Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

PADA An.A DENGAN KASUS GANGGUAN PERKEMBANGAN


PADA KETERLAMBATAN BICARA
KEPERAWATAN ANAK

Di Poli Anak Rumah Sakit Saiful Anwar Malang


Tanggal 06 April sampai 11 April 2020

Disusun Oleh :
Vivi Noviyanti
( P17220184063 )

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III KEPERAWATAN LAWANG
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Keterlambatan Berbicara dan Resume Keperawatan Anak pada


kasus Gangguan Perkembangan pada Keterlambatan Berbicara, ini diperiksa dan disetujui pada :

Hari :..............................
Tanggal :..............................

Mengetahui,
Mahasiswa

( Vivi Noviyanti )

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
KETERLAMBATAN BICARA ( SPEECH DELAY )

I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Keterlambatan ( speech delay ) bicara dan berbahasa pada anak, menggambarkan
kemampuan (skill) anak yang berkembang, tetapi pada tingkat yang lebih lambat dari
anak-anak yang lain, sebabnya sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Masalah
keterlambatan bicara dan berbahasa ini, bisa ringan, sedang, atau berat.
Menurut Hurlock (1978), dikatakan terlambat bicara apabila tingkat
perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang
umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila pada saat
teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus
menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian dianggap orang lain
terlalu muda untuk diajak bermain.
Sedangkan dalam Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara
adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam menyebutkan
kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga
memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu,
nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.

B. Etiologi
1. Faktor genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bahasa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor lingkungan
3. Sosial ekonomi kurang
Anak dengan keluarga sosial ekonomi kurang akan mengalami keterlambatan dalam
berbahasa karena fasilitas berbahasa dan pendidikan yang rendah pula dari orang tua.
4. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar,
kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-
orang tua.
5. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan / pendapatan keluarga,
pendidikan ayah / ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas
rumah tangga, kepribadian ayah / ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi,
kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak,
angaran, dan lain-lain (Soetjiningsih, 1998).

C. Tanda dan gejala


1. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 1 tahun (12 bulan)
- Menggunakan bahasa tubuh seperti melambaikan tangan ‘good-bye’ atau
menunjuk objek tertentu
- Berlatih menggunakan beberapa konsonan yang berbeda
- Vokalisasi atau melakukan komunikasi
2. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 1-2 tahun
- Tidak memanggil ‘mama’ dan ‘papa’
- Tidak menjawab bila dikatakan ‘tidak’, ‘halo’ dan ‘bye’
- Tidak memiliki satu atau 3 kata pada usia 12 bulan dan 15 kata pada usia 18 bulan
- Tidak mampu mengidentifikasi bagian tubuh
- Kesulitan mengulang suara dan gerakan
- Lebih memilih menunjukkan gerakan daripada berbicara verbal
3. Tanda dan gejala Speech Delay anak usia 2-5 tahun
- Tak mampu menyampaikan kata-kata atau frase secara spontan
- Tak mampu mengikuti petunjuk dan perintah sederhana
- Kurang bunyi konsonan di awal atau akhir kata, seperti ‘aya’ (ayah), ‘uka’ (buka)
- Tidak dipahami bicaranya oleh keluarga terdekat
- Tak mampu untuk membentuk 2 atau 3 kalimat sederhana

D. Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan
yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum
ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal
kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi,
resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi
pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di
otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan
atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut
pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai
proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan
bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.

E. Komplikasi
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap

F. Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem
Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar) sampai
ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi yang berbeda-
beda pada tingkat kekerasan yang berbeda-beda pula responnya ditangkap langsung
oleh sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif
dari pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam
mendeteksi gangguan pendengaran.

