Anda di halaman 1dari 20

32

BAB III
HIDROLIKA PENYEMENAN

Bubur semen adalah fluida non Newtonian, dimana viskositasnya merupakan


fungsi shear rate. Untuk menghitung kehilangan tekanan maka hubungan shear stress
versus shear rate harus dikembangkan. Sifat-sifat rheologi semen dapat diukur
dengan Fann V.G meter.
Aliran pada semen terdiri dari 3 type, yaitu :
- Plug flow
- Laminer flow
- Turbulen flow
Plug flow adalah aliran yang laminer dan lambat sekali sehingga gesekan
antara parikel hanya terjadi dibagian pinggir sedang ditengah – tengah tidak terjadi
gesekan antara partikel – partikel.
 Laminer flow adalah aliran dimana arah gerakannya sejajar dan mempunyai
Reynold number lebih kecil dari 2000.
 Turbulent flow adalah aliran yang cepat dan bergolak dimana mempunyai
Reynold number lebih besar dari 2000.
Dari berbagai type aliran diatas maka yang umum dilapangan perminyakan
dalam hal penyemenan adalah aliran turbulent yang mempunyai Reynold number
lebih besar dari 2000. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 3.1.
Fluida non-newtonian dapat dibedakan dalam dua Konsep matematis, yaitu :
1. Konsep Bingham Plastic
2. Konsep Power Law
Sebelum membahas kedua konsep tersebut maka perlu dimengerti fluida
newtonian dan non-newtonian.
33

Fluida newtonian adalah fluida dimana viskositasnya hanya dipengaruhi oleh


tekanan dan temperatur. Perbandingan antara shear rate ( yang ada hubungannya
dengan kecepatan atau laju ) dan shear stress ( yang ada hubungannya dengan
kehilangan tekanan air ) adlah konstan.
Fluida non-newtonian adalah fluida dimana perbandingan antara shear rate
dan shear stress adalah tidak tetap, sedang viskositasnya merupakan fungsi shear rate.
(lihat gambar 3.2., 3.3., dan 3.4.).

Gambar 3.1 Type aliran fluida non-newtonion.


34

Gambar 3.2 Grafik perbandingan shear rate dan shear stress untuk fluida
Newtonian dan non-Newtonian.

Gambar 3.3 Apparent viscosity versus flow rate untuk fluida Newtonian dan
non-Newtonian.
35

Gambar 3.4 Flow rate versus tekanan untuk fluida Newtonian dan non-
Newtonian.

3.1 Konsep Bingham Plastic


3.1.1 Penggunaan Konsep Bingham Plastic
Bingham Plastic ini digunakan secara luas didalam industri minyak. Ini
dengan menganggap bahwa semua bubur semen dan fluida pemboran mempunyai
sifat Bingham Plastic dan perhitungan rheologinya dapat dibuat dengan hubungan
yang lurus antara shear stress dan shear rate. Hubungan ini disebut “ apparent
viscosity “ atau secara mudahnya disebut “ viscosity “
Pengukuran viskosity dilakukan dengan Fann V.G meter pada bebagai
kecepatan yaitu 600,300, 200, 100, 6, dan 3 rpm. Shear stress ( dalam satuan lb/ft²)
dinyatakan sebagai :
Dial  Springfactor  1.066 ........................................................ 1)
SS 
100
Dimana :
Ss : Shear Stress
36

1.066 : bervariasi dan tergantung kombinasi rotor dan potongannya ( bob )


1 : instrumen string factor yang sering dipakai

Shear rate merupakan fungsi kecepatan rotasi dan besarnya tergantung rotor
dan bob. Untuk instrument standart maka :
Sr  ShearRate  1.703  Rpm .......................................................... 2)
Pemakaian perhitungan shear stress, shear rate dan apparent viscosity dapat
dilihat pada tabel 3.1 berikut

Fann Data

 Sec  1

Shear Dial
2
Rotation Rate Reading
( Rpm ) ( sec ( lb / 100ft )
600 1,022 17
300 511 12
200 340 10
100 170 8
6 10.2 3.5
3 5.11 3
Shear Stress
2 2 Apparent
dynes/cm lb/ft Viscosity
( Cp )
86.7 0.181 8.49
61.2 0.128 11.99
51 0.107 15
40.8 0.085 24
17.9 0.037 175.1
15.3 0.032 299.6

