1. Orde Lama
Demokrasi Liberal (1945-1959)
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Ir. Soekarno yang
menjabat sebagai ketua PPKI dipercaya merangkap jabatan menjadi presiden RI
pertama. Kemudian PPKI membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat dengan
ketuanya Kasman Singodimejo. Komite ini bertujuan untuk membantu tugas-
tugas presiden. Kebebasan dan kemerdekaan untuk berdemokrasi dalam tubuh
KNIP justru membawa pemerintah RI kepada sistem parlementer untuk
menghindari kekuasaan presiden yang terpusat. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober
1945 lahir memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang dari 150 orang
anggota KNIP. Pada tanggal 3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan
membentuk banyak partai atau multi partai sebagai persiapan pemilihan umum
yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946. Tanggal 14 November 1945
terbentuklah susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (demokrasi liberal).
Berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan sistem
demokrasi liberal tidak menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan rakyat
Indonesia, bahkan muncul tanda-tanda perpecahan bangsa yang ditandai dengan
pemberontakan PRRI Permesta, DI/TII yang ingin lepas dari NKRI. Konstituante
tidak berhasil menetapkan UUD sehingga negara dalam keadaan darurat. Untuk
mengatasi, dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem demokrasi liberal
tidak berhasil dilaksanakan di Indonesia karena tidak sesuai dengan pandangan
hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.
3. Reformasi (1998-sekarang)
Kepemimpinan B. J. Habibie dinilai melanjutkan orde baru sehingga tidak
mendapat legitimasi dari rakyat dan kepemimpinannya tidak dapat dipertahankan.
Pada pemilu tahun 1999 muncul K. H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden RI
yang ke-4, yang terpilih secara demokratis di parlemen. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijaksanaan dan
tindakan yang kurang sejalan dengan proses demokratisas, maka pemerintahan
sipilnya terpaksa tersingkir oleh sidang istimewa MPR. Selanjutnya pimpinan RI
beralih ke tangan Megawati Soekarnoputri yang pada waktu itu menjabat sebagai
wakil presiden. Ketidakpuasan rakyat akan pemerintahan presiden ke-5 RI ini
kembali timbul sehingga hampir saja terjadi krisis kepemimpinan.
Pada 2004 dilaksanakan pemilihan umum yang dipilih secara langsung oleh
rakyat. Pemilu ini menempatkan pasangan Soesilo bambang Yudhoyono (SBY)
dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono mempunyai komitmen untuk melaksanakan demokrasi secara nyata
sehingga terwujud masyarakat yang sejahtera seperti yang di ungkapkannya pada
pidato kenegaraannya. Setelah masa kepemimpinan SBY-JK berakhir, diadakan
pemilihan umum kembali secara langsung pada tahun 2009, dan akhirnya
pasangan Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono terpilih sebagai presiden dan
wakil presiden dengan masa jabatan 2009-2014.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa orde baru dan masa reformasi
mengklaim memakai sistem demokrasi pancasila. Demokrasi pancasila bukanlah
demokrasi yang berdasarkan kekuasaan mayoritas. Dalam demokrasi pancasila,
tidak ada satu pun golongan yang boleh semaunya mempertahankan atau
memaksakan pendiriannya sendiri. Demorasi pancasila berbeda dengan demokrasi
liberal yang mengutamakan suara mayoritas dalam mengambil suatu keputusan
ataupun demokrasi terpimpin yang mengutamakan pemimpin dalam mengambil
keputusan.
Sila-sila pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, jadi
demokrasi pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang di
pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
https://www.kompasiana.com/josephineirene/59f348a5b3f5ca11ad025003/demokrasi-
di-indonesia-dulu-hingga-kini?page=all