Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Luka Bakar

Disusun Oleh :

Gabriella Selara Pangarepo

11-2018-046

Pembimbing :

dr. Dono Endrarto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RS IMANUEL WAY HALIM – BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 18 Maret – 25 Mei 2019


BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus dari sejak awal sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat terjadi pada orang tua ataupun muda, kaya atau miskin, negara maju
maupun negara berkembang, namun negara miskin dan kurang mampu memiliki risiko
lebih tinggi dan pada umumnya menerima penatalaksanaan yang kurang baik. Luka
bakar dapat bervariasi dari luka kecil yang dapat dengan mudah dikelola di klinik rawat
jalan hingga cedera luas yang dapat mengakibatkan kegagalan beberapa sistem organ
dan sakit yang berkepanjangan. Bekas luka fisik yang terlihat dan bekas luka psikologis
yang tak terlihat secara bersamaan dapat menyebabkan cacat berat yang bertahan cukup
lama. Oleh karena itu dibutuhkan pencegahan serta penanganan yang benar terhadap
luka bakar untuk mencegah komplikasinya. Penanganan pada luka bakar tergantung
pada usia, keadaan, letak dan luasnya luka bakar. Diperlukan penanganan intensif yang
mengacu pada fisiologi cairan dan elektrolit, pencegahan infeksi, pemeliharaan nutrisi,
perawatan terhadap luka bakar.1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

a. Kulit
Epidermis, bagian terluar dibagi menjadi 2 lapisan utama yaitu lapisan sel –
sel berinti yang bertanduk (stratum korneum) dan lapisan dalam yaitu sel
bertanduk yang telah mengalami proses diferensiasi ( stratum malphigi). Stratum
malphigi dibagi menjadi 2, yaitu : lapisan basal (stratum germinatifum, stratum
spinosum) dan stratum granulosum.
Keratinosit merupakan sel epidermis utama yang berdiferensiasi, membentuk
keratin, suatu protein fibrosa. Keratinosit meninggalkan lapisan malphigi dan
bergerak ke atas, mengalami perubahan bentuk, struktur, sitoplasmik dan
komposisi. Proses ini mengakibatkan transformasi dari sel hidup, aktif
mensintesis menjadi sel mati dan bertanduk. Proses ini dinamakan keratinisasi.
Unsur sel sisanya membentuk suatu komplek amorf fibrosa yang dikelilingi
membrane yaitu tanduk..
Melanosit merupakan sel epidermis utama juga, yang berfungsi mensintetis
melanin dari granula – granula melanosom yang berhubungan dengan keratinosit.
Jumlah melanin dalam keratinosit menentukan warna kulit. Melanin melindungi
kulit dari pengaruh sinar matahari yang merugikan. Sinar matahari meningkatkan
pembentukan melanosom dari melanin.3,4
Gambar 1. Kulit

2.2 Luka Bakar

Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas seperti, api secara langsung (flame) maupun
tidak langsung (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas, sengatan
matahari (sunburn), listrik, maupun bahan kimia, dan lain-lain.4

Epidemiologi
Luka bakar dapat terjadi pada orang yang sangat muda hingga sangat tua dari
kedua jenis kelamin. Insiden tertinggi luka bakar terjadi selama beberapa tahun
pertama kehidupan dan antara usia 20 hingga 29 tahun. Dua-pertiga dari seluruh
kejadian luka bakar terjadi di rumah, dimana 60% dari luka bakar yang terjadi di
rumah berhubungan dengan memasak. Setengah dari semua kematian akibat luka
bakar di dalam negeri terjadi pada pukul 22.00 malam sampai pukul 08.00 pagi dan
konsumsi alkohol yang berlebihan sering memainkan peranan yang penting.
Kembang api dan api unggun adalah penyebab luka bakar tersering di dalam negeri.
Sepertiga sisa dari seluruh kejadian luka bakar sebagian besar terjadi pada
kecelakaan industri.
Kebanyakan luka bakar dapat dicegah, terutama pada laki-laki kecuali pada usia
lanjut. Anak-anak kecil dan orang tua berada pada risiko terbesar dari luka bakar dan
juga menderita kematian yang tidak proporsional dari mereka. Dua puluh persen dari
semua luka bakar terjadi pada anak-anak dengan usia dibawah 4 tahun, 70% di
antaranya adalah luka bakar yang disebabkan oleh cairan panas yang tumpah atau
oleh paparan air panas untuk mandi. Di antara luka bakar yang paling umum dari
balita adalah akibat mereka menarik wadah cairan panas dari kompor atau meja. Hal
ini mengakibatkan luka bakar pada lengan yang terlihat, wajah, leher, dan bagian
depan dada dan luka bakar ini dapat mencakup area yang luas. Sepuluh persen dari
luka bakar terjadi antara usia 5 dan 14. Remaja paling sering terbakar sebagai akibat
dari kegiatan ilegal, misalnya dengan bensin, bahan peledak atau listrik tegangan
tinggi. Secara keseluruhan, 60% luka bakar yang terjadi antara usia 15 sampai 64
tahun, dimana setengah dari penyebabnya adalah api yang menyala, sering dikaitkan
dengan cedera inhalasi, hal ini cenderung menjadi penyebab luka bakar yang dalam.
Sepuluh persen dari korban luka bakar berusia lebih dari 65 tahun, sering sebagai
akibat dari imobilitas, reaksi yang terlambat dan penurunan ketangkasan yang
menempatkan mereka pada risiko dari luka bakar akibat cairan panas, kontak dengan
benda padat yang panas, dan akibat api.4-6

Etiologi
Luka bakar dapat terjadi akibat beberapa macam penyebab. Yang termasuk dari
penyebab luka bakar adalah api, cairan panas, kontak dengan benda padat yang panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi.
o Luka bakar akibat api
Luka bakar api dibagi menjadi dua bagian, luka bakar api ledakan dan luka bakar
api bukan ledakan. Api yang menyala merupakan penyebab tersering dari luka
bakar, biasanya berasal dari api rumah, api unggun, dan pembakaran daun atau
sampah. Ledakan api juga merupakan sumber yang cukup umum dan biasanya
berasal dari hasil pembakaran propana atau bensin. Luka bakar akibat api
merupakan penyebab tersering kematian akibat luka bakar, sementara luka bakar
akibat cairan panas merupakan penyebab tersering kedua. Pada luka bakar akibat
api, jika pakaian pasien ikut terbakar, biasanya luka bakar yang terjadi adalah
dengan ketebalan yang penuh. Luka bakar akibat api ledakan biasanya melukai
kulit yang terlihat (paling sering wajah dan ekstremitas) dan biasanya
mengakibatkan luka bakar ketebalan parsial.
o Luka bakar akibat cairan panas
Luka bakar akibat cairan panas merupakan etiologi tersering dari luka bakar pada
populasi sipil. Luka bakar akibat cairan panas dibagi menjadi tiga, yaitu akibat
cairan kental yang panas, akibat cairan encer yang panas, serta akibat uap panas,
dan luka bakar akibat cairan encer yang panas yang dibagi lagi menjadi dua, yaitu
akibat tumpahan cairan panas dan akibat tercelupnya ke dalam cairan yang panas.
Kedalaman dari luka bakar akibat cairan panas tergantung dari temperatur dari
cairan, durasi kontak cairan panas dengan kulit, dan viskositas cairan (biasanya
terjadi kontak yang lebih lama pada cairan yang lebih kental). Hal ini penting
untuk diperhatikan pada penderita yang sangat muda atau sangat tua dimana
dermis yang ada lebih tipis dari biasanya. Jika diterapkan untuk waktu yang cukup
lama, air pada suhu 45° C akan menyebabkan kerusakan ketebalan penuh. Hal ini
sering menjadi mekanisme luka bakar tragis di masa kanak-kanak.
o Luka bakar akibat kontak dengan benda padat yang panas
Luka bakar kontak terjadi dari kontak dengan tungku api, logam panas, plastik,
atau batu bara. Luka bakar kontak biasanya dalam tapi luasnya terbatas sesuai
ukuran benda solid tersebut.
o Luka bakar kimia
Luka bakar kimia biasanya terjadi akibat kecelakaan dalam industri tetapi dapat
juga disebabkan oleh produk kimia sehari-hari di rumah. Tingkat keparahan
tergantung pada agen penyebab, konsentrasi dan kuantitas, serta durasi kontak.
Luka bakar kimia cenderung dalam karena sifat korosifnya yang terus bekerja
sampai bahan kimia tersebut sepenuhnya ditiadakan. Bahan kimia yang bersifat
basa lebih buruk daripada asam. Asam hidrofluorida secara luas digunakan dalam
pembuatan kaca dan konstruksi papan sirkuit dan merupakan penyebab umum
dari luka bakar kimia industri. Bahan kimia tersebut harus dinetralkan dengan
bahan topikal atau suntikan lokal kalsium glukonat untuk mencegah proses
pembakaran yang berkelanjutan. Manajemen awal luka bakar kimia hampir sama
untuk semua agen, yaitu melepas semua pakaian yang terkontaminasi bahan kimia
dan mengencerkan atau mencuci bahan kimia dengan mengairi daerah yang
terkena bahan kimia dengan seksama, biasanya dengan menyiramkan air ke
pasien.
o Luka bakar listrik
Luka bakar listrik disebabkan oleh konversi energi listrik menjadi panas, dan
listrik bertanggung jawab untuk sekitar 3% dari penerimaan korban ke unit luka
bakar. Tingginya tegangan listrik adalah kunci penentu beratnya kondisi
penderita. Tegangan yang rendah hanya menyebabkan luka bakar kontak kecil
yang dalam baik di lokasi keluar maupun di lokasi masuknya listrik. Cedera
tegangan tinggi terjadi pada tegangan lebih dari 1000 V dan jumlah ini
menyebabkan banyak jaringan lunak dan jaringan tulang yang nekrosis serta dapat
menyebabkan penderita harus kehilangan tungkai kakinya. Kerusakan otot yang
terjadi dapat menimbulkan rhabdomyolysis dan gagal ginjal. Kontak dengan
tegangan listrik lebih dari 70 000 V selalu fatal.
Perluasan dari pembakaran berbanding lurus dengan hambatan listrik dari
jaringan tempat listrik ditransmisikan. Tulang memiliki resistensi tertinggi, jika
arus melewati tungkai kaki, tulang menjadi panas dan otot di sekitar tulang
tersebut menjadi rusak. Fasiotomi kemungkinan akan menjadi suatu hal yang
diperlukan untuk mencegah kompartemen otot. Pembuluh darah juga dapat
mengalami kerusakan pada hingga bagian tunika intima dan mengalami
trombosis. Nekrosis jaringan dalam mungkin tidak dapat terlihat jelas dari
penampilan klinis sampai beberapa hari setelah luka bakar listrik terjadi dan
perluasan kerusakan seringkali jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
o Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi dapat disebabkan oleh sinar matahari. Sering berhubungan
dengan pekerjaan, seperti nelayan dan peselancar, serta aktivitas seperti berjemur
di bawah sinar matahari langsung tanpa pelindung kulit yang mengandung spf.1,4,5

Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat
tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang
paling aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon
dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu
menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman luka bakar. 2,4,6

Luka bakar derajat satu terbatas hanya pada bagian epidermis. Luka bakar ini terasa
sangat nyeri, eritem, memucat saat disentuh, dengan pembatas epidermis yang intak,
tanpa bullae. Contoh dari luka bakar derajat satu adalah luka bakar akibat sinar
matahari atau air yang cukup panas. Luka bakar ini akan sembuh dalam tiga sampai
enam hari. Luka bakar ini tidak akan menimbulkan jaringan parut, dan tujuan
penatalaksanaannya ialah untuk membuat pasien nyaman dengan pemakaian salep
pereda topikal dengan atau tanpa ekstrak lidah buaya atau obat anti inflamasi
golongan non steroid, atau asetaminofen.

Gambar 2. Luka bakar derajat I


Luka bakar derajat dua (ketebalan parsial) dibagi menjadi dua tipe, yaitu
superfisial dan profunda.Semua luka bakar derajat dua telah mengenai struktur
dermal, dan pembagiannya berdasarkan kedalaman luka yang terjadi pada struktur
ini. Ciri-ciri dari luka bakar dermal superfisial yaitu eritem, sangat nyeri, basah,
memucat saat disentuh, dan sering menimbulkan bullae. Terkadang bullae tersebut
tidak timbul dalam beberapa jam setelah kulit terbakar. Luka bakar yang
diperkirakan sebagai derajat satu selanjutnya dapat didiagnosis sebagai luka bakar
derajat dua pada hari ke-2. Luka ini akan mengalami reepitelisasi secara spontan dari
struktur epidermis yang masih ada seperti rete ridges, folikel rambut, dan kelenjar
keringat dalam tujuh sampai empat belas hari. Cedera kulit dapat menyebabkan
hilangnya pewarnaan kulit dalam waktu yang lama. Luka bakar dermal yang lebih
dangkal (parsial superfisial) akan terlihat lebih pucat daripada merah muda atau
memiliki warna yang tidak rata, tidak akan memucat saat disentuh, tetapi tetap sakit
saat dilakukan tes dengan jarum.

Gambar 3. Luka bakar derajat 2

Pada luka bakar derajat dua yang lebih dalam (parsial profunda), sensasi jarum
tersebut menjadi lebih tumpul (kurang sensitif bila dibandingkan dengan kulit
normal di sekitarnya). Kapiler dapat terisi lebih lambat atau tidak terisi sama sekali
setelah penekanan pada kulit. Saat dilakukan tes dengan tusukan jarum, darah lebih
lambat keluar dari biasanya. Luka bakar ini dapat sembuh dalam 21 sampai 28 hari
atau lebih lama dengan reepitelisasi folikel rambut dan keratinosit pada kelenjar
keringat, sering kali dengan jaringan parut yang hipertropik. Semakin lama luka
bakar tersebut sembuh, semakin berat jaringan parut yang terjadi.
Gambar 4. Luka bakar derajat 2b

Luka bakar derajat tiga adalah luka bakar dengan ketebalan total melewati dermis
dan memiliki ciri sebagai eskar yang kuat dan kasar serta tidak sakit, dan dapat
berwarna hitam, putih, atau merah terang. Eskar merupakan struktur yang tidak
sensitif bila dilakukan tes nyeri dengan jarum. Tidak ada epidermis atau dermis yang
tersisa, dan luka ini akan sembuh dengan cara reepitelisasi dari tepi luka dimana akan
terjadi tarikan. Luka bakar derajat tiga tidak berdarah saat dilakukan tes tusukan
jarum. Luka bakar dermal yang dalam serta luka bakar dengan ketebalan total
membutuhkan eksisi dan pencangkokan dari kulit pasien sendiri dengan tujuan agar
luka sembuh lebih cepat. Pencangkokan kulit biasanya diperlukan karena
epithelialisasi dari pinggir luka terjadi secara lambat dan rentan terhadap komplikasi
tertentu seperti infeksi, jaringan parut dan kontraktur.

Gambar 5. Luka bakar derajat 3

Luka bakar derajat empat meliputi organ lain dibawah kulit, seperti otot, tendon,
dan tulang. Luka bakar ini memiliki penampilan hangus yang disebabkan dari kontak
dengan api yang lama atau objek seperti knalpot panas, atau luka bakar listrik yang
bertegangan tinggi.

Gambar 6. Luka bakar derajat 4

KATEGORI KEDALAMAN LUKA BAKAR DI AMERIKA SERIKAT 3


Derajat Luka Penyebab Penampakan Warna Tingkat rasa
Bakar permukaan nyeri
Derajat 1 Kontak dengan Kering, tidak Eritem Nyeri
(superfisial) api yang ada bullae,
singkat, sinar tanpa atau
matahari edema minimal
(ultraviolet)
Derajat 2 Kontak dengan Bullae yang Bercak putih Sangat nyeri
(parsial) cairan atau lembab atau pink,
benda padat merah terang
yang panas, api cherry red
ke pakaian, api
secara langsung
dalam waktu
singkat, bahan
kimia,
ultraviolet
Derajat 3 (total) Kontak dengan Kering dengan Bercampur Sedikit atau
cairan atau eskar yang antara putih, tanpa nyeri;
benda padat kasar hingga seperti lilin rambut mudah
yang panas, api debridement; atau mutiara, ditarik
secara langsung pembuluh kegelapan,
dalam waktu darah yang coklat muda,
singkat, bahan hangus terlihat mahogany,
kimia, listrik di bawah eskar hangus

Derajat 4 Kontak yang Sama seperti Sama seperti Sama seperti


(mengenai lama dengan derajat 3, otot, derajat 3 derajat 3
struktur di api, listrik tendon, atau
bawah kulit) tulang dapat
terlihat

Berat dan Luas Luka Bakar

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar
menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan
lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas
plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan
respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik
dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.
 Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya
1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan
tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak. 2,7
 Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.2,7

Pembagian Luka Bakar


1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun

b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama

c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas
luka bakar

e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi


2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %

b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %

c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan,
kaki, dan perineum.2,3

Fase Pada Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:

1. Fase awal, fase akut, fase syok


Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran
nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar
melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi
seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal
ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase
pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau
struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.2-4
Pembagian zona kerusakan jaringan:

1. Zona koagulasi, zona nekrosis


Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai
zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit
dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti
perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.2-4

Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat


inap bila:

1. Luka bakar derajat III > 5%


2. Luka bakar derajat II > 10%
3. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
4. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan


MODS.4

Penatalaksanaan Luka Bakar

Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung
sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka
bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas.
Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian
cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea
dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.

Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena
itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan
menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa.
Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan
adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan
alergi juga penting dalam evaluasi awal.

Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan


radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan
transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan,
melepas dari eskar yang mengkonstriksi.4,8

Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar

1. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi
status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal
dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa


cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.

 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.4,8,9

2. Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka
pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-
30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian
diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.8,9

Perawatan Luka Bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam
dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’
5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4
jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk
semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan
pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai
tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke
5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan


dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah
sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran
darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan
tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis
yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat
II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin
grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak
akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih


dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis
demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint).
Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian
atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang
kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan
kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit
yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas
permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis,
yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal
tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah
yang sulit ditentukan.

Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang
digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”.
Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:

- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,


endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-
saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi.4,8,9
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:

a. Menghentikan evaporate heat loss


b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal
dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa
digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness
skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan
dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut
mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan
dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau
Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.4,8,9

Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah
dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,
pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau
dilakukan grafting adalah:

- Kulit donor setipis mungkin


- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

Prognosis

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka
bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut
hipertrofik dan kontraktur.4,9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar dibagi
4 derajat. Cara menentukan derajat luka bakar yaitu, Wallace rule of nine dan Lund and
Bowder chart. Penanganan luka bakar perlu diketahui luas luka bakar, derajat luka bakar,
fase luka bakar. Penanganan luka bakar mencakup, pertolongan pertama, resusitasi
cairan, pencegahan infeksi, perawatan luka bakar dan pencegahan terhadap komplikasi.
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Thorne CH. Thermal, Chemical, and Electrical Injuries. In: Grabb & Smith’s
Plastic Surgery. Ed 6th. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p132-
149.
2. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005. h. 73-5.
3. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
4. Sudjatmiko G. Anatomi Kulit, Skin Graft, dan Luka bakar. In: Petunjuk Praktis
Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta: Yayasan Khasanah Kebajikan.
2007.p2-3, 27-29, 79-87.
5. Burkitt HG, Quick CRG, Reed JB. Burns. In: Essential surgery: Problems,
Diagnosis, and Management. Ed 4th. New York: Churcill Livingstone. Chapter17.
6. Lee JO, Herndo DN. Burns and Radiation Injuries. In: Trauma. 6th ed. New York:
McGraw-Hill. 2008. Chapter 50.
7. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
8. Nerin JPB, Herndon DN. Principles and Practice of Burn Surgery. New York:
Marcel Dekker. 2005.
9. Connolly S. Clinical Practice Guidelines: Burn Patient Management: ACI
Statewide Burn Injury Service. New York: Agency for Clinical Innovation.
August 2011.

Anda mungkin juga menyukai