Anda di halaman 1dari 20

HUKUM-HUKUM PUASA

Waktu-waktu dilarang Puasa, Puasa


Wishal, Pahala Puasa dan Adab Puasa

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah

Disusun Oleh : Indana Zulfa dan Tyas Alprayitno

Dosen Pengampu : Ainur Rofiq, S.S, M.Pd.I

THE eLKISI INSTITUTE


MOJOKERTO
2020
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
Abstrak...............................................................................................................................ii
I. Pendahuluan.................................................................................................................1
1. Latar Belakang Masalah.....................................................................................4
2. Rumusan Masalah...............................................................................................5
II. Pembahasan.................................................................................................................6
A. Hari yang Terlarang untuk Puasa..................................................................................6
a) Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul Adha............................................................................6
b) Hari-hari Tasyrik...........................................................................................................6
c) Puasa Khusus Hari Jum’at............................................................................................7
d) Puasa Hari Sabtu, kecuali Puasa Wajib.........................................................................7
e) Puasa Hari Syak (Hari yang diragukan)........................................................................7
f) Puasa Sepanjang Tahun................................................................................................8
g) Puasa Seorang Istri Ketika ada Suami kecuali dengan Izinnya.....................................8
h) Puasa Separuh terakhir Bulan Sya’ban, kecuali Puasa yang Rutin dilakukan...............9
B. Puasa Wishal.................................................................................................................9
C. Pahala Puasa.................................................................................................................9
D. Adab-adab Puasa..........................................................................................................9
a) Makan Sahur dan Mengakhirkan Sahur........................................................................9
b) Menahan dari Pembicaraan dan Prilaku yang tidak Bermanfaat...................................9
c) Sifar Dermawan dan Memperkaya Membaca Al-Qur’an..............................................9
d) Menyegerakan Berbuka................................................................................................9
e) Berbuka Puasa dengan Apa yang Mudah didapatkan Baginya......................................9
f) Berdo’a ketika Berbuka Puasa......................................................................................9
III. PENUTUP.......................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
PROFIL PENULIS................................................................................................................11
iii

Abstrak

ِ ِ‫ و َنعوذُ ب‬،‫إن الـحم َد لِلّ ِه نَـحم ُده ونَستَعِينُه ونَسَت ْغ ِفره‬


‫اهلل ِم ْن ُش ُرو ِر أَْن ُف ِسنَا َو ِم ْن‬ ُ َ ُُ ْ َ ُ ْ ْ َ ُ َ ْ ْ َ َّ
ِ ِ ْ ‫ ومن ي‬،‫ض َّل لَه‬
ِ ‫ من يه ِد ِه اهلل فَاَل م‬،‫ات أ َْعمالِنَا‬
ِ ‫سيِّئ‬
َ‫ َوأَ ْش َه ُد أَن الَّ إِلَه‬،ُ‫ي لَه‬
َ ‫ضل ْل فَاَل َهاد‬ ُ ْ ََ ُ ُ ُ َْ ْ َ َ ََ

‫ أ ََّما َب ْع ُد‬.‫ـح َّمداً َعْب ُدهُ َو َر ُسولُه‬


َ ‫َن ُم‬ َ ْ‫إِالَّ اهلل َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬
َّ ‫ك لَهُ َوأَ ْش َه ُد أ‬

Segala puji hanya milik Allah ‘azza wa jalla. sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang adab terhadap diri sendiri ini dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ibadah.

Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah


‫ ﷺ‬manusia paling mulia yang menjadi panutan utama kaum
muslimin. Juga kepada para sahabat, tabiin, tabiut tabiin, dan kepada generasi
selanjutnya yang senantiasa berpegang teguh pada tali islam.

Melaui makalah ini kami ingin menjelaskan tentang hukum-hukum seputar


puasa. Seperti, waktu-waktu dilarang puasa, puasa wishal, pahala puasa dan
bagaimana adab-adab puasa sesuai dengan Syariat yang telah di ajarkan oleh
Rasulullah ‫ﷺ‬.

Kami menyadari bahwa makalah tentang hukum-hukum seputar puasa ini


jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan kami. Karenanya segala
saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Indana Zulfa dan Tyas Al Prayitno


1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Islam tidak mensyariatkan sesuatu selain pasti mengandung hikmah ; ada


yang diketahui, ada pula yang tidak. Demikian juga, perbuatan-perbuatan
Allah tidak lepas dari berbagai hikmah yang terkandung dalam ciptaan-Nya,
hukum-hukum-Nya pun tidak lepas dari lautan hikmah. Dia Maha Bijaksana
dalam penciptaan-Nya, Maha Bijaksana dalam perintah-Nya, tidak pernah
menciptakan sesuatu yang batil, dan tidak pernah mensyariatkan suatu hukum
yang sia-sia.

Ini semua terkandung dalam aspek-aspek ibadah dan muamalah secara


keseluruhan, juga terkandung dalam hal-hal yang diwajibkan dan hal-hal
yang diharamkan.

Sesungguhnya Allah Swt. tidak berhajat kepada apapun, namun


hambahamba-Nyalah yang menghajatkan-Nya. Dia tidak mendapatkan
manfaat dari ketaatan hamba-hamba-Nya sedikitpun, tidak juga mendapatkan
mudarat dari pembangkangan mereka. Hikmah dari ketaatan akan kembali
kepada orangorang mukalaf itu sendiri.

Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang
salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang
keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam
wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang
tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak
mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih
banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan
puasa dengan baik dan benar.
2

Banyak orang-orang yang melaksanakan puasa hanya sekedar


melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang
membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah
mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa
tetapi tidak mendapatkan pahala. Maka dari itu makalah ini akan mengulas
tentang Hukum-hukum seputar puasa. Seperti, waktu-waktu di larang puasa,
puasa wishal, pahala puasa, dan adab puasa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Saja Hari yang Dilarang untuk Berpuasa?

2. Bagaimana Penjelasan Tentang Puasa Wishal?

3. Bagaimana Pahala Puasa?

4. Bagaimana Adab-adab Puasa?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Hari Yang Dilarang Untuk Berpuasa.

2. Untuk Mengetahui Penjelasan Tentang Puasa Wishal.

3. Untuk Mengetahui Seperti Apa Pahala Puasa.

4. Untuk Mengetahui Adab-Adab Puasa.


3

BAB II

Pembahasan

A. Hari yang Terlarang untuk Puasa

a) Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul Adha

Dari Abu Ubaid, dia berkata:

‫ول اللَّ ِه – صلى اهلل عليه وسلم – َع ْن‬ ِ ‫ه َذ ِان يوم‬


ُ ‫ان َن َهى َر ُس‬ َ َْ َ
‫اآلخُر تَأْ ُكلُو َن فِ ِيه ِم ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َوالَْي ْو ُم‬،‫صيَام ِه َما َي ْو ُم فطْ ِر ُك ْم م ْن صيَام ُك ْم‬
‫نُ ُس ِك ُك ْم‬
Aku pernah merayakan hari raya bersama Umar bin al-
Khaththab. Ia berkata: 'Dua hari raya ini adalah hari yang
dilarang Rasulullah ‫ ﷺ‬berpuasa, yaitu hari
ketika kalian berbuka dari puasa (Iedul Fithri) dan hari
ketika kalian memakan daging hewan kurban kalian (Iedul
Adh-ha).

b) Hari-hari Tasyrik (11,12, dan 13 Dzulhijjah)

Di antara hari yang terlarang untuk puasa adalah


hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Dalam hadits
disebutkan,:
ٍ ‫أَيَّام التَّ ْش ِر ِيق أَيَّام أَ ْك ٍل و ُشر‬
‫ب‬ ْ َ ُ ُ
4

“Hari-hari tasyriq adalah hari makan dan minum.”


(HR. Muslim no. 1141).

Imam Nawawi berkata, “Ini adalah dalil tidak boleh sama


sekali berpuasa pada hari tasyriq.” (Syarh Shahih
Muslim, 8: 18)

Tasyriq berasal dari kata tasyriqul lahm, yaitu :


daging yang dibuat dendeng lalu dijemur di terik matahari
hingga kering. Dahulu, daging hewan kurban memang
biasa dikeringkan di Mina. Ada yang mengatakan:
'Dinamakan demikian karena hewan kurban tidak
dipotong melainkan setelah tasyruqusy syams, yakni
terbitnya matahari."
Dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah berkata:
ِِ ِ ِ ِ
‫ى‬ َ ُ‫ص ىِف أَيَّام التَّ ْش ِر ِيق أَ ْن ي‬
َ ‫ إالَّ ل َم ْن مَلْ جَي د اهْلَْد‬،‫ص ْم َن‬ ْ ‫مَلْ يَُر َّخ‬
Tidak ada rukshah yang membolehkan berpuasa pada
hariTasyriq, kecuali bagi orang (yang sedang berhaji)
yang tidakmenemukan hewan kurban. (HR. Bukhori no.
1998)
Hari terlarang untuk puasa:
ٍ ‫ألَيَّام التَّ ْش ِر ِيق أَيَّام أَ ْك ٍل و ُشر‬
‫ب‬ ْ َ ُ ُ
“Hari-hari tasyriq adalah hari makan dan minum.” (HR.
Muslim no. 1141)

c) Puasa Khusus Hari Jum’at

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia


mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
5

ِ
ُ‫َح ُد ُك ْم َي ْو َم اجْلُ ُم َعة إِال َي ْو ًما َقْبلَهُ أ َْو َب ْع َده‬
َ ‫وم َّن أ‬
َ ‫ص‬ُ َ‫ال ي‬
“Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa
pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pula pada hari
sebelum atau sesudahnya.”
(HR. Bukhari no. 1849 dan Muslim no. 1929).

d) Puasa Hari Sabtu, kecuali Puasa Wajib

ِ ِ ِ َّ ‫الَ تَصوموا يوم‬


َ ِ‫يما ا ْفرُت‬
‫ض َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫السْبت إالَّ ف‬ َ َْ ُ ُ
“Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali
puasa yang diwajibkan bagi kalian.” Diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi, Ibu Majah

e) Puasa Hari Syak (Hari yang diragukan)

Dari Ammar bin Yasir, dia berkata:


ِ ‫ك فِ ِيه َف َق ْد عصى أَبا اَلْ َق‬
‫اس ِم‬ ُّ ‫ص َام اَلَْي ْو َم اَلَّ ِذي يُ َش‬
َ ََ َ ‫َم ْن‬
“Siapa yang berpuasa pada hari yang meragukan, maka
ia telah durhaka pada Abul Qosim,”

Hari yang meragukan yang dilarang puasa adalah


pada tanggal 30 Sya’ban. Di mana saat itu, jika tidak
terlihat hilal karena tertutup oleh mendung, maka bulan
Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Ada yang punya
inisiatif dalam rangka hati-hati tetap saja berpuasa pada
hari yang meragukan tersebut. Ini yang terlarang
sebagaimana hadits yang kita bawakan saat ini. Beda
halnya jika ia punya kebiasaan puasa sunnah pada hari ke-
30 tersebut, seperti puasa Senin Kamis, puasa Daud atau
membayar qodho’ puasa
6

f) Puasa Sepanjang Tahun

Hadis riwayat Imam at-Tirmidzi, Nabi SAW


pernah ditanya terkait dengan puasa sepanjang tahun.

‫ قيل يا رسول اهلل‬:‫عن عبد اهلل بن معبد عن أيب قتادة قال‬

‫ ال صام وال أفطر أو مل يصم ومل يفطر‬:‫كيف ملن صام ال ّدهر قال‬
Dari Abdullah bin Ma’bad dari Abi Qatadah beliau
berkata: “ditanyakan (kepada Nabi), Ya Rasul,
bagaimana tentang orang yang puasa sepanjang tahun?”
Beliau menjawab:
“tidak ada puasa dan tidak ada berbuka”

g) Puasa Seorang Istri Ketika ada Suami kecuali dengan


Izinnya

Dalam melaksanakan puasa Sunnah, ada suatu aturan


yang mesti diperhatikan oleh wanita muslimah. Aturan
yang dimaksud adalah ia harus meminta izin pada
suaminya ketika ingin menjalankan puasa sunnah. Ulama
Syafi’iyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan izin
bisa jadi dengan ridho suami. Ridho suami sudah sama
dengan izinnya.

Dalam hadits yang muttafaqun ‘alaih, dari Abu


Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
ِ ‫الَ حَيِ ُّل لِْلمرأ َِة أَ ْن تَصوم وزوجها ش‬
‫اه ٌد إِالَّ بِِإ ْذنِِه‬ َ َُ ََْ َ ُ َْ
“Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa
sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali
dengan izin suaminya.”
7

h) Puasa Separuh terakhir Bulan Sya’ban, kecuali Puasa


yang Rutin dilakukan

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

‫وموا‬
ُ ‫ص‬ُ َ‫ف َش ْعبَا ُن فَالَ ت‬ َ َ‫إِ َذا ا ْنت‬
َ ‫ص‬
“Jika tersisa separuh bulan Sya’ban, janganlah
berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 738 dan Abu Daud no.
2337)

Berdasarkan keterangan dari Ibnu Rajab rahimahullah,


berpuasa di akhir bulan Sya’ban ada tiga model:

Pertama, jika berniat dalam rangka berhati-hati


dalam perhitungan puasa Ramadhan sehingga dia
berpuasa terlebih dahulu, maka seperti ini jelas terlarang.

Kedua, jika berniat untuk berpuasa nadzar atau


mengqodho puasa Ramadhan yang belum dikerjakan, atau
membayar kafaroh (tebusan), maka mayoritas ulama
membolehkannya.

Ketiga, jika berniat berpuasa sunnah semata, maka


ulama yang mengatakan harus ada pemisah antara puasa
Sya’ban dan Ramadhan melarang hal ini walaupun itu
mencocoki kebiasaan dia berpuasa, di antaranya adalah Al
Hasan Al Bashri. Namun yang tepat dilihat apakah puasa
tersebut adalah puasa yang biasa dia lakukan ataukah
tidak sebagaimana makna tekstual dari hadits. Jadi jika
satu atau dua hari sebelum Ramadhan adalah kebiasaan
8

dia berpuasa –seperti puasa Senin-Kamis-, maka itu


dibolehkan. Namun jika tidak, itulah yang terlarang.

B. Puasa Wishal

C. Pahala Puasa

Puasa itu memiliki keistimewaan dibanding amalan lainnya.


Amalan lainnya akan kembali untuk manusia yaitu
dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu.
Namun tidak untuk amalan puasa. Amalan tersebut, Allah
khususkan untuk diri-Nya. Sehingga pahala puasa pun bisa tak
terhingga pahalanya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda
yang artinya,
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan
dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga
tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-
Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah
meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang
yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu
kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika
berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak
kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
a) Pahala Puasa yang Tak Terhingga
Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan
hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian
dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah
dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi
lipatan pahalanya. Oleh karena itu, amalan puasa akan
9

dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada


batasan bilangan.
Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga
Allah merahmati beliaumengatakan, ”Karena orang yang
menjalani puasa berarti menjalani kesabaran”. Mengenai
ganjaran orang yang bersabar.
Allah Ta’ala berfirman,

‫الصرِب ُ ْو َن اَ ْجَر ُه ْم بِغَرْيِ ِح َساب‬ ِ


ّٰ ‫امَّنَا يُ َوىَّف‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az- Zumar: 10)
Yang di maksud Sabar dalam ayat tersebut ada tiga
macam yaitu:
 sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah
 sabar dalam meninggalkan yang haram dan
 sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.
Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam
amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk
melakukan ketaatan. Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal
yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa seseorang berusaha
bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri
dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa
amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana
sabar.
b) Dua Kebahagiaan yang Diraih
Dalam hadits yang berkaitan dengan pahala puasa di atas
dikatakan, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan
kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.”
Kebahagiaan pertama adalah ketika seseorang berbuka
puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan
10

dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika


berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan,
minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dilarang dari
berbagai macam syahwat ketika berpuasa, dia akan merasa
senang jika hal tersebut diperbolehkan lagi.
Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba
berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala
amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah
ganjaran besar yang sangat dia butuhkan.
c) Bau Mulut Orang yang Berpuasa
Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula
dalam hadits di atas, “Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak
kasturi.”
Seperti kita tahu bersama bahwa bau mulut orang yang
berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan.
Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan
di sisi Allah karena bau ini dihasilkan dari amalan ketaatan
dank arena mengharap ridho Allah. Sebagaimana pula darah
orang yang mati syahid pada hari kiamat nanti, warnanya
adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak kasturi.
Harumnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah
ini ada dua sebab:
 Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah di
dunia. Ketika di akhirat, Allah pun menampakkan amalan
puasa ini sehingga makhluk pun tahu bahwa dia adalah orang
yang gemar berpuasa. Allah memberitahukan amalan puasa
yang dia lakukan di hadapan manusia lainnya karena dulu di
dunia, dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut
dari orang lain. Inilah bau mulut yang harum yang
11

dinampakkan oleh Allah di hari kiamat nanti karena amalan


rahasia yang dia lakukan.
Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu
mengharap ridho Allah di dunia melalui amalan yang dia
lakukan, lalu muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak
terasa enak bagi jiwa di dunia, maka bekas seperti ini tidaklah
dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut adalah sesuatu
yang Allah cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan
bekas yang tidak terasa enak tersebut muncul karena
melakukan ketaatan dan mengharap ridho Allah. Oleh karena
itu, Allah pun membalasnya dengan memberikan bau harum
pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk,
walaupun bau tersebut tidak terasa enak di sisi makluk ketika
di dunia.

D. Adab-adab Puasa

Puasa memiliki banyak adab atau tata karma, dimana ia


tidak sempurna kecuali dengan mengerjakannya dan tidak juga
lengkap kecuali dengan menjalankannya. Berikut adab-adab
puasa:

a) Makan Sahur dan Mengakhirkan Sahur

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallhu anhu, bahwasannya


Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda yang artinya,
“Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur
itu terdapat berkah”(Muttafaq Alaihi)1
Dan telah terhitung mkan sahurnya walaupun hanya dengan
seteguk air, berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Amr
Radhiyallahu anhuma, dia berkata bahwasannya Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda yang artinya:

1
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/139, no. 1923), Shahiih Muslim (II/770, no. 1095), Sunan
at-Tirmidzi (II/106, no. 703), Sunan an-Nasa-i (IV/141), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1692).
12

“Makan sahurlah kalian meski hanya dengan seteguk air”2

Disunnahkan pula untuk mengakhirkan makan sahur,


sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas, dari Zaid bin
Tsabit, dia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama
Rasulullah ‫ﷺ‬, setelah itu beliau langsung
berangkat shalat. Aku bertanya. ‘Berapa lama jarak antara
adzan dan sahur?’Dia menjawab. ‘Kira-kira sama seperti
bacaan 50 ayat’.” (Muttafaq Alaihi)3
Jika adzan telah terdengar dan makanan atau minuman masih
di tangannya, maka boleh ia memakan atau meminumnya,
berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia
berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda yang artinya:

“Barangsiapa di antara kalian yang mendengar adzan


(shubuh) dan bejana (makanan) masih ditangannya, maka
janganlah ia menaruhnya sebelum ia menyelesaikan
makannya.”4

b) Menahan dari Pembicaraan dan Prilaku yang tidak


Bermanfaat

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu,


Bahwasannya Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda yang
artinya:
“Jika pada hari salah seorang diantara kalian berpuasa,
maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membuat
kegaduhan dan tidak juga melakukan perbuatan orang-
orang bodoh. Dan jika ada orang yang mencacinya atau

2
Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2945)], Shahiih Ibni Hibban (no. 223, 884).
3
Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/138, no. 1921), Shahiih Muslim (II/771, no. 1097), Sunan
at-Tirmidzi (II/104, no. 699), Sunan an-Nasa-i (IV/143), Sunan Ibni Majah (I/540, no. 1694).
4
Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 607)], Sunan Abi Dawud (VI/475, no. 2333),
Mustadrak al-Hakim (I/426).
13

menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan,


‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.”5

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia


berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda yang artinya:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
mengerjakannya, maka Allah tidak memerlukan orang itu
untuk meninggalkan makanan dan minumannya
(puasanya).”6

c) Sifat Dermawan dan Memperkaya Membaca Al-Qur’an

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya


Nabi ‫ ﷺ‬adalah orang yang paling pemurah
dalam kebaikan dan beliau akan lebih dermawan (dari hari-
hari biasanya) pada bulan Ramadhan, ketika jibril datang
menemuinya dan adalah jibril selalu datang menemuinya
setiap malam dari malam-malam bulan Ramadhan, hingga
Ramadhan selesai, Rasulullah ‫ ﷺ‬membacakan
Al-Quran kepada jibril. Dan di saat ia bertemu Jibril beliau
lebih pemurah (lembut) dari angin yang berhembus dengan
lembut.”7

d) Menyegerakan Berbuka

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, bahwa


Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda yang artinya:

5
Penggalan dari hadits: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya sendiri…” dan telah berlalu
takhrijnya.
6
Shahih: [Mukhtashar Shahiih al-Bukhari (no. 921)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari)
(IV/116, no. 1903), Sunan Abi Dawud (VI/488, no. 2345), Sunan at-Tirmidzi (II/105, no. 702).
7
Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari I/30, no. 6), Shahiih Muslim (IV/1803, no.
2308).
14

“Umat manusia akan tetap baik selama mereka


menyegerakan berbuka puasa.”8

e) Berbuka Puasa dengan Apa yang Mudah didapatkan


Baginya

Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi biasa berbuka


dengan ruthab(kurma segar) sebelum mengerjakan shalat.
Jika beliau tidak mendapatkan ruthab, maka beliau berbuka
dengan beberapa buah tamr (kurma masak yang sudah lama
di petik) dan jika tidak mendapatkan tamr, maka beliau
meminum air.”9

f) Berdo’a ketika Berbuka Puasa

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, dia


berkata, “Bahwasannya Rasulullah ‫ ﷺ‬jika
berbuka puasa selalu membaca doa yang artinya:

“Telah hilang rasa haus dan telah basah urat-urat, serta


telah ditetapkan pahala, In syaa Allah.”10

8
Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/198, no. 1957), Shahiih Muslim (II/771,
no. 1098), Sunan at-Tirmidzi (II/103, no. 695).
9
Hasan shahih: [Shahih Sunan Abi Dawud (no. 2065)], Sunan Abi Dawud (VI/ 481, no. 2339),
Sunan at-Tirmidzi (II/102, no. 692).
10
Hasan: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 2066)], Sunan Abi Dawud (VI/482, no. 2340).
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah, bahwa menjalankan ibadah


puasa sesuai dengan syari’at maka akan menghadirkan banyak
keberkahan dari Allah, jika benar-benar melakukannya karena untuk
mencari ridho Allah Azza Wa Jalla. Selain menghadirkan banyak
keberkahan puasa yang dilakukan benar-benar hanya untuk mencari
ridho Allah akan membentuk watak, mengetahui bagaimana cara
merendahkan diri, dapat merealisasikan perasaan syukur kepada Allah
Ta’la, menjauhkan diri dari syaitan, serta dapat membangkitkan rasa
kasih sayang di antara sesama manusia.

B. Kritik dan Saran

Kita semua harus mengetahui bahwa islam telah mengatur


sedemikian rupa segala sesuatu melalui Firman-firmanNya dan sabda-
sabda Rasul-Nya. Hingga demikian kami sebagai penyusun berharap
makalah ini bisa memberi sedikit manfaat tentang bagaimana hukum-
hukum seputar puasa.
16

kami berharap makalah hukum-hukum seputar puasa ini bisa


memberi manfaat kepada para pembaca dan juga kami sendiri. kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, mengingat
keterbatasan pengetahuan kami. Karenanya segala saran yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Kitab:
Al-Quran (dan terjemahnya). Syamil Quran.
Buku:
Jabir Al-Jaza’iri, Abu Bakar. 2016. Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Haq.
Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah. 2016. Ensiklopedi Fiqh Praktis Jilid 3.
Jakarta: Pustaka Imam Syafii.
Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. 2016. Shahih Fikih Sunnah 3. Jakarta:
Darus Sunnah Press.
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. 2016. Sifat Puasa Nabi. Jakarta:
Darus Sunnah Press.
Internet:
https://almanhaj.or.id/1630-adab-adab-puasa-2.html
https://muslim.or.id/17313-kajian-ramadhan-4-pahala-puasa-untuk-allah.html
17

Anda mungkin juga menyukai