Anda di halaman 1dari 29

Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

, ITB 2009

Bab 11.
Hidrolika Fluida Pemboran

11.1. Rheology Fluida Pemboran


11.1.1 Sifat Aliran
Jenis aliran fluida pada pipa ada dua, laminer dan turbulen. Pada aliran
laminer (viscous) gerak aliran partikel-partikel fluida yang bergerak pada rate yang
lambat, adalah teratur dan geraknya sejajar dengan aliran (dinding).
Pada aliran turbulen, fluida bergerak dengan kecepatan yang lebih besar dan
partikel-partikel fluida bergerak pada garis-garis yang tak teratur sehingga
terdapat aliran berputar (pusaran, Eddie current) dan shear yang terjadi tidak
teratur.
Selain dari kedua aliran ada satu aliran yang disebut "plug flow", yaitu aliran
khusus untuk fluida aliran plastis dimana shear (geser) terjadi di dekat dinding
pipa saja, dan ditengah-tengah aliran terdapat aliran tanpa shear, seperti suatu
sumbat. Untuk menentukan aliran tersebut turbulen atau laminer digunakan
Reynold Number :
ρ Vd
N Re=928
μ ............................................................................................(11-1)
dimana :
 = Density fluida, ppg
V = Kecepatan aliran, feet per second
d = Diameter pipa, in
 = Viscositas, cp
Dari percobaan diketahui bahwa untuk NRe > 3000 adalah turbulen dan NRe <
2000 adalah laminer, diantaranya adalah transisi.

11.1.2 Jenis-jenis Fluida Pemboran


Fluida pemboran dapat dibagi dua kelas:
1. Newtonian
2. Non-newtonian, yang terdiri dari:
a. Bingham plastis
b. Powerlaw
c. Powerlaw dengan yield stress

11.1.2.1. Newtonian Fluids


Adalah fluida dimana viscositasnya hanya dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur, misalnya air, gas dan minyak yang encer.
Dalam hal ini perbandingan antara shear stress dan shear rate adalah
konstan, dinamakan (viscositas). Secara matematis ini dapat di nyatakan
dengan:
−μ dVr
τ=
g c dr .............................................................................................(11-2)
dimana :

Hidrolika Fluida Pemboran 417


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

τ = gaya shear per unit luas (shear stress), lb/100 ft2


dVr/dr = shear rate, 1/sec
gc = convertion constant

11.1.2.2. Non-Newtonian Fluids


Setiap fluida yang tidak bersifat adanya perbandingan tetap antara shear
stress dan shear rate, disebut non newtonian fluids.

a. Bingham Plastic
Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini
sebelum terjadi aliran harus ada minimum shear stress yang melebihi suatu
harga minimum , yang disebut "yield point". Setelah yield point dilampaui,
maka penambahan shear stress lebih lanjut akan menghasilkan shear rate
yang sebanding, disebut juga "plastic viscosity". Bingham plastic dinyatakan
sebagai:
μ dVr
p
(
( τ−τ y ) = g − dr
c
)
..........................................................................(11-3)
Selain viscositas plastik ini, didefinisikan pula apparent viscosity (viskositas
semu) untuk Bingham plastic fluids, yaitu perbandingan antara shear stress
dan shear rate, yang tidak konstan melainkan bervariasi terhadap shear
stress. Gambar 11.1 menunjukan skema dari grafik aliran fluida Newtonian
dan Bingham plastic.

b. Power Law Fluids


Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva
hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas log-log mengikuti
garis lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm (lihat Gambar
11.2). Untuk ini power law dinyatakan sebagai:
n
dVr
τ =K −( )
dr ....................................................................................(11-4)

c. Power Law Fluids dengan Yield Stress


Persamaan yang digunakan adalah:
n
dVr
τ =τ y +K − ( dr )

418 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11.1. Grafik Shear Stres vs Shear Rate Fluida Newtonian dan Bingham

Hidrolika Fluida Pemboran 419


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11.2. Power Law Fluids


11.2. Kecepatan Alir Pompa
Pada pompa lumpur pemboran, yang dimaksud dengan pompa adalah bagian
unit penggeraknya tidak terlalu menjadi permasalahan, karena apapun jenisnya
tidak banyak bedanya terhadap unit pompa yang dipakai, misalnya memakai mesin
uap, listrik, motor bensin, diesel dan lain-lain.
Unit pompa dikenal dua jenis dilihat dari mekanisme pemindahan dan
pendorongan lumpur pemboran, yaitu pompa sentrifugal dan pompa torak (piston).
Yang sering dipakai dalam pemboran adalah tipe torak karena mempunyai
beberapa kelebihan dari sentrifugal, misalnya dapat dilalui fluida pemboran yang
berkadar solid tinggi dan abrasive, pemeliharaan dan sistem kerjanya tidak terlalu
rumit atau keuntungan dapat dipakainya lebih dari satu macam liner sehingga dapat
mengatur rate dan tekanan pompa yang diinginkan. Dilihat dari jumlah pistonnya,
pompa bisa simplex (1 piston), duplex (2 piston), triplex (3 piston) dengan arah kerja
dapat berupa single acting (1 arah kerja) atau double acting (2 arah kerja).
Kemampuan pompa dibatasi oleh Horse Power maksimumnya, sehingga
tekanan dan kecepatan alirnya dapat berubah-ubah seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan:
P.Q
HP=
1714 .....................................................................................................(11-5)
dimana :
HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin
penggerak setelah dikalikan efisiensi mekanis dan safety, hp
P = Tekanan Pemompaan, psi
Q = Kecepatan alir, gpm

Bila mempunyai hp maksimum, tekanan pompa maksimum dapat dihitung bila


kecepatan alir maksimum telah ditentukan dengan persamaan.

420 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Q=0 . 00679 xSxNx (2 d 2lin −d 2pist ) e


......................................................................(11-6)
dimana :
S = Panjang stroke, inchs
N = Rotasi per menit, rpm
dpist = Diameter tangkai piston, inchs
dlin = Diameter liner, inchs
e = Effisiensi volumetrik

11.2.1. Kecepatan Alir Anulus.


Dalam proses pemboran langsung, bit yang dipakai selalu menggerus batuan
formasi dan menghasilkan cutting, sehingga semakin dalam pemboran
berlangsung semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak
menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah pipe sticking maka
cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan dengan baik, yaitu banyaknya
cutting yang terangkat sebanyak cutting yang dihasilkan.
Dalam proses rotary drilling, lumpur baru masuk lewat dalam pipa dan keluar
ke permukaan lewat anulus sambil mengangkat cutting, seperti terlihat pada
Gambar 11.3 sehingga perhitungan kecepatan minimum yang diperlukan untuk
mengangkat cutting ke permukaan (slip velocity) dilakukan di anulus.

19)
Gambar 11.3. Pengangkatan Cutting

Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai


terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur
dengan kecepatan dari cutting.
Vs = VM - Vp .................................................................................................(11-7)

Hidrolika Fluida Pemboran 421


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

dimana :
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
VM = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit

Dengan memasukkan kondisi yang biasa ditemui dalam operasi pemboran


maka didapatkan kecepatan slip sebesar:

Vs=92. 5 dc
√ ( ρmρc −1) ..................................................................................(11-8)

Begitu pula rate minimum yang harus dipilih sebesar:


0.5

{ }
ρc ROP
Q min= 92.5 dc −1
ρm [ ( )] +
dp 2
A

[ ( )]
36 1−
dh
Ca
.....................................(11-9)
dimana :
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
c = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
Vs = Kecepatan slip, ft/min
Qmin = Rate minimum, ft3/min
ROP = Kecepatan Penembusan, ft/jam
Ca = Volume cutting di anulus, %
dp = Diameter pipa, inchs
dh = Diameter lubang, inchs
A = Luas anulus, ft2

Pada kondisi pemboran yang normal, aliran di anulus laminer seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 11.4.

Gambar 11.4. Tipe Aliran Fluida Selama Pemboran

Pada kondisi seperti itu dinding lubang yang belum tercasing mempunyai
selaput tipis sebagai pelindung yang disebut mud-cake, agar selaput yang
berguna tersebut tidak terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap

422 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

laminer. Untuk mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan


bilangan Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran akan
tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan
kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
1
2 2
1. 08 PV + 1. 08 [ 9 .3 ( dh−dp ) Yb ρm ]
Vca=
ρm ( dh−dp ) .....................................................(11-10)

dimana :
Vca = Kecepatan kritik, ft/detik
PV = Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point Bingham, lb/100 ft2

Jadi kecepatan lumpur di anulus harus diantara kecepatan slip dan kecepatan
kritik. Bentuk aliran di dalam pipa dapat dilihat pada Gambar 11.5.

Gambar 11.5. Bentuk Aliran di Dalam Pipa

11.3. Kehilangan Tekanan Pada Sistem Sirkulasi.


Dalam setiap aliran suatu fluida maka kehilangan tekanan akan selalu terjadi,
walaupun sangat halus pipa yang dipakai, begitu pula pada proses sirkulasi lumpur
pemboran pada seluruh sistem aliran, seperti yang terlihat pada Gambar 11.6.
Dalam menentukan besarnya tekanan yang hilang sepanjang sistim sirkulasi
tersebut, bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu cara analitis dan cara praktis yang
dipakai dilapangan.

Hidrolika Fluida Pemboran 423


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11. 6. Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi


11.3.1. Cara praktis
Dalam menghitung besarnya kehilangan tekanan dalam sistem sirkulasi lumpur
pemboran dengan menggunakan cara praktis yang biasa dipakai di lapangan,
dilakukan dengan menghitung tiap segmen dahulu, baru kemudian dijumlahkan
secara total.
Segmen-segmen tersebut adalah : peralatan permukaan, drill collar, anulus Drill-
collar, Drill-pipe dan anulusnya.
a. Peralatan permukaan,
Peralatan permukaan ini biasanya dibagi menjadi 4 tipe rangkaian seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 11.2, tiap tipe mempunyai koefisien tersendiri yang
akan dipakai dalam perhitungan sbb :
ρm
Ploss=k l . k r .
10 .................................................(11-11)
dimana :
k1 = Koefisien loss, lihat Tabel (11.2)
kr = Koefisien rate, lihat Tabel (11.1)
b. Drill-collar
Perhitungan untuk bagian dalam Drill-collar menggunakan rumus:
Ldc
Ploss=k l . k r . ρm .
10 ........................................(11-12)
dimana :
L = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drillcollar menggunakan
Tabel 9.3, rumus yang dipakai sama dengan drill collar.
d. Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama sekaligus,
tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai adalah (11-12) dan
yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah Tabel 11.4.

424 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Tabel 11-1. Koefisien rate


FLOW FLOW FLOW FLOW FLOW FLOW FLOW FLOW
GPM COEFF GPM COEFF GPM COEFF GPM COEFF
100 0.53 380 6.29 660 111.55 940 33.89
110 0.63 390 6.60 670 111.05 950 34.56
120 0.74 400 6.92 680 111.56 960 35.24
130 0.86 410 11.24 690 19.07 970 35.93
140 0.98 420 11.57 700 19.58 980 36.62
150 1.12 430 11.91 710 20.11 990 311.32
160 1.26 440 11.26 720 20.64 1000 311.02
170 1.41 450 11.61 730 21.17 1010 311.73
180 1.57 460 11.97 743 21.72 1020 39.45
190 1.73 470 9.34 750 22.26 1030 40.17
200 1.91 480 9.71 760 22.82 1040 40.90
210 2.09 490 10.09 770 23.38 1050 41.63
220 2.28 500 10.47 780 23.95 1060 42.37
230 2.47 510 10.87 790 24.52 1070 43.12
240 2.67 520 11.27 800 25.10 1080 43.87
250 2.89 530 11.67 810 25.69 1090 44.63
260 3.10 540 12.09 820 26.28 1100 45.39
270 3.33 550 12.51 830 26.88 1110 46.16
280 3.56 560 12.93 840 211.49 1120 46.94
290 3.80 570 13.36 850 211.10 1130 411.72
300 4.05 580 13.80 860 211.72 1140 411.51
310 4.31 590 14.25 870 29.34 1150 49.31
320 4.57 600 14.70 880 29.97 1160 50.11
330 4.84 610 15.16 890 30.61 1170 50.91
340 5.11 620 15.63 900 31.25 1180 51.73
350 5.40 630 16.10 910 31.90 1190 52.54
360 5.69 640 16.58 920 32.56 1200 53.37
370 5.98 650 111.06 930 33.22

Tabel 11-2. Koefisien Loss Peralatan Permukaan


CASE STAND PIPE HOSE COEFICIENT
Length I.D Length I.D
Feet Inchees Feet Inches
1 40 3 45 2 19
2 40 3–½ 55 2–½ 7
3 45 4 55 3 4
4 45 4 55 3 3

CASE STAND PIPE HOSE COEFICIENT


Length I.D Length I.D
Feet Inchees Feet Inches
1 4 2 40 2 – 1/4 19
2 5 2– ½ 40 3 – 1/4 7
3 5 2-1/2 40 3 – 1/4 4
4 6 3 40 4 3

Hidrolika Fluida Pemboran 425


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

426 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Tabel 11.3. Koefisien Loss Drill-collar

Hidrolika Fluida Pemboran 427


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Tabel 11.4. Koefisien Loss Drill-Pipe

428 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Hidrolika Fluida Pemboran 429


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

11.4. Pembahasan HP Tekanan dan Rate Pompa


Pompa yang dipakai dalam sirkulasi lumpur pemboran biasanya menggunakan
pompa piston sehingga rate maksimum dengan suatu diameter liner tertentu adalah
persamaan (11-6). Harga sebesar ini tidak pernah tercapai karena faktor-faktor
efisiensi volumetrik, mekanik, dan lain-lain, sehingga effisiensi totalnya sekitar
hanya 70% saja.
Besarnya HP merupakan pencerminan kekuatan suatu pompa, sehingga
sebagai pegangan awal harga yang dipegang tetap konstan adalah HP ini.
Besarnya effisiensi sekitar 70% saja.
Begitu pula tekanan maksimum dari pompa mengalami penurunan sekitar 65%.
Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan, penambahan rate atau tekanan bisa
dilakukan penggantian liner yang terdapat pada piston tersebut, sehingga rate yang
diinginkan dapat tercapai, tetapi konsekuensinya bila liner diganti dengan yang lebih
besar untuk menambah rate maksimum, akan terjadi penurunan tekanan
maksimum.
Begitu pula kejadian sebaliknya, bila tekanan maksimum diperbesar, rate
maksimum akan mengecil.

11.5. Bit Hydraulics


Konsep hidrolika bit tidak lain mengoptimasikan aliran lumpur pada pahat
pemboran, sedemikian rupa sehingga dapat membantu laju penembusan
(penetration rate).
Bila pada bit konvensional aliran fluida dengan sengaja menyentuh gigi bit,
sehingga gigi bit terbersihkan langsung oleh fluida yang masih bersih dan fluida
yang sudah mengandung cutting. Sedangkan pada jet bit, pancaran fluida
diutamakan langsung menyentuh batuan formasi yang sedang ditembus, sehingga
fungsi fluida ini sebagai pembantu melepaskan batuan yang masih melekat yang
sudah dipecahkan oleh gigi bit, kemudian fluida yang telah mengandung cutting
tersebut menyentuh gigi bit sebagai fungsi membersihkan dan mendinginkan bit.
Dengan kejadian tersebut, pada jet bit diharapkan tidak akan terjadi
penggilingan/pemecahan ulang (regrinding) pada cutting oleh gigi bit sehingga
efektivitas bit maupun laju penembusan dapat lebih baik.
Perbedaan pancaran terjadi antara bit konvensional dan jet bit dipasang nozzle,
ialah sebuah lubang yang mempunyai diameter keluaran lebih kecil daripada
masukan sehingga mempertinggi rate. Biasanya diameter nozzle tersebut
diameternya tertentu dengan satuan 1/32 inches.
Faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi hidrolika dan disainnya
adalah :
a. Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. Hal ini menyangkut variasi diameter sumur
maupun diameter peralatan dan kemampuan peralatan pompa.
b. Sifat fisik fluida pemboran.
c. Pola aliran. Pola aliran ini menyangkut pola aliran laminer yang diwajibkan pada
tempat-tempat tertentu serta pola aliran turbulen yang terpaksa diperbolehkan
pada tempat-tempat tertentu pula.

Kerja aliran/pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi merupakan
pokok pembicaraan dalam Bit Hydraulics, dengan kerja yang optimum maka

430 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

diharapkan laju penembusan (Penetration Rate) dapat ditingkatkan serta


pengangkatan cutting seefektif mungkin sehingga penggilingan kembali
(Regrinding) seperti dijelaskan semula dapat dikurangi sekecil mungkin.
Dalam usaha mengoptimasikan hidrolika ini, ada 3 (tiga) prinsip yang satu sama
lain saling berbeda dalam hal anggapan-anggapannya. Ketiga prinsip tersebut
adalah :
1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP)
Prinsip dasar dari metoda ini menganggap bahwa semakin besar daya yang
disampaikan fluida terhadap batuan akan semakin besar pula efek
pembersihannya, sehingga metoda ini berusaha untuk mengoptimumkan Horse
Power (daya), yang dipakai di bit dari Horse Power pompa yang tersedia di
permukaan.
2. Bit Hydaulic Impact (BHI)
Prinsip dasar dari metoda ini, menganggap bahwa semakin besar impact
(tumbukan sesaat) yang diterima batuan formasi dari lumpur yang dipancarkan
dari bit semakin besar pula efek pembersihannya, sehingga metoda ini berusaha
untuk mengoptimumkan impact pada bit.
3. Jet Velocity (JV)
Metoda ini berprinsip, semakin besar rate yang terjadi di bit akan berarti semakin
besar efektivitas pembersihan dasar lubang, maka metoda ini berusaha untuk
mengoptimumkan rate pompa supaya rate di bit maksimum.

Pada dasarnya kemampuan pompa memberikan tekanan pada sistem sirkulasi


adalah habis untuk menanggulangi kehilangan tekanan (pressure loss) pada
seluruh sistem sirkulasi seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya,
padahal kehilangan tekanan di bit merupakan parameter yang cukup menentukan
dalam perhitungan optimasi hidrolika, untuk itu maka kehilangan tekanan dibagi
dua, yaitu kehilangan tekanan seluruh sistim sirkulasi kecuali bit yang disebut
sebagai Parasitic Pressure Loss (Pp) karena tidak menghasilkan apa-apa, hanya
hilang energi karena gesekan fluida saja. Bit pressure loss (Pb) adalah besarnya
tekanan yang dihabiskan untuk menumbuk batuan formasi oleh pancaran fluida di
bit.
Dalam sistem sirkulasi juga seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya
bahwa akan terdapat dua jenis pola aliran yaitu laminer dan turbulen, dimana
masing-masing pola menempati tempatnya sendiri-sendiri. Di dalam pipa mulai dari
stand pipe, swivel, kelly, drill pipe dan drill collar akan terjadi pola aliran turbulen.
sedangkan pada anulus antara drill collar dan open hole biasanya dibiarkan turbulen
tapi bila terjadi laminer lebih baik lagi, anulus drill pipe dengan open hole maupun
drill pipe dengan casing diwajibkan beraliran laminer akan tetapi harus lebih besar
dari rate minimum.

11.5.1. Optimasi dengan Perhitungan


Dalam menghitung optimasi hidrolika yang menyangkut penentuan rate
optimum, telah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Sedangkan penentuan ukuran
nozzle yang merupakan fungsi dari densitas lumpur, rate optimum dan kehilangan
tekanan di bit dijabarkan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Hidrolika Fluida Pemboran 431


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

0.5
ρm Q2opt
A= [
10858 Pb ] .........................................................................................(11-13)
dimana :
m = Densitas Lumpur, ppg
Qopt = Laju optimum, gpm
Pb = Pressure Loss di bit, psi

Sebelum melakukan perhitungan terlebih dahulu harus ditentukan besarnya


faktor pangkat (Z) dan konstanta kehilangan tekanan (Kp), dengan menggunakan
persamaan (11-14) atau (11-15) dan (11-16) atau (11-17), yaitu:
log( P p 1 / P p 2 )
Z=
log(Q1 /Q2 ) ..........................................................................................(11-14)
log( P p 2 / P p 1 )
Z=
log(Q2 /Q1 ) ..........................................................................................(11-15)
P
K p = pZ2
Q2 .....................................................................................................(11-16)
P
K p = p1Z
Q1 .....................................................................................................(11-17)
Selain itu perlu diketahui terlebih dahulu rate minimum, rate maksimum,
tekanan maksimum pompa, daya maksimum pompa dan densitas lumpur.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa perhitunganpun akan disajikan
dalam 3 (tiga) konsep yang saling berbeda, yaitu : bit Hydraulic Horse Power
(BHHP), bit Hydraulic Impact (BHI) dan Jet Velocity (JV).

11.5.2. Konsep BHHP


Langkah - langkah untuk menentukan optimasi adalah sebagai berikut :
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan
Z
Pb= Pm
Z +1 ...................................................................................(11-18)

2. Hitung rate optimum dengan persamaan


1
Pm
Qopt=
[
(Z +1) Kp ] Z

.........................................................................(11-19)

3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika tidak
terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga
Pb=Pm−Kp. QZopt .............................................................................(11-21)

432 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin).
Jika tidak terpenuhi, maka Qopt = Qmin, sehingga
Pb=Pm−Kp. QZopt .............................................................................(11-20)

5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs)


Pm. Qopt
HPs=
1714 ...................................................................................(11-22)

6. Perhatikan apakah daya yang diperlukan di permukaan (HPs) tersebut tidak


lebih besar dari daya maksimum pompa (HPm). Jika tidak terpenuhi, bisa
dicoba dengan kondisi daya maksimum.

7. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan


1
ρm .Q2opt
A= [
10858. Pb ] 2

............................................................................... (11-23)

b. Kondisi Daya Maksimum


1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan:
HPm
Pb=1714 . −Kp. Q min Z
Q min ...........................................................(11-24)
2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan: Qopt = Qmin

3. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan persamaan:


1714 . Hpm
Ps=
Q min .................................................................................(11-25)
4. Perhatikan apakah Ps lebih kecil dari tekanan maksimum pompa (Pm). Jika
tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi pertengahan.
5. Hitung luas nozzle total yang optimum dengan persamaan:
1
ρm.Qopt 2
A= [
10858. Pb ] 2

c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
1714 . HPm
Qopt=
Pm ............................................................................(11-26)

Hidrolika Fluida Pemboran 433


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

2. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :


Z
1714 HPm
Pb=Pm−Kp
Pm [ ] ..............................................................(11-27)

3. Hitung luas Nozzle total yang optimum dengan persamaan :


1
ρm.Qopt 2
A= [
10858. Pb ] 2

..............................................................................(11-28)

11.5.3. Konsep BHI


Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep BHI adalah
sebagai berikut:
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Z
Pb= Pm
Z +2 ..................................................................................(11-29)

2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :


1
2 Pm
Qopt=
[
(z+2)Kp ] Z

........................................................................(11-30)

3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmak).Jika tidak
terpenuhi, Qopt = Qmak
Pb = Pm-Kp.Qzopt ..............................................................................(11-31)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin).
Jika tidak terpenuhi, Qopt = Qmin
Pb = Pm - Kp.Qzopt.............................................................................(11-32)

5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan:


Pm.Qopt
Hps=
1714 ................................................................................(11-33)

6. Perhatikan apakah HPs lebih kecil dari Daya pompa maksimum (HPm).
Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi yang lain.

7. Hitung luas Nozzle total yang optimum dengan persamaan:


1
ρ m . Qopt 2
A= [
10858 Pb ] 2

..............................................................................(11-34)

434 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

b. Kondisi Daya Maksimum


1. Hitung rate optimum dengan menggunakan persamaan
1
1714 Hpm
Qopt=
[
(Z +2)Kp ] Z+1

......................................................................(11-35)

2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps).


H . ρm. 1714
Ps=
Qopt ...............................................................................(11-36)

3. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan


Z +1 1714 Hpm
Pb= [
Z +2 Qopt ] .....................................................................(11-37)

4. Periksa Qopt tidak lebih besar dari Qmaks. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt
= Qmaks
Z +1 1714 Hpm
Pb= [
Z +2 Qmak ]
.....................................................................(11-38)
5. Periksa Qopt tidak lebih kecil dari Qmin. Jika tidak terpenuhi maka: Qopt =
Qmin
Z +1 1714 HPm
Pb= [
Z +2 Q min ] .....................................................................(11-39)

6. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari Pm.Jika tidak terpenuhi, coba
dengan kondisi pertengahan.

7. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :


1
ρm.Qopt 2
A= [
10858 Pb ] 2

c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum dengan persamaan :
1714 . HPm
Qopt=
Pm .............................................................................(11-40)
2. Hitung kehilangan tekanan di bit, dengan persamaan
Z
HPm .1714
Pb=Pm−Kp
Pm [ ] ..............................................................(11-41)

Hidrolika Fluida Pemboran 435


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

3. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :


1
ρm.Qopt 2
A= [
10858. Pb ] 2

11.5.4. Konsep JV
Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep Jet Velocity hanya
dibagi dua bagian.
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Tentukan rate optimum dengan persamaan: Qopt = Qmin

2. Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan persamaan:


Z
Pb=Pm−Kp. Q min ........................................................................(11-42)

3. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs) dengan menggunakan


persamaan :
Pm. Q min
HPs=
1714 ............................................................................(11-43)

4. Perbaikan apakah HPs tidak lebih besar dari daya pompa maksimum
(HPm). Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi daya maksimum.

5. Hitung luas Nozzle total dengan menggunakan persamaan:


1
ρm.Qopt 2
A= [
10858 Pb ] 2

..............................................................................(11-44)

b. Kondisi Daya Maksimum


1. Tentukan rate optimum dengan menggunakan persamaan:
Qopt = Qmin

2. Hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan menggunakan


persamaan:
HPm. 1714
Ps=
Q min ................................................................................(11-45)

3. Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan menggunakan persamaan:


HPm. 1714
Pb= −Kp .Q Zmin
Q min .................................................................(11-46)

436 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

4. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari tekanan maksimum pompa


(Pm).Jika tidak terpenuhi, kondisi optimum dalam konsep Jet Velocity tidak
tercapai.

5. Hitung luas total Nozzle dengan menggunakan persamaan


1
ρm.Qopt 2
A= [
10858. Pb ] 2

..............................................................................(11-47)
Sedangkan untuk merubah nilai luas total nozzle menjadi bentuk kombinasi
ukuran nozzle dalam satuan 1/32 inch dapat digunakan Tabel 11.5.

Hidrolika Fluida Pemboran 437


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Tabel 11.5. Tabel Luas Total Kombinasi Nozzle

11.5.5. Evaluasi Hasil Optimasi


Untuk mengetahui apakah hasil optimasi yang telah dilakukan betul-betul naik
efeknya atau tidak, ditentukan dengan melihat parameter yang bisa dievaluasi
untuk masing-masing konsep, yaitu sebagai berikut:

a. Konsep BHHP
Evaluasi dapat dilakukan melalui Horse Power per Square Inches (HSI) di bit.
Pb. Qopt
HSI=
1714 . A .......................................................................................(11-48)
Pb. Qopt
HSI=
1346 . d 2 .......................................................................................(11-49)

b. Konsep BHI.
Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan
menghitung bit Impact (BIF).
0 .5
BIF =Ki.Q .Pb .....................................................................................(11-50)

dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :


0. 5
BIF =1, 73 .10−2 Q [ ρm. Pp ] .....................................................................(11-51)

c. Konsep JV
Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan aliran di bit (Vb).
Vb=Kv . Pb0 . 5 ..........................................................................................(11-52)

438 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :


Qopt
Vb=0 . 321
An .....................................................................................(11-53)

Hasil evaluasi yang didapat hanya dapat dipakai untuk membandingkan satu
kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda/konsep yang sama antara
kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang didapat,
sedangkan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya tidak dapat
dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya mempunyai
kelebihan-kelebihan pada konsep masing-masing.

Gambar 11.7. Diagram Alir Konsep BHHP

Hidrolika Fluida Pemboran 439


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11.11. Diagram Alir Konsep BHI

440 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11.9. Diagram Alir Konsep JV

Gambar 11.10. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV

Hidrolika Fluida Pemboran 441


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

Gambar 11.11. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV

11.6. Contoh Soal

Contoh 1.
Kedalaman = 6000 ft
Rate minimum = 444 gpm
Rate maksimum = 762 gpm
Daya maksimum = 1388
Tekanan permukaan maksimum = 2145 psi
Densitas lumpur = 9.2 ppg
Dari Slow Pump Rate Test diperoleh:
Pp1 = 560 psi Q1 = 432 gpm
Pp2 = 155 psi Q2 = 211 gpm
Berdasarkan optimasi dengan konsep BHHP, BHI, dan JV dari data-data di atas,
tentukan:
1. Rate optimum
2. Tekanan permukaan yang digunakan
3. Kehilangan tekanan di bit
4. Kombinasi ukuran nozzle optimum
2. Desain Hidrolika
Hole Geometry:
Kedalaman sumur = 10000 feet
Intermediate Casing = 9,625 inch OD, 9,0 inch ID, 7000 feet Depth

442 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

String Configuration:
Drill Pipe = 4,0 inch OD, 3,25 inch
IDDrill Collar = 4,0 inch OD, 2,75 ID, 400 feet
DepthBit Size = 8,5 inch, with Nozzle 15-15-15
Lumpur :
Densitas = 8,9 ppg
Viskositas Plastik = 50 cp
Yield Point = 25 lb/100 ft2
Pump Data :
Maximum HP = 1500
Maximum Pressure = 3500 psia
Maximum Rate = 900 gpm
Minimum Rate = 230 gpm
Low Pump Rate Test:
Normal Rate = 500 gpm,
Pressure = 1100 psia
Slow Rate = 250 gpm,
Pressure = 310 psia
Drilling Parameter :
Weight on Bit = 30000 lbs
Rate of Penetration = 150 fph
Cutting Diameter = 0,65 inch
Cutting SG = 2.635
Pertanyaan :
Dalam Optimisasi hidrolika, dimana diameter nozzle tidak mungkin diubah
(tetap), berapa rate pemompaan optimum yang harus dilakukan?

3. Hidrolika Bit
Sebelum mengganti bit pada lubang 12 1/4 in, diketahui tekanan standpipe sbb:

Laju alir (gpm) Tekanan Stamdpipe


(psi)
300 500
400 850
500 1200
600 1700
650 1900
Kedalaman lubang adalah 6528 ft
Bit diharapkan membor sampai kedalaman 8000 ft
Data-data lain:
Ukuran nozzle = tiga buah (16/32) in
Berat lumpur = 11.7 ppg
Laju alir sekarang = 650 gpm
Max. alowable surface pressure =2500 psi
Tentukanlah parameter hidrolika optimum untuk bit berikutnya menggunakan
kriteria BHHP dan IF.

Hidrolika Fluida Pemboran 443


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN

ρf = Density fluida, ppg


V = Kecepatan aliran,
d = Diameter pipa, in
μ = Viscositas, cp
τ = Gaya shear per unit luas (shear stress)
dVr/dr = Shear rategc
gc = Convertion constant
HP = Horse power yang diterima pompa dari mesin penggerak setelah
dikalikan effisiensi mekanis dan safety, hp
P = Tekanan Pemompaan, psi
Q = Kecepatan alir, gpm
S = Panjang stroke, inchs
N = Rotasi per menit, rpm
d = Diameter tangkai piston, inchs
D = Diameter liner, inchse
se = Effisiensi volumetric
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
V1 = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
ρc = Berat cutting, ppg
ρm = Berat lumpur, ppg
Qm = Rate minimum, gpm
ROP = Kecepatan Penembusan,
Ca = Fraksi volum cutting di annulus
dp = Diameter pipa, inchs
dh = Diameter lubang, inchs
A = Luas Anulus, in2
Vca = Kecepatan di annulus, ft/det
v = Viskositas plastik, cp
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
kl = Koefisien loss
kr = Panjang drill collar, ft
Qopt = Laju optimum, gpm
Pb = Pressure loss di bit, psi
Kp = Konstanta kehilangan tekanan
Pp = Tekanan parasistik, psi
Pm = Tekanan maksimum, psi
HPm = Horse power maksimum, hp
Qmak = laju maksimum gpm
Z = faktor pangkat
Ps = Tekanan dipermukaan, psi
HPS = Horse Power di permukaan, hp
An = Luas nozzle, in2
DAFTAR PUSTAKA

444 Hidrolika Fluida Pemboran


Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S., ITB 2009

1. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer


Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986
2. nn., "Principles of Drilling Fluid Control", Twelfth Edition, Petroleum Extension
Service The University of Texas of Austin, Texas, 1969.
3. Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid Manual.
4. Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company, Second
Edition, Tulsa-Oklahoma, 1986.
5. Rabia. H., "Oil Well Drilling Engineering : Principles & Practice", University of
Newcastle upon Tyne, Graham & Trotman, 1985.

Hidrolika Fluida Pemboran 445

Anda mungkin juga menyukai