2. TES OAE (Oto Acoustic Emission)


Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi terutama
rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke telinga dan
menangkap responnya melalui perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga
tidak menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif.
Biasanya digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat
gangguan di telinga tengah karena OME, OMA atau sensorinerual hearing loss
(SNHL) yaitu kerusakan sel saraf di rumah siput.
3. Tes Tympanometri
Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang
sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan
gerak) gendang telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu
respon aktif dari pasien. Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan
gangguan telinga tengah jika hasil OAE menunjukkan respon negatif.
4. Tes Audiometri
Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara, dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar adalah :
- Audiometri nada murni, Audiometri tutur
Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang
diberikan pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone.
Intensitas nada berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana
suara terkecil yang dapat didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam
desibel (dB) dan dimasukkan ke bentuk audiogram.
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear)
ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi
terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan
memerlukan respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan khususnya untuk anak-
anak.
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada
stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekwensi yang berbeda-beda.
Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri
dari skala desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air conduction) dan skull
vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai
ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Untuk anak–anak biasanya dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji pendengaran
dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk mendapatkan
hasil yang baik. Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran
terutama pada pasien gangguan pendengaran. Sedangkan pada audiometric tutur dites
seberapa banyak kemampuan mengerti percakapan pada intensitas yang berbeda. Tes
terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang diberikan melalui headphone atau
pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus diulangi oleh orang yang dites.
Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang dengan benar dapat
diketahui.
5. TES ASSR (Auditory Steady State Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke otak.
Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni seperti layaknya
tes audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon
langsung dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan
tenang dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih 1 jam.
Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika memang
sulit, diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk mendeteksi gangguan
pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih kecil.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi :
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi

2. Edukasi
a. Motivasi keluarga untuk menstimulasi bahasa, bicara secara intensif
b. Secara teratur membawa anak untuk mengikuti terapi
c. Konseling

H. Pathway

Lingkungan Kerusakan otak Emosi

1. Sosial ekonomi 1. Kerusakan 1. Ibu tertekan


rendah neuromuskuler 2. Gangguan serius
2. Tekanan keluarga 2. Sensori motorik pada orangtua/anak
3. Keluarga bisu 3. Serebral palsi
4. bahasa 4. Masalah persepsi

Masalah pendengaran Gangguan bahasa


Perkembangan
1. Kongenital 1. Ekspresif
terlambat
2. Didapat 2. Reseptik

Gangguan bicara

Keluarga Hubungan sosial Perkembangan

1. Cemas 1. Gangguan
2. Pengetahuan komunikasi verbal
3. Koping keluarga 2. Gangguan bermain Intelegensia
tidak efektif 3. Isolasi social
4. Interaksi sosial
Produktifitas

Resiko ketergantungan

II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SPEECH DELAY


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien
2. Fokus pengkajian pada anak 2- 3 tahun yang mengalami gangguan bicara:
Data Subyektif :
a. Pada anak yang mengalami gangguan bahasa:
- Umur berapa anak saudara mulai mengucapkan satu kata ?
- Umur berapa anak saudara mulai bisa menggunakan kata dalam suatu
kalimat ?
- Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam mempelajari kata baru ?
- Apakah anak anda sering menghilangkan kata-kata dalam kalimat yang
diucapkan.
- Siapa yang mengasuh dirumah
- Bahasa apa yang digunakan bila berkomunikasi di rumah
- Apakah pernah diajar mengucapkan kata-kata
- Apakah anak saudara mengalami kesulitan dalam menyususn kata-kata
b. Pada anak yang mengalami gangguan bicara :
- Apakah anak anda sering gagap dalam mengulang suatu kata
- Apakah anak anda sering merasa cemas atau bingung jika ingin
mengungkapkan suatu ide ?
- Apakah anda pernah perhatikan anak anda memejamkan mata,
menggoyangkan kepala, atau mengulang suatu frase jika diberikan kata-kata
baru yang sulit diucapkan ?
- Apa yang anda lakukan jika hal diatas ditemukan. ?
- Apakah anak anda pernah/sering mengilangkan bunyi dari suatu kata.
- Apakah anak anda sering menggunakan akata-kata yang salah tetapi
mempunyai bunyi yang hampir sama dalam suatu kata ?
- Apakah anda kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda ?
- Apakah orang lain merasa kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda?
- Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi SSP
seperti infeksi antenatal (rubbela syndrome), perinatal (trauma persalinan),
post natal (infeksi otak, trauma kepala, tumor intra kranial, konduksi elektrik
otak)

Data obyektif :

- Kemampuan menggunakan kata – kata


- Masalah khusus dalam berbahasa seperti (menirukan, gagap, hambatan
bahasa, malas bicara ).
- Kemampuan dalam mengaplikasikan bahasa
- Umur anak
- Kemampuan membuat kalimat
- Kemampuan mempertahankan kontak mata
- Kehilangan pendengaran (kerusakan indera pendengaran)
- Gangguan bentuk dan fungsi artikulasi
- Gangguan fungsi neurologis.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran.
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berkomunikasi.
4. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kurangnya kemampuan memori dan
kerusakan sistem saraf pusat.
5. Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
C. Perencanaan

No Diagnosa
Intervensi Rasional
. keperawatan
1. Gangguan 1. Lakukan latihan 1. Latihan bicara yang
komunikasi komunikasi dengan sesuai dengan
verbal memperhatikan perkembangan anak
berhubungan perkembangan mental akan menghindari
dengan anak ekploatasi yang
kurangnya berakibat penekanan
stimulasi bahasa fungsi mental anak.
2. Lakukan komunikasi 2. Komunikasi yang
secara komprehensif komprehensif akan
baik verbal maupun non memperbanyak jumlah
verbal stimulasi yang diterima
anak sehingga akan
memperkuat memori
anak terhadap suatu
kata.
3. Berbicara sambil 3. Bermain akan
bermain dengan alat menigkatkan daya tarik
untuk mempercepat anak sehingga frekwensi
persepsi anak tentang dan durasi latihan bisa
suatu hal. lebih lama
4. Anak lebih suka
4. Berikan lebih banyak mendengarkan kata-akat
kata meskipun anak dari pada mengucapkan
belum mampu karena biasanya
mengucapkan dengan kesulitan dalam
benar. mengucapkan.
5. Untuk mengetahui jenis
5. Lakukan sekrening dan beratnya gangguan
lanjutan dengan serta keterlambatan
mengggunakan Denver dalam berbicara pada
Speech Test. anak.
2. Gangguan 1. Lakukan latihan 1. Agar stimulasi tetap
komunikasi komunikasi, dan diterima anak sesuai
verbal stimulasi dini dengan dengan perkembangan
berhubungan benda-benda atau mental anak yang
dengan dengan menggunakan didasarkan atas
gangguan bahasa isyarat serta kemampuan penerimaan
pendengaran biasakan anak melihat anak terhadap informasi
artikulasi orang tua yang diberikan
dalam berbicara.
2. Ganguan pendengaran
2. Perhatikan kebersihan sering disebabkan oleh
telinga anak adanya hambatan
pendengaran akibat
adanya kotoran
ditelinga.
3. Alat bantu dengar
3. Kolaborasi dengan
diharapkan mampu
rehabilitasi untuk
mengatasi hambatan
penggunaan alat bantu
pendengaran pada
dengar
telinga anak.

3. Kecemasan 1. Gali kebiasaan 1. Untuk dapat menggali


orang tua komunikasi dan efektivitas dan
berhubungan stimulasi orang tua mengetahui kemampuan
dengan terhadap anak. serta usaha yang telah
ketidakmampuan dilakukan oleh orang
anak berbicara tua, untuk mengindari
overlaping tindakan
yang berakibat orang tua
menjadi bosan.
2. Berikan penjelasan 2. Pengikutsertaan keluarga
tentang kondisi anaknya terhadap perawatan anak
secara jelas, serta secara langsung akan
kemungkinan mampu mengurangi
penanganan lanjutan, tingat kecemasan orang
prognose serta lamanya tua terhadap keadaan
tindakan atau anaknya.
pengobatan.

4. Gangguan 1. Lakukan observasi dan 1. Untuk mengetahui


komunikasi pemeriksaan fisik kemungkinan posisi
berhubungan neurologi secara kelainan dalam otak.
dengan mendetail
kurangnya 2. Untuk mengetahui
kemampuan 2. Kolaborasi pemeriksaan kemungkinan kelainan
memori dan EEG pada SSP anak.
kerusakan sistem
saraf pusat.
5. Gangguan 1. Gunakan bahasa yang 1. Untuk memudahkan
komunikasi sederhana dan umum pemahaman
Sehubungan digunakan dalam menghindari stress dan
dengan komunikasi sehar-hari. kebingungan anak yang
hambatan bahasa akibat bahasa yang
berubah-ubah.
2. Gunakan verifikasi 2. Difersifikasi bahasa
bahasa sesuai dengan dapat diberikan jika
tingkat kematangan dan kemampuan mental anak
pengetahuan anak. sudah matang seperti
setelah umur 9 tahun,
karena perkembangan
selsel otak anak sudah
mulai maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.D (2009), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition,
Lippincott, Philadelpia, New York.
th
Kozier Barbara et.al (2012), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5
Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York
th
Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.
Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book, Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai