Anda di halaman 1dari 23

TRAUMATIC ULCER

LAPORAN STUDI KASUS MINOR

ILMU PENYAKIT MULUT

Disusun oleh:

Yosia Christi Vesara Manurung

160112170091

Pembimbing:

drg. Nafisa

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
JUDUL : TRAUMATIC ULCER-LAPORAN STUDI KASUS MINOR
ILMU PENYAKIT MULUT

PENYUSUN : Yosia Christi Vesara


NPM : 160112170091

Bandung, November 2020

Menyetujui,
Pembimbing

drg.Nafisa
BAB I

PENDAHULUAN

Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas

jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis yang tertutup oleh bekuan fibrin,

menyebabkan penampilan kuning-putih. (Greenberg dan Glick, 2008). Ulser

traumatik dianggap sebagai ulserasi oral yang paling umum meskipun kejadian

yang pasti tidak diketahui (Houston, 2017). Berdasarkan dua penelitian kohort di

Thailand dan Malaysia, dapat dilaporkan bahwa prevalensi ulser traumatik sebesar

13,2% dan 12,4% (Anura, 2014). Ulser traumatik dapat disebabkan oleh bahan

kimia, panas, listrik, atau kekuatan mekanis (Langlais & Miller, 2003). Walaupun

bentuk klinisnya dapat bermacam-macam, tetapi lesi ini biasanya tampak sebagai

ulser soliter yang nyeri, disertai permukaan berwarna putih kekuningan dan

daerah kemerahan tipis di sekitar lesi (Laskaris, 2006).

Dalam makalah ini akan dijelaskan kasus mengenai Traumatic Ulcer

dengan keluhan terdapat sariawan di pipi sebelah kiri sejak 6 hari yang lalu.

Sariawan terjadi akibat pasien dilakukan swab mukosa di bagian pipi. Melalui

anamnesa, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, didapatkan diagnosa traumatic

ulcer. Pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga kesehatan mulutnya, diberi resep

salep triamcinolone acetonide 0,1%.


BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Status Klinik Ilmu Penyakit Mulut

Tanggal pemeriksaan :

I.1.1 Data Pasien (data disamarkan)

Nomor Rekam Medik : 2015-01xxx


Nama Pasien : Nn. Z
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 21 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Marital : Belum Menikah
Alamat : Bandung

I.1.2 Anamnesis

Pasien wanita berusia 21 tahun dating dengan keluhan sakit pada bagian

bawah kanan belakang mulut seperti sariawan setelah tersodok sikat gigi. Riwayat

penyakit keluarga, penyakit sistemik, konsumsi obat, alergi, dan kebiasaan buruk

oral disangkal. Pasien tidak rutin mengalami hal serupa, tidak sedang menstruasi,

tingkat stress rendah, konsumsi buah baik, konsumsi sayur kurang baik, konsumsi

air putih <2l sehari. Pasien sikat gigi dua kali sehari setelah sarapan dan sebelum

tidur. Pasien ingin diobati.

I.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Disangkal
I.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu

Disangkal

I.1.5 Kondisi Umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Suhu : Afebris

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Pernafasan : 20 kali/menit

Nadi : 80 kali/menit

I.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Servikal Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata Pupil isokhor, konjungtiva non-anemis, sklera non-ikterik

TMJ TAK

Bibir TAK

Hidung TAK

Telinga TAK

Wajah Simetri/Asimetri , bukal, cembung


Sirkum Oral TAK

Lain-lain -

I.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan mulut : Baik/Sedang/Buruk Plak +/-

Kalkulus +/- Stain +/-

Gingiva : Pink coral, interdental papillae meruncing, konsistensi

kenyal

Mukosa bukal : lesi ulser ±3 mm, jumlah satu, dasar putih, kedalaman ±1

mm, tepi eritem, teraan gigit di p-m2 kanan dan kiri

Mukosa labial : TAK

Palatum durum : Dalam

Palatum mole : TAK

Frenulum : TAK

Lidah : TAK

Dasar mulut : TAK

Tonsil : T1 – T1

Uvula : 1, normal

Status Gigi :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
I.1.8 Gambar Kasus
I.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

I.1.10 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis : Traumatic ulcer

Diagnosis Banding : Reccurent Aphtous Stomatitis

I.1.11 Rencana Perawatan dan Perawatan

1) Farmakologi

R/

Triamcinolone asetonide 0,1%

Disp. Tube No. I

s. 2dd 1 lit oris

R/

Chlorhexidine 0,2%

Disp. Tube No. I

s. 2dd 1 col oris

2) Non Farmakologi

Pasien diinstruksikan untuk memelihara kebersihan mulut dengan

melakukan sikat gigi 2 kali sehari sehabis sarapan dan sebelum tidur, dan sikat

lidah. Pasien diinstruksikan untuk makan makanan berserat seperti buah-buahan

dan sayuran serta dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 L sehari atau 8

gelas sehari.
I.2 Status Kontrol Ilmu Penyakit Mulut

Tanggal Pemeriksaan :

I.2.1 Anamnesis

Pasien datang untuk kontrol 7 hari setelah kunjungan pertama. Sariawan

sudah tidak terasa sakit dan sudah tidak terlihat. Pasien menyikat gigi dan lidah

dua kali sehari setelah sarapan dan sebelum tidur, melakukan instruksi yang

diberikan yaitu konsumsi buah-buahan dan sayuran, minum 8 gelas sehari, dan

instruksipemakaian obat yang diberikan.

I.2.2

Kelenjar Limfe

Submandibula Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Submental Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Servikal Kiri Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Kanan Teraba +/- Lunak/Kenyal/Keras Sakit +/-

Mata Pupil isokhor, konjungtiva non-anemis, sklera non-ikterik

TMJ TAK

Bibir TAK

Hidung TAK

Telinga TAK

Wajah Simetri/Asimetri , bukal, cembung


Sirkum Oral TAK

Lain-lain -

I.2.3 Pemeriksaan Intraoral

Kebersihan mulut : Baik/Sedang/Buruk Plak +/-

Kalkulus +/- Stain +/-

Plaque score : 11%

Gingiva : Pink coral, interdental papillae meruncing, konsistensi

kenyal

Mukosa bukal : lesi ulser ±3 mm, jumlah satu, dasar putih, kedalaman ±1

mm, tepi eritem, teraan gigit di p-m2 kanan dan kiri

Mukosa labial : TAK

Palatum durum : Dalam

Palatum mole : TAK

Frenulum : TAK

Lidah : TAK

Dasar mulut : TAK

Tonsil : T1 – T1

Uvula : 1, normal

Status Gigi :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
I.2.4 Gambar Kasus
I.2.5 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan

I.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis : Traumatic ulcer

Diagnosis Banding : Reccurent Aphtous Stomatitis

Diagnosis : Cheek biting

Diagnosis banding : Linea Alba

I.2.7 Rencana Perawatan dan Perawatan

Pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan mulutnya dengan sikat

gigi dan lidah 2 kali sehari sehabis sarapan dan sebelum tidur. Pasien

diinstruksikan untuk makan makanan berserat dan bervitamin seperti buah-buahan

dan sayuran serta minum air putih minimal 8 gelas sehari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ulser Traumatik

3.1.1 Definisi

Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas

jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis yang tertutup oleh bekuan fibrin,

menyebabkan penampilan kuning-putih. (Greenberg dan Glick, 2008). Ulser

traumatik adalah lesi oral yang sering terjadi dan dapat disebabkan oleh gigi yang

fraktur atau tajam, restorasi yang kurang baik, instrumen kedokteran gigi, gigitan,

iritasi gigi tiruan, benda asing yang tajam, dan lain-lain (Laskaris, 2006).

Reccurent oral ulceration merupakan kondisi yang banyak terjadi disebabkan

beberapa etiologi, trauma menjadi penyebab yang banyak ditemukan. Lokasi yang

banyak ditemukan antara lain mukosa labial, mukosa bukal, palatum, dan lidah

(Langlais & Miller, 2000).

3.1.2 Etiologi

Traumatik ulser dapat disebabkan oleh bahan kimia, panas, elektrik, atau

gaya mekanis. Trauma mekanis dapat disebabkan ill-fitting denture, tergigit,

abrasi karena sering berkontak dengan gigi yang tajam atau patah, iatrogenik

(seperti terkena alat tajam saat pemeriksaan gigi) (Langlais & Miller, 2000;

Regezi et al, 2012). Bahan kimia dapat menyebabkan ulser rongga mulut karena

sifat asam bahan tersebut atau karena kemampuan bahan berperan sebagai iritan
atau alergen. Bahan medikamen yang mengandung fenol misalnya, dapat

menyebabkan ulser lokal iatrogenik. Ulser rongga mulut karena panas jarang

ditemukan. Perawatan radiasi atau kemoterapi juga dapat menyebabkan ulser

rongga mulut. Etiologi ulser dan mukositis berhubungan dengan banyak faktor

dan melibatkan lima fase biologis yaitu inisiasi, respon kerusakan awal, penguatan

sinyal, ulserasi, dan penyembuhan (Regezi et al, 2012).

Menurut Houston (2017), etiologi ulser antara lain tergigit ketika

berbicara, tidur, atau mengunyah, gigi yang patah, karies, malposisi, protesa yang

tidak tepat, dan trauma mekanis lainnya (seperti terkena alat makan, bahan kimia,

dan panas). Lokasi ulser yang banyak ditemui berdasarkan penyebabnya antar

lain: (Houston, 2017)

1) Trauma mekanis, ulser yang disebabkan trauma mekanis banyak

ditemukan pada mukosa bukal, mukosa labial pada bibir atas maupun bibir

bawah, dan lateral lidah. Kadang dapat juga ditemukan pada mukobukal

fold, gingiva, dan palatum.

2) Elektrik, lesi yang berhubungan dengan panas elektrik sering terdapat pada

bibir dan komisur bibir.

3) Panas, lesi karena panas dari makanan panas sering terdapat pada posterior

mukosa bukal dan palatum.

4) Bahan kimia, lesi karena bahan kimia dapat terjadi pada seluruh bagian

mukosa rongga mulut. Bahan kimia yang dapat menimbulkan lesi seperti

aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrate, dan fenol.


3.1.3 Tampilan Klinis

Ulser akut pada membran mukosa mulut menunjukkan tanda dan gejala

klinis peradangan akut, termasuk tingkat nyeri yang bervariasi, kemerahan, dan

pembengkakan. Lesi ini biasanya tampak sebagai ulkus soliter yang nyeri, dilapisi

eksudat fibrin putih-kekuningan, dikelilingi daerah eritem (erythematous halo).

Lesi teraba lunak saat dilakukan palpasi , dan sembuh secara spontan atau setelah

penyebabnya dihilangkan tanpa pembentukan jaringan parut dalam 6-10 hari.

Sedangkan menurut Houston (2017), permukaan ulserasi biasanya sembuh dalam

10-14 hari, tapi kadang-kadan ulser ini mungkin bertahan lebih lama karena faktor

sistemik. Ulser kronis banyak menyebabkan sedikit rasa nyeri atau tanpa rasa

nyeri. Lesi ini ditutupi oleh membran kuning dan dikelilingi oleh peninggian

margin yang mungkin menunjukkan hiperkeratosis. Indurasi sering dikaitkan

dengan lesi ini, disebabkan oleh pembentukan jaringan parut dan infiltrasi sel

inflamasi kronis. Penyembuhan pada lesi ini lama jika teriritasi, terutama lesi

lidah. Gambaran klinis menyerupai karsinoma dan lesi yang menular. Tempat

predileksi lesi ini adalah lidah, bibir dan mukosa pipi (Laskaris, 2006; Regezi et

al, 2012; Houston, 2017).

Gambar 31.Traumatik ulser kronis (Regezi et al, 2012)


Gambar 3.2 Traumatik ulser akut (Regezi et al, 2012).

3.1.4 Histopatologi

Ulser akut memperlihatkan kehilangan permukaan epitelium yang

digantikan jaringan fibrin berisi neutrophil. Dasar ulser terdapat dilatasi kapiler

dan jaringan granulasi. Regenerasi epitelium dimulai dari bagian tepi ulser,

dengan proliferasi sel di atas jaringan granulasi dan di bawah bekuan fibrin

(Regezi et al, 2012).

Ulser kronis memiliki dasar jaringan granulasi, dengan scar ditemukan

lebih dalam pada jaringan. Regenerasi epitel biasanya tidak terjadi karena trauma

yang berkelanjutan atau karena faktor jaringan lokal yang tidak menguntungkan.

Faktor tersebut berhubungan dengan adhesi yang tidak tepat dari ekspresi molekul

(integrin) atau inadekuat reseptor matriks ekstraselular untuk integrin keratinosit

(Regezi et al, 2012).


Gambar 3.3 Ulser kronis yang menunjukkan jaringan fibrin menutupi dasar

jaringan granulasi yang inflamasi

3.1.5 Diagnosis, Diagnosis Banding, dan Perawatan

Diagnosis ditentukan berdasarkan riwayat lesi dan gambaran klinis. Akan

tetapi, jika lesi bertahan hingga lebih dari 10-12 hari, perlu dilakukan biopsi untuk

menyingkirkan kemungkinan terjadinya kanker. Diagnosis banding untuk ulser

traumatik antara lain karsinoma sel-skuamosa dan lesi ganas lainnya, eosinophilic

ulcer, reccurent aphthous ulcer, Riga–Fede disease, syphilis, tuberculosis,

systemic mycoses (Laskaris, 2006). Meskipun traumatik ulser dapat sembuh

dengan sendirinya, rasa nyeri dapat diobati dengan pemberian kortikosteroid

topikal (Regezi et al, 2012).

3.2 Reccurent Apthous Stomatitis (RAS)

Recurrent aphtous stomatitis (RAS) merupakan suatu kelainan yang terjadi

pada mukosa rongga mulut yang ditandai dengan munculnya ulser yang berulang

dan tidak disertai dengan penyakit lain (Greenberg dan Glick, 2008). RAS sering

terjadi dengan prevalensi 10-30% pada populasi umum. Etiologinya tidak jelas.
Dari bukti yang terakhir ditemukan diketahui bahwa yang memegang peran utama

dalam pathogenesis lesi ini adalah respon imun cell-mediated. Beberapa faktor

predisposisi yang pernah dilaporkan antara lain trauma, alergi, genetik, gangguan

endokrin, stress emosional, defisiensi hematologi dan AIDS. Biasanya ulser

berbentuk bulat atau oval, ulser tidak didahului oleh vesikula (Laskaris, 2006;

Regezi et al, 2016).

RAS diklasifikasikan menjadi minor ulcer, mayor ulcer, dan herpetiform

ulcer. Tipe minor merupakan jenis yang paling banyak ditemui, gambaran

klinisnya berupa ulser bulat, kecil, dan nyeri, ukurannya kecil dengan diameter 3-

6 mm, dasar ulser putih kekuningan, dan dikelilingi tepi eritem (eritemathous

halo), lesi dapat single maupun multiple (dua hingga enam lesi), dapat sembuh

dengan sendirinya tanpa meninggalkan jaringan parut dalam waktu 7-12 hari.

Tipe major memiliki diameter 1-2 cm, terasa nyeri yang dalam, dan dapat

bertahan 3-6 minggu, proses penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut,

jumlah lesi bervariasi (satu hingga lima). Tipe herpetiform memiliki ciri khas

berupa ulserasi kecil, dangkal, dan nyeri, dengan diameter 1-2 mm, jumlah lesi

banyak berkisar 10-100, lesi dapat bersatu membentuk ulser iregular yang lebih

besar, waktu penyembuhan 1-2 minggu tanpa pembentukan jaringan parut. Pada

aphthosis kompleks, RAS dan lesi genital terjadi berbarengan tanpa komponen

penyakit Behcet lainnya (Laskaris, 2006; Regezi et al, 2016).

Daerah yang paling sering terkena adalah mukosa bergerak yang tidak

berkeratin, ditemukan pada lidah, mukosa vestibular, dasar mulut, palatum lunak

dan faucial pillars, tidak ditemukan kulit, vermilion, attached gingiva atau
palatum keras. Diagnosis ditentukan berdasarkan gambaran klinisnya. Perawatan

RAS menggunakan steroid topikal, dalam kasus yang berat terapi dengan injeksi

steroid atau steroid sistemik dalam dosis rendah (10-20 mg prednisone) selama 4

hingga 8 hari dapat meringankan gejala yang timbul (Laskaris, 2006; Regezi et al,

2016).

Gambar 3.4 Reccurent Apthous Stomatitis; (a) Minor Apthous Ulcer, (b) Major

Apthous Ucer, (c) Multiple Herpetiform Ulcer (Laskaris, 2006)

3.4 Karsinoma Sel-Skuamosa

Karsinoma sel-skuamosa rongga mulut memiliki berbagai variasi

penampilan klinis dan dapat menyerupai berbagai penyakit sehingga menyulitkan

penentuan diagnosisnya. Tampilan klinis lesi ini umumnya berupa massa atau

tumor eksofitik yang tidak beraturan. Gambaran klinis dapat berupa patch atau

massa putih atau merah. Lesi ini tidak terasa sakit dengan rolled margins dan

paling banyak ditemukan pada lateral lidah dan dasar mulut. Pada permukaan
tumor dapat terjadi ulserasi, bisa juga tidak, dan teraba ada indurasi saat dilakukan

palpasi. Laki-laki terkena dua kali lebih sering daripada wanita. Karsinoma sel-

skuamosa disebabkan oleh perubahan DNA akibat karsinogen seperti tembakau,

sinar UV, onkogenik, human papillomavirus tipe 16 atau 18. Untuk mendapatkan

diagnosis yang tepat perlu dilakukan biopsy dan pemeriksaan histopatologi.

Secara keseluruhan, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 50%. Prognosis

membaik jika ditemukan pada tahap awal, prognosis buruk jika telah terjadi

metastasis ke kelenjar limfa di sekitarnya (Laskaris, 2006; Regezi et al, 2016).

Gambar 3.5 Karsinoma Sel-Skuamosa pada dasar mulut (Regezi et al, 2016)

Gambar 3.6 Karsinoma Sel-Skuamosa pada gingiva (Regezi et al, 2016)

3.5 Triamcinolone Acetonide 0,1% in Orabase

Perawatan ulser traumatik meliputi eliminasi faktor penyebab dan

penggunaan medikamentosa. Ketika sumber iritasi atau faktor penyebab sudah


dihilangkan, ulser traumatik akan sembuh antara 7 – 10 hari. Jika lebih dari itu

ulser belum sembuh, pasien sebaiknya dikonsulkan kepada dokter spesialis dan

dilakukan biopsi untuk melihat kemungkinan dari karsinoma oral (Langlais, et al.,

2009 ; Cawson dan Odell, 2008).

Triamcionolone acetonide 0,1% in orabase merupakan kortikosteroid

topikal golongan glukokortikoid. Golongan kortikosteroid mampu menghambat

akumulasi sel inflamasi, fagositosis, sintesis dan pelepasan enzim lysosomal, dan

pelepasan mediator inflamasi, sehingga mengurangi atau mencegah reaksi

jaringan terhadap proses inflamasi (Jeske, 2014). Pasta triamcinolone idealnya

harus diterapkan pada malam hari untuk memaksimalkan kontak dengan ulser.

Tergantung keparahannya, bisa diaplikasikan hingga tiga kali sehari. Tidak ada

batas umur untuk penggunaan pasta triamcinolone. Namun, penggunaan pada

anak kecil mungkin sebaiknya dihindari. Produsen memperingatkan agar tidak

digunakan saat kehamilan (Kategori C). Tidak ada interaksi obat karena

diaplikasikan secara local. Produk harus dioleskan dan tidak digosok. Efek

samping yang paling sering terjadi selama menjalani terapi steroid topikal adalah

candidosis, yang dengan mudah dicegah dengan bantuan pengobatan antijamur

dalam bentuk obat kumur chlorhexidine dan miconazole gel (Anne and Lesley,

2003)
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien perempuan berusia 21 tahun datang ke RSGM Unpad dan didiagnosis

mengalami ulser traumatic. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan adanya

sariawan di bagian mulut bawah kanan belakang yang tidak sengaja tersodok dengan

sikat gigi. Pasien mengatakan bahwa sariawan ada sejak 2 hari yang lalu dan akan terasa

sakit ketika makan. Traumatik ulser dapat disebabkan oleh trauma mekanis, ulser

yang disebabkan trauma mekanis banyak ditemukan pada mukosa bukal, mukosa

labial pada bibir atas maupun bibir bawah, dan lateral lidah. Kadang dapat juga

ditemukan pada mukobukal fold, gingiva, dan palatum (Houston, 2009).

Paisen mengeluhkan sariawannya terasa perih dan terasa lebih sakit saat

pasien makan. Hasil pemeriksaan klinis lesi pada mukosa bukal bagian kiri

belakang bawah di regio gigi 45, berbentuk oval, tepi irregular, berwarna putih,

diameter ±0,3 mm, dasar cekung, berjumlah satu, tepi dikelilingi eritem. Hal ini

sesuai dengan yang disebutkan oleh Laskaris (2006) bahwa lesi pada traumatic

ulser tampak sebagai ulkus soliter yang terasa nyeri, dilapisi eksudat fibrin putih-

kekuningan, dikelilingi daerah eritem (erythematous halo).

Pasien diresepkan triamcinolone acetonide 0,1 % in orabase, digunakan

tiga kali sehari setelah sarapan, makan siang, dan sebelum tidur. Meskipun

traumatik ulser dapat sembuh dengan sendirinya, rasa nyeri dapat diobati dengan

pemberian kortikosteroid topikal (Regezi et al, 2012). Triamcinolone acetonide

0,1% in orabase berperan untuk menurunkan respon jaringan terhadap reaksi


inflamasi, mampu menghambat akumulasi sel inflamasi, fagositosis, sintesis dan

pelepasan enzim lysosomal, dan pelepasan mediator inflamasi, sehingga

mengurangi atau mencegah reaksi jaringan terhadap proses inflamasi (Jeske,

2014).

Tujuh hari kemudian pasien datang kembali untuk kontrol. Hasil

pemeriksaan menunjukkan traumatik ulser telah sembuh tanpa meninggalkan

bekas. Lakaris (2006), traumatik ulser akan sembuh dalam waktu 6-10 hari tanpa

meninggalkan jaringan parut.


BAB IV BAB V

SIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis lesi, yang dialami

pasien berupa ulser traumatik, karena trauma pada mukosa setelah dilakukan swab

mukosa. Gambaran klinis lesi pada mukosa bukal bagian kiri belakang bawah di

regio gigi 37, berbentuk oval, tepi irregular, berwarna putih, diameter ±0,5 mm,

dasar cekung, berjumlah satu, tepi dikelilingi eritem, terasa nyeri. Perawatan ulser

traumatik pada pasien dengan triamcinolone acetonide 0,1% in orabase cukup

efektif, ulser dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas dalam 7 hari.


DAFTAR PUSTAKA

Anura, A. 2014. Traumatic oral mucosal lesions: a mini review and clinical
update. OHDM - Vol. 13 - No. 2 - June, 2014. School of Medicine and
Dentistry, James Cook University: Australia.
Greenberg, Martin S. dan Michael Glick. 2008. Burket’s Oral Medicine
Diagnosis & Treatment 11thEd. London: BC Decker Inc.
Houston, G. 2009. Traumatic Ulcers. Available online at
http://emedicine.medscape.com
Jeske, Arthur H. 2014. Mosby’s Dental Drug Reference, 11th ed. USA: Elsevier
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 7thed. New York: Thieme
Langlais, R. P & Craig S. Miller. 2000. Color Atlas of Common Oral Disease
Pratiwi, A. E. 2008. Efek Campuran Kulit dan Daging Aloe Vera 6.25%, 12.5%,
dan 25% Dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Ulserasi Mukosa
Mulut ( Penelitian pada Tikus Model). Jakarta: Universitas Indonesia.
Regezi, A. dan James J. Sciubba, Richard C. K. Jourdan. 2012. Oral Pathology:
Clinical Pathologic Correlations.6th Ed. Elsevier
____. 2016. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlations.7th Ed. Elsevier
Scully, Crispian. 1999. Handbook of Oral Disease: Diagnosis and Management. A
consensus approach. New York: Thieme

Anda mungkin juga menyukai