, ITB 2009
Bab 12
Teori Umum Semen dan Penyemenan
12.1.2.2. Re-cementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan untuk
memperluas perlindungan casing di atas top semen.
strength semen. Karena C2S ini menghidrasinya lambat maka tidak berpengaruh
dalam setting time semen, akan tetapi sangat menentukan dalam kekuatan semen
lanjut. Kadar C2S dalam semen tidak lebih dari 20%.
c. TRICALCIUM ALUMINATE
Tricalcium aluminate (3CaO.Al 2O3) dinotasikan sebagai C3A, yang terbentuk dari
reaksi antara CaO dengan Al2O3.Walaupun kadarnya lebih kecil dari komponen silikat
(sekitar 15% untuk high-early strength cement dan sekitar 3% untuk semen yang
tahan terhadap sulfat), namun berpengaruh pada rheologi suspensi semen dan
membantu proses pengerasan awal pada semen.
d. TETRACALCIUM ALUMINOFERRITE
Tetracalcium aluminoferrite (12CaO.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan sebagai C4AF, yang
terbentuk dari reaksi CaO, Al 2O3, dan Fe2O3. Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya
pada strength semen. API menjelaskan bahwa kadar C 4AF ditambah dengan dua kali
kadar C3A tidak boleh lebih dari 24% untuk semen yang tahan terhadap kandungan
sulfat yang tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan akan menaikan kadar
C4AF dan menurunkan kadar C3A, dan berfungsi menurunkan panas hasil
reaksi/hidrasi C3S dan C2S.
b. Material ARGILLACEOUS
Material ini berisi clay atau mineral clay
Clay adalah bahan yang bersifat plastis bila basah dan keras bila dipanaskan.
Terdiri dari sebagian besar aluminium silikat dan mineral lainnya.
Shale adalah batuan fosil yang terbentuk dari gabungan clay, lumpur dan silt
(endapan lumpur).
Slate adalah batu tulis adalah batuan yang padat dan berbutir baik, yang
dihasilkan dari pemampatan clay, shale dan batuan lainnya.
Ash adalah abu merupakan produk pembakaran batu bara.
a. Dry Process
Pada awal proses ini, mineral clay dan limestone sama-sama dihancurkan, lalu
dikeringkan di rotary dries. Hasilnya dibawa ke tempat penggilingan untuk dileburkan.
Kemudian hasil leburan ini masuk ke tempat penyaringan, dan partikel-partikel yang
kasar dibuang dengan sistem sentrifugal. Hasil saringan ini ditempatkan di beberapa
silo (tempat berbentuk tabung yang tertutup) dan setelah didapat komposisi kimia
yang diinginkan, kemudian akan melalui proses pembakaran di Kiln. Susunan
peralatannya dapat dilihat pada (gambar 12.2).
Tahap 1 (sampai 200oC) Pada tahap ini mengalami proses penguapan air bebas.
Tahap 2 (200 – 800oC) Pada tahap ini mengalami proses pra-pemanasan, dimana
partikel-partikel clay mengalami dehidroksidasi (pembebasan unsur-unsur
hidroksida).
Tahap 3 (800 – 1100oC) dan Tahap 4 (1100 – 1300 oC) Pada tahap ini mengalami proses
pembebasan unsur karbon (dekarbonisasi). Dehidroksidasi mineral-mineral clay
disempurnakan dan didapat hasil yang berbentuk kristal. Kalsium karbonat
membebaskan sejumlah besar karbondioksida. Produk bermacam-macam
kalsium aluminat dan ferit mulai terjadi.
Tahap 5 (1300 - 1500 – 1300oC).Pada tahap ini, sebagian campuran reaksi mencair.
Dan suhu 1500oC (Clinkering temperature), C 2S dan C3S terbentuk. Sementara
itu lime, alumina dan oksida besi tetap dalam fasa cair.
Tahap 6 (1300 – 1000oC)Pada tahap ini, C3A dan C4AF berubah dari fasa liquid menjadi
padat dan berbentuk kristal.
Saat laju pendinginan cepat, fasa liquid (yang terjadi pada tahap 5) memadat
seperti gelas. C3A dan C2S menurun. MgO bebas tetap dalam fasa gelas, sehingga
menjadi kurang aktif dan dapat menyebabkan semen menjadi kurang kokoh. Pada
kondisi ini, compressive strength awal rendah, namun strength lanjutnya tinggi.
semen ini dapat digunakan pada range kedalaman dan temperatur yang besar.
Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate sulfate resistant.
Gel C-S-H ini terdapat sekitar 70% dalam hidrat semen Portland keseluruhannya
dan merupakan bahan pengikat pada semen yang mengeras. Sedang kalsium
hidroksida dalam bentuk kristal yang berbentuk heksagonal, konsentrasinya dalam
semen sekitar 15-20 %.
Pada awal proses hidrasi berlangsung singkat, fasa silikat mengalami perioda
reaktivitas yang lambat yang disebut 'Induction Period'. Namun perioda ini tidak terlalu
mempengaruhi rheologi suspensi semen. Hidrasi yang besar terjadi (lihat gambar
12.7 dan gambar 12.8) saat laju hidrasi C 3S melalui laju hidrasi C2S. Karena kelebihan
laju hidrasi C3S ini dan banyaknya gel C-S-H , hidrasi C 3S sangat berpengaruh pada
saat proses pengerasan semen dan pengembangan awal strength semen.
Sedangkan hidrasi C2S berpengaruh pada final strength semen.
Pada hidrasi C3S terdapat 5 periode hidrasi (lihat gambar 12.9), yaitu :
I. Pre-induction period
II. Induction Period
III. Acceleration Period
IV. Decceleration Period
V. Diffusion Period
1. Preinduction Period
Lamanya periode ini hanya beberapa menit saja. Reaksi eksotermal yang
besar pada periode ini diakibatkan oleh pembasahan bubuk semen dan
kecepatan hidrasi awal. lapisan awal gel C-S-H terbentuk di sekeliling
permukaan C3S yang anhydrous.
Saat komponen C3S kontak dengan air, ion-ion O2- dan SiO4- berubah
menjadi ion-ion OH- dan H3 SiO4-.
Reaksi ini berlangsung cepat dan diikuti dengan terputusnya permukaan
berproton, yang sesuai dengan reaksi berikut :
2Ca3SiO5 + 8H2O 6Ca2+ + 10OH- + 2H3SiO4-
Kemudian larutan yang terjadi menjadi supersaturated (lewat jenuh) dan
terjadi endapan gel C-S-H.
2Ca2+ + 2OH- + 2H3SiO4- Ca2 (OH)2H4Si2O7 + H2O
2. Induction Period
Pada periode ini, laju pembebasan panas turun. Penambahan gel C-S-H
lambat, konsentrasi Ca2+ dan OH- terus bertambah. Ketika kondisi
supersaturated tercapai, pengkristalan kalsium hidroksida mulai terjadi. Pada
temperatur lingkungan, lamanya periode ini berlangsung beberapa jam.
4. Diffusion Period
Pada periode ini, hidrasi berlangsung dalam keadaan lambat dan porositas
sistem berkurang. Jaringan produk hidrat menjadi lebih tebal dan strength
bertambah besar. Kristal portlandite terus berkembang dan memakan butiran
C3S yang berakibat hidrasi total tidak pernah tercapai.
kondisi ini, sebuah mineral yang diketahui sebagai Tobermorite (C 5S6H5) terbentuk
yang memberikan sifat strength tinggi dan permeabilitas rendah dapat dipertahankan.
Kenaikan temperatur sampai 149 oC (300oF) menyebabkan tobermorite berubah
menjadi Xonotlite (C6S6H) dan sebagian kecil Gyrolite (C 6S3H2). Namun kadang-
kadang tobermorite bertahan hingga temperatur 250 oC (1282oF), karena adanya
penggantian aluminium dalam struktur atom semen Portland.
Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan volume tiap
komponen yang ada dalam suspensi semen, sedangkan di lapangan dengan
menggunakan alat 'pressurized mud balance'.
Pada primary cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 150-250 cc yang
diukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan
pada tekanan 1.000 psi. Sedangkan pada squeeze cementing, filtration loss diijinkan
sekitar 55 - 65 cc selama 30 menit.
12.5.6. Permeabilitas
Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras, dan bermakna sama dengan
permeabilitas pada batuan formasi yang berarti kemampuan untuk mengalirkan
fluida. Semakin besar permeabilitas semen maka semakin banyak fluida yang dapat
melalui semen tersebut, dan begitu pula untuk keadaan yang sebaliknya.
Dalam hasil penyemenan, permeabilitas semen yang diinginkan adalah tidak ada
atau sekecil mungkin. Karena bila permeabilitas semen besar akan menyebabkan
terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus dan strength semen
berkurang, sehingga fungsi semen tidak akan seperti yang diinginkan, yaitu
menyekat casing dengan fluida formasi yang korosif. Bertambahnya permeabilitas
semen dapat disebabkan karena air pencampur terlalu banyak, karena kelebihan
aditif atau temperatur formasi yang terlalu tinggi.
Perhitungan permeabilitas semen di laboratorium dapat dilakukan dengan
menggunakan 'Cement Permeameter'. Dengan menggunakan sampel semen,
permeabilitas diukur dengan mengukur laju alir air yang melalui luas permukaan
sampel yang diberi perbedaan tekanan sepanjang sampel tersebut. Perhitungan
permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Darcy berikut :
QL
k ...........................................................................................................(12-4)
AP
dimana :
k = Permeabilitas, D
q = Laju alir, ml/s
= Viscositas air, cp
L = Panjang sampel, cm
A = Luas permukaan sampel, cm2
P = Perbedaan tekanan, atm
Gambar 12.16. Kondisi Bubur Semen Yang Mempunyai Berbagai Kandungan Air
(WCR)
Fluid-lossControl Agent
LostCirculation Agent
Specially Additives
12.6.1. Accelerator.
Accelerator adalah aditif yang dapat mempercepat proses pengerasan suspensi
semen. Selain itu dapat juga mempercepat naiknya strength semen dan
mengimbangi aditif lain (seperti dispersant dan fluida loss control agent), agar tidak
tertunda proses pengerasan suspensi semennya.
Sumur-sumur yang dangkal seringkali menggunakan accelerator, karena selain
temperatur dan tekanan yang umumnya rendah, juga karena jarak untuk mencapai
target tidak terlalu panjang.
Contoh-contoh aditif yang berlaku sebagai accelerator adalah kalsium klorida ,
sodium klorida, gipsum, sodium silikat dan air laut.
Kalsium Klorida
Umumnya penambahan kalsium klorida antara 2 - 4% saja kedalam suspensi
semen. Pengaruhnya dapat mempercepat thickening time dan menaikkan
compressive strength .
Sodium Klorida
Sodium klorida atau Narium klorida dengan kadar sampai 10% BWOMW (by weight
on mix water) berlaku sebagai accelarator. Pengaruhnya terhadap thickening time
dan compressive strength semen dapat dilihat pada gambar 12.19.
Gambar 12.19. Efek Sodium Klorida pada Thickening Time dan Compressive
Strength
12.6.2. Retarder
Retarder adalah aditif yang dapat memperlambat proses pengerasan suspensi
semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai
kedalaman target yang diinginkan.
Retarder sering digunakan dalam menyemen casing pada sumur-sumur yang
dalam, sumur-sumur yang bertemperatur tinggi atau untuk kolom penyemenan yang
panjang.
Aditif yang berlaku sebagai retarder antara lain lignosulfonat, senyawa-senyawa
asam organik dan CMHEC.
Lignosulfonat
Lignosufonat merupakan polymer yang terbuat dari pulp. Umumnya dengan kadar
0,1 - 1,5% BWOC (by weight on cement) efektif dicampur ke dalam suspensi semen
untuk berfungsi sebagai retarder. Pada gambar 12.20 dapat dilihat fungsi
lignosulfonat hingga temperatur 62 oC (144oF), namun tetap efektif sampai
temperatur 121oC (250oF). Dan bila ditambah dengan sodium borate dapat bertahan
sebagai retarder hingga temperatur 315 oC (600oF).
12.6.3. Extender
Extender adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi semen,
yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut. Pada
umumnya penambahan extender ke dalam suspensi semen diikuti dengan
penambahan air.
Adapun yang termasuk extender antara lain bentonite, attapulgite, sodium silikat,
pozzolan, perlite dan gilsonite.
Bentonite
Bentonite bersifat banyak mengisap air, sehingga volume suspensi semen bisa
menjadi 10 kalinya. API merekomendasikan bahwa setiap penambahan 1%
bentonite ditambahkan pula 5,3 % air (BWOC), yang berlaku untuk seluruh kelas
semen. Pengaruh lain dari penambahan bentonite adalah yield semen naik, kualitas
perforasi lebih baik, compressive strength menurun, permeabilitas naik, viskositas
naik dan biaya lebih murah. Untuk temperatur di atas 110 oC (230oF), penambahan
bentonite akan menyebabkan turunnya compressive strength secara drastis.
Sodium Silikat
Sodium silikat dengan kadar 0,2 - 3% BWOC dapat menurunkan densitas suspensi
semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya dengan bertambahnya kadar
sodium silikat tersebut, maka compressive strength semen menurun.
Pozzolan
Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan silika yang bereaksi
dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis pozzolan, yaitu pozzolan alam seperti
diatomaceous earth dan pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth
sebagai extender tidak memperbesar viscositas suspensi semen dan harganya
cukup mahal. Sedangkan fly ashes dapat mempercepat naiknya compressive
strength serta harganya sangat murah.
Expanded Perlite
Perlite merupakan extender yang berasal dari batuan vulkanik. Penambahan Perlite
biasanya diikuti dengan penambahan bentonite sekitar 2 - 4% untuk mencegah
terjadinya pemisahan dengan slurry.
Gilsonite
Gilsonite terjadi pada mineral aspal, yang mula-mula ditemukan di Colorado dan
Utah. Dengan spesific gravity 1,07 dan cukup dengan jumlah air yang sedikit (sekitar
2 gal/ft3) akan didapat densitas suspensi semen yang rendah. Kadar gilsonite
sampai 50 lb yang dicampur dengan 1 sak semen Portland dapat menghasilkan
densitas suspensi semen sekitar 12 ppg.
Barite
Barite merupakan aditif yang paling umum digunakan sebagai weighting agent, baik
itu untuk suspensi semen maupun dalam lumpur pemboran. Penambahan barite
harus disertai pula dengan penambahan air untuk membasahi permukaan partikel
barite yang besar. Dengan spesific gravity 4,23, maka barite dapat menaikkan
densitas suspensi semen sampai sekitar 19 ppg.
Pasir
Pasir yang digunakan sebagai weighting agent adalah pasir Ottawa. Dengan spesific
gravity 2,63, maka densitas suspensi semen yang mengandung pasir Ottawa ini
dapat mencapai 18 ppg. Penggunaan pasir Ottawa ini biasanya digunakan untuk
menyemen lubang sebagai tempat pemasangan whipstock dan untuk plug job.
12.6.5. Dispersant
Dispersant adalah aditif yang dapat mengurangi viskositas suspensi semen.
Pengurangan vikositas atau friksi terjadi karena dispersant mempunyai kelakuan
sebagai thinner (pengencer). Hal ini menyebabkan suspensi semen menjadi encer,
sehingga dapat mengalir dengan aliran turbulen walaupun dipompa dengan rate
yang rendah.
Aditif-aditif yang tergolong dispersant adalah senyawa-senyawa sulfonat.
Polymelamine Sulfonate. Polymelamine sulfonate (PMS) dengan kandungan
0,4% BWOC sering dicampur dengan suspensi semen sebagai dispersant. Sampai
temperatur 85oC (185oF), PMS tetap efektif karena unsur-unsur kimianya masih
stabil.
Mud Kill
Mud Kill berfungsi sebagai aditif yang menetralisir bubur semen terhadap zat-zat
kimia dalam lumpur pemboran. Contoh mud kil adalah 'paraformaldehyde'. Mud kill
juga memberi keuntungan, seperti memperkuat ikatan semen dan memperbesar
strength semen.
Radioactive Tracers
Radioactive tracers ditambahkan ke dalam suspensi semen supaya memudahkan
operasi logging dalam menentukan posisi semen dan mengetahui kualitas ikatan
semen.
Antifoam Agents.
Adanya foam dalam suspensi semen sering menyebabkan hilangnya tekanan
pemompaan, maka untuk mencegahnya ditambahkan antifoam agent. Polypropylene
Glycol adalah contoh antifoam agent yang sering digunakan, karena selain efektif
juga harganya murah.
yang berbeda. Tabel 12.6 memperlihatkan beberapa data volume absolute dan bulk
dari berbagai semen (dalam SI dan English Unit).
Sedangkan volume absolute dan bulk untuk berbagai material additive semen
biasanya diberikan oleh masing-masing pabrik pembuatnya. Tabel 12.7
memperlihatkan informasi berbagai volume absolute dan SG beberapa jenis aditif.
Contoh :
Semen kelas G (abs vol. = 0.0382) + 35 % Silica Flour (abs. vol. = 0.0454) + 1 %
solid cellulosic fluid loss additive ( abs. vol. = 0.0932) + 0.2 gal/sk cairan PNS
Disepersant (abs. vol. = 0.1014) + 44 % air (abs. vol. = 0.1202). Tentukan : Densitas
dan Yield Suspensi
Tambahan volume = 25 %
Shoe joint = 42 ft
Top of cement = 300 ft (dalam 13 3/8 " casing)
Top of Tail = 4450 ft
Lead cement = 13.0 lb/gal (yield = 1.50 cuft/sk)
Tail cement = 16.4 lb/gal (yield = 1.05 cuft/sk)
Displacement fluid = 11.5 lb/gal (lumpur)
Formasi lemah = 3125 psi (di 4320 ft)
Tekanan tertinggi = 3150 psi (di 4800 ft)
Tentukan :
a. Volume semen
b. Volume displacement
c. Tekanan pompa untuk mendudukkan plug
d. Hidrostatik pressure pada formasi
b. Cement Program
LEAD cement = 2000 ft
Class G (0,0382 gal/lb ) + 50% water (0,12 gal/lb) + 4% bentonite (0,0454 gal/lb)
TAIL cement = 1000 feet
Class G (0,0382 gal/lb) + 35 % silika (0,0454 gal/lb) + 45% water (0,12 gal/lb)
Excess Volume = 50%
c. Tentukan :
1. Density dan Yield dari LEAD Cement
2. Density dan Yield dari TAIL Cement
3. Jumlah Sak semen yang diperlukan untuk LEAD Cement
4. Jumlah Sak semen yang diperlukan untuk TAIL Cement
5. Barrel lumpur yang diperlukan untuk mendorong top plug ke bottom plug
6. Stroke dan waktu (menit) pompa untuk mendorong top plug ke bottom
plug
7. Tekanan hidrostatis di dasar annulus (psi)
8. Tekanan hidrostatis di dasar dalam casing (psi)
9. Tekanan maksimum pompa yang diperlukan
10. Apakah terjadi loss circulation di bagian formasi yang terlemah
penyemenan hal ini dapat menjadi masalah karena setelah penghentian hal ini dapat
menjadi masalah karena stelah pengertian beberapa kali, diperlukan tekanan pompa
yang besar untuk memulai gerakan. Karena alasan ini, kebanyakan operator
mencoba menghindari shutdown yang lama ketika memompa sistem ini.
Sampai saat itu belum terjadi gas channeling karena seluruh tekanan hidrostatik
terperangkap di pori semen yang terisi air (gambar 12.28). Gas tidak dapat
memasuki matrik selama tekanan pori semen tetap lebih besar dari pada tekanan
formasi gas. Bila terjadi sedikit penurunan volume air pori (air mempunyai
kompresibilitas sangat rendah), akan terjadi penurunan tekanan pori semen yang
besar.
Sebenarnya, selalu terjadi penurunan volume air pori karena adanya dua
mekanisme yang terjadi selama hidrasi semen, yaitu :
1. Pengurangan volume air karena hidrasi semen
2. Pengurangan volume air karena hilangnya air kedalam formasi yang porous.
Penurunan volume air selama hidrasi berasal dari air yang digunakan pada reaksi
kimia yang diperlukan semen. Penurunan ini, ditambah dengan penurunan volume
karena hilangnya air ke dalam formasi, sangat menurunkan tekanan pori semen.
Pada saat tekanan pori menurun, semen masih sangat permeabel untuk gas karena
strukturnya masih lemah. Hal tersebut merupakan saat di mana matriks semen
mudah mengalami gas channeling. Tekanan pori semen telah turun menjadi di
bawah tekanan formasi, tetapi semen belum memiliki compressive strength yang
cukup untuk menghambat gas channeling (gambar 12.29).
Bila gas memasuki matriks semen dan channel yang dibuat bertambah dan
membesar, makin membesar pula biaya remedial. Masalah itu diperburuk oleh
penyusutan kimia yang disebabkan oleh hidrasi, yang menyebabkan ikatan yang
lemah antara semen dan formasi dan antara semen dengan casing. Masalah yang
disebabkan gas channeling dapat menyebabkan perlu dilakukannya remedial atau
squeeze cementing yang mahal, sampai sembur liar dan sumur harus ditinggalkan.
Gambar 12.29. Terjadi Masukan Gas Dari Formasi Yang Bertekanan Tinggi
utama adalah sejarah termal bahan pengikat dan kehalusan semen.Pada data tabel
12.14 menunjukkan bahwa semen HTS mempunyai thickening time dan compresive
strength yang lebih baik dari pada semen kelas H plus 60% bubuk silika. Pada suhu
biasa, semen HTS relatif tidak reaktif. Hasil Test ASTM C109 menunjukkan kubus
semen HTS yang di cured pada 73 oF (23oC) tidak menset dalam 9 hari. Walaupun
curing diperpanjang hingga 28 dan 180 hari, strength spesimen mengembang sangat
lambat, yaitu berturut-turut 200 dan 1.000 psi. Dilain pihak, pada kondisi hidrotermal,
semen HTS yang dicampur dengan 43,5% air mempunyai 1.090 dan 4.290 psi pada
waktu dites dengan API Schedule 7S (pada 260 o/127oC dan 3.000 psi) selama 8 jam
dan 7 hari. Pada kondisi test yang terakhir, strength yang besar pada semen HTS
dihubungkan dengan pembentukan Tobermorite 11 A, suatu kalsium silikat hidrat
(C5S6H5).
Tabel 12.13. Analisa Kimia Untuk Semen Kelas-H Yang Dicampur Silika, dan
Hydrothermal Cement
Tabel 12.14. Sifat Semen Kelas-H Yang Dicampur Silika dan Hydrothermal Cement
2. Spesifikasi Sementara
Semen Kelas J Tahun 1972.Karena semen HTS dirancang sebagai formulasi yang
tergantung pada suhu, sangat penting untuk diketahui bahwa semen tersebut hanya
digunakan pada sumur-sumur dengan suhu statik dasar sumur sebesar 260 oF
(127oC) atau lebih. Pada sumur-sumur minyak, gas atau panas bumi, suhu tinggi
dari bumi membuat terjadinya reaksi lime-silika pada semen HTS. Karena itu tidak
diajurkan menggunakan semen HTS pada suhu dibawah 260 oF (127oC), walaupun
strength yang cukup (640 psi) terjadi pada 2309 oF (110oC) setelah 24 jam, dan 2.650
psi setelah 3 hari. Semen HTS dibuat tanpa retarder atau kalsium sulfat, tetapi
memerlukan air dan kondisi batas hidrotermal untuk mengembangkan strength.
Semen HTS dapat digunakan sebagai semen dasar untuk kedalaman 12,000
sampai 16.000 ft, dimana suhu pada kedalaman tersebut berkisar antara 260 o
sampai 320oF (127 sampai 160oC).Tabel 12.15 menunjukkan data perbandingan
semen HTS dengan spesifikasi sementara kelas J. Terlihat bahwa semen HTS
mempunyai thickening time dan compressive strength yang diperlukan lebih baik
dengan batas keamanan yang memadai bila suspensi semen memiliki air 43,5% dari
berat semen (12,91 gal/sak).
Tabel 12.15. Sifat Semen Kelas-J, dan Hydrothermal Cement
3. Karakteristik Fisika
Telah diketahui bahwa gipsum anhydrous pada semen Portland dapat mempunyai
efek yang menurunkan unjuk kerja suspensi semen Portland. Keadaan anhydrous
biasanya berwujud gel semen. Bila sifat gel tersebut terjadi diawal, hal itu akan
menyebabkan masalah pada saat semen dicampur dengan air dipermukaan.
Pembentukan Gel semen juga dapat terjadi di bawah, selama pemompaan, karena
shoutdown atau break down.Dengan semen HTS, akan diperoleh pencampuran dan
pemompaan suspensi dengan baik, karena tidak diperlukan gipsum pada
formulasinya.Pada tabel 12.16 dan 12.16, dapat dilihat bahwa semen HTS dapat
digunakan pada sumur dengan kedalaman 12.000 sampai 16.000 ft, bila dicampur
dengan 43,5 air.
Tabel 12.165. API-Schedule Untuk Berbagai Kondisi Siumur Dalam Pengujian
Thickening Time
Semen epoxy dibuat dengan mencampur resin epoxy seperti bisphenol-A dengan
bahan pengeras. Tergantung pada sifat yang diinginkan, bahan pengeras yang
digunakan bisa anhidrit, aliphatic amine atau polyamide. Suatu filler atau pengisi
padat seperti bubuk silika sering digunakan untuk menambah densitas, dan sebagai
heat sink untuk eksoterm yang terjadi selama cure. Tergantung pada suhu sumur
statik dan sirkulasi, berbagai katalis dan akselerator dapat ditambahkan untuk
mengontrol penempatan dan waktu setting.
Sistem semen epoxy resin mempunyai ketahanan terhadap korosi, compressive
strength dan shear bond strength tinggi. Sistem itu cocok dengan asam kuat dan
basa (sampai 37% HCl, 60% H2SO4 dan 50% NaOH) pada suhu sampai 200oF
(93oC) selama periode eksposure. Epoxy juga tahan terhadap hidrokarbon dan
alkohol, tapi tidak tahan terhadap chlorinated organik atau aseton. Compressive
strength antara 4.000 - 10.000 psi (56 - 70 MPa), dan shear bond strengthnya dapat
mencapai sembilan kali lebih tinggi daripada semen Portland.
Spacer non-aqueous digunakan untuk semua pekerjaan semen epoxy. Oil bergel,
diesel atau alkohol menyingkirkan lumpur dan air dari pipa dan formasi, seperti juga
pada semua permukaan oil-wet.
Mixer
Alat ini pada prinsipnya adalah mempertemukan cement slurry dan air dengan
kecepatan yang sangat tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga timbul aliran
turbulensi yang menjadikan proses pencampuran menjadi sempurna.(gambar 12.30)
Gambar 12.30. Jet-Mixer Untuk Mencampur Semen dan Air Menjadi Suspensi
Semen
Pompa Semen
Pompa semen dipakai untuk pemompaan bubur semen ke dalam sumur. Pompa
yang biasa dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau single acting
triplex pluner pump. Plunger pump adalah biasa dipakai karena rate slurry yang
keluar lebih seragam dengan tekanan yang cukup besar. Kadang-kadang pumping
dengan recirculating mixer dijadikan satu dalam satu kesatuan tempat yang mudah
dipindah-pindahkan. Ini disebut sebagai mobile cementing equipment. (gambar
12.31)
Plug container sebagai tempat top dan bottom cementing plug yang diletakkan di
atas dan di bawah cement slurry. (gambar 12.32)
Gambar 12.32. Cementing Head Untuk Menyimpan Cement Waper Plug Sebelum
Dilepas
Gambar 12.34. Berbagai Float-Shod dan Float Collar Untuk Mencegah Aliran Balik
Wiper Plug
Wiper plug adalah plug yang dipakai untuk membersihkan dinding dalam casing
dari lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua yaitu top plug dan bottom plug.
(gambar 12.35)
Bottom plug berfungsi mendorong lumpur dalam casing sedangkan top plug
dipakai untuk mendesak kolom semen dalam casing agar semen dapat ke tempat
lokasi penyemenan.
Gambar 12.35. Wiper Plug Untuk Menyekat Tercampurnya Semen dan Lumpur
Scratchers
Adalah peralatan pembersih dinding lubang sumur dari mud cake sehingga
semen dapat melekat langsung pada dinding formasi dan dapat menghindarkan
channeling (lubang saluran diantara semen dan formasi). Cara pemakaian alat ini
ada beberapa macam yaitu dengan cara diputar (rotating) atau dengan menarik
turunkan (reciprocating). (gambar 12.36)
Centralizer
Centralizer adalah alat untuk menempatkan casing tepat di tengah-tengah lubang
sumur agar diperoleh jarak yang sama antara dinding casing dengan dinding lubang
sumur. Pemasangan alat ini pada casing biasanya dengan cara dilas (welding).
(gambar 12.37)
Penempatan casing dalam lubang sumur sedapat mungkin terletak di tengah-
tengah untuk menghindari terjadinya channeling.
Landing collar.
Berfungsi untuk menyekat dan menangkap liner wiper plug, mencegahnya naik
kembali ke atas lubang, menyekat tekanan dari bawah dan mencegahnya berputar
sewaktu pemboran keluar (drill-out). (gambar 12.38)
Cementing Basket
Cementing basket digunakan bersama-sama dengan casing atau lier pada titik
dimana terdapat formasi yang porous atau lemah. Guna alat ini adalah agar cement
slurry tidak bercampur dengan batuan formasi yang gugur. (gambar 12.39)
Liner Hanger
Digunakan untuk menggantung liner dan dipasang pada bagian atas liner.
(gambar 12.40)
Liner Packer
Dipasang pada bagian atas liner sebagai penyekat antara liner dan selubung
selama atau setelah penempatan semen.(gambar 12.41)
Gambar 12.39. Cement Basket Untuk Mencegah Suspensi Semen Melorot Jatuh
Kebawah
Pack-off Bushing
Biasa dimasukkan diantara setting tool dan bagian atas liner hanger sebagai
penyekat antara setting tool dengan liner. Pack-off bushing ada yang drillable dan
yang retrievable. Jenis drillable harus dibor kembali dengan bit atau mill. Retrievable
biasa dipakai pada pemboran dalam, dapat merupakan bagian dari setting tool dan
diambli kembali pada waktu setting tool dipindahkan dari liner, sehingga dapat
menghemat waktu pemboran ke luar. (gambar 12.43)
membersihkan liner sampai akhirnya tersangkut dan menempel pada landing collar.
(gambar 12.45)
Liner Swivel
Merupakan alat yang digunakan untuk liner yang tersangkut dalam lubang
terbuka atau dalam lubang yang tidak lurus dimana hanger barrel sukar berputar.
Dengan memakai alat ini liner tidak akan ikut berputar, hanya liner hanger dan
setting tool saja yang berputar. (gambar 12.47)
Data Temperatur
Peralatan bottom hole circulating temperatur (BHCT) dan Bottom hole static
temperature (BHST) diperlukan untuk memperkirakan perbedaan serta distribusi
temperatur di sepanjang lubang bor.
Thickening Time
Tickening time adalah waktu yang diperlukan agar slurry mempunyai konsistensi
100 poise. Seratus poise ini adalah batas dimana slurry masih bisa dipompakan oleh
sebab itu disebut pumpability. Dengan mengetahui pump ability suatu cement slurry
maka kemungkinan terjadinya pengerasan semen dalam perjalanan dapat dihindari.
Penambahan tekanan menyebabkan penurunan tichening time lebih cepat. (tabel
12.19)
Compressive strength
Strength semen harus memenuhi syarat-syarat teknis antara lain :
mampu menahan casing di lubang sumur/
mengisolasi zona permeabel
tidak pecah karena perforasi
tidak berubah karena terkontaminasi dengan lumpur pemboran.
Bila kandungan air kurang dari 37%, maka semen dalam keadaan tidak dapat
dipompakan (not pumpable) tetapi akan memberikan strength yang maksimum. Bila
kandungan air lebih dari 37% maka semen akan berubah sifat dari not pumpable
menjadi pumpable tetapi dengan compressive strength yang menurun. (gambar
12.49)
Densitas Semen
Densitas semen dipengaruhi oleh kandungan air dan jumlah additive yang
dipakai. Densitas semen selalu dibuat lebih besar dari densitas lumpur pemboran
agar semen dapat mendorong lumpur dan juga mencegah terjadinya kontaminasinya
semen oleh lumpur.
Permeabilitas Semen
Permeabilitas semen harus dibuat sekecil mungkin sebab semen dipakai juga
sebagai penyekat (isolasi) zona-zona dibelakang casing agar tidak terjadi hubungan
langsung antar zona. Air yang berlebihan pada campuran semen akan menyebabkan
kantong-kantong air dalam campuran sehingga permeabilitas meningkat.
Filtration Control
Pada sumur dalam kemungkinan dijumpainya zone permeable lebih besar
daripada sumur dangkal sehingga kemungkinan kehilangan filtratnya adalah lebih
besar. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya filtration loss antara lain:
tekanan, waktu dan permeabilitas.
12.10.3.5. Simulator
Algoritma telah dikembangkan untuk membuat simulasi secara akurat dari
kegiatan sementing seperti kecepatan fluida di annular, tekanan yang aman dan
kondisi lainnya. Manipulasi numerik diperlukan agar dimulasi secara akurat dari fisik
sumur selama pergerakan semen dapat diperoleh. Diperlukan komputer dengan
kemampuan yang tinggi sehingga bisa diperoleh peningkatan efisiensi dari disain
sementing.
Conductor Casing
Conductor casing adalah casing yang pertama kali dipasang pada operasi
pemboran. Ukuran casing berkisar antara 16" sampai 30" dengan letak kedalaman
maksimum sekitar 150 ft.
Fungsi conductor casing antara lain:
a. Untuk melindungi lubang dari gugurnya formasi yang lunak di dekat permukaan
karena akan tererosi oleh lumpur, jika tanah disekitar cukup kuat dan keras maka
tidak perlu dipasang.
b. Untuk melindungi drill pipe dari air laut yang korosive dan sebagai tempat
sirkulasi lumpur bor pada pemboran di lepas pantai.
Surface Casing
Surface casing adalah casing yang dipasang setelah conductor casing dan disemen
hingga ke permukaan.
Fungsi dari surface casing adalah :
a. Mencegah kontaminasi air tanah oleh lumpur pemboran.
b. Sebagai tempat pegangan (fondasi) bagi BOP.
c. Menahan berat casing string yang berikutnya.
Intermediate Casing
Suatu sumur bisa mempunyai lebih dari satu intermediate casing tergantung dari
kondisi geologis dan kedalamnnya. Pemasangan intermediate casing bertujuan
untuk menutupi zona-zona yang mengganggu selama berlangsungnya operasi
pemboran, seperti sloughing shale, lost circulation, abnormal pressure, kontaminasi
dan sebagainya.
Production Casing
Production casing adalah casing terakhir yang dipasang pada formasi produktif.
Kadang-kadang production casing tidak dipasang sampai ke permukaan karena
alasan biaya agar lebih murah. Hal ini menggunakan liner production casing.
Fungsi dari production casing adalah :
a. Memisahkan zona gas, zona minyak dan zona air, pada formasi produktif.
b. Memelihara agar lubang tetap bersih.
c. Melindungi alat-alat produksi di bawah permukaan misalnya pompa, packer dan
lain-lain.
Stage Cementing
Stage cementing atau penyemenan bertingkat adalah penyemenan yang
dilakukan dalam dua atau tiga bagian. Teknik ini terutama dilakukan pada
production casing dari sumur-sumur yang dalam atau dilakukan bila formasinya
lemah sehingga dikhawatirkan tidak mampu menahan tekanan kolom semen,
sehingga terjadinya lost circulation dapat dihindari.
Pada stage cementing ini dipakai peralatan tambahan yang disebut "float collar"
(gambar 12.53), yaitu alat yang bisa membuka pada saat semen slurry pertama
ditempatkan di dalam sumur dan menutup pada saat semen slurry kedua akan
ditempatkan di atas slurry pertama. Mekanisme pendesakan dapat dilihat pada
gambar 12.54.
12.10.4.3. Liner
Untuk mengurangi biaya pada oprasi pemboran dalam, maka dipakai liner
untuk mengganti rangkaian selubung penuh. Liner ini sendiri sama seperti
selubung akan tetapi pendek dan digantung pada selubung atau liner diatasnya.
Sebagaimana selubung, liner ini juga harus disemen. Kesulitan pada
penyemenan ini terutama karena kecilnya annulus disekitar liner, sehingga
perpindahan lumpur pemboran menjadi kurang baik. Untuk memperbaikinya
digunakan beberapa metode menggerakkan liner, seperti menggerakkan naik
turun (reciprocating) dan memutar (rotation) liner pada waktu menyemen.(gambar
12.58)
Prosedur penurunan dan penyemenan liner secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Sebelum diturunkan ke dalam sumur, batang-batang liner terlebih dahulu
disambung di meja putar.
2. Liner hanger dipasang di atas liner.
3. Liner diturunkan ke dalam sumur dengan memakai pipa bor yang diikat
dengan liner.
4. Batang-batang pipa bor ditambah di permukaan dan liner yang lengkap
diturunkan ke dalam sumur. Kecepatan penurunan liner bila berada di dalam
selubung dapat dilakukan sekitar 1 - 2 menit per batang dan 2 - 3 menit per
batang bila berada di dalam lubang terbuka.
5. Kalau liner sudah berada pada kedalaman yang diinginkan, tetapi sebelum
penggantung diset, terlebih dahulu lumpur pemboran disirkulasikan untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya sirkulasi sebelum liner digantung.
6. Penggantung diset kalau operasi penyemenan telah memungkinkan.
7. Semen dipompakan ke dalam sumur.
8. Penurunan pada indikator berat permukaan akan menunjukkan bahwa operasi
penyemenan telah selesai.
9. Pipa bor dicabut 4-10 batang atau di atas semen, dan untuk mencegah
migrasi gas maka tekanan di atas semen ditahan sampai semen mengeras.
10. Pipa bor dikeluarkan dari sumur.
11. Setelah waiting on Cement telah tercapai kemudian semen yang berlebih
dibor keluar.
Perhitungan
Volume dari lubang bor harus diketahui dengan pasti, yang hal ini bisa diketahui
dengan menggunakan caliper log. Jika tidak tersedia data caliper log maka
volume semen yang dipersiapkan adalah leih besar dari 50-100% dari volume
lubang sumur yang telah diketahui sebelumnya. Jika data volume didapatkan dari
caliper log maka volume semen yang disiapkan lebih kecil daripada jika tnpa
menggunakan caliper log (15-25% lebih besar dari volume lubang sumur).
Kondisi Lubang
Keadaan dari lubang sumur seperti lost circulation, hole washouts harus diketahui
agar bisa didesain semen yang sesuai dengan kondisi lubang tersebut. Lumpur
pembortan harus didesain agar kegiatan sementing bisa berjalan dengan baik.
Temperatur
Mengetahui Bottomhole Circulating Temperature (BHCT) adalah sangat vital.
Waktu pemompaan cement slurry adalah fungsi dari temperatur lubang
sumur.Temperatur juga bisa merubah sifat rheology semen dan lumpur, seperti
rejim aliran, efek tabung U, dan juga tekanan gesekannya. Temperatur bisa
diketahui dengan logging, circulating temperature probes atau dengan simulasi
matematika dari sirkulasi temperatur.
Tekanan
Perlu diketahuinya tekanan dasar sumur adalah untuk kontrol sumur dan juga
suksesnya kegiatan penyemenan awal. Densitas dari slurry ditentukan untuk
mengontrol sumur dan juga menset kekuatan semen. Densitas yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan formasi menjadi retak dan juga akan terjadi lost circulation.
Quality Control
Program quality control dilakukan dengan cara melakukan pengetasan material-
material yang akan digunakan dalam kegiatan sementing. Kegiatan ini bisa
dilakukan di laboratorium dengan kondisi-kondisi yang sama dengan sumur yang
akan disemen.
Pergerakan Casing
Pergerakan casing seperti reciprocating (naik turun), rotation (memutar), atau
keduanya akan meningkatkan kualitas dari proses sementing. Pergerakan casing
akan memecahkan daerah kosong di lumpur yang akan mengakibatkan timbulnya
cement channeling.
Metode ini dipakai secara luas pada squeezing sumur- sumur dangkal, untuk
penyumbatan sumur dan kadang-kadang dipakai pula dalam menutup zona
lost circulation selama operasi pemboran.
4. Squeeze Tool Placement Technique. Teknik ini dibagi dalam dua bagian yaitu
metode retriaveble squeeze packer dan drillable cement retainer. Pada
metode retriaveble squeeze packer, digunakan packer yang bisa diangkat
kembali, sedangkan pada driiable cement retainer digunakan packer yang
tetap. Packer ini dipasang pada tubing sedikit diatas puncak zone yang akan
disqueeze. Metode ini lebih baik daripada metode bradenhead karena metode
ini membatasi tekanan pada suatu titik tertentu dari sumur.
5. Running Squeeze Pumping Methods. Selama dilakukannya running squeeze,
cement slurry dipompakan secara kontinyu sampai tercapai tekanan squeeze
yang diinginkan (bisa dibawah atau diatas tekanan rekah) tercapai. Sesudah
pemopaan dihentikan, tekanan dimonitor, jika tekanan masih dibawah yang
dikehendaki maka perlu dipompakan lagi cement slurry untuk menaikkan
tekanan.
6. Hesitation Methods. Metode ini mencakup penempatan semen dalam tahapan
tunggal, tetapi membagi-bagi penempatan semen alternatif
pemompaan/periode menunggu bergantian. Keuntungan memakai metode
hesitasi adalah bahwa cara ini cenderung meningkatkan pengontrolan
pengumpulan padatan semen terhadap formasi. Kecepatan pengumpulan ini
diperoleh sebagai aturan umum untuk segera menyelesaikan pekerjaan
squeeze secara menyeluruh dengan berhasil.(gambar 12.61)
Gambar 12.61
dengan kekuatan tekan 24 jam dari 500 sampai 1000 psi akan menyumbat
perforasi dengan baik. Dari segi teknis, strength semen harus memenuhi syarat-
syarat : menahan pipa di lubang, mengisolasi zone permeabel, menahan
rekahan-rekahan permukaan pada zone yang diinginkan.
WOC time (waiting on cement). Waktu menunggu pengerasan semen
(WOC) ditentukan oleh faktor temperatur sumur, tekanan, ratio air-semen (WCR),
compressive strength, retarder dan lainnya. Dalam pengalaman di lapangan,
waktu yang dibutuhkan adalah 4 - 12 jam umumnya terlaksana antara perawatan
(treatment) squeeze atau setelah tekanan squeeze akhir dicapai.
Water Cement Ratio (WCR). Jika air yang diberikan kurang dari minimum
maka friksi diantara annulus bertambah dan ini jika ditambah dengan tekanan
hidrostatik semen akan dapat menyebabkan formasi rekah. Juga dengan
sedikitnya air, maka kehilangan air walaupun sedikit di tubing collar sewaktu
squeeze dapat menyebabkan semen terhenti pada formasi permeabel yang lebih
dekat ke sumur. Tetapi pekerjaan plug back diperlukan WCR minimum agar
strength maksimal atau dalam menutup formasi-formasi bertekanan tinggi,
dimana SG dengan WCR rendah akan dapat meningkat.
Densitas. Umumnya densitas semen dibuat hampir sama dengan densitas
lumpur.
Fluid Loss Control. Fluid loss pada semen murni sangat besar, jika semen
slurry murni bertemu dengan zone permeabel dimana mud cake telah hilang.
Umumnya fluid loss menurut API adalah :
200 ml/30 min untuk formasi yang sangat permeabel
100 - 200 ml/30 min untuk formasi low permeable
35 - 100 ml/30 min untuk formasi high permeability
Volume Slurry. Volume dari cement slurry tergantung dari panjang interval
yang akan disemen dan juga teknik penyemenan yang akan digunakan.Pada low
pressure squeeze hanya diperlukan slurry untuk membentuk filter cake semen
pada setiap saluran perforasi.
Untuk high pressure squeeze, yang dilakukan pada formasi yang rekah
diperlukan volume slurry yang lebih besar. Smith menyebutkan beberapa rule of
thumb :
Volume tidak boleh melebihi kapasitas running string
Dua sacks semen digunakan untuk interval perforasi sepanjang satu feet.
Minimum volume adalah 100 sacks jika rate injeksi adalah 2 bbl/min yang
dapat dicapai sesudah break down, sebaliknya harus 50 sacks.
Spacers dan Washes. Ada dua faktor yang akan membuat berhasilnya
proses cementing yaitu :
Pembersihan dari perforasi dan ruang disekitarnya dari padatan yang dibawa
oleh fluida atau lumpur pemboran.
Menghindari kontaminasi pada cement slurry, yang akan mengakibatkan
berubahnya sifat slurry seperti fluid loss, tickening time dan juga
viskositasnya.
Radioactive Tracers
Material radioaktif ditambahkan ke dalam cement slurry dan dengan survey tracer
(penjejak) bisa diindikasikan apakah semen berada di tempat yang diinginkan.
Kekerasan Semen
Suman dan Ellis(1977) menyatakan bahwa didalam kegiatan squeeze dimana
semen dibor, merupakan indikasi berhasil atau tidaknya penyemenan dengan
mengamati cutting semen tersebut. Jika cutting semen tersebut keras maka
menandakan bahwa hasil squeeze baik, jika tidak keras atau ada ruangan maka
mengindikasikan bahwa squeeze gagal.
Profile Temperatur
Goolsby(1969) mengevaluasi hasil squeeze pada sumur injektor air dengan cara
membandingkan antara profile temperatur sebelum dan sesudah dilakukannya
squeeze.
Plugged Perforations
Adanya mud cake, debris, scale paraffin, pasir formasi dan lain sebagainya dapat
terakumulasi di lubang perforasi sehingga menyebabkan lubang perforasi
tertutup. Goodwin (1984) menyatakan bahwa pada sumur produksi, perforasi
pada bagian atas selalu terbuka sedangkan pada bagian bawah tertutup.
Squeezing dengan kondisi seperti itu akan mengakibatkan kegagalan, karena
fluida formasi masih tetap mengalir melalui formasi yang tertutup tadi (plugged
perforations).
Two Plug Method pada metode ini top dan bottom tubing plugs dirun untuk
mengisolasi cement slurry dari fluida sumur dan juga fluida pendorong. Bridge
plug biasanya di run pada kedalaman cement plugging. Sebuah baffle tool di run
diatas dasar string dan ditempatkan pada kedalaman tertentu untuk dasar dari
cement plug. Peralatan ini memungkinkan bottom tubing plug masuk dan keluar
dari tubing atau drillpipe. Semen kemudian dipompakan keluar dari string pada
kedalaman plugginbg dan mulai mengisi annulus. (gambar 12.64)
dari 57 mu s/ft. Sedangkan suatu formasi disebut sebagai slow formation apabila
kecepatan perambatan gelombang suara yang melaluinya lebih rendah dari pada
yang melalui casing T 57 mu s/ft. Karakteristik acoustic untuk berbagai jenis
formasi dan fluida yang umum dapat kita lihat pada Tabel 12.20.
Tabel yang sama tidak dapat dibuat untuk karakteristik atenuasinya karena
karakteristik tersebut bergantung pada frekuensi namun secara umum dikatakan
bahwa harga attenuasi besar bila perlambatannya besar. Atenuasi akan sangat
besar pada material non consolidated seperti shale pada tempat yang dangkal
attenuasi diabaikan pada batuan yang memiliki ikatan yang kuat.
lebih padat berubah kurang dari 20 % antara satu sampai tujuh hari. Hal ini akan
menjadi semakin kritis untuk bubur semen dengan hollow silika microsphere
dimana memiliki impedansi acoustic rendah. Foamed cement (semen buih) juga
memiliki impedansi acoustic rendah. Bila kualitas (porositas) foam tinggi maka
sulit untuk membedakan antara semen dan air.
Meskipun sifat-sifat acoustic semen tidak dapat ditentukan secara pasti,
namun harga yang dilaporkan pada tabel 12.21 dapat digunakan sebagai
pendekatan awal.
B. Interpretasi CBL
Dua informasi utama yang diperoleh dari CBL adalah amplitudo yang datang
dari sinyal pipa dan penampilan rangkaian gelombang akustik secara lengkap.
Sebagai tambahan ditampilkan pula transit time gelombang pipa yang datang
pertama kali.
Amplitudo log adalah ukuran amplitudo acoustic pipa yang datang pertama
kali dan diukur dengan detector/receiver yang lebih dekat terhadap transmitter
(3 ft dari transmitter). Harga ini merupakan ukuran keras suara sinyal acoustic
yang diterima. Pipa yang tidak terikat semen bebas bergetar, mengirimkan
banyak energi acoustik dari sinyal yang diterima dari transmitter. Sedang
dalam pipa yang terikat semen, sinyal acoustic dilemahkan dengan sangat.
Dengan demikian amplitudo suara yang dikirimkan melalui casing merupakan
ukuran ikatan semen terhadap pipa. Gambar 12.71 melukiskan karakteristik
kualitatif amplitudo log.
Variable Density Log dibuat dengan memberikan bayangan gelap untuk sinyal
positif yang kuat dan bayangan putih terang untuk sinyal negatif. Intensitas
gelap atau terang pada log tergantung pada harga amplitudonya. Interpretasi
gelombang ini selanjutnya direkam secara kontinyu terhadap kedalaman.
Sebagaimana terlukis pada gambar 12.73 VDL menampikan rangkaian
seluruh gelombang sinyal acoustic dimana amplitudonya diidentifikasikan
pada perbandingan antara pita gelap dan terang. Semakin tinggi
perbedaannya semakin tinggi pula amplitudonya. VDL dapat ditampilkan
secara kontinyu terhadap kedalaman sumur dan menyoroti perubahan
rangkaian gelombang terhadap kedalaman. Karena harga transit time
bervariasi tergantung perubahan litologi, penampilan VDL akan berombak
selama menerima respon sinyal formasi. Transit time, CBL juga menampilkan
waktu yang dicapai sinyal gelombang yang pertama kali muncul pada
receiver.
Penentuan transit time digunakan untuk mengecek tool centering dan untuk
menguatkan interpretasi amplitudo log. Apabila CBL dipasang di tengah-
tengah pipa, transit time sama dengan waktu yang dicapi sinyal pipa pada
saat pertama kali muncul. Pada free pipa (memiliki amplitudo tinggi), transit
time berharga konstan terhadap kedalaman, kecuali sedikit variasi karena
pengaruh ukuran pipe joint. Pada pipa yang disemen, transit time dipengaruhi
oleh fast formation, cycle skipping dan stretching.
Dengan membandingkan transit time yang diukur dengan transit time yang
diperkirakan, dapat digambarkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Transit time lebih pendek, merupakan indikasi terjadinya sentralisasi yang
jelek dari peralatan tersebut atau indikasi adanya fast formation di dalam
lapisan. Disamping transit time lebih pendek, jeleknya sentralisasi alat
ditandai juga dengan rendahnya harga amplitudo dan bergelombangnya
sinyal casing. Hal ini disebabkan oleh terjadinya interferensi sinyal akibat
Bond Log dipresentasikan dengan format log standar yang terdiri dari tiga
track dengan track kedalaman berada diantara track 1 dan 2.
Track 1 menggambarkan ukuran transit time dan kurva koreksi seperti GR
atau neutron. Skala yang dipakai untuk transit time 3 ft adalah 200 - 400
mS.
Track 2 menggambarkan kurva amplitudo dan atau attenuation rate. Kurva
rate atenuasi dipresentasikan dalam skala 20 - 0 dB/ft. Sedangkan kurva
amplitudo umumnya dalam skala 0 - 100 atau 0 - 50 mV dengan kurva
penguat antara 0 - 20 atau 0 - 10 mV. Skala ganda sangat penting karena
pembacaan pada free pipe dapat mencapai 100 mV bahkan lebih,
sedangkan ikatan yang baik bisa mencapai 1 mV atau kurang.
Track 3 menggambarkan display seluruh rangkaian gelombang baik dalam
bentuk x-y presentation maupun VDL. Skala yang digunakan antara 200 -
1200 mS.
2. Formasi dan Casing Terikat Baik. Apabila formasi dan casing terikat baik,
harga amplitudo rendah. CBL - VDL (gambar 12. 78) akan menampilkan
sinyal casing yang lemah atau bahkan tidak ada dan menampilkan sinyal
fornasi kuat kecuali bila atenuasi formasi tinggi, seperti formasi gas-sand,
shale yang lunak atau formasi lain yang memiliki kecepatan rendah.
3. Ikatan Casing Baik, Ikatan Formasi Jelek. Kondisi ini dapat diakibatkan
karena pembentukan mud cake yang tidak dapat dipindahkan oleh bubur
semen. Situasi ini ditandai oleh lemahnya sinyal casing yang datang yang
diindikasikan oleh lemahnya amplitudo dan kurang jelasnya perbedaan
waktu datangnya sinyal casing pada VDL serta lemahnya sinyal formasi
yang ditunjukkan pada tampilan rangkaian gelombang seluruhnya (gambar
12.79). Namun kondisi seperti di atas dapat diakibatkan oleh faktor-faktor
lain, seperti karena besarnya atenuasi acoustic formasi dan karena
pengaruh tool eccentricity.
7. Eccentric Casing Atau Semen Tipis. Menurut MORRIS, bila tebal selubung
semen kurang dari 3/4 in (1.9 cm), atenuasi sinyal pipa menjadi sangat
berkurang, dan mengakibatkan amplitudo tinggi. bila casing tidak terpusat,
lapisan semen tipis diluar casing tidak terlalu melemahkan sinyal casing.
Hal yang sama bila pipa diletakkan terpusat namun lubang sumur terlalu
kecil, maka harga amplitudo menjadi tinggi. Gambar 12.83 memperlihatkan
kasus tersebut.
B. Interpretasi CBT
Seperti juga pada CBL, Bond Log pada CBT dipresentasikan dalam 3 track.
Track 1 berisi informasi tentang transit time yang diukur baik oleh receiver 2.4
ft (TT1), maupun oleh receiver 3.4 ft (TT2). Ditambah dengan informasi GR
dan CCLU. Track 2 berisi kurva amplitudo SA2N (mV) sebagai output dari
receiver 2.4 ft dan kurva attenuation rate dalam dB/ft (CATT dan BATT). Dan
track 3 berisi display rangkaian gelombang baik dengan x - y presentation
maupun VDL. Gambar 12.85 melukiskan satu contoh CBT.
Respon impulse yang diukur oleh transducer berupa rangkaian impulse yang
dipisahkan oleh dua travel time pada casing. masing-masing amplitudo
impulse merupakan fungsi impedansi acoustic fluida sumur bor, casing dan
material yang berhubungan dengan bagian luar casing. Tinggi puncak
pertama kurang lebih sepuluh kali lebih besar dari yang lainnya. Impulse yang
mengikutinya hilang secara eksponensial, dengan rate kehilangannya
tergantung pada material yang berhubungan dengan bagian luar casing.
Casing yang dikelilingi air (tidak ada semen) akan bebas bergetar secara
radial dan impulse hilang dengan lambat. Sedangkan pada casing yang terikat
impulse semen hilang dengan cepat karena terjadi coupling acoustic yang
baik terhadap media disekelilingnya. Respon yang diterima transducer
dilukiskan oleh gambar 12.87.
B. Interpretasi
CET Respon tool yang telah dinormalkan akan dipengaruhi oleh perubahan
impedansi akustik di belakang casing. Pada free pipe, dengan impedansi
akustik rendah (fresh water = 1.5) menghasilkan koefisien refleksi yang cukup
tinggi. Kehilangan resonansinya berlangsung secara eksponensial dengan
nilai W2 dan W3 sama dengan satu. Sedangkan bila casing disemen, dengan
impedansi akustik semen yang tinggi menghasilkan koefisien refleksi yang
rendah. Dan jika kehilangan resonansi (resonance decay) akan berlangsung
secara eksponensial dan nilai W2 dan W3 relatif kecil. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 12.88.
Gambar 12.89. Contoh Semen yang Baik dan Jelek Hasil CET
4. Fast Formation. CET log tidak dipengaruhi oleh fast formation, kecuali bila
lapisan semen sangat tipis. Pada gambar 12.94 berikut CET menampilkan
pengaruh fast formation pada daerah interval perforasi (50 ft) dengan
munculnya pengaruh ikatan semen yang baik disertai bayangan putih
seperti pada channel dan diiringi dengan bendera pada track kanan.
akan dilakukan, juga untuk menenetukan volume slurry, tekanan dan lain-lain.
Dalam bab ini akan dijelaskan lima macam dari perhitungan yang biasa dilakukan,
yaitu :
Cement Slurry Properties
Primary Cement Job Design
Squeeze Cement Job Design
Cement Plug Design
Tabel 12.23. Absolute Volume dan Bulk Volume dari Berbagai Semen
Material Sack Weght Bulk Volume Absolute Volume
(lb) (ft3/sk) Gal/lb) (m3/T)
API Classes
A through H 94 1.0 0.0382 0.317
Class J 94 1.0 0.0409 0.341
Trinity Lite Wate 75 1.0 0.0409 0.375
TXI Lightweight 75 1.0 0.0425 0.355
Ciment fondu 87.5 1.0 0.0373 0.312
Lumnite 94 1.0 0.0380 0.317
Volume absolute dan bulk untuk berbagai material untuk semen additive,
biasanya diberikan oleh masing pabrik pembuatnya. Tabel 12.24 memperlihatkan
informasi mengenai volume absolute dan spesific gravity beberapa jenis additive
yang sering digunakan.
Tabel 12.24. Volume Absolute dan Spesific Gravity Beberapa Jenis Additive
Material Absolute Volume Specific
(gal/lb) (m3/T) Gravity
Barite 0.0278 0.231 4.33
Bentonite 0.0454 0.377 2.65
Coal (ground) 0.0925 0.769 1.30
Gilsonite 0.1123 0.202 1.06
Hermatite 0.0244 0.935 4.95
Ilmenite 0.0270 0.225 4.44
Silica Sand 0.0454 0.377 2.65
NaCl (above 0.0556 0.463 2.15
saturation)
Fresh Water 0.1202 1.000 1.00
Yield semen adalah volume yang mencakup satu unit semen ditambah semua
additive dan air pencampur. Untuk semen sering dinyatakan dalam sack, yield
dinyatakan dalam cuft/sk. Kemudian harga ini untuk menghitung jumlah sack
semen yang diperlukan untuk mencapai keperluan di annulus. Hampir semua
perhitungan densitas berdasarkan harga satu sack semen (94 lb).
Untuk additive yang jumlahnya kurang dari 1 % biasanya dalam perhitungan
diabaikan.
Contoh 1 :
Semen klas G (volume absolute = 0.0382) + 35 % sillica flour (volume absolute =
0.0454) + 1 % solid cellulosic fluid-loss additive (volume absolute = 0.0932) + 0.2
gal/sk cairan PNS dispersant (volume absolute = 0.1014) + 44 % air (volume
absolute = 0.1202). Tentukan :
a. Densitas suspensi
b. Yield suspensi
Gambar 12.96. Menunjukkan Diagram Alir Perhitungan Densitas dan Yield Suspensi
Semen
Vs
Yield ...............................................................................................(12-5)
7.48
Dimana:
Yield = volume yang mencakup satu unit semen ditambah
semua additive dan air pencampur, ft 3/sak
Vs = volume suspensi semen, gallon
3
Vs (ft ) = yield x sak semen
Bila terdapat berbagai macam fluida dalam lubang bor, maka perhitungan
dilakukan untuk masing-masing jenis dan ketinggian fluida tersebut. Maka
tekanan total hidrostatik adalah jumlah dari tekanan masing-masing fluida.
Contoh
Bila volume semen = 43,34 cuft, faktor volume tambahan = 1.10, sehingga
volume total = 47,7 cuft. Bila diketahui yield semen 1.18 cuft/sk, maka semen
yang dibutuhkan sekitar 47.7 / 1.18 = 40.4 sk.
Tentukan :
a. Volume semen
b. Volume displacement
c. Tekanan pompa untuk mendudukan plug
d. Tekanan hidrostatik pada formasi
Vcmt = L x Ch ..................................................................................................(12-12)
Dimana:
Vcmt = volume suspensi semen, ft3
L = panjang kolom semen di open hole, ft
Ch = kapasitas open hole, ft3/ft
Tekanan eksternal
Pe = Psq + (0.052 x D1 x rs) - (0.052 x D2 x rc) ....................................(12-20)
Dimana:
Pe = tekanan eksternal, psi
Psq = tekanan squeeze, psi
D1 = kedalaman packer, ft
D2 = selisih kedalaman perforasi dengan kedalaman packer ft
rs = densitas semen, ppg
rc = densitas fluida pendorong, ppg
D1 = kedalaman packer, ft
rc = densitas fluida pendorong, ppg
Aliran plug
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ......................................................................................(12-22)
idc 2
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
idc = diameter dalam casing, in
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 100 maka dapat mencari kecepatan kritik yang
merupakan batas aliran plug. Apabila kecepatan rata-rata lebih kecil dari
kecepatan kritik plug maka aliran yang terjadi aliran plug.
Vc 100
3.23 p 3.23 p 2 247.37 idc 2 y 0.5
...........................(12-24)
idc
Dimana:
Vc(100) = kecepatan kritik plug, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
r = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
ty = yield point, lb/100 ft2
Aliran laminer:
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ...................................................................................(12-27)
idc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
idc = diameter dalam casing, in
Reynold Number < 2000
15.46 v idc
N re ........................................................................(12-28)
a
Dimana:
NRe = reynold number
r = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
v = kecepatan rata-rata, ft/min
ma = viskositas apparent (=mp + 400 ty (idc/v)), cp
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 2000 maka dapat mencari kecepatan kritiknya yang
merupakan batas aliran laminer. Apabila kecepatan rata-rata lebih besar dari
kecepatan kritik plug ( Vc (100)) dan lebih kecil dari kecepatan kritik laminer
(Vc(2000)) maka aliran yang terjadi aliran laminer.
Vc 2000
65 p 65 p 2 12.3 idc 2 y 0 .5
.................................(12-29)
idc
Dimana:
Vc (2000) = kecepatan kritik laminer, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
r = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
ty = yield point, lb/100 ft2
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ....................................................................................(12-32)
idc 2
Dimana:
Dimana:
NRe = Reynold number
ρ = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
v = kecepatan rata-rata, ft/min
μa = viskositas apparent (=mp + 400 ty (idc/v)), cp
Kecepatan kritik
Dengan reynold number 3000 maka dapat mencari kecepatan kritiknya yang
merupakan batas aliran laminer. Apabila kecepatan rata-rata lebih besar dari
kecepatan kritik turbulen ( Vc (3000) ) maka aliran yang terjadi aliran
turbulen.
Vc 3000
97 p 97 p 2 8.2 idc 2 y 0.5
..................................(12-35)
idc
Dimana:
Vc(3000) = kecepatan kritik turbulen, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
ρ = densitas semen, ppg
idc = diameter dalam casing, in
y = yield point, lb/100 ft2
Aliran plug
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2 ............................................................................(12-38)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 100
3.23 p 3.23 p 2 185.52 dh odc y
2
0.5
...............(12-40)
dh odc
Dimana:
Vc(100) = kecepatan kritik plug, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, in
idc = diameter dalam casing, in
ρ = densitas semen, ppg
y = yield point, lb/100 ft2
ρ = densitas semen, ft
L = panjang kolom fluida, ft
v = kecepatan rata-rata, ft/sec
f = fanning friction factor
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Aliran laminer:
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2 ............................................................................(12-43)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 2000
65 p 65 2 9.2 dh odc y
2
2
.............................(12-45)
dh odc
Dimana:
Vc (2000)= kecepatan kritik plug, ft/min
μp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
ρ = densitas semen, ppg
y = yield point, lb/100 ft2
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2 ............................................................................(12-8)
Dimana:
V = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = laju alir pompa, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Kecepatan kritik
Vc 3000
97 p 97 p 2 6.2 dh odc y
2
2
............................. (12-50)
dh odc
Dimana:
Vc(3000) = kecepatan kritik plug, ft/min
mp = viskositas plastik, cp
dh = diameter open hole, ino
dc = diameter luar casing, in
r = densitas semen, ppg
ty = yield point, lb/100 ft2
Dimana:
f = Fanning friction factor
NRe = Reynold number
Aliran laminer
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ....................................................................................(12-53)
idc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
idc = diameter dalam casing (in)
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ....................................................................................(12-57)
idc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
idc = diameter dalam casing (in)
Reynold Number > 2100
15.46 V idc
N re ......................................................................(12-58)
Dimana:
Nre = reynold number
V = kecepatan rata-rata, ft/min
μ = viskositas, cp
ρ = densitas (ppg)
idc = diameter dalam casing (in)
Aliran laminer
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V ..............................................................................(12-61)
dh 2 odc 2
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Aliran turbulen
Kecepatan rata-rata
24.5 Q
V
dh 2 odc 2 ............................................................................(12-65)
Dimana:
v = kecepatan rata-rata, ft/min
Q = pump rate, gpm
dh = diameter open hole, in
odc = diameter luar casing, in
Sedangkan temperatur untuk tiap interval ditentukan dengan data-data yang sudah
ada sebelumnya.
Volume factor nitrogen dapat diketahui dari Field Data Handbook Dowell
Schlumberger untuk tiap tekanan dan temperatur.
DAFTAR PUSTAKA