Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

KEHAMILAN EKTOPIK & KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh :

Mahek Monawar Patel (1102015125)


Athiyyatuz Zakiyah (1102015039)
Nur Hanief (1102015171)
Rossalia Visser (1102015209)
Anggi Larasati (110205023)

Dokter Pembimbing:
dr. Damarizqa Dara S, Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
DEFINISI

Kehamilan ektopik ialah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uterus. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba,
kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal
primer atau sekunder.1

Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik, karena kehamilan di pars
interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan intrauterin, tetapi jelas
bersifat ektopik.1

Kehamilan ektopik ialah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar
endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterine. Kehamilan
ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang implantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu.2

EPIDEMIOLOGI

Kehamilan ektopik menyebabkan kematian ibu di dunia sebesar 28%, sedangkan AKI untuk
negara berkembang sebesar 239/100.000 KH. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Tahun 2013 AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Insiden kehamilan
ektopik meningkat dari1,4%menjadi 2,2% kelahiran hidup. Hasil prasurvey melalui data
medical record, angka kejadian kehamilan ektopik di RSIA Anugerah Medical Center pada
tahun 2015 terdapat 112 kasus (9,02%) kehamilan ektopik dari 1.241 ibu bersalin. 2

KLASIFIKASI
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dibagi dalam beberapa golongan:

a. Tuba Fallopi
1) Pars Instertitialis
2) Isthmus
3) Ampulla
4) Infundibulum
5) Fimbria
b. Uterus
1) Kanalis servikalis
2) Divertikulum
3) Kornua
4) Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abomindal
1) Primer
2) Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus1

Hampir 95% kehamilan ektopik terjadi di daerah daerah tuba falopi. Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1, ampulla merupakan daerah yang paling sering, diikuti oleh
isthmus. Dari 5% sisanya merupakan kehamilan ektopik non-tuba seperti ovarium, rongga
peritoneal, serviks, atau bekas luka operasi Caesar. Pada umumnya kehamilan multifetal
yang terdiri dari implantasi normal disertai dengan implantasi pasangannya yang ektopikal.
Insidensi natural dari kehamilan heterotopik berkisar 1 dari 30.000 kehamilan. Namun,
dengan adanya teknologi reproduksi berbantuan atau disebut assisted reproductive
technologies (ART), tingkat insidensinya meningkat menjadi 1 pada 7000 keseluruhan, dan
diikuti dengan intudksi dapat meningkat menjadi 0,5 hingga 1%.3
Gambar 1. Lokasi implantasi kehamilan ektopik.3

Kehamilan ektopik non tuba

1. Kehamilan ovarium

Impantasi ektopik dari sel telur yang terfertilisasi dalam ovarium kasusnya sangat
jarang. Teknologi pencitraan yang sudah berkembang saat ini dapat membantu
penegakan diagnosis. Faktor resiko serupa dengan kehamilan tuba, akan tetapi
kehamilan ovarium tidak berhubungan dengan riwayat salpingitis. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran ultrasonografi klasik yaitu berupa kista dengan
cincin vaskular ekogenik yang luas disekitar atau didalam ovarium. Penatalaksanaan
dan operasi dapat dilakukan untuk menjaga ovarium.

2. Kehamilan instersisial

Biasanya disebut dengan kehamilan kornua, kehamilan intersisial terimplantasi


pada segmen proksimal dari tuba yang terletak di dalam otot dinding uterus.
Pembengkakkan pada bagian lateral dari ligament insersi disekitar merupakan
penemuan khas dari segi anatomis. Kehamilan pada kornua biasanya baru disadari
setelah beberapa minggu kemudian, dikarenakan otot dari karnu uterus dapat meregang
dan mengakomodasi pembesaran janin. Akibatnya, ruptur pada kehamilan kornua
terjadi pada minggu kehamilan ke-8 dan ke-16 dan sering terjadi perdarahan massif,
bahkan sampai membutuhkan histerektomi.

Tingkat mortalitasnya diperkirakan mencapai 2,5%. Jika terdeteksi sebeum


terjadinya rupture, perlu dilakukan penatalaksanaan segera dan berpotensi berhasil. Jika
dibutuhkan operasi, dapat dilakukan reseksi regio kornua.

3. Kehamilan heterotopik

Kehamilan heterotopik adalah implementasi intrauterus (normal) disertai dengan


implementasi ektopik. Pada jenis ini metotreksat dikontraindikasikan karena potensi
efek detrimental terhadap kehamilan normalnya.

4. Kehamilan abdominal

Kehamilan abdominal berkisar dari 1 dari 10.000 sampai 1 dari 25.000


kelahiran. Kehamilan ini dapat disebabkan oleh impementasi pada area peritoneal atau
implementasi sekunder akibat rupture tuba atau aborsi tuba. Kehamilan abdominal
dapat ditemukan sebelum janin viable, dan pengeluaran merupakan terapi utama.4

ETIOLOGI
Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla tuba. Dari
sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang akhir ini
mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau
menghalangi gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa implantasi terjadi pada endosalping;
selanjutnnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan pada ovum yang dibuahi memberi
predisposisi untuk implantasi di luar kavum uteri.

Pada kehamilan tuba, terdapat beberapa faktor yang dapat menghambat perjalanan
ovum ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi dituba adalah

a. Bekas radang pada tuba


b. Kelainan bawaan pada tuba
c. Gangguan fisiologi tuba
d. Operasi plastic pada tuba
e. Abortus buatan.1

Kondisi yang paling sering adalah salpingitis (50%).5


Faktor Resiko

Lima puluh persen dari wanita yang terdiagnosis kehamilan ektopik tidak mempunyai
faktor resiko sebelumnya. Wanita dengan kehamilan ektopik sebelumnya mempunyai 10%
untuk terjadinya rekurensi. Lalu pada wanita dengan dua atau lebih riwayat kehamilan ektopik
dapat meningkatan rekurensi hingga 25%. Faktor resiko lainnya termasuk kerusakan pada tuba
fallopi, infeksi pelvis dan riwayat operasi pelvis atau tuba fallopi. Pada wanita dengan
kehamilan menggunakan alat reprodukti berbantu dapat meningkatkan kehamilan ektopik.

Sementara penggunaan intrauterine device (IUD) mempunyai resiko yang rendah


terhadap kehamilan ektopik dibandingkan wanita yang tidak menggunakan alat kontrasepsi
dalam bentuk apapun.6

Selain itu, beberapa faktor resiko telah dihubungkan pada kehamilan ektopik, diantaranya
merokok, alat reproduksi berbantuan, usia lebih dari 35 tahun, dan alat kontrasepsi, seperti
pada tabel berikut:

ACOG PRACTICE BULLETIN 2018

1 Riwayat sekali kehamilan ektopik (>10%)

2 Riwayat >1 kehamilan ektopik (>25%)

3 Riwayat PID, operasi tuba, dan trauma tuba

4 Penggunaan assisted reproductive technology

5 Riwayat merokok dan usia > 35 tahun

6 Penggunaan IUD

Tabel 1. Faktor resiko kehamilan ektopik.6, 7


PATOFISIOLOGI

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses
nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa
proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Tuba tidak memiliki lapisan submukosa yang
cukup, sehingga mudigah akan tertanam di epitel. Karena tuba bukan media yang baik untuk
pertumbuhan embrio, maka pertumbuhannya akan mengalami beberapa perubahan:

- Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi


Ovum yang dibuahi akan cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah
terjadi resorbsi total. Pada keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya
haidnya terlambat untuk beberapa hari.
- Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)
Perdarahan dapat terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dengan mudah melepaskan mudigah
dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi seluruhnya atau sebagian. Abortus lumen tuba lebih sering terjadi pada
kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke
arah peritoneum terjadi pada kehamilan pars ismika. Hal ini disebabkan karena pars
ampulari memiliki lumen yang lebih luas sehingga memudahkan untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, dibandingkan dengan bagian ismus yang memiliki lumen sempit.
- Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam keadaan ini dapat terjadi perdarahan dalam rongga perut yang dapat
menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula
perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui
ostium tuba abdominal.

Mekanisme terjadinya cesarean scar pregnancy diperkirakan memiliki patogenesis yang


serupa dengan terjadinya plasenta akreta dan memiliki risiko perdarahan serius yang serupa.
Pada kehamilan ovarium diperkirakan terjadi karena peristiwa yang langka dimana ovum
terfertilisasi bersamaan dengan rupturnya folikel. Pada kehamilan ektopik di abdominal cavity
disebabkan karena ovum yang terfertilisasi keluar dari ujung oviduct dan menempel pada
peritoneum. 3,8,9

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik kehamilan ektopik bervariasi, tergantung bagian tuba yang ruptur (Tabel 10-
2). Gejala awal dan teknik pemeriksaan yang lebih baik memungkinkan untuk dapat
mengidentifikasi kehamilan tuba sebelum ruptur pada beberapa kasus. Umumnya perempuan
tidak menyadari bahwa dirinya hamil atau berpikir bahwa kehamilannya normal, atau
mengalami abortus. Saat ini, tanda dan gejala kehamilan ektopik kadang - kadang tidak jelas
bahkan tidak ada. 10

Gambar 2. Tanda dan gejala kehamilan ektopik 10

Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan
perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut
secara khas.11

Nyeri perut adalah gejala yang paling umum, tetapi keparahan dan sifat nyeri sangat bervariasi.
Tidak ada nyeri patognomonik yang merupakan diagnostik kehamilan ektopik. Nyeri bisa
unilateral atau bilateral dan dapat terjadi di perut bagian atas atau bawah. Rasa sakitnya bisa
tumpul, tajam, atau kram dan terus-menerus atau terputus-putus. Dengan ruptur, pasien
mungkin mengalami peredaan sementara rasa sakit, karena peregangan serosa tuba berhenti.
Nyeri bahu dan punggung, diduga akibat iritasi diafragma hemoperitoneal, dapat
mengindikasikan perdarahan intraabdomen.11

Gejala Klinik Akut

Gambaran klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenorea, nyeri abdomen bagian
bawah, dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umumnya mendahului keluhan perdarahan
pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan dengan cepat menyebar
ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya darah di rongga abdomen. Adanya
darah di rongga perut menyebabkan iritasi subdiafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu
dan kadang-kadang terjadi sinkop. Periode amenorea umumnya 6 - 8 minggu, tetapi dapat lebih
lama jika implantasi terjadi di pars interstisial atau kehamilan abdominal. 10

Pemeriksaan klinik ditandai dengan hipotensi bahkan sampai syok, takikardi dan gejala
peritonism seperti distensi abdomen dan rebound tendemess. Pada pemeriksaan bimanual
ditemukan nyeri saat porsio digerakkan, forniks posterior vagina menonjol karena darah
terkumpul di kavum Douglasi, atau teraba massa di salah satu sisi uterus. 10

Gejala Klinik Subakut

Setelah fase amenorea yang singkat, pasien mengeluh adanya perdarahan pervaginam dan nyeri
perut yang berulang. Sebaiknya, setiap perempuan yang mengalarni amenorea disertai nyeri
perut bagian bawah dicurigai adanya kemungkinan kehamilan ekropik. Pada keadaan subakut,
dapat teraba massa di salah satu sisi forniks vagina. 10

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup pengukuran tanda-tanda vital dan pemeriksaan perut dan
panggul. Seringkali, temuan sebelum ruptur dan perdarahan tidak spesifik, dan tanda-tanda
vital normal. Perut mungkin non-tender atau sedikit tender, dengan atau tanpa rebound. Uterus
mungkin sedikit membesar, dengan temuan yang mirip dengan kehamilan normal. Massa
adneksa dapat diraba hingga 50% dari kasus, tetapi massa bervariasi dalam ukuran, konsistensi,
dan kelembutan. Massa teraba mungkin korpus luteum dan bukan kehamilan ektopik. Dengan
perdarahan ruptur dan intra-abdominal, pasien mengalami takikardia diikuti oleh hipotensi.
Bunyi usus berkurang atau tidak ada. Perut buncit, dengan nyeri tekan yang ditandai dan nyeri
rebound. Adanya nyeri tekan serviks. Seringkali, temuan pemeriksaan panggul tidak memadai
karena rasa sakit.11

DIAGNOSIS

Kehamilan ektopik belum terganggu

1. Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas.
2. Amenorea atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Tanda-tanda kehamilan
muda seperti nausea hanya dilaporkan oleh 10-25% kasus.
3. Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di perut
bawah yang tidak khas, waiaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini
pun masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain, seperti ultrasonografi
dan laparoskopi.
4. Bagaimana pun, mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus
atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut yang apabila terlambat diatasi akan
membahayakan jiwa penderita, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan lebih-
lebih setelah diperiksa dicurigai akan adanya kehamilan ektopik, harus ditangani dengan
sungguh-sungguh dengan menggunakan alat bantu diagnostik yang ada, sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik.1

Kehamilan ektopik terganggu

1. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak (akut) biasanya tidak sulit.
Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang terlambat untuk beberapa waktu atau
terjadi gangguan siklus haid disertai nyeri perut bagian bawah dan tenesmus. Dapat terjadi
perdarahan pervaginam.
2. Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada pemeriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri
raba.
3. Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau
menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal
ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung
lambat. Daiam keadaan demikian, alat bantu diagnostik amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.1

Hasil negatif pada pengukuran kadar beta-hCG akan menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
spesifisitas lebih 99%. Pada 85% kasus, kehamilan dengan janin intrauterin akan menunjukkan
peningkatan kadar beta-hCG dua kali lipat dalam 48 jam. Pengukuran kadar beta-hCG serum
bersama dengan pemeriksaan USG dapat membantu untuk membedakan abortus dan
kehamilan ekropik sampai 85% kasus, laparoskopi umumnya digunakan untuk konfirmasi.
Gambaran USG panggul menunjukkan kehamilan tuba pada 2% kasus atau bila terdapat
gambaran cairan bebas intraperitoneal, tetapi terutama umuk membantu menyingkirkan
kehamilan intrauterin. Bila tidak ditemukan gambaran keharnilan ektopik, dapat dilakukan
kuret dan bila basil pemeriksaan histoparologi rnenunjukkan adanya reaksi desidua dan
fenomena Arias-Stella, menjadi dasar untuk melakukan laparoskopi.10

Gambar 3. Pemeriksaan untuk mendeteksi kehamilan ektopik10

Alat Bantu Diagnostik

1. Tes kehamilan

Pemeriksaan hCG pada kehamilan intrauterine dan kehamilan ektopik:

Uji kehamilan didasarkan pada adanya produksi korionik gonadotropin (hCG) oleh sel-sel
sinsisiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini disekresikan ke dalam sirkulasi ibu hamil
dan diekskresikan melalui urin. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dapat dideteksi pada
sekirar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan ekskresinya sebanding meningkatnya usia
kehamilan di antara 30 - 60 hari. Produksi puncaknya adalah pada usia kehamilan 60 - 70 hari
dan kemudian menurun secara bertahap dan menetap hingga akhir kehamilan seteiah usia
kehamilan 100 - 130 hari. Pemeriksaan kuantitatif hCG cukup bermakna bagi kehamilan.
Kadar hCG yang rendah ditemui pada kehamilan ektopik dan abortus iminens. Kadar yang
tinggi dapat dijumpai pada kehamilan majemuk, mola hidatidosa, atau korio karsinoma. Nilai
kuantitatif dengan pemeriksaan radio immunoassay dapat membantu untuk menentukan usia
kehamilan1.

Level serum β-HCG berkorelasi dengan ukuran dan usia kehamilan dalam pertumbuhan
embrionik normal. Pada kehamilan normal, level β-HCG berlipat ganda setiap 48-72 jam
hingga mencapai 10.000-20.000mIU / mL. Pada kehamilan ektopik, kadar β-HCG biasanya
meningkat lebih sedikit15.

Pada kehamilan intrauterin awal yang sehat, kadar serum β-HCG berlipat ganda kira-kira setiap
2 hari (1,4-2,1 d). Kadar et al menetapkan bahwa batas bawah kisaran referensi dimana serum
β-HCG harus meningkat selama periode 2 hari adalah 66%. Misalnya, pasien hamil dengan
kadar β-HCG serum 100 mIU / mL harus memiliki kadar β-HCG serum minimal 166 mIU /
mL 2 hari kemudian. Menurut penelitian Kadar et al, peningkatan β-HCG kurang dari 66%
akan dikaitkan dengan kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan ekstrauterin. Namun,
ingatlah bahwa 15% kehamilan intrauterin yang sehat tidak meningkat sebesar 66% dan bahwa
13% dari semua kehamilan ektopik normalnya telah meningkatkan kadar β-HCG setidaknya
66% dalam 2 hari.15

Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk mengetahui
ada atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dalam air kemih. Jaringan
trofobias kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang ringgi. Apabila tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 25 iu/I, maka 90-100%
kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif. Tes kehamilan dengan antibodi
monoklonal mempunyai nilai sensitifitas kurang lebih 50 mlU/ml dan dalam penelitian
dilaporkan 90-96% kehamilan ektopik memberi hasil yang positif. Satu hal yang perlu diingat
ialah bahwa faktor sensitifitas tersebut dipengaruhi oleh berat jenis air kemih yang diperiksa.
Yang lebih penting lagi ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat membedakan kehamilan
intrauterin dengan kehamilan ektopik1.

2. Kuldosentesis. sudah jarang digunakan

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Hasil positif apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku
atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterin.
Untuk memudahkan pengamatan sifat darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan pada
kain kasa.1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah perforasi usus yang sebelumnya telah membentuk
perlekatan di kavum dauglas. Pada abortus iminens dengan uterus retrofleksi dapat terjadi
tertusuknya uterus. Kalau pada kuldosentesis tidak berhasil dikeluarkan cairan dan kemudian
dilakukan pemeriksaan ultrasonografik, akibat tindakan kuldosentesis tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dalam kavum Douglas yang dapat menyebabkan penilaian yang
salah dalam gambaran ultrasonografik seolah-olah suatu hemoperitoneum akibat kehamilan
ektopik terganggu.1

3. Ultrasonografi

Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa
kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin adalah
1:30.000 kasus, maka dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan
ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.1`

Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui pemeriksaan ultrasonografik ialah apabila


ditemukan kantung gestasi di luar uterus yang didalamnya tampak denyut jantung janin. Hal
ini hanya terdapat pada kurang lebih 5% kasus kehamilan ektopik.1

Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik. Gambaran
yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di kavum Douglas. Tidak
jarang dijumpai hematokel pelvik yang dalam gambar ultrasonografik akan tampak sebagai
suatu masa ekhogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi
yang tidak tegas.1

4. Laparoskopi

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik,
apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukan laparotomi.1

TATALAKSANA
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah
dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.12

A. TERAPI BEDAH
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan
demikian beberapa hal harus dipehatikan dan dipertimbangkan yaitu; kondisi penderita saat
itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi
anatomik organ pelvis, kemampuan tehnik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan
teknologi fertilisasi invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukanpembedahan konservatif
dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi
penderita buruk, misalnya dalam keeadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.8
Gambar 4. Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik8

Salpingostomi

Tindakan ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang panjangnya biasanya kurang dari
2 cm dan terletak di sepertiga distal tuba uterina. Dibuat insisi linier 10 sampai 15 mm dengan
kauter jarum unipolar di tepi antimesenterik di atas kehamilan. Hasil kehamilan biasanya akan
menyembul dari insisi dan akan mudah dikeluarkan atau dibilas dengan menggunakan irigasi
tekanan tinggi yang menghilangkan jaringan trofoblastik secara lebih bersih. Perdarahan ringan
dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan insisi dibiarkan tidak dijahit agar sembuh dengan
secara secondary intention.

Salpingektomi

Reseksi tuba mungkin dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak ruptur. Ketika
mengeluarkan tuba uterina, perlu dilakukan eksisi baji di sepertiga luar (atau kurang) bagian
interstitium tuba. Tindakan yang disebut sebagai reseksi kornu dilakukan sebagai upaya untuk
meminimalkan angka kekambuhan kehamilan di puntung tuba.

B. TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta
segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya
yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea,
zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston
(RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai
pilihan untuk terapi obat.13

METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.
Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai
diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi. Perdarahan
intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian methotrexate. Ukuran
dari massa ektopik juga penting dan methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan
itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa
tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU.
Kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati
atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptic.3

Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium
darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan
dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB
IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8.
Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma
dalam rata- rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG,
kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.13

Kadar B-hCG serum digunakan untuk memantau respon terhadap terapi medis ataupun
bedah. Setelah dilakukan salpingostomi linier, kadar B-hCG serum turun cepat dalam
beberapa hari dan kemudian secara lebih bertahap dengan waktu resolusi rerata sekitar 20
hari. Sebaliknya, setelah pemberian methotrexate dosis tunggal, kadar B-hCG serum
rerata meningkat selama 4 hari pertama, dan kemudian turuhn bertahap dengan waktu
resolusi rerata 27 hari.7

Pemantauan terapi methotrexate dosis tunggal mengharuskan pemeriksaan B-hCG serum


pada hari ke-4 dan ke-7 untuk melihat apakan diperlukan methotrexate dosis kedua.
sedangkan untuk pemberian methotrexate dosis bervariasi, kadar B-hCG diukur dengan
interval 48 jam sampai kadar tersebut turun lebih dari 15 persen. Setelah terapi berhasil,
kadar B-Hcg serum diperiksa setiap minggu sampai tidak terdeteksi. Terapi dianggap
gagal jika kadar B-hCG mendatar atau meningkat ataupun terjadi rupture tuba.7

KOMPLIKASI

Komplikasi kehamian ektopik terganggu Menurut Saifuddin (2008) kehamilan ektopik ini akan
mengalami abortus atau rupture apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi (misalnya di tuba). Tanpa intervensi bedah, kehamilan ektopik yang rupture dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa (≥ 0,1 % mengakibatkan kematian ibu).
Infeksi sering terjadi setelah rupture kehamilan ektopik yang terabaikan.14

PROGNOSIS

Kematian yang disebabkan karena kehamilan ektopik terganggu cendurung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Bila pertolongan terlambat, angka kematian
dapat tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dialporkan antara 0 – 14.6%. untuk
perempuan dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis.8
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H, dkk, 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta. Hal:198.

2. Kristianingsih A dan Halimah Anis, 2018. Hubungan Keterpaparan Asap Rokok dengan
Kejadian Kehamilan Ektopik Di RSIA Anugerah Medical Center Kota Metro tahun 2016.
Jurnal kebidanan vol 4, No 1, Januari 2018: 30-33

3. Cunningham FG, et al, Williams Obstetrics 24th Ed, McGraw-Hill Education, 2014
4. Casanova R, et al, Beckmann and Ling’s Obstetrics and Gynecology 8th Ed, Wolter Kluwer,
2019
5. Smith RP, et al, Netter’s Obstetrics & Gynecology 3rd Ed, Elsevier, 2018

6. The American College of Obstetricians and Gynecologists, ‘Tubal Ectopic Pregnancy’,


ACOG PRACTICE BULLETIN, 2018 Feb 131(2): e65

7. Hoffman BL, et al, Williams Gynecology 3rd Ed, McGraw-Hill Education, 2016
8. Prawirohardjo, S., 2005, Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan, Jakarta Pusat : Yayasan
Bina Pustaka.
9. Kumar, V., et al. 2013. Ectopic Pregnancy in Robbins Basic Pathology 9th edition.
Philadelphia: Elsevier.

10. Rauf, S., et al. Gangguan bersangkutan konsepsi. Ilmu kandungan edisi ketiga. Jakarta.
2011. Hal 205 – 206.

11. Voedisch, A., et al. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. Berek & Novak’s
Gynecology 15th edition. Philadelphia. 2012. P 619.

12. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan, 2008.
Edisi III. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
13. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta..hal 323-338.
14. Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi 9.
Jakarta : EGC

15. Sepilian, V., et al. 2017. Ectopic pregnancy workup. Diakses dari:
https://emedicine.medscape.com/article/2041923-
workup?src=mbl_msp_android&ref=share#c8

Anda mungkin juga menyukai