbi diiris tipis dan direndam dengan
yaitu pada saat kadar air mencapai 12%. Proses ini dilakukan selama ± 6
jam dan biasanya umbi yang dikeringkan dibolak-balik agar umbi kering
mineralnya.
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Tepung Taro per 100 gram Bahan
Komposisi Kadar
10
Air (g) 7,86
Karbohidrat (g) 84
Protein (g) 4,69
Serat kasar (g) 2,69
Abu (g) 1,16
Lemak (g) 0,5
Fosfor (mg) 0,061
Besi (mg) -
Kalsium (mg) 0,028
Thiamin (mg) -
Riboflavin (mg) 0,04
Nikotinamid (mg) -
HCN (ppm) -
Sumber: Richana (2012)
Umbi Taro
Pengupasan
11 Talas
Tepung
Gambar 2.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Taro
2.2. Roti
fermentasi dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang diolah
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu roti yang dikukus, dipanggang, dan
definisi roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang
diragikan dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan
Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie
dan roti. Gandum yang telah diolah menjadi tepung terigu menurut
12
a. Hard flour (kandungan protein 12% – 14%)
serap air tinggi, elastis, serta mudah digiling. Jenis tepung ini cocok untuk
Tepung ini memiliki daya serap rendah, sukar diuleni, dan daya
biskuit, pastel.
didapat bergantung pada berapa banyak jumlah protein dalam tepung itu
sendiri, makin tinggi proteinnya maka makin banyak jumlah gluten yang
dalam tepung terigu seperti protein, lemak, kalsium, fosfor, besi dan
lihat pada Tabel 2.3. Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 gram
Bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kal) 332
Protein (g) 9,61
Lemak (g) 1,95
Karbohidrat (g) 74,48
Kalsium (mg) 33
13
Fosfor (mg) 323
Besi (mg) 3,71
Vitamin A (IU) 9
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 12,42
Sumber: USDA (2014)
2.2.1.2. Air
Gluten yang terdapat pada tepung terigu dapat terbentuk dengan adanya
mutu produk akhir yang dihasilkan. Air juga berfungsi sebagai pelarut
bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut
gluten dan dengan pati membentuk gel setelah dipanaskan. Jumlah air
lain macam dan jumlah protein serta sebanyak 45.5 persen air akan
berikatan dengan pati, 32.2 persen dengan protein dan 23.4 persen dengan
pentosan. Banyaknya air yang dipakai akan menentukan mutu dari roti
2.2.1.3. Garam
14
Garam akan membangkitkan rasa pada bahan-bahan lainnya,
roti. Garam adalah salah satu bahan pengeras, bila adonan tidak memakai
garam, maka adonan akan bersifat agak basah. Garam memperbaiki pori-
pori roti dan tekstur roti akibat kuatnya adonan, dan membantu
dan tingkat fermentasi ragi roti dalam adonan yang sedang difermentasi.
Pada roti, garam mempunyai fungsi yang lebih penting daripada sekedar
aktivitas protease pada tepung. Adonan tanpa garam akan menjadi lengket
2.2.1.4. Ragi
dapat diserap sel khamir untuk membentuk sel yang baru. Lipase
(Koswara, 2009).
15
Ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan memproduksi
roti, ragi termasuk bahan baku utama. Aktivitas ragi roti di dalam adonan
invertase dan maltase, kandungan air, suhu, pH, gula, dan garam.
2.2.1.5. Gula
Gula digunakan sebagai bahan pemanis dalam pembuatan roti. Jenis gula
yang paling banyak digunakan adalah sukrosa. Menurut U.S. Wheat Associates
(1983), gula pada roti berfungsi sebagai sumber makanan ragi selama fermentasi
sehingga dapat dihasilkan karbondioksida dan alkohol. Gula juga dapat berfungsi
untuk memberi rasa manis, flavor dan warna kulit roti (crust). Selain itu gula juga
berfungsi sebagai pengempuk dan menjaga freshness roti karena sifatnya yang
agar roti tidak menjadi hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan
dapat mempercepat proses pembentukan warna pada kulit roti. Dengan singkatnya
waktu pemanggangan tersebut, maka menyebabkan masih banyak uap air yang
tertinggal dalam adonan yang akan mengakibatkan roti akan tetap empuk.
