2. Etiologi
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae,
genus flavivirus. Terdapat Empat serotipe virus yang dikenal yakni DEN-1, DEN-2,
DEN- 3 dan DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah
Indonesia. Dengue-3 merupakan serotipe yang paling luas distribusinya di Indonesia.
3. Siklus Penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat menghisap darah
manusia yang berada di fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai
5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap
darah penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif
selama hidupnya. Setelah masa inkubasi di tubuh manusia selama 3 – 14 hari (rata-rata
selama 4-7 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam,
pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala
lainnya. Viremia biasanya muncul pada saat atau sebelum gejala awal penyakit tampak
dan berlangsung selama kurang lebih lima hari.
4. Manifestasi Klinis
Terdapat kriteria manifestasi klinis yang meliputi Demam Dengue (DD) dengan
gejala berupa demam tinggi mendadak (biasanya ≥ 39o) disertai nyeri kepala, nyeri
belakang bola mata, nyeri otot dan tulang, ruam kulit, leukopenia dan trombositopenia.
Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat ditegakkan bila ditemukan manifestasi
yaitu demam 2–7 hari timbul mendadak yang tinggi dan terjadi terus- menerus. Adanya
perdarahan baik yang spontan seperti petekie, purpura, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena maupun berupa uji tourniquet positif dan trombositopnia
(≤100.000/mm3). Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie
pada area 1 inci persegi (2,5 cm x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti). Selain itu didapatkan adanya kebocoran
plasma akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit ≥20%, efusi pleura, asites atau hipoalbuminemia.
Adapun tanda bahaya DBD yang dapat menyebabkan syok yaitu pada fase demam
setelah hari ke-3 saat demam mulai menurun, fase ini dapat menyebabkan syok.
Demam Hari ke-3 sampai ke-6, adalah fase kritis terjadinya syok. Selain itu nyeri perut,
muntah persisten, gelisah, perdarahaan mukosa, pembesaran hati, oliguria, peningkatan
kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah trombosit dan hematokrit
awal tinggi.
Demam Berdarah Dengue dengan Syok bila didapatkan kriteria Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan ditemukan adanya tanda dan gejala syok hipovolemik berupa
takikardi, nadi cepat dan lemah, pernafasan kusmaull, Kulit lembap dan dingin,
produksi urin menurun, gelisah.
5. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan infeksi dengue bersifat simtomatis dan suportif, yaitu
mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD
dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif. Pertolongan pertama yang dapat diberikan tirah baring
selama demam, pemberian antipiretik berupa parasetamol dengan dosis 3 kali1 tablet
untuk dewasa, 10-15 mg/kgBB/ kali untuk anak. Kemudian kompres air hangat, minum
banyak air (1-2 liter/hari), semua cairan berkalori diperbolehkan kecuali cairan yang
berwarna coklat dan merah (susu coklat, sirup merah), bila terjadi kejang (jaga lidah
agar tidak tergigit, longgarkan pakaian, tidak memberikan apapun lewat mulut selama
kejang). Jika dalam 2-3 hari panas tidak turun disertai timbulnya gejala seperti
perdarahan di kulit, muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjurkan segera dibawa ke unit
pelayanan kesehatan.
Bila hasil laboratorium menuunjukan peningkatan hematokrit ≥20% mencerminkan
kebocoran plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Larutan garam
isotonik atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma. Khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit <50.000/μl. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,
sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Cairan intravena diperlukan, bila pasien terus menerus muntah, tidak mau
minum dan hematokrit cenderung meningkat. Pada pasien syok juga diberikan oksigen
2 liter per menit dan perlunya monitor tanda vital dan hematokrit untuk evaluasi hasil
pengobatan. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di puskesmas,
umah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B dan A.
6. Epidemiologi
KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies (Kepulauan
Karibia). KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu serangan
penyakit ini disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara di wilayah
Asia Tenggara. Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan
wilayah penyebaran yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul setiap tahunnya
di beberapa negara di Asia Tenggara.
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 di Jakarta
dan Surabaya. Pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440
Kab./Kota. DBD cenderung meningkat bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat
sangat tajam, namun kenaikan kasus DBD berbanding terbalik dengan angka kematian
(CFR) akibat DBD, angka kematian (CFR) DBD di Jakarta dan Surabaya berkisar
41,3% kemudian menunjukan penurunan dan pada tahun 2014 telah mencapai 0,90%.
7. Surveilans
Surveilans Dengue adalah proses pengamatan, pengumpulan, pengolahan, analisis,
dan interpretasi data, serta penyajian informasi kepada pemegang kebijakan,
penyelenggara program kesehatan, dan stakeholders terkait secara sistematis dan terus
menerus tentang situasi penyakit dengue dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit tersebut (determinan) agar dapat dilakukan
tindakan pengendalian secara efektif dan efisien.
Proses Surveilans Dengue dapat berupa pengumpulan data, pengolahan dan
penyimpanan data, dilaksanakan di setiap tingkat unit pelaksana surveilans yang
disajikan dalam bentuk tabel, grafik ataupun peta, analisis data, analisis deskriptif
(gambaran distribusi kasus berdasarkan variabel epidemiologi dari waktu, tempat dan
orang) dan analitik (gambaran hubungan antara kejadian DBD dengan variabel lainnya
seperti curah hujan, kepadatan penduduk, kepadatan jentik dari angka bebas jentik dan
faktor risiko lainnya). Kemudian dilakukan penyebarluasan/ penyajian informasi yang
dilaksanakan di setiap unit pelaksana surveilans kepada pihak yang membutuhkan data
tersebut baik lintas program dan lintas sektor terkait.
Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempattempat lainnya seminggu
sekali.
Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/ rusak.
Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah.
Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti
pelepah pisang atau tanaman lainnya
Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain sebagainya.
Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala timah,
ikan tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain
Pasang kawat kasa
Jangan menggantung pakaian di dalam rumah
Tidur menggunakan kelambu
Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di
tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.
Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti: lavender, kantong semar,
sereh, zodia, geranium dan lain-lain
b. Larvasidasi.
Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian
larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida
dapat menekan kepadatan populasi dalam jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida
ada bermacam-macam, diantaranya adalah:
Temephos Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi
dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah sesuai
dengan yang dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan
keracunan. Jika dimasukkan dalam air, maka sedikit demi sedikit zat kimia itu
akan larut secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada dalam
tempat penampungan air tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram
untuk 100 liter air. Pemberian sebaiknya diulang penggunaannya setiap 2
bulan.
Metopren 1,3% Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna
hitam arang. Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak
menimbulkan keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan bau dan
merubah warna air dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan
menghambat/membunuh jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis
penggunaan adalah 2,5 gram untuk 100 liter air. Penggunaan Metopren 1,3 %
diulangi setiap 3 bulan.
Piriproksifen 0,5% Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna coklat
kekuningan. Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan
lingkungan serta tidak menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi
piriproksifen tidak menjadi bau, tidak berubah warna dan tidak korosif
terhadap tempat penampungan air yang terbuat dari besi, seng, dan lain-lain.
Piriproksifen larut dalam air kemudian akan menempel pada dinding tempat
penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan
menghambat pertumbuhan jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis
penggunaan piriproksifen adalah 0,25 gram untuk 100 liter air. Apabila tidak
ada takaran khusus yang tersedia bisa menggunakan sendok kecil ukuran
kurang lebih 0,5 gram.
Bacillus Thuringiensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh jentik
nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti aman bagi
manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan Bti
adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula Bti cenderung secara cepat
mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang
kali.
c. Pengasapan (fogging)
Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan
insektisida (racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena
dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak
mati dengan pengasapan. Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul
nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.
Lampiran :