Tabel 3.1
Perbandingan pembacaan Fann, shear stress dan shear rate dan apparent viscosity
37

3.1.2 Plastic Viscosity dan Yield Point


Dalam Bingham Plastic dikenal plastic viscosity, dan yield point. Plastic
viscosity sebagai slope dari ekstrapolasi garis lurus dan yield point adalah
perpotongan garis lurus tadi dengan sumbu shear stress. Shear stress pada Fann V.G
meter diukur pada 2 kecepatan yang berbeda yaitu 600 dan 300 rpm.
Persamaan dasar shear stress dari Bingham Plastic :
Ss  Y  2.088555x105 (  P ) Sr  .......................................................... 3)
Dimana :
Ss : Shear stress, lb/ft²
Y : Yield point, lb/ft²
µp : Plastic viskosity, cp
Sr : Shear rate, sec¹
Dari persamaan ini menghasilkan garis lurus dan dari sini dapat ditentukan
dasar kalibrasi alat instrument, plastic viscosity dan yield point.
Plastic viscosity : pembacaan 600 – pembacaan 300
Yield point : pembacaan 300 – plastic viskosity
Plastic viskosity adalah konstan dan slope dari garis lurus pada grafik shear
rate / shear stress.
Apparent viscosity akan tergantung pada shear rate dan merupakan slope garis lurus
yang ditarik dari titik 0 sampai ke suatu titik pada grafik shear rate/ shear stress, atau
merupakan hasil bagi antara shear strssdibagi shear rate.

3.2 Konsep Power Law


3.2.1 Pengggunaan Konsep Power Law
Konsep power law ini lebih mendekati sifat aliran bubur semen dibandingkan
konsep Bingham Plastic. Konsep in didasarkan pada anggapan bahwa bubur semen
didalam anullus merupakan perbandingan logaritma pressure loss, dan logaritma flow
38

rate dimana penekanan dimulai pada daerah stream line atau aliran laminer.
Persamaan Power law model lebih kompleks tetapi lebih akurat dari Bingham Plastic
model.
Konsep power law ini membutuhkan perhitungan shear rate didalam anullus.
Dengan memahami karakteristik grafik shear stress versus shear rate maka besar
apparent viscosity bubur semen di anullus atau pada shear rate yang ditentukan dapat
dihitung. Apparent viscosity dapat di hitung :
  47880K 1Sr n 1 .................................................................................. 4)
Viskosity dalam power law ini samadengan dalam Bingham Plastic dan Fann V.G
meter juga digunakan dalam mencari data pada konsep ini.
Persamaan power law model :
Ss  K 1  Sr  .........................................................................................
1
n
5)
Dimana :
K’ : konsistensi index. Lbf sec n’ / ft²
= perpotongan grafik log Ss vs Sr pada sumbu shear stress.
N’ : slope dari grafik log Ss vs Sr, tak berdimensi
= Flow behavior index

Dari persamaan diatas harus ditentukan 2 parameter dalam mengestimasi


frictional pressure loss ( kehilangan tekanan akibat friksi ) dan peramalan flow
velocity ( kecepatan aliran ) untuk menentukan turbulensi. Parameter ini adalah n’ dan
K’.
Pada power law ini membutuhkan pembacaan 600, 300, 200, 100 rpm untuk
menentukan grafik shear stress vs shear rate. Hasil pembacaan 600,300,200, dan 100
rpm diplot pada sumbu Y dikertas log-log ( atau disebut shear stress ) versus Fann
rpm yang diplot pada sumbu X dikertas log-log ( atau disebut shear rate )
.
39

n’ adalah slope dari garis lurus yang dibentuk 4 pembacaan itu dan K’ adalah
perpotongan garis lurus tadi pada unity rate of shear ( 1.0 sec ¯¹ ) ( lihat gambar 3.5.)

Power law ini menggunakan kertas log-log sehingga persamaaan ( 5 ) akan


memