Bab 7.
Hidrolika Fluida Pemboran
p dVr ................................................................... (7-3)
y
g c dr
Selain viscositas plastik ini, didefinisikan pula apparent viscosity
(viskositas semu) untuk Bingham plastic fluids, yaitu perbandingan antara
shear stress dan shear rate, yang tidak konstan melainkan bervariasi
terhadap shear stress. Gambar 7.1 menunjukan skema dari grafik aliran
fluida Newtonian dan Bingham plastic.
b. Power Law Fluids
Untuk pendekatan power law dilakukan dengan menganggap kurva
hubungan shear stress terhadap shear rate pada kertas log-log mengikuti
garis lurus yang ditarik pada shear rate 300 rpm dan 600 rpm (lihat
Gambar 7.2). Untuk ini power law dinyatakan sebagai :
n
dVr
K ............................................................................... (7-4)
dr
c. Power Law Fluids dengan Yield Stress
Persamaan yang digunakan adalah :
n
K
dVr
y
dr
Gambar 7.1. Grafik Shear Stres vs Shear Rate Fluida Newtonian dan
Bingham16)
19)
Gambar 7.3. Pengangkatan Cutting
Kecepatan slip adalah kecepatan minimum dimana cutting dapat mulai
terangkat atau dalam praktek merupakan pengurangan antara kecepatan lumpur
dengan kecepatan dari cutting.
Vs = VM - Vp .................................................................................... (7-7)
dimana :
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
VM = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit
Dengan memasukkan kondisi yang biasa ditemui dalam operasi
pemboran maka didapatkan kecepatan slip sebesar :
c
Vs 92.5 dc 1 .................................................................. (7-8)
m
Begitu pula rate minimum yang harus dipilih sebesar :
c
0. 5
ROP
Q min 92.5dc 1 A ............ (7-9)
m
2
Ca
dp
361
dh
dimana :
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
c = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
Vs = Kecepatan slip, ft/min
Qmin = Rate minimum, ft3/min
19)
Gambar 7.4. Tipe Aliran Fluida Selama Pemboran
Pada kondisi seperti itu dinding lubang yang belum tercasing mempunyai
selaput tipis sebagai pelindung yang disebut mud-cake, agar selaput yang
berguna tersebut tidak terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap
laminer. Untuk mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan
bilangan Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran
akan tetap laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk
menentukan kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
1
36)
Gambar 7. 6. Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi
7.3.1. Cara praktis
Dalam menghitung besarnya kehilangan tekanan dalam sistem sirkulasi
lumpur pemboran dengan menggunakan cara praktis yang biasa dipakai di
lapangan, dilakukan dengan menghitung tiap segmen dahulu, baru kemudian
dijumlahkan secara total.
Segmen-segmen tersebut adalah : peralatan permukaan, drill collar,
anulus Drill-collar, Drill-pipe dan anulusnya.
a. Peralatan
Peralatan permukaan,
permukaan ini biasanya dibagi menjadi 4 tipe rangkaian seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 7.2, tiap tipe mempunyai koefisien
tersendiri yang akan dipakai dalam perhitungan sbb :
m
Ploss k l .k r . ............................................................................ (7-11)
10
dimana :
k1 = Koefisien loss, lihat Tabel (2)
kr = Koefisien rate, lihat Tabel (1)
b. Drill-collar
Ldc
Ploss k l .k r . m. ................................................................. (7-12)
10
dimana :
L = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drillcollar
menggunakan Tabel 9.3, rumus yang dipakai sama dengan drill collar.
d. Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama
sekaligus, tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai
adalah (12) dan yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah
Tabel 7.4.
180
190 1.57
1.73 460
470 8.97
9.34 743
750 21.72
22.26 1020
1030 39.45
40.17
200 1.91 480 9.71 760 22.82 1040 40.90
210 2.09 490 10.09 770 23.38 1050 41.63
220 2.28 500 10.47 780 23.95 1060 42.37
230 2.47 510 10.87 790 24.52 1070 43.12
240 2.67 520 11.27 800 25.10 1080 43.87
250 2.89 530 11.67 810 25.69 1090 44.63
260 3.10 540 12.09 820 26.28 1100 45.39
270 3.33 550 12.51 830 26.88 1110 46.16
280 3.56 560 12.93 840 27.49 1120 46.94
290 3.80 570 13.36 850 28.10 1130 47.72
300 4.05 580 13.80 860 28.72 1140 48.51
310 4.31 590 14.25 870 29.34 1150 49.31
320 4.57 600 14.70 880 29.97 1160 50.11
330 4.84 610 15.16 890 30.61 1170 50.91
340 5.11 620 15.63 900 31.25 1180 51.73
350 5.40 630 16.10 910 31.90 1190 52.54
360 5.69 640 16.58 920 32.56 1200 53.37
370 5.98 650 17.06 930 33.22
melekat
mengandungyangcutting
sudahtersebut
dipecahkan oleh gigi
menyentuh bit, sebagai
gigi bit kemudian fluida
fungsi yang telah
membersihkan
dan mendinginkan bit.
Dengan kejadian tersebut, pada jet bit diharapkan tidak akan terjadi
penggilingan/pemecahan ulang (regrinding) pada cutting oleh gigi bit
sehingga efektivitas bit maupun laju penembusan dapat lebih baik.
Perbedaan pancaran terjadi antara bit konvensional dan jet bit dipasang
nozzle, ialah sebuah lubang yang mempunyai diameter keluaran lebih kecil
daripada masukan sehingga mempertinggi rate. Biasanya diameter nozzle
tersebut diameternya tertentu dengan satuan 1/32 inches.
Faktor-faktor yang menentukan dan mempengaruhi hidrolika dan
disainnya adalah :
a. Ukuran dan geometri sistem sirkulasi. Hal ini menyangkut variasi
diameter sumur maupun diameter peralatan dan kemampuan
peralatan pompa.
b. Sifat fisik fluida pemboran.
c. Pola aliran. Pola aliran ini menyangkut pola aliran laminer yang
diwajibkan pada tempat-tempat tertentu serta pola aliran turbulen yang
terpaksa diperbolehkan pada tempat-tempat tertentu pula.
Kerja aliran/pancaran lumpur keluar dari bit menuju batuan formasi
merupakan pokok pembicaraan dalam Bit Hydraulics, dengan kerja yang
optimum maka diharapkan laju penembusan (Penetration Rate) dapat
ditingkatkan
berikut Tekanan
a. Kondisi : Maksimum
1. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan
Z
Pb Pm ................................................................................ (7-18)
Z 1
2. Hitung rate optimum dengan persamaan
1
Pm Z
Qopt .................................................................... (7-19)
( Z 1) Kp
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika
tidak terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga
Pb Pm Kp.Qopt
Z
......................................................................... (7-21)
Z
Pb Pm ............................................................................... (7-29)
Z 2
2. Hitung rate optimum (Qopt) dengan persamaan :
1
2 Pm Z
Qopt ( z 2) Kp ................................................................... (7-30)
3. Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmak).Jika
tidak terpenuhi, Qopt = Qmak
z
Pb = Pm-Kp.Q opt ............................................................................ (7-31)
4. Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate minimum (Qmin). Jika
tidak terpenuhi, Qopt = Qmin
z
Pb = Pm - Kp.Q opt .......................................................................... (7-32)
5. Hitung daya yang diperlukan di permukaan:
Pm.Qopt
Hps ............................................................................ (7-33)
1714
6. Perhatikan apakah HPs lebih kecil dari Daya pompa maksimum
(HPm). Jika tidak terpenuhi, bisa dicoba dengan kondisi yang lain.
7. Hitung luas Nozzle total yang optimum dengan persamaan :
1
m .Qopt 2 2
Z 1 1714 HPm
Pb ............................................................... (7-39)
Z 2 Q min
6. Perhatikan apakah Ps tidak lebih besar dari Pm.Jika tidak terpenuhi,
coba dengan kondisi pertengahan.
7. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :
1
m.Qopt 2 2
A
10858 Pb
c. Kondisi Pertengahan
1. Hitung rate optimum dengan persamaan :
1714. HPm
Qopt ......................................................................... (7-40)
Pm
2. Hitung kehilangan tekanan di bit, dengan persamaan
Z
HPm.1714
Pb Pm Kp ....................................................... (7-41)
Pm
3. Hitung luas Nozzle total optimum, persamaan :
1
m.Qopt 2 2
A 10858. Pb
7.5.4. Konsep JV
Langkah-langkah untuk menentukan optimasi dalam konsep Jet Velocity
hanya dibagi dua bagian.
a. Kondisi Tekanan Maksimum
1. Tentukan rate optimum dengan persamaan :
Qopt = Qmin
2. Tentukan kehilangan tekanan di bit dengan persamaan :
Pb Pm Kp.Q min Z ................................................................... (7-42)
3. Hitung daya yang diperlukan di permukaan (HPs) dengan
menggunakan persamaan :
HPs Pm1714
.Q min ........................................................................... (7-43)
4. Perbaikan apakah HPs tidak lebih besar dari daya pompa maksimum
(HPm).Jika tidak terpenuhi, coba dengan kondisi daya maksimum.
5. Hitung luas Nozzle total dengan menggunakan persamaan:
1
m.Qopt 2 2
A m.Qopt 2 2
10858. Pb .......................................................................... (7-47)
Sedangkan untuk merubah nilai luas total nozzle menjadi bentuk
kombinasi ukuran nozzle dalam satuan 1/32 inch dapat digunakan Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Tabel Luas Total Kombinasi Nozzle
(7-31)
Pb.Qopt
HSI .............................................................................. (7-48)
1714. A
Pb.Qopt
HSI .............................................................................. (7-49)
1346.d 2
b. Konsep BHI.
Dalam mengevaluasi hasil optimasi pada konsep BHI, dilakukan dengan
menghitung bit Impact (BIF).
BIF Ki.Q.Pb 0.5 ............................................................................ (7-50)
dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :
c. Konsep JV
Dalam konsep ini evaluasi bisa dilakukan melalui kecepatan aliran di bit
(Vb).
Vb Kv. Pb 0.5 .................................................................................. (7-52)
dikonversikan dengan kondisi lapangan, menjadi :
Qopt
Vb 0.321 ............................................................................. (7-53)
An
Hasil evaluasi yang didapat hanya dapat dipakai untuk membandingkan
satu kasus yang sama yang dikerjakan dengan metoda/konsep yang sama
antara kondisi lapangan yang sedang dipakai dengan perhitungan optimasi yang
didapat, sedangkan untuk membandingkan tiap konsep dengan konsep lainnya
tidak dapat dilakukan, karena satu sama lain seperti telah dijelaskan sebelumnya
mempunyai kelebihan-kelebihan pada konsep masing-masing.
38)
Gambar 7.8. Diagram Alir Konsep BHI
38)
Gambar 7.9. Diagram Alir Konsep JV
38)
Gambar 7.10. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV
38)
Gambar 7.11. Contoh Pemakaian Nomograph Pada Konsep JV
Intermediate Casing = 9,625 inch OD, 9,0 inch ID, 7000 feet Depth
String Configuration:
Drill Pipe = 4,0 inch OD, 3,25 inch
IDDrill Collar = 4,0 inch OD, 2,75 ID, 400 feet
DepthBit Size = 8,5 inch, with Nozzle 15-15-15
Lumpur :
Densitas = 8,9 ppg
Viskositas Plastik = 50 cp
Yield Point = 25 lb/100 ft2
Pump Data :
Maximum HP = 1500
Maximum Pressure = 3500 psia
Maximum Rate = 900 gpm
Minimum Rate = 230 gpm
Low Pump Rate Test:
Normal Rate = 500 gpm,
Pressure = 1100 psia
Slow Rate = 250 gpm,
Pressure = 310 psia
Drilling Parameter :
Weight on Bit = 30000 lbs
Rate of Penetration = 150 fph
Cutting Diameter = 0,65 inch
Cutting SG = 2.635
Pertanyaan :
Dalam Optimisasi hidrolika, dimana diameter nozzle tidak mungkin
diubah (tetap), berapa rate pemompaan optimum yang harus dilakukan ?
3. Hidrolika Bit
Sebelum mengganti bit pada lubang 12 1/4 in, diketahui tekanan
standpipe sbb:
Laju alir (gpm) Tekanan Stamdpipe (psi)
300 500
400 850
500 1200
600 1700
650 1900
Kedalaman lubang adalah 6528 ft
Bit diharapkan membor sampai kedalaman 8000 ft
Data-data lain:
Ukuran nozzle = tiga buah (16/32) in
Berat lumpur = 8.7 ppg
Laju alir sekarang = 650 gpm
Max. alowable surface pressure =2500 psi
Tentukanlah parameter hidrolika optimum untuk bit berikutnya
menggunakan kriteria BHHP dan IF.
dimana :
Vsl = Kecepatan slip, ft/menit
Vm = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vcut = Kecepatan cutting, ft/menit
Dinding lubang yang belum tercasing mempunyai selaput tipis sebagai
pelindung yang disebut mud-cake. Agar selaput yang berguna tersebut tidak
terkikis oleh aliran lumpur, harus diusahakan aliran tetap laminer. Untuk
mencegah terjadinya aliran turbulen, dapat diindikasikan dengan bilangan
Reynold . Dengan bilangan reynold yang tidak lebih dari 2000 aliran akan tetap
laminer, sehingga batas tersebut dijadikan pegangan untuk menentukan
kecepatan maksimum di anulus yang disebut kecepatan kritik.
1,08 PV 1,08 PV 2 9,3 d h d p Yb 2 m 1/ 2
s f
V sl 1,54 d cut ........................................................... (7-56)
f
dimana :
Vsl = Slip velocity, cp
s = Densitas cutting, ppg
f = Densitas fluida (lumpur), ppg
dcut = Diameter cutting, in
Kecepatan slip ini dihitung dengan prosedur sebagai berikut :
510 300
K = Indeks konsistensi =
511n
600
n = Indeks kelakuan aliran = 3,32 log
300
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
Vmin = Kecepatan minimum , ft/s
600 = Dial reading pada 600 rpm
300 = Dial reading pada 300 rpm
7.7.2.1.2. Penentuan Reynold Number
Apparent viscosity tersebut digunakan untuk menentukan Reynold
Number dibawah ini :
dimana :
NRe = particle Reynold Number
f = densitas fluida, ppg
Vsl = slip velocity, ft/s
a = apparent viscosity , cP
dcut = diameter cutting , in
Selanjutnya apparent viscosity ini digunakan untuk menentukan friction
factor dengan menggunakan Gambar 4 berikut.
dimana ;
Vcut = Kecepatan cutting, ft/s
dp = Diameter pipa, in
dh = Diameter lubang, in
Cconc
ROP = Konsentrasi
= Rate cutting , ,%
Of Penetration ft/hr
Dapat juga dinyatakan dengan persamaan lain yaitu:
Jika yang diketahui luas penampang pipa dan lubang
ROP
V cut ................................................................ (7-62)
A pipe
36 1 C conc
Ahole
dimana :
Apipe = Luas penampang pipa, in2
Ahole
Jika V= Luas penampang
cutting dinyatakanlubang,
dalamin2
ft/menit, maka persamaan (8) dapat
ditulis:
ROP
V cut ............................................................ (7-63)
d p 2
60 1 C conc
d h
dimana
Vcut = Kecepatan cutting. ft/min
Sehingga kecepatan minimum cutting adalah :
Vmin = Vsl + Vcut ............................................................................. (7-64)
Hidrolika Fluida Pemboran 27
Secara keseluruhan prosedur penentuan Vmin, Vcut dan Vslip pada sumur
vertikal dapat dilihat pada Gambar 7.16 berikut.
Gambar 7.16. Flowchart Penentuan V cut, V min, dan V slip untuk Sumur
Vertikal
7.7.3. Sumur Directional dan Horizontal
7.7.3.1. Metoda Larsen
7.7.3.1.1. Kecepatan Cutting
Kecepatan Cutting dapat untuk sumur directional dengan inklinasi 55 -
90odiperkenalkan oleh T. I. Larsen. Kecepatan cutting Larsen ini diturunkan dari
persamaan yang sama seperti untuk sumur vertikal, yaitu pada persamaan 7-61.
PV
YP =
= Viskositas
Yield point,plastik,
lb/100 cp
ft2
dh = Diameter lubang, in
dp = Diameter pipa, in
Vcrit = Kecepatan kritik atau kecepatan slip, ft/s
Korelasi kecepatan slip pada persamaan 14 dan 16 memerlukan koreksi
terhadap inklinasi, ukuran cutting dan densitas sebagai berikut :
1. Koreksi terhadap inklinasi sumur
C ang 0, 0342 ang 0,000233 ang
2
0,213 ......................................... (7-70)
dimana :
Cang = faktor koreksi terhadap inklinasi
20
C i 1 .................................................................................... (7-75)
45
Untuk 45
o
Ci = 3 (23)
Dimana :
q = Sudut inklinasi, deg
Ci = Koreksi sudut.
7.7.3.2.2. Koreksi Densitas Lumpur
Plot dimensionless Vs terhadap inklinasi metode Larsen dengan
berbagai densitas lumpur dapat ditentukan koreksi densitas lumpur terhadap
Vsv. Dengan mengambil nilai densitas sama dengan 12 ppg dan nilai
Dimensionless Vs sama dengan 3 maka koreksi densitas (Cmw) terhadap Vsv
adalah :
3 m
C mw
15 .................................................................................. (7-77)
mana :
m = Densitas lumpur, ppg
Cmw = Koreksi terhadap densitas lumpur.
7.7.3.2.3 Koreksi Terhadap RPM
Sedangkan koreksi terhadap rotary speed (RPM) adalah :
600 RPM
C RPM
.................................................................... (7-78)
600
dimana:
CRPM = Koreksi terhadap RPM
RPM = Kecepatan putar / rotary
Sehingga Vmin untuk sumur vertikal, directional, maupun horizontal
dengan mengembangkan rumus Moore adalah :
Vmin = Vcut + ( Ci x Cmw x CRPM)Vsv
maka untuk :
Untuk 45
o
Untuk : 45
o
Data :
o
= 61,352
m = 15 ppg
s = 19,16 ppg
PV = 40 cP
YP = 17 lb/100 ft2
a = 145,7 cP
dh = 6 in
dp = 3,38 in
Dcut = 0,7283 in
ROP = 54 ft/hr
RPM =0
Cconc = 1,5 %
Kecepatan Cutting:
Dengan menggunakan konsentrasi cutting dan ROP yang sama dengan data
diatas, maka Vcut dengan persamaan (8) adalah :
36 1 C cone
Dhole
ROP
V cut 1,4648 ft / s
3,38 2
36 1 1,5
6
Asumsi Vslip
Vsl1 = 0.1 ft/s
Iterasi Slip Velocity:
Vmin = Vs + Vcut
Vmin awal = 0,1 + 1,4648 = 1,5648 ft/s
5 .Yp Dhole _ D pipe
a p .......................................................... (7-69)
V min
5 .17 x 6 3,38
a 40 182,31cP
1,5648
s f
V Sl 2 f Dcut ................................................................ (7-58)
f
V Sl 1 V Sl 2
V Sl 1
2
0,1 4,1929
V Sl 1 2,1465 ft / s
2
Dengan melakukan iterasi sampai | Vsl2 - Vsl1 | < 0.01, didapatkan Vsl1 = 1,06723
ft/s
Koreksi Sudut, Densitas dan RPM :
Dari koreksi sudut yang didapatkan untuk sudut inklinasi lubang sumur
pemboran lebih besar dari 45o, maka digunakan persamaan. (7-80).