2.2.1.6. Lemak
memperbaiki struktur fisik seperti volume, tekstur, kelembutan, dan flavor. Selain
itu penambahan lemak menyebabkan nilai gizi dan rasa lezat roti bertambah.
16
Penambahan lemak dalam adonan akan mempermudah pemotongan roti, juga
dapat menahan air, sehingga masa simpan roti lebih panjang dan kulit roti lebih
rasa, memperkuat jaringan zat gluten, roti tidak cepat menjadi keras (Koswara,
2009).
sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porus karena adanya
protein berupa kasein, membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan
menambah keempukan karena adanya laktosa. Selain itu, penggunaan susu dalam
pembuatan roti juga dapat meningkatkan nilai gizi. Susu mengandung protein
(kasein), gula laktosa dan mineral kalsium. Susu akan memperkuat gluten karena
meningkatkan nilai gizi, memberikan rasa yang lebih enak dan membantu untuk
memperlemas jaringan zat gluten karena adanya lesitin dalam telur yang
2.2.2.1. Pencampuran
17
Secara tradisional ada dua cara pencampuran adonan roti, yaitu
sponge and dough method atau metode babon dan straight dough method
atau cara langsung, metode lainnya, yaitu no time dough dan metode
babon cair yang disebut juga brew atau broth. Dalam metode babon,
sebagian besar tepung dan air, semua ragi roti dan garam mineral serta zat
tanpa fermentasi.
besar protein akan dalam bentuk gluten bila protein itu dibasahi, diaduk-
2.2.2.2. Peragian
sehingga mudah ditangani dan menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu
fermentasi berperan dalam pembentukan cita rasa roti. Selama fermentasi enzim-
18
enzim ragi bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas karbondioksida.
adonan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Jika ingin memperoleh hasil yang
seragam, suhu dan kelembaban dalam ruang fermentasi perlu diatur. Suhu formal
2.2.2.3. Pembentukan
dioles dengan lemak, agar roti tidak lengket pada loyang. Selanjutnya
fermentasi akhir ini biasanya dilakukan pada suhu sekitar 38oC dengan
kelembaban nisbi 75-85%. Dalam proses ini ragi roti menguraikan gula
19
2.2.2.4. Pemanggangan
peningkatan volume adonan dengan cepat. Pada saat ini enzim amilase
menjadi lebih aktif dan terjadi perubahan pati menjadi dekstrin yang
mengalami kerusakan karena penarikan air oleh pati. Di atas suhu 76oC
.
1. Keadaan kenampakan:
a. Bau - Normal tidak
berjamur
b. Rasa - Normal
20
c. Warna - Normal
2. Air %b/b Maks. 40
3. Abu (tidak termasuk garam %b/b Maks. 1
kering)
4. Abu yang tidak larut dalam %b/b Maks. 3,0
asam
5. NaCl %b/b Maks. 2,5
6. Gula jumlah %b/b -
7. Lemak -
8. Serangga / belatung Tidak boleh ada
9. Bahan makanan tambahan:
a. Pengawet Sesuai dengan SNI
0222-1987
b. Pewarna
c. Pemanis buatan
d. Sakarin siklamat Negatif Negatif
10. Cemaran Logam
a. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
b. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
c. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
d. Seng (Zn) mg/kg Maks. 0,5
11. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
12. Cemaran Mikrobia:
a. Angka Lempeng Total koloni/g Maks. 10^6
b. E. Coli APM/g < 3
c. Kapang koloni/g Maks. 10^4
Sumber: SNI (1995)
Roti tawar adalah roti yang tidak ditambahkan rasa atau isi apapun,
Tabel 2.5. Komposisi Kimia Roti Tawar dalam 100 gram Bahan
Komposisi Jumlah
Protein (g) 8,0
Karbohidrat (g) 50,0
Lemak (g) 1,5
Air (g) 39,0
21
Vitamin dan mineral 1,5
(g)
Sumber: Gaman dan Sherington (1992)
BAB III
PEMBAHASAN
produk olahan pangan. Salah satu produk yang dapat ditambahkan dengan
3.1. Pengaruh proporsi tepung taro dan tepung terigu terhadap sifat
Tepung Komposit
Bahan Kontrol
70:30 80:20 90:10
Tepung terigu (g) 1000 700 800 900
Tepung taro (g) - 300 200 100
Sumber: Emmanuelet al. (2010)
22
Emmanuel et al. (2010) melakukan penelitian terhadap tepung
taro dan tepung terigu dan juga perlakuan tepung taro diblansir dan tidak
meliputi daya serap air (water absorption capacity), daya serap minyak
mengikat air (Lin et al., 1974). Dari data pada Tabel 3.2, dapat dilihat
23
bahwa semakin besar proporsi tepung taro yang ditambahkan, maka
semakin kecil nilai WAC yang diperoleh dari tepung komposit tersebut.
terdapat pada tepung komposit. Semakin banyak proporsi tepung taro yang
jumlah protein pada tepung komposit juga akan semakin kecil karena
tepung taro memiliki kandungan protein yang tidak terlalu tinggi bila
tepung taro yang ditambahkan dari 10 sampai 30%. Namun pada sampel
nilai OAC yang semakin menurun seiring banyaknya proporsi tepung taro
banyak proporsi tepung taro yang ditambahkan, maka jumlah protein dari
tidak setinggi pada tepung terigu. Lemak dapat berguna sebagai flavor
retainer dan juga akan berpengaruh terhadap mouth feel yang dihasilkan
24
dari suatu produk, terutama roti dan produk yang dipanggang lainnya
meningkat. Nilai dari LGC ini dipengaruhi oleh rasio protein, karbohidrat,
dan lemak yang terdapat dalam sampel tepung komposit tersebut. Sathe et
dari tepung terigu dan juga kandungan pati yang tinggi dari tepung taro,
untuk air diantara gelasi protein dan gelatinisasi pati(Kaushal et al., 2012).
Semaki besar proporsi tepung taro yang ditambahkan, maka nilai SC akan
tepung taro tersebut, terutama adanya degradasi dari pati menjadi dekstrin
25
3.2. Pengaruh proporsi tepung taro dan tepung terigu terhadap karakteristik
roti.
Tepung Komposit
Bahan Kontrol
70:30 80:20 90:10
Tepung terigu (g) 1000 700 800 900
Tepung taro (g) - 300 200 100
Air (ml) 430 430 430 430
Garam (g) 20 20 20 20
Gula (g) 140 140 140 140
Lemak (g) 20 20 20 20
Ragi (g) 10 10 10 10
Susu (g) 30 30 30 30
Sumber: Emmanuel et al. (2010)
Tabel 3.3. Penilaian terhadap sifat sensori dari roti yang dihasilkan dari
memberikan penilaian tiap sampel sebanyak dua kali. Parameter yang diuji
serta skor maksimumnya adalah tekstur (15), crumb colour (10), crumb
texture (10), aroma (10), dan rasa(10). Roti dengan perlakuan kontrol juga
26
Data yang ditunjukkan pada Tabel 3.4. menunjukkan adanya beda nyata antara
sensori yang dinilai. Roti yang dihasilkan dari campuran tepung terigu dengan
tepung taro diblansir dan tidak diblansir dengan proporsi90:10 memiliki skor
tertinggi diantara semua perlakuan proporsi laiinya. Roti yang dibuat dengan
tepung komposit proporsi 90:10 memiliki kisaran skor yang masih dapat diterima,
karena memiliki range skor 6,76-9,00 yang hampir menyentuh skor maksimum
penilaian pada tiap parameter yang diuji. Namun pada kontrol, diperoleh skor
yang jauh lebih tinggi, yakni kisaran range 8,58-10,82 pada semua parameter yang
diuji.
bahan yang berada dalam tepung komposit tersebut. Dari penelitian yang
½ sendok teh, diluted milk 220ml, garam ¼ sendok teh, pala ¼ sendok teh,
dengan waktu pengovenan selama 30 menit pada suhu 180 oC dapat dilihat
Dari data pada Tabel 3.5, dapat dilihat bahwa semakin banyak
proporsi tepung taro yang ditambahkan, maka kadar air dan kadar abu dari
27
lemak, protein, karbohidrat, dan energi mengalami penurunan ketika
Perlakuan
Parameter Satuan
100:0 70:30 60:40 50:50
Kadar Air g/100g 29.1 37.4 35.6 37.0
Kadar Abu g/100g 1.04 1.16 1.28 1.82
Lemak g/100g 5.6 2.1 2.9 1.7
Protein g/100g 7.70 5.95 5.42 5.74
Karbohidra
g/100g 56.56 53.39 54.80 53.74
t
Energi g/100g 307.4 256.3 267.0 253.22
Sumber: Sanful (2011)
sifat fungsional dari tepung komposit yang berpengaruh nyata pada sifat
organoleptik roti yang dihasilkan adalah: daya serap air (water absorption
oleh tepung komposit tersebut. Semakin banyak air yang mampu diserap,
maka akan mampu mengikat air sehingga roti yang dihasilkan akan
terigu:tepung taro (90:10) dirasa yang paling pas, karena memiliki daya
28
serap air yang paling tinggi diantara perlakuan proporsi lainnya. Apabila
proporsi tepung taro yang ditambahkan semakin tinggi, nilai WAC dari
tepung komposit akan menurun, namun kadar air dari roti yang dihasilkan
akan meningkat, hal ini disebabkan karena tepung taro memiliki pola
kristalografi tipe-A. Secara umum, pati tipe-A memiliki heliks ganda yang
padat dalam bentuk ortogonal di daerah kristal dengan hanya 4 molekul air
yang ada di antara rongga heliks ganda yang berdekatan. Hal ini
dalam produk roti akan mempengaruhi kenampakan, mouth feel, rasa, dan
memiliki daya serap minyak yang semakin kecil pula. Hal ini sejalan
tepung taro yang ditambakan maka kandungan lemak yang terdapat pada
roti tersebut juga akan semakin sedikit. Lemak dapat berguna sebagai
flavor retainer dan juga akan berpengaruh terhadap mouth feel yang
dihasilkan dari suatu produk, terutama roti dan produk yang dipanggang
29
terserap tersebut akan mempengaruhi beberapa sifat organoleptik dari roti
yang dihasilkan.
BAB IV
4.1. Kesimpulan
ditambahkan dengan tepung terigu maka akan akan semakin kecil nilai
untuk nilai dari Oil Absorption Capacity (OAC) dan Least Gelation
kadar air dan kadar abu dari roti yang dihasilkan akan mengalami
30
organoleptik dari roti yang dihasilkan, serta karakteristik dari tepung
juga.
4.2. Saran
tepung terigu. Untuk dapat meningkatkan sifat organoleptik dari roti yang
cita rasa tambahan yang diinginkan agar roti dari tepung komposit tepung
DAFTAR PUSTAKA
strength and pH on the foaming and gelation of pigeon pea (Cajanus cajan)
Alcantara, R.M., W. A. Hurtada, andE. I. Dizon. 2013. The Nutritional Value and
7.
31
Bradbury, J. H. and W. D. Holloway. (1988). Chemistry of Tropical Root
253.
Http://www.agrowindo.com/peluang-usaha-budidaya-talas-dan-analisa-
Http://www.factfish.com/statistic/taro%2C%20production%20quantity (diakses
13 April 2018)
32
Jane, J., L. Shen, J. Chen, S. Lim, T. Kasemsuwan, and W. K. Nip. 1992. Physical
and Chemical Studies of Taro Starches and Flours. Cereal Chemistry. 69(5):
528-535.
(Colocasia esculenta), rice (Oryza sativa), pegion pea (Cajanus cajan) flour
upaya reduksi oksalat pada tepung talas (Colocasia esculenta (L.) Schott)
Mudjajanto, E.S. dan L.N. Yulianti. 2007. Seri Agrotekno Membuat Aneka Roti.
33
Njintang, Y. N., C. M. F. Mbofung, and K. W. Waldron. 2001. Effect of
Obiegbuna, J. E., C.N. Ishiwu, P.I. Akubor, andE.C. Igwe. 2014. Effect of
Onwuene, I. C. 1978. The Tropical Tuber Crops. New York:John Willey and
Sons.
Ridal, S. 2003. Karakteristik sifat Fisiko-Kimia tepung dan pati talas (Colocasia
Flour Composite Bread. World Journal Dairy & Food Science. 6(2): 175-
179.
47(2): 503-509.
Standar Nasional.
34
Tattiyakul, J., S. Asavasaksakul, and P. Pradipasena. 2006. Chemical and Physical
U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Kue dan Roti. Jakarta:
Djambatan.
USDA. 2014. National Nutrient Data Base for Standard. Washington D. C: The
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
35