Disusun Oleh :
Vivi Noviyanti
( P17220184063 )
Hari :..............................
Tanggal :..............................
Mengetahui,
Mahasiswa
( Vivi Noviyanti )
( ) ( )
Kepala Ruangan
( )
LAPORAN PENDAHULUAN
KETERLAMBATAN BICARA ( SPEECH DELAY )
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Keterlambatan ( speech delay ) bicara dan berbahasa pada anak, menggambarkan
kemampuan (skill) anak yang berkembang, tetapi pada tingkat yang lebih lambat dari
anak-anak yang lain, sebabnya sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Masalah
keterlambatan bicara dan berbahasa ini, bisa ringan, sedang, atau berat.
Menurut Hurlock (1978), dikatakan terlambat bicara apabila tingkat
perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang
umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata. Apabila pada saat
teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus
menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang demikian dianggap orang lain
terlalu muda untuk diajak bermain.
Sedangkan dalam Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara
adalah anak yang pada usia 2 tahun memliki kecenderungan salah dalam menyebutkan
kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia 3 tahun, atau juga
memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia 5 tahun. Dan anak yang seperti itu,
nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca.
B. Etiologi
1. Faktor genetik
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bahasa. Seperti sindrom Down, sindrom
Turner yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
2. Faktor lingkungan
3. Sosial ekonomi kurang
Anak dengan keluarga sosial ekonomi kurang akan mengalami keterlambatan dalam
berbahasa karena fasilitas berbahasa dan pendidikan yang rendah pula dari orang tua.
4. Faktor psikososial, antara lain: stimulasi, motivasi belajar, hukuman yang wajar,
kelompok sebaya, stres, sekolah, cinta dan kasih sayang, kualitas interaksi anak-
orang tua.
5. Faktor keluarga dan adat istiadat, antara lain: pekerjaan / pendapatan keluarga,
pendidikan ayah / ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas
rumah tangga, kepribadian ayah / ibu, adat-istiadat, norma-norma, agama, urbanisasi,
kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak,
angaran, dan lain-lain (Soetjiningsih, 1998).
D. Patofisiologi
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan
yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum
ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal
kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi,
resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi
pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di
otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan
atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut
pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai
proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan
bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.
E. Komplikasi
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptif ekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
F. Pemeriksaan Penunjang
1. TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem
Response)
Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar) sampai
ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi yang berbeda-
beda pada tingkat kekerasan yang berbeda-beda pula responnya ditangkap langsung
oleh sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon aktif
dari pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam
mendeteksi gangguan pendengaran.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi :
a. Terapi wicara
b. Terapi okupasi
2. Edukasi
a. Motivasi keluarga untuk menstimulasi bahasa, bicara secara intensif
b. Secara teratur membawa anak untuk mengikuti terapi
c. Konseling
H. Pathway
Gangguan bicara
1. Cemas 1. Gangguan
2. Pengetahuan komunikasi verbal
3. Koping keluarga 2. Gangguan bermain Intelegensia
tidak efektif 3. Isolasi social
4. Interaksi sosial
Produktifitas
Resiko ketergantungan
Data obyektif :
No Diagnosa
Intervensi Rasional
. keperawatan
1. Gangguan 1. Lakukan latihan 1. Latihan bicara yang
komunikasi komunikasi dengan sesuai dengan
verbal memperhatikan perkembangan anak
berhubungan perkembangan mental akan menghindari
dengan anak ekploatasi yang
kurangnya berakibat penekanan
stimulasi bahasa fungsi mental anak.
2. Lakukan komunikasi 2. Komunikasi yang
secara komprehensif komprehensif akan
baik verbal maupun non memperbanyak jumlah
verbal stimulasi yang diterima
anak sehingga akan
memperkuat memori
anak terhadap suatu
kata.
3. Berbicara sambil 3. Bermain akan
bermain dengan alat menigkatkan daya tarik
untuk mempercepat anak sehingga frekwensi
persepsi anak tentang dan durasi latihan bisa
suatu hal. lebih lama
4. Anak lebih suka
4. Berikan lebih banyak mendengarkan kata-akat
kata meskipun anak dari pada mengucapkan
belum mampu karena biasanya
mengucapkan dengan kesulitan dalam
benar. mengucapkan.
5. Untuk mengetahui jenis
5. Lakukan sekrening dan beratnya gangguan
lanjutan dengan serta keterlambatan
mengggunakan Denver dalam berbicara pada
Speech Test. anak.
2. Gangguan 1. Lakukan latihan 1. Agar stimulasi tetap
komunikasi komunikasi, dan diterima anak sesuai
verbal stimulasi dini dengan dengan perkembangan
berhubungan benda-benda atau mental anak yang
dengan dengan menggunakan didasarkan atas
gangguan bahasa isyarat serta kemampuan penerimaan
pendengaran biasakan anak melihat anak terhadap informasi
artikulasi orang tua yang diberikan
dalam berbicara.
2. Ganguan pendengaran
2. Perhatikan kebersihan sering disebabkan oleh
telinga anak adanya hambatan
pendengaran akibat
adanya kotoran
ditelinga.
3. Alat bantu dengar
3. Kolaborasi dengan
diharapkan mampu
rehabilitasi untuk
mengatasi hambatan
penggunaan alat bantu
pendengaran pada
dengar
telinga anak.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.D (2009), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition,
Lippincott, Philadelpia, New York.
th
Kozier Barbara et.al (2012), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5
Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York
th
Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.
Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book, Philadelpia.