3
m RPM
V s 3 1 V sv ....................................................... (7-80)
15 600
15 0 x 1,06723 12,8067 ft / s
V 3 3 1
s
15 600
7.8.Pressure Losses (Kehilangan Tekanan)
7.8.1. Pendahuluan
Gambar 7.24, menunjukkan skema bagian peralatan sistem sirkulasi
yang terdiri dari drill string, bit dan peralatan permukaan. Pada bagian-bagian
tersebut, fluida akan mengalami gaya gesek (friksi) sehingga sistem sirkulasi
akan kehilangan energi ketika fluida dipompakan mulai dari titik (1) sampai titik
(2) dan kembali ke titik (3) di mud tank.
Pada bab ini akan dijelaskan tentang perhitungan kehilangan tekanan
(pressure loss) akibat gaya friksi di setiap bagian dari sistem sirkulasi.
Perhitungan kehilangan tekanan tersebut dibagi kedalam 3 bagian yaitu:
(1) Surface Connection Losses (Kehilangan Tekanan pada sambungan
permukaan)
(2) Pipe and Annular Losses (Kehilangan Tekanan di dalam pipa dan
annulus)
(3) Pressure drop across bit (Kehilangan tekanan di bit)
7.8.1.1. Perhitungan Kehilangan Tekanan Secara Analitik
7.8.1.1.1. Surface Connection Losses (Kehilangan Tekanan pada
sambungan permukaan)
Kehilangan tekanan pada sambungan di permukaan biasa terjadi di standpipe,
rotary hose,
cukup sulit swivel
karena dan kelly.
kehilangan Penentuan
tekanan kehilangan
tergantung tekanan
dari dimensi dandigeometri
permukaan
dari
sambungan di permukaan. Persamaan berikut dapat digunakan untuk
mengevaluasi kehilangan tekanan pada sambungan di permukaan :
atau
dimana :
= Densitas lumpur (lbm/gal atau kg/l)
Q = Flow rate (gpm atau l/min)
drillcollarKehilangan tekanan
yang ditunjukkan padasepanjang
Gambar 7.24pipa(P2dapat terjadi
dan P3). di drillpipe
Kehilangan dan
tekanan
di annulus ditunjukkan oleh P4 dan P5 ada Gambar 7.24. Besarnya kehilangan
tekanan di P2, P3, P4 dan P5 tergantung pada:
a. Dimensi dari drillpipe atau drillcollar (ID, OD, dan panjang DP atau DC)
b. Rheologi lumpur pemboran (densitas, plastic viscosity dan yield point)
c. Jenis aliran (turbulent, laminar atau plug)
Beberapa hal khusus yang menyebabkan naiknya kehilangan tekanan di annulus
adalah:
1. Surge pressure ketika menurunkan kembali pipa, setelah round trip.
2. Tekanan udara yang terjebak di dalam lumpur setelah terbentuk gel
strength.
3. Tekanan yang disebabkan oleh impact force ketika sirkulasi dihentikan.
4. Flokulasi lumpur yang disebabkan oleh kontaminasi kimia pada saat
treatment lumpur.
5. Bertambahnya densitas lumpur karena perbandingan.
dimana :
Ldc = Panjang Drill-collar, ft
c. Anulus Drill Collar
Untuk menghitung anulus drill collar seperti halnya drill collar
menggunakan Tabel (7.12) rumus yang dipakai sama dengan drillcollar.
Drill Pipe dan Anulusnya
Perhitungan drill pipe dengan anulus drill pipe dihitung bersama-sama
sekaligus, tidak seperti drill collar dipisahkan. Persamaan yang dipakai
adalah (5) dan yang dipakai untuk menentukan koefisien lossnya adalah
Tabel (7-10)
4 6 3 40 4 3
Q 2
P p P m 0,32 An 2 ............................................................... (7-88)
10858
dimana :
Pp
Pm =
= Tekanan
Tekanan parasitik,
maksimum psipompa, psi
= Densitas lumpur, ppg
Q = Laju alir, gpm
2
An = Luas nozzle, in
Perhitungan selanjutnya adalah menentukan besarnya faktor pangkat (Z)
dan konstanta kehilangan tekanan (Kp) dengan menggunakan persamaan (7-89)
atau (7-90) dan (7-91) atau (7-92):
log P p1 / P p 2
Z ............................................................................ (7-89)
log Q1 / Q2
log P p 2 / P p1
Z ............................................................................ (7-90)
log Q 2 / Q1
z
K p P p1 x Q1 ................................................................................ (7-91)
dimana :
m = Densitas mud
Q = Laju alir, gpm
2
An = Luas nozzle, in
Pb = Kehilangan tekanan di bit, psi.
Latihan 1 :
Data dari suatu sistem pemboran diketahui sebagai berikut :
Drillstring : 4-1/2 in
OD : 3.826 in
ID : 12600 ft
Drillcollar : 7 in
OD : 3 in
ID : 900 ft
Kedalaman sumur : 13500 ft
Sifat-sifat lumpur : 15 ppg
: 38 cp
: 10 lb/100 ft2
Laju alir : 7.5 bbl/min
Casing : 10500 ft
: 8.755 in ID
Open hole : 8.5 in
Bit size : 8.5 in
Kombinasi nozzle : 12-12-12
Surface loss : 52 psi
Berdasarkan data tersebut di atas :
Buatlah sketsa geometri lubang dan rangkaian pipa pemboran sesuai
dengan kondisi tersebut di atas.
Tentukanlah berapa tekanan minimum pompa yang harus disediakan di
permukaan dengan menggunakan metoda Bingham dan Power Law
Bandingkan hasil perhitungan antara kedua metoda tersebut di atas,
bagaimana komentar saudara.
Latihan 2 :
Diketahui :
Kedalaman : 15000 ft
Diameter bit : 7-7/8 in
Drill pipe : 4-1/2" OD ; 3.82" ID, 14500 ft
Drill colar : 6" OD, 500 ft
600 100.0
300 44.0
200 22.0
100 11.0
6 3.5
3.0
3diatas:
Dari data-data tersebut
a. Berapa pressure loss seluruh annulus
b. Jika untuk mengimbangi tekanan formasi tersebut diperlukan tekanan
hidrostatik di dasar sumur sebesar 8000 psi, berapa densitas lumpur
yang diperlukan.
D =
= Diameter liner, inchse
Effisiensi volumetric
Vs = Kecepatan slip, ft/menit
V1 = Kecepatan lumpur, ft/menit
Vp = Kecepatan partikel, ft/menit
dc = Diameter cutting terbesar, inchs
= Berat cutting, ppg
= Berat lumpur, ppg
Qm = Rate minimum, gpm
ROP = Kecepatan Penembusan
Ca = Fraksi volum cutting di annulus
dp = Diameter pipa, inchs
dh = Diameter lubang, inchs
A = Luas Anulus, in2
Vca = Kecepatan di annulus, ft/det
v = Viskositas plastik, cp
Yb = Yield point bingham, lb/100 ft2
kl = Koefisien loss
kr = Panjang drill collar, ft
Qopt = Laju optimum, gpm
Pb = Pressure loss di bit, phi
Kp = Konstanta kehilangan tekanan
Pp = Tekanan parasistik, phi
Pm = Tekanan maksimum, phi
HPm = Horse power maksimu, hp
Qmak = laju maksimum gpm
Z = faktor pangkat
Ps = Tekanan dipermukaan, phi
HPS = Horse Power di permukaan, hp
a = Apparent viscosity, cP
s = Densitas cutting, ppg
m = Densitas lumpur, ppg
f = Densitas fluida, ppg
600 = Dial reading pada 600 rpm
50 Hidrolika Fluida Pemboran
DAFTAR PUSTAKA