Anda di halaman 1dari 19

Diagnosis dan Penatalaksanaan Thalasemia

Febriana Loto Patandianan

102016056 /D1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.7 Jakarta Barat 11510

Email: patandianan.febriana@gmail.com

Abstrak

Salah satu penyakit akibat kelainan darah adalah thalasemia. Thalassemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orangtua kepada anak-anaknya secara
resesif menurut hukum mendel. Talasemia pertama kali dijelaskan oleh cooley ( 1925 ) yang
ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia. Gen Thalasemia sangat luas tersebar dan
kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi
utama meliputi daerah-daerah perbatasan laut medeterania, sebagian besar Afrika Timur Tengah,
sub benua India dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia  atau
Yunani dan 0,5 dari kulit hitam Amerika membawa Gen untuk thalasemia. Dibeberapa daerah
Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen talasemia. Saat ini
thalassemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak di dunia, termasuk Indonesia. Di
Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalassemia sekitar 5-6 persen dari jumlah
populasi.

Abstract
One disease in blood is due to thalassemia.Thalassemia is anemia disease streptococcus
hereditary derived from parents in according to their recessive mendel laws.Thalassemia first
described by cooley ( 1925 ) found he of italian descent.Thalasemia very broad genes is
widespread this disorder believed to be the greatest prevalen a genetic disease.Distribution
covering the border area medeterania main sea, most east central africa, sub the indian
subcontinent and southeast asia.Of 3 % to 8 % of of italian descent or greece and 0,5 of black
american carries the genes to talesemia.Several province of asia southeast as many as 40 % of
the population have a or more genes thalassemia.Now thalassemia is hereditary disease, most in
the world including indonesia.In indonesia, of the nature of the number of thalassemia about 5-6
percent of the total population.
Pendahuluan

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksuddengan laut
tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal didaerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua
kepada anak. Thalassemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang
berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merahyang
mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Thalassemia terutama
menimpa keturunan Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika.Ada dua jenis thalassemia
yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskandengan cara yang sama. Penyakit ini
diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalassemia. Seseorang
yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan
thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat.
Seseorang yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan
mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan
anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit thalassemia, adalah
sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir
sebagai pembawa.1 Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa
keturunan AsiaTenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi
baru lahir.Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita
penyakitbeta thalassemia. Pada makalah ini akan dibahas mengenai apa saja jenis thalasemia,
bagaimana tatalaksana, prognosis dan komplikasi yang akan timbul.

Pembahasan

Definisi

Thalasemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara


umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida
hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(α, β, γ), dua kategori
utamanya adalah thalassemia α dan β.
Klasifikasi

Secara klinis, thalassemia dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

 Thalasemia mayor, yang sangat tergantung pada transfusi,


 Thalasemia minor, tanpa gejala (asimtomatik),
 Thalasemia intermedia, gejala diantara thalasemia β mayor dan minor

Berdasarkan rantai asam amino yang terkena, thalasemia digolongkan menjadi 2 jenis
utama, yaitu :

A. THALASEMIA-α (melibatkan rantai alfa)


Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pada bayi yang baru lahir masih terdapat
jumlah HbF(α2γ2) yang masih cukup tinggi. Pada usia 20 hari sesudah kelahiran, kadar
HbF akan menurun dan setelah 6 bulan, kadarnya akan menjadi normal seperti orang
dewasa. Selanjutnya pada masa tersebut akan terjadi konversi HbF menjadi HbA(α2β2)
dan HbA2 (α2δ2).
Pada kasus thalassemia α, akan terjadi mutasi pada kromosom 16 yang
menyebabkan produksi rantai globin α (memiliki 4 lokus genetik) menurun, yang
menyebabkan adanya kelebihan rantai globin β pada orang dewasa dan kelebihan rantai γ
pada newborn. Derajat thalassemia α berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi
(semakin banyak lokus yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi).

Thalassemia α dibedakan menjadi :

1. Silent Carrier Thalassemia α (Thalassemia-2-α Trait)


Delesi satu gen globin α menyisakan tiga gen globin α fungsional (-α/ α α α),
menyebabkan sindrom silent carrier. Gambaran klinis normal. Tidak ditemukan
kelainan hematologis. Tidak ada cara yang pasti untuk mendiagnosis silent carrier
dengan criteria hematologis. Bila diperlukan, dapat dilakukan studi gen.

2. Thalasemia-α Minor (Trait)


Thalasemia-α trait berupa bentuk homozigot-α+ (-α/- α) atau heterozigot- α0 (- - / αα).
Sindrom ini menunjukkan tampilan klinis normal, anemia ringan dengan peningkatan
eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat dilahirkan, HB Bart’s dalam rentangan
2-10%. Biasanya pada penderita dewasa tidak ditemukan HbH (β4).

3. HbH Disease
HbH disease biasanya disebabkan oleh hanya adanya satu gen yang memproduksi
rantai globin α (- -/ - α) atau dapat juga disebabkan oleh kombinasi α0 dengan Hb
Constant Spring (- -/ αcs α).
Penderita mengalami anemia hemolitik kronik ringan sampai dengan sedang,
dengan kadar Hb terentang antara 7-10 g% dan retikulosit antara 5-10%. Limpa
biasanya membesar. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid. Selain itu
retardasi mental dapat terjadi. Krisis hemolitik dapat menjadi penyebab terdeteksinya
kelainan ini, karena penderita HbH disease biasanya menunjukkan gambaran klinik
yang normal.
Eritrosit menunjukkan mikrositik hipokrom dengan poikilositosis yang nyata,
termasuk sel target. Badan inklusi (heinz bodies) mengubah bentuk dan sifat
viskoelastik eritrosit, menyebabkan umur eritrosit menurun. Splenektomi sering
memberikan perbaikan.

4. Hydrops Fetalis
Thalasemia-α homozigot (- -/- -) tidak dapat bertahan hidup karena sintesis rantai
globin- α tidak terjadi. Bayi lahir dengan hydrops fetalis, yakni edema disebabkan
penumpukan cairan serosa dalam jaringan fetus akibat anemia berat. Hb Bart’s
mempunyai afinitas oksigen yang tinggi, sehingga tidak dapat membawa oksigen ke
jaringan. Fetus dapat bertahan hidup karena adanya Hb Portland, tetapi Hb jenis ini
tidak dapat mendukung tahap berikutnya pertumbuhan fetus,dan akhirnya fetus
meninggal karena anoksia.
Bayi dilahirkan premature, kemudian meninggal beberapa saat kemudian.Fetus
menunjukkan anemia, edema, asites, hepatosplenomegali berat dan kardiomegali.
Pada saat bayi lahir menunjukkan anemia mikrositik hipokrom. Rongga sumsum
tulang melebar dengan hyperplasia eritroid yang nyata. Hal ini menunjukkan
eritropoiesis ekstramedular.2
B. THALASEMIA-β
Beta thalassemia juga sering disebut Cooley’s anemia. Thalassemia β terjadi karena
mutasi pada rantai globin β pada kromosom 11. Thalassemia ini diturunkan secara
autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat dasar mutasi. Mutasi
diklasifikasikan sebagai (βo) jika mereka mencegah pembetukan rantai β dan (β+) jika
mereka memungkinkan formasi beberapa rantai β terjadi. Produksi rantai β menurun atau
tiadk diproduksi sama sekali, sehingga rantai α relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk
tetramer. Kumpulan rantai α yang berlebihan tersebut akan berikatan dengan membran
sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan kerusakan membran. Pada konsentrasi
tinggi, kumpulan rantai α tersebut akan membentuk agregat toksik. Thalassemia β
diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pembawa Sifat Tersembunyi (Silent Carrier) Thalasemia-β


Pembawa sifat tersembunyi adalah penderita thalasemia dengan variasi mutasi β yang
heterogen, dimana hanya sedikit terjadi gangguan produksi rantai-β, sehingga
dihasilkan rasio yang hampir normal antara globin β dan α, tanpa emnyebabkan
kelainan hematologis. Tampilan klinis normal dengan kadar haemoglobin normal,
kadar HbA2 normal dan kemungkinan adanya mikrositosis yang sangat ringan.

2. Thalasemia- β Minor (Trait)


Tampilan klinis normal dan ditemukan pada sedikit penderita dengan hepatomegali
dan spenomegali.
Pada penderita thalasemia- β minor biasanya ditemukan anemia hemolitik ringan
yang tidak bergejala (asimtomatik). Kadar haemoglobin biasanya antara 10-13 g%
dengan jumlah eritrosit normal atau sedikit tinggi. Darah tepi menunjukkan gambaran
mikrositik hipokrom., pokilosistosis, sel target dan eliptosit. Sumsum tulang
menunjukkan hyperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang
sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2 tinggi (antara 3,5-8%). Kadar HbF
biasanya terentang antara 1-5%.
3. Thalasemia- β Mayor
Thalasemia- β mayor biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 2
tahun dengan klinis anemka berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan
hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi
peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata karena rongga
sumsum tulang mengalami ekspansi akibat hyperplasia eritroid yang ekstrim.
Kadar Hb rendah mencapai 3 atau 4 g%. Eritrosit hipokrom, sangat
poikilositosis, termasuk sel target, sel teardrop, dan eliptosit. MCV terentang antara
50-60 fL. Hitung retikulosit berkisar antara 1-8%, dimana nilai ini berkaitan dengan
hiperlasia eritroid dan hemolisis yang terjadi. Pada elektroforesis Hb menunjukkan
terutama HbF, dengan sedikit peningkatan HbA2. Sedangkan HbA dapat tidak ada
sama sekali atau menurun. Besi serum sangat meningkat, tetapi total iron binding
capacity (TIBC) normal atau sedikit meningkat. Saturasi transferin 80% atau lebih.
Feritin serum biasanya meningkat.

4. Thalasemia- β Intermedia
Thalasemia β intermedia adalah penderita thalasemia yang dapat mempertahankan
haemoglobin minimum 7 g% atau lebih tinggi tanpa mendapat transfusi.
Morfologi eritrosit pada thalasemia intermedia menyerupai thalasemia mayor.
Elektroforesis Hb dapat menunjukkan HbF 2-100%, HbA2 sampai dengan 7% dan
HbA 0-80%, bergantung pada fenotip penderita. Gambaran klinis bervariasi dari
bentuk ringan, walaupun dengan anemia sedang, sampai anemia berat.2

Etiologi

Thalasemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa
oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin. Hemoglobin
terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin α dan globin β. Protein globin
tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda, globin α diproduksi oleh
kromosom 16, sedangkan globin β oleh kromosom 11.2,3 Apabila satu atau lebih gen yang
memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi
protein globin yang menyebabkan thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan
penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit
beta-thalassemia.

Epidemiologi

Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia  atau Yunani dan 0,5 dari kulit hitam
Amerika membawa gen untuk Talasemia. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari
populasi mempunyai satu atau lebih gen talasemia. Saat ini thalassemia merupakan penyakit
keturunan yang paling banyak di dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah
pembawa sifat thalassemia sekitar 5-6 persen dari jumlah populasi.2

Patofisiologi

Thalasemia- β

Pada thalasemia- β, dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi berlebihan
rantai- α. Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai globin
α2 γ2, (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi α2β (HbA). Hal ini menunjukkan
bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ tidak pernah dapat mencukupi untuk mengikat
rantai α yang berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan cirri khas pada pathogenesis
thalasemia- β.

Kemudian rantai α yang berlebihan, yang tidak berikatan dengan rantai globin lainnya,
akan berpresipitasi pada precursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam sel
progenitor dalam darah tepi. Presipotasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan precursor
eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif sehingga umur eritrosit lebih pendek. Yang akan
mengakibatkan timbulnya anemia. Anemia ini lebih lanjut akan menjadi proliferasi sumsum
eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga terjadi ekspansi
sumsum tulang. Hal inilah yang menyebabkan deformitas skeletal dan berbagai gangguan
pertumbuhan dan metabolisme. Pada splenomegali, makin banyak sel darah merah abnormal
yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit. Hiperplasia sumsum
tulang kemudian akan meningkatan absorpsi dan muatan besi.
Thalasemia-α

Patofisiologi thalasemia α umumnya sama dengan yang dijumpai pada thalasemia β kecuali
beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) atau mutasi (T) rantai globin- α. Hilangnya gen
globin- α tunggal (-α/ α α atau α T α/ α α) tidak berdampak pada fenotip. Sedangkan thalasemia-2
α homozigot (-α/- α) atau thalasemia-1 α heterozigot (α α/- -) member fenotip thalasemia- β
carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin- α memberi fenotip tingkat penyakit berat menengah
(moderat), yang dikatakan sebagai HbH disease. Sedangkan Thalasemia-α0 homozigot (- -/- -)
tidak dapat bertahan hidup, disebut sebagai Hb-Bart’s hydrops syndrome.4

Manifestasi Klinis

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan, khusunya anemia hemolitik. Pada bentuk yang lebih
berat, khususnya thalassemia β mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit
(ulkus/ borok), batu empedu, serta pembesaran hati dan limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif
bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-
tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Pada anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat
besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung.

1. Thalassemia-β
Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :

- Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.


- Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi
darah.
- Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.

a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)


Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup
tanpa ditransfusi.

- Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,
haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi.
- Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan
fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah.
Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk. F acies cooley adalah ciri khas thalasemia
mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
- Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai
umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi
dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan
splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak
pada masa dewasa.

c. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)


Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

2. Thalassemia-α

a. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s


Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta
kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai
toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat
membahayakan sang ibu.

b. HbH disease
Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali,
sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang dekat
dengan cluster gen-α pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster gen-α.
Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil, atau
terpapar dengan obat-obatan oksidatif.

c. Thalassemia α Trait/ Minor


Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.

d. Sindrom Silent Carrier Thalassemia


Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.5

Diagnosis Thalasemia

a. Anamnesis
- Tanyakan keluhan utama
- Riwayat perkembangan penyakit pasien
- Tanyakan riwayat keluarga dan keturunan.
- Adakah keluhan lain yang dialami.
- Tanyakan tentang test darah yang pernah diambil sebelumnya.
- Apakah nafsu makan berkurang

b. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan tanda-tanda vital
- Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas
- Gangguan pertumbuhan tulang +/-
- Ikterik +/-
- Palpasi: biasanya ditemukan hepatosplenomegali
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil tes mengungkapkan informasi penting, seperti jenis thalassemia. Pengujian yang
membantu menentukan diagnosis Thalassemia meliputi:

1. Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT


Sel darah diperiksa bentukn, warna dan ukuran untuk mengetahui apakah mengalami
thalasemia dan jenis apa. Tes darah yang mengukur jumlah besi dalam darah (tes
tingkat zat besi dan feritin tes). Sebuah tes darah yang mengukur jumlah berbagai jenis
hemoglobin (elektroforesis hemoglobin). Dokter sering mendiagnosa bentuk yang
paling parah adalah thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's. Kadar Hb adalah 7 ±
10 g/ dL. Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom mikrositik,
anisositosis, dan poikilositosis (target cell dan tear drop cell).

Gambar 1: Tear drop cell dan target cell pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi
penderita thalasemia3

2. Elektroforesis Hemoglobin
Elektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur berbagai jenis protein
pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada orang dewasa normal, molekul
molekul hemoglobin membentuk persentase hemoglobin total seperti berikut :
HbA : 95% - 98% ; HbA2 : 2% -3% ; HbF : 0,8% sampai 2%; HbS : 0%; HbC : 0%
- Pada thalasemia-beta: HbA2 dan HbF meningkat, HbA menurun/tidak ada sama
sekali
- Pada thalasemia-alfa: HbF tidak meningkat/tidak ada sama sekali.

