Anda di halaman 1dari 16

Tinea Kruris pada Kedua Lipatan Paha

Kelompok A2

102013025 Eveline Sora

102013165 Gabriel Cahyani Harefa

102014022 Herlin Indah Bangalino

102014083 Shita Apilla Elya

102014088 Rio Yosua Saputra

102014109 Jonathan B. Gilbert

102014120 Hariani

102014198 Natasha Natalia Gunawan

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Abstrak

Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan


dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Tinea kruris adalah
dermatofitosis yang mengenai lipat paha, daerah inguinal, pubis, daerah perineum dan sekitar
anus (perianal). Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Tinea
kruris terdapat baik di daerah tropik maupun daerah dingin dan banyak ditemukan di
Indonesia. Penyakit ini dapat diobati secara topikal dan sistemik dengan obat anti jamur.
Pencegahan melalui edukasi kepada pasien dan menjaga kebersihan diri.

Kata kunci : Dermatofitosis, Tinea kruris, Tricophyton

Abstract

Dermatophytosis a superficial mycosis caused by dermatophyte fungi group, among others


Tricophyton, Epidermophyton and Microsporum. Tinea cruris is dermatophytosis of the
groin, the inguinal region, the pubis, perineum and around the anus ( perianal ). Skin lesions

1
may be restricted to the genito - krural alone or extends to the area around the anus, gluteus
area and lower abdomen, or other body parts. Tinea cruris are both in the tropics and cold
regions and are found in Indonesia. This disease can be treated with topical and systemic
anti-fungal drugs. Prevention through patient education and maintaining personal hygiene.

Keywords : Dermatophytosis, Tinea cruris, Tricophyton

Pendahuluan

Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan


dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Tinea kruris adalah
dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat
akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi
kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah
gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak
pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada
daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder
(polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit
sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu
bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia.1

Anamnesis

Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan alloanamnesis.


Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan
bila pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat
terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya.
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien/ orang tua dari anak : nama lengkap pasien, umur pasien
,tanggal lahir, jenis kelamin,agama, alamat, umur (orang tua), pendidikan dan
pekerjaan (orang tua), suku bangsa.
2. Keluhan Utama :
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : keluhan bercak coklat pada kedua lipatan
paha yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang

2
Menanyakan kepada pasien :
- Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya bercak coklat? Dimana letak
penyebarannya? Apakah terasa gatal ? Adakah bercak coklat di tempat lain selain
di lipatan paha ?
- Adakah faktor pemicu seperti hygiene yang kurang, obesitas, banyak berkeringat
dan lain-lain ?
- Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat) ?
Sudah berapa lama terjadi ?
- Apakah ada komplikasi dan gejala klinis lain yang dirasakan ?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah pasien pernah terkena penyakit kulit sebelumnya ?
- Apakah pasien memiliki masalah dengan gangguan kulit di masa kecil?
5. Riwayat Obat-obatan
- Apakah pasien sudah melakukan tindakan pengobatan seperti berobat ke dokter
lain?
- Pernahkan pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit ?
- Apakah setelah menggunakan obat pasien bertambah baik atau semakin
memburuk?
6. Riwayat Alergi
- Apakah pasien memiliki alergi obat ? Jika ya, seperti apa reaksi yang timbul ?
- Apakah mengetahui kemungkinan allergen yang lain misalnya alergi jamur ?
- Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons IgE ?
7. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
- Adakah riwayat penyakit kulit dalam keluarga pasien ?
- Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa ?
8. Riwayat Social
Riwayat pekerjaan sangat penting pada penyakit kulit karena beberapa bahan
kimia industri dapat mengiritasi atau menimbulkan alergi. Alergi kulit dapat dipicu
oleh hobi dan ruam oleh antigen tumbuhan. Tanyakan juga tentang pajanan sinar
matahari, yang dalam jangka pendek dapat memicu ruam fotosensitif, dan kadang
berkaitan dengan reaksi obat. Selain itu, pajanan berulang selama bertahun-tahun
memudahkan terjadinya ulkus roden, karsinoma sel skuamosa, dan melanoma
maligna.2

3
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kulit dilakukan dengan cahaya yang cukup sementara pasien berbaring
terlentang. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dengan
bantuan kaca pembesar.

 Inspeksi
Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya.
Asimetris, simetris, lokal atau meluas. Perhatikan morfologi apakah berupa eritema
atau urtikaria, merah dan bersisik (eksematosa, psoriasiform atau likenoid), vaskulitis,
vesikobulosa atau eritroderma ? Periksa tempat lain yang mungkin terkena. Lengkapi
dengan pemeriksaan pada kulit kepala, mata, tangan dan kuku, mulut, daerah
anogenital dan kaki.3 Tentukan perluasan (lokal, regional, generalisata atau universal)
dan pola distribusi (simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan
kulit atau folikular). Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar
matahari ? Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal,
anular, serpiginosa, bertangkai) ? Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat
sangat penting dan bisa dibantu oleh foto.2
 Palpasi
Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan dan kedalaman.
Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan drainase.2

Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis
atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama
diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran
likenifikasi.4

Manifestasi tinea cruris :

1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah.
2. Daerah bersisik.
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif.
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi.

4
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama.
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena.
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi muncul karena
garukan.
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak
kulit eritematous, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler.
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.4

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis dipastikan dengan biakan dan melihat hifa bersepta pada sediaan KOH
pada kerokan sisik bagian tepi yang meluas. Kultur jamur juga dapat membantu
mengkonfirmasi diagnosis. Tinea kruris tidak berfluoresensi di bawah sinar lampu Woods
(Wood’s light). Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit daerah yang terserang yang
sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

a. Pemeriksaan Mikroskopik

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes
→ tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran
10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang,
maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan
miselium. KOH akan melisiskan sel kulit, kuku dan rambut sehingga elemen jamur akan
terlihat jelas. Penambahan zat warna seperti chlorazole black E atau tinta parker biru-hitam
pada KOH semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur.

b. Pemeriksaan Kultur dengan Medium Agar Dextrosa Sabouraud

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cycloheximide (mycobyotic-mycosel) untuk
menekan pertumbuhan jamur dan bakteri, dibiakan selama 1-3 minggu pada suhu kamar dan
bila perlu diperiksa lebih lanjut dalam biakan kaca objek. Identifikasi jamur biasanya antara

5
3-6 minggu. Penentuan spesies dibuat berdasarkan morfologi koloni, pemeriksaan
mikroskopik dan pada beberapa kasus denga tes biokimiawi.

c. Punch Biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan


spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah
muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau
hitam.5

Working Diagnosis

Diagnosis kerja dari tinea kruris yaitu ditemukannya lesi yang berbatas tegas di
daerah inguinal atau lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi dapat berupa eritema
disertai gatal yang hebat. Sebagai diagnosis pasti dapat dilakukan pemeriksaan sediaan
langsung kerokan kulit yang bermasalah dengan KOH 10% dan dilihat dengan mikroskop,
akan menunjukkan hasil positif terinfeksi tinea kruris bila ditemukan adanya hifa dan spora.
Jamur penyebab dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan ini.1

Differential Diagnosis (DD)

1. Dermatitis Seboroik (DS)

Dermatitis seboroik merupakan dermatitis dengan distribusi terutama di daerah yang


kaya kelenjar sebasea. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini
dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale atau Mallassezia yang merupakan flora
normal kulit manusia. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena
sel jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. DS berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea. DS pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama,
kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada
umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur lebih tua. DS lebih sering terjadi pada pria
daripada wanita.
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. DS yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala
dengan skuama-skuama yang halus dan kasar yang disebut pitiriasis sika

6
(ketombe/dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai
eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada daerah tersebut cenderung rontok dan
penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya
bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering
meluas ke dahi, glabella, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah tersebut batasnya sering
cembung.
Pada keadaan yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang
kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan
debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Pada daerah supra orbital
skuama-skuama halus dapat terlihat pada alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal
disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis yaitu pinggir kelopak
mata merah disertai skuama-skuama halus. Selain tempat-tempat tersebut, DS juga dapat
mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mamae, lipatan di
bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha dan daerah anogenital. Pada
daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul.6

2. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan kasar, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Psoriasis
ditandai dengan percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi proliferasi abnormal
epidermis dan dermis. Waktu pertukaran normal sel epidermis adalah sekitar 28-30 hari. Pada
psoriasis, epidermis di bagian yang terkena diganti setiap 3-4 hari. Pertukaran sel yang cepat
ini menyebabkan peningkatan derajat metabolisme dan peningkatan aliran darah ke sel untuk
menunjang metabolisme tersebut sehingga menimbulkan eritema. Trauma ringan pada kulit
dapat menimbulkan peradangan berlebihan sehingga epidermis menebal dan terbentuklah
plak. Psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa. Gambaran
klinik psoriasis adalah adanya plak eritematosa berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama
putih keperakan. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp,
perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku serta
lutut, dan daerah lumbosakral.

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan seperti lilin yang tergores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena

7
Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis.
Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang
sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3
minggu. Psoriasis sering mengenai bantalan dan matriks kuku yang menimbulkan lubang-
lubang kecil (nail pitting), kuku keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat
lapisan tanduk di bawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis. Penyakit ini dapat
pula menimbulkan kelainan pada sendi, terutama pada sendi interfalangs distal, terbanyak
pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik
subkorteks. Pada stadium penyembuhan, telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya
di pinggir hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah keluhan pada
dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Dermatitis seboroik
berbeda dengan psoriasis karena skuamanya berminyak dan kekuning-kuningan dan
bertempat predileksi pada tempat yang banyak kelenjar sebasea.6

3. Candidosis Intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina,
kulit, kuku, bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia, endokarditis
atau meningitis. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur baik
laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit.
Kandidosis banyak dihubungankan dengan banyak faktor, seperti keadaan kulit yang terus
menerus lembab, pemakaian antibiotik, steroid dan sitostatika, perubahan fisiologis tubuh
pada kehamilan, penyakit-penyakit kronik dan immunodefisiensi, gangguan endokrin,
obesitas, trauma, malnutrisi serta hygiene yang buruk. Kandidosis selaput lendir dibagi
menjadi kandidosis oral (thrush), Perleche, vulvovaginitis, balanitis, kandidosis mukokutan
kronik dan kandidosis bronkopulmonar dan paru. Kandidosis kutis dibedakan berdasarkan
lokalisata (di daerah intertriginosa dan perianal), generalisata, paronikia dan kandidosis kutis
granulomatosa. Kandidosis sistemik dibedakan menjadi endokarditis, meningitis, pielonefritis
dan septicemia.
Kandidosis intertriginosa berupa lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilicus, berupa
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Regio intertriginosa mengalami
gesekan friksi kronik yang dapat merusak epidermis dan memungkinkan terjadinya invasi
Candida ke jaringan. Yang khas disini adalah bercak kemerahan yang agak lebar pada lipatan

8
kulit tersebut, dengan dikelilingi oleh lesi-lesi satelit. Di tengah lesi yang lebar sering terjadi
erosi sedangkan di tepinya terjadi pengelupasan kulit tanpa peninggian lesi. Gejala utamanya
ialah rasa gatal dan sakit bila terjadi maserasi atau infeksi sekunder oleh kuman. Diagnosis
klinis infeksi Candida dapat dikonfirmasi dengan preparat kalium hidroksida (KOH) dari
kerokan kulit yang memperlihatkan budding spora dan pseudohifa, atau hifa sejati.
Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis intertriginosa,
karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi satelit, sedangkan
untuk dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling tidak kita menemukan adanya lesi
satelit, karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan kandidosis intertriginosa.
Dimana lesi satelit tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul
kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar
dan berkembang seperti lesi primer.6

4. Eritrasma

Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama
halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Seperti yang telah disebutkan di atas etiologi
dari penyakit ini adalah Corynebacterium minitussismum. Bakteri ini adalah bakteri gram
positif (difteroid). Bakteri ini tidak membentuk spora dan merupakan basil yang bersifat
aerob atau anaerob yang fakultatif. Corynebacterium minitussismum merupakan flora normal
di kulit yang dapat menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaan-keadaan
tertentu.6

Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritoskuamosa,
berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Variasi ini rupanya
bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi dimulai dari tempat
yang paling sering, yakni toe webspaces (di antara jari kaki), lipat paha, aksila. Selain itu,
juga bisa ditemukan di daerah intertriginosa lain (terutama pada penderita gemuk),
intergluteal, inframamary (submammary). Lesi di daerah lipat paha dapat menunjukkan
gejala berupa gatal dan terasa terbakar. Sedangkan lesi pada tempat lain asimtomatik.
Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak
menimbulkan dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada
perabaan terasa berlemak.

9
Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi oleh
karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan
dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral-red). Fluoresensi ini
terlihat karena adanya porfirin. Pencucian atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa
akan mengakibatkan hilangnya fluoresensi. Kelainan kulit kronik, non-inflamasi pada daerah
intertriginosa, yang berwarna merah kecoklatan, dilapisi skuama halus merupakan tanda
eritrasma. Pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan langsung KOH dapat menentukan
diagnosis.6

Dermatofitosis

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.1 Dermatofita termasuk kelas fungi
imperfecti yang terbagi menjadi 3 genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton. Gambaran klinik jamur dermatofita menyebabkan beberapa bentuk klinik
yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang berbeda tergantung lokasi
anatominya. Bentuk-bentuk klinis dermatofitosis yaitu tinea kapitis, tinea barbae, tinea kruris,
tinea pedis et manum, tinea unguium, tinea corporis.6

Tinea Kruris

Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai lipat paha, daerah inguinal, pubis,
daerah perineum dan sekitar anus (perianal). Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas
pada daerah genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Gambaran klinik lesi simetris di lipat paha kanan
dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas, kadang-
kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha
merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya.
Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila
penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.6 Tinea kruris terdapat baik di daerah tropik
maupun daerah dingin dan banyak ditemukan di Indonesia. Infeksi ini sering kali terjadi

10
bersamaan dengan infeksi tinea pada kaki. Pruritus sering terjadi dan nyeri dapat timbul jika
area yang terkena mengalami maserasi atau infeksi sekunder. Infeksi diawali dengan
pembentukan sisik dan eritema dari lipatan inguinal dan berkembang mengenai aspek
anterior paha. Ruam juga dapat menyebar ke celah anus. Tinea kruris berbatas tegas dan
jarang mengenai skrotum, kedua gambaran ini membedakan tinea kruris dengan kandidiasis.
Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%.7

Etiologi

Tinea kruris disebabkan oleh spesies dari Trichophyton (Trichophyton rubrum),


Epidermophyton floccusum. Tetapi kadang-kadang oleh spesies zoofilik yaitu Trichophyton
mentagrophytes.1 Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat
paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi.
Beberapa faktor yang mendukung adalah temperatur lingkungan yang tinggi, keringat
berlebihan, pakaian ketat dan kegemukan, disertai higienitas yang kurang maka memudahkan
timbulnya infeksi jamur.7

Epidemiologi

Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka
kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Infeksi
jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau
lingkungan sekitar yang kotor dan lembab. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki
postpubertal namun demikian perempuan juga dapat terkena. Penularan lebih mudah terjadi
dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan pemakaian fasilitas bersama seperti
asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat, obesitas, keringat dan baju mandi yang
lembab dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi tinea kruris.1

Patogenesis

Dermatofita hanya tumbuh dalam jaringan keratin yang mati. Hasil metabolisme
jamur berdifusi melalui lapisan Malpighi, menyebabkan eritema, pembentukan vesikel dan
pruritus. Waktu hifa menjadi tua dan memisahkan diri menjadi artrospora, sel-sel yang
mengandung artrospora mengelupas sehingga pada beberapa kasus terdapat bagian tengah
yang bersih pada lesi kurap. Hifa tumbuh dengan aktif ke arah pinggir cincin stratum

11
korneum yang belum terserang. Pertumbuhan terus berlangsung ke dalam stratum korneum
yang baru terbentuk pada permukaan kulit yang lebih tebal menyebabkan infeksi ini menetap
pada tempat-tempat tersebut.5

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:4

1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain,
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh
kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul begitu jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis.
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang
belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema
dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan
bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan
oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke
tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.4

Gejala Klinis Tinea Kruris

Kelainan pada tinea kruris mengenai kulit di daerah inguinal atau lipat paha, daerah
perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat

12
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah anus, dan perut bagian bawah,
atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi
berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi
terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan yang sekunder (polimorf). Bila penyakit
ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya
cairan biasanya akibat garukan.6 Tinea kruris yang disebabkan Tricophyton rubrum atau
Epidermophyton floccosum bersifat kronik dan relatif tanpa peradangan. Lesi hanya tampak
sebagai eritema ringan dengan daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Tinea kruris yang
disebabkan oleh Tricophyton mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan, bagian tepi
lesi tampak aktif disertai vesikel dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.1

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Infeksi dermatofit dapat dibatasi dengan dua cara yaitu mengubah lingkungannya
sehingga tidak menguntungkan bagi jamur tersebut untuk melakukan propagasi dan
penggunaan obat anti jamur topikal. Untuk mengurangi kelembaban dari lingkungan sekitar,
maka pasien disarankan untuk menggunakan pakaian yang menyerap keringat atau longgar.
Pengobatan sistemik menggunakan griseofulvin oral 500 mg sehari selama 3-4 minggu. Obat
yang lain adalah ketokonazol. Pengobatan topical memakai salep Whitfield, tolnaftat,
tolsiklat, haloprogin, derivate azol dan naftifin HCl. Pengobatan topikal dengan imidazol
disarankan lesi berat, terutama karena agen ini efektif pada infeksi campuran candida-
dermatofita. Infeksi dermatofita murni juga dapat diterapi dengan tolnaftat. Antijamur topikal
meliputi obat golongan azol seperti klotrimazol, ketokonazol atau mikonazol.8

Alilamin adalah golongan antijamur utama lain yang meliputi terbinafin dan naftifin.
Obat tersebut memerlukan pemakaian setiap hari dan tetap aktif di kulit selama 1 minggu
setelah pemakaian. Obat yang lebih baru seperti ciclopirox, butenafin dan haloprogin telah
dicoba dengan hasil beragam. Pengobatan topikal tersebut harus mencakup 2 cm melewati
tepi lesi yang terkena. Untuk pasien dengan penekanan sistem imun, pasien dengan penyakit
luas, dan pasien yang gagal diobati dengan pengobatan topikal maka flukonazol, itrakonazol
atau terbinafin dapat diberikan per oral. Pengobatan tinea pedis pada orang yang terkena tinea
kruris diperlukan untuk mencegah rekurensi.7

13
Non Medika Mentosa

Edukasi kepada pasien dan faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk
mencegah terjadi tinea kruris antara lain :
 Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.
 Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
 Jaga kebersihan kulit dan kaki, bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab.
 Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun,
tidak ketat dan ganti setiap hari.
 Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
 Mengeringkan tubuh sampai benar-benar kering sesudah mandi.
 Jangan berlama-lama memakai pakaian mandi yang lembab atau pakaian yang ketat.
 Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.
 Meningkatkan hygiene lingkungan & perorangan.9

Komplikasi
Komplikasi klinis jarang terjadi, tetapi superinfeksi area oleh bakteri penyebab
selulitis dapat terjadi. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan imun.
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi jamur
yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.7

Prognosis

Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.10

Kesimpulan

Berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien, dapat disimpulkan bahwa ia menderita tinea
kruris karena ia mempunyai beberapa gejala klinis yang tampak seperti bercak eritematosa
yang gatal dan meluas ke tepi pada lipatan paha setelah diberi salep hidrokortison (central
healing). Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai lipat paha, daerah inguinal, pubis,
daerah perineum dan sekitar anus (perianal). Gambaran klinik lesi simetris di lipat paha

14
kanan dan kiri mula-mula lesi berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas,
kadang-kadang disertai banyak vesikel kecil-kecil. Kelainan kulit yang tampak pada sela
paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya. Penyakit ini dapat diobati secara topikal dan sistemik dengan obat anti jamur.
Pencegahan melalui edukasi kepada pasien dan menjaga kebersihan diri.

Daftar Pustaka

1. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran.
Edisi ke-4. Jakarta: FK UI; 2015: h.319-26.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007:
h.42-3.
3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2006: h.118-9.
4. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6.
Jakarta: Erlangga;2007: h.1815-6.
5. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta:
EGC;1996: h.613.
6. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2007: h.92-9, 106-9, 200-1, 334-5.
7. Greenberg MI. Teks-atlas kedokteran kedaruratan. Jilid ke-2. Jakarta: Erlangga;2008:
h.420-25.
8. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates;2000: h.75-82.
9. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC;2001: h.599-610.
10. Siregar, R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi KE-3.Jakarta: EGC; 2014:
h.29-30.

15
16

Anda mungkin juga menyukai