OLEH:
Kadek Doni Wiguna
1804551068
Kelas B / Reguler Pagi
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS HUKUM
JIMBARAN
2020
A. JENIS-JENIS KONSUMEN
Dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pengertian
konsumen diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 yang berbunyi; “konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan”. Didalam pengertian tersebut tidak disebutkan jenis konsumen,
tetapi di dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa di dalam kepustakaan
ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Jadi jenis konsumen berdasarkan kepustakaan ekonomi ada dua, yaitu:
1. Konsumen Akhir
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk
2. Konsumen Antara
Sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk
sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau mengkonsumsi barang/jasa yang dapat
mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi bebas
dalam memilih barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti
tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih
barang/jasanya.
Contoh: Ketika sedang belanja online, kita bebas memilih apa yang kita mau dan
mendapatkan apa yang kita mau asalkan uang yang kita miliki cukup. Tentunya kkita
juga berhak mendapatkan barang sesuai apa yang dijanjikan penjual (biasanya dalam
jual beli online barang hanya dideskripsikan, tetapi itu termasuk janji kondisi barang).
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus memperoleh
informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Karena
informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih. Untuk
itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai barang/jasanya.
Contoh: Dalam jual beli online, kita sudah dapat menemukan informasi produk/jasa
tanpa bertanya lagi dengan penjual.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi
suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di barang/jasa yang
diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha
berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi
yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat
dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya.
Contoh: Ketika kita membeli suatu produk secara online dan produk tersebut kita
terima tidak sesuai denga napa yang dijanjikan penjual kepada kita, maka kita berhak
untuk melayangkan keluhan atau sekedar pendapat/saran kepada penjual.
Contoh: Ketika ada sengketa antara penjual dengan konsumen, maka konsumen
berhak advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa, baik itu berupa
berhak ditemani kuasa hukum, hak untuk dilindungi oleh pihak yang berwenang, dan
hak untuk diadili atau penyelesaian sengketa di pengadilan.
Contoh: pembinaan atau pendidikan ini biasanya terdapat di kemasan produk yang
bertuliskan “cara pakai”. Hal tersebut dapat membantu konsumen yang belum tahu
tentang bagaimana penggunaan produk itu sendiri.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Pelaku
usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa
memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial. Lalu
bagaimana dengan perbedaan kelas bisnis dan ekonomi pada maskapai penerbangan?
Atau adanya nasabah prioritas pada bank? Apakah ini merupakan bentuk diskriminasi
karena kekayaan? Menurut saya hal ini bukan diskriminasi. Adanya kelas bisnis atau
nasabah prioritas didasarkan pada hubungan kontraktual. Sebelumnya sudah ada
perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Kalau bayar sedikit, fasilitasnya seperti
ini, kalau nambah uang, fasilitasnya ditambah.
Contoh: contoh paling bagus untuk melihat pelayanan tidak diskriminatif adalah di
pasar online. Karena Ketika kita berbelanja disana, kita diperlakukan sama dan dalam
pasar online tersebut tidak akan terlihat kita dari suku apa, agama apa, dan rasa pa.
Jadi hal tersebut memungkinkan terbentuk pelayanan yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif.
Contoh: Saya sendiri pernah beberapa kali membeli HP di pasar online. Pernah salah
satu pesanan saya tidak sampai ke tangan saya karena di perjalanan pesanan saya
dianggap barang berbahaya oleh distributor. Akhirnya distributor menngembalikan
barang tersebut kepada penjual. Oleh karena kejadian itu, platform online yang saya
pakai untuk membeli barang mengembalikan uang saya karena barang tersebut tidak
sesuai dengan apa yang ada di deskripsi sehingga harus dikembalikan.