3. Indeks Eritrosit
Pemeriksaan indeks eritrosit terdiri dari 3 jenis permeriksaan, yaitu Mean Corpuscular
Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk pemeriksaan ini diperlukan data mengenai
kadar Hb (g/dL), nilai hematokrit (%), dan hitung eritrosit (juta/uL).2

4. Pemeriksaan Rontgen
Foto Rontgen tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks. Pada foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang terlihat perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.

Gambar 2: Tampak gambaran hair on end pada pasien thalasemia4

Diagnosis Banding

1. Hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh gangguan
pembentukan molekul hemoglobin. Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu
hemoglobinopati structural dan thalasemia.

Pada hemoglobinopati struktural, salah satu asam amino yang lazim pada rantai
globin digantikan oleh asam amino lainnya, sehingga menyebabkan produksi rantai
globin tidak efektif yang mengakibatkan terjadinya anemia. Beberapa kelainan yang
termasuk hemoglobinopati structural adalah sindrom sickle cell, haemoglobin dengan
afinitas oksigen yang berubah, dan haemoglobin tidak stabil.2
- Sindrom Sickle Cell
Pada HbS asam amino valin pada posisi ke-6 gen globin beta digantikan oleh
asam amino glutamate, sehingga timbul anemia sickle cell. HbS dapat bersifat
heterozigot, homozigot, atau heterozigot ganda dgn hb-pati lainnya HbS banyak
dijumpai di Amerika.
Gejala klinis dimulai pada umur 6 bulan
Timbul akibat :
1. Anemia
2. Vasooklusi :
 nyeri sendi, nyeri tulang, nyeri abdomen karena infark limpa, ulkus kaki di
sekitar maleolus (75% kasus), hematuria akibat infark ginjal
 Infark limpa : mudah terinfeksi à pneumokokus, hemofilus, salmonella
 Splenomegali pd anak à dewasa mengecil krn infark berulang

2. Anemia ec Defisiensi Besi


Adalah  anemia yang disebabkan oleh kurangnya persediaan besi untk eritropoiesis,
karena cadangan besi kosong (depleted iron store) sehngga pembentukan hemoglobin
berkurang. Etiologi Anemia defisiensi besi secara umum dapat disebabkan oleh
kekurangan asupan besi, gangguan penyerapan besi, serta kehilangan besi akibat penyakit
tertentu.

Penyebab spesifik yang terkait dengan 3 proses diatas adalah:


 Perdarahan menahun misalnya tukak peptic, menoragi, hematuria, hemoptisis,
infeksi cacing tambang
 Kurangnya jumlah besi dalam makanan
 Peningkatan kebutuhan besi yang tidak sesuai   dengan asupan
 Gangguan absorbsi besi

Gejala Klinis:

·         Keadaan lemah, lesu, mual, dan muntah.

·         Muka pucat, demam, dan aneroksia.

·         Mata berkunang – kunang, serta telinga mendenging.

·         Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia lain yaitu
Koilorikia (kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical, dan cekung sehingga menjadi sendok),
Atrofi papilla lidah (permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena papil lidah
menghilang), Stomatitis angularis (adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak pada
bercak berwarna pucat keputihan)

Tatalaksana
a. Transfusi Darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi
utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Transfusi darah harus
dilakukan secara teratur karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati dan untu
mempertahankan kadar Hb selalu sama atau 12 g/dl. Khusus untuk penderita beta
thalassemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin.
Sedangkan, untuk beta thalassemia mayor (Cooley’s Anemia) harus dilakukan secara teratur
(2 atau 4 minggu sekali).

Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang
ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan selalu
membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan zat besi
hanya 1 – 2 mg per hari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi kelebihan
zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit
dan lain-lain. Penumpukan zat besi ini akan mengganggu fungsi organ tubuh tersebut dan
bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau hati.6

b. Pemberian Obat Kelasi Besi


Pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi secara teratur dan terus-menerus akan
mengatasi masalah kelebihan zat besi. Obat kelasi besi yang saat ini tersedia di pasaran
diberikan melalui jarum kecil ke bawah kulit (subkutan) dan obatnya dipompakan secara
perlahan-lahan oleh alat yang disebut “syringe driver.” Pemakaian alat ini diperlukan
karena kerja obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan selama kurang lebih
10 jam per hari. Idealnya obat ini diberikan lima hari dalam seminggu seumur hidup.

Beberapa Obat Kelasi Besi pada penderita Thalasemia:

- Deferasirox : Dosis awal 20 mg/kg/hari, pada pasien yang sering transfusi darah
30 mg/kg/hari, pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi
- DFO : 20-40 mg/kg (anak-anak), 50-60 mg/kg (dewasa)
(Desferal)

c. Pemberian Asam Folat


Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang
sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun
terapi kelasi besi. Dosis yang bisa diberikan yaitu 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang
meningkat.2

d. Splenektomi
Splenektomi, dengan indikasi :
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan
tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah ataukebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satutahun
3. Suportif 
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC ( packed red cell ), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.

Pencegahan

Program pencegahan thalassemia terdiri dari beberapa strategi, yakni : (1) penapisan
(skrining) pembawa sifat thalassemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3)
diagnosis prenatal.

1) Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara :


- Prospektif, yaitu mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari
populasi diberbagai wilayah.
-Retrospektif, dengan menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga
penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi
dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya.
Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara
berkembang daripada program prospektif.

2) Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin
tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan
nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.

3) Diagnosis prenatal, meliputi :


Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang
telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil.

Pendekatan prospektif: ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu


mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan
analisis DNA.6

Komplikasi

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-
ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,sehingga
ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantungdan lain-lain. Hal
ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut(hematokromatosis).

Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan ,sedang sampai berat.
Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan (komplikasi)lainnya, seperti:5

1. Fraktur patologi. Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons
dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini menyebabkan tulang lebih luas
daripada biasanya. Tulang juga dapat menjadi rapuh dan mudah patah.
2. Hepatosplenomegaly. Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia.
Sebagaihasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah . Gangguan pembesaran hati
disebabkan karena menumpukan Fe yang berada di hati. Sehingga menyebabkan
hatimembesar.
3. Gangguan tumbuh kembang. Anemia bisa menyebabkan pertumbuhan anak berjalan lambat.
Anak denganthalassemia berat umumnya jarang mencapai tinggi orang dewasa normal.
Karena masalah endokrin, mungkin juga terjadi penundaan pubertas pada anak-anak ini.
4. Disfungsi organ
 Gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan serangan jantung. 
 Splenomegali
 Infeksi
 Osteoporosis
Prognosis

Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga
mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.

Thalassemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia
decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating
agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh
penduduk Negara berkembang).7

Kesimpulan

Thalasemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan karena perubahan kecepatan sintesis
atau kemampuan produksi rantai globin tertentu. Jika globin alfa yang bermasalah maka
dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang bermasalah maka dinamakan beta-
thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga osteoporosis. Thalassemia harus
sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan
melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam folat, kelasi besi dan
pembedahan jika sudah berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New
York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing Division; 2007
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, et all. Buku Ajar Penyakit
Dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.2623-40
3. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan Kedua.
Jakarta :Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006
4. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2005.h.64-9.
5. Nainggolan IM. Analisis haplotide β pada mutasi Thalassemia β IVS1-nt5: asal dan
penyebaran mutasi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001.h.4-13
6. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi. Jakarta: Erlangga; 2002.h.271.
7. Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia. Sari Pustaka. 2006.

Anda mungkin juga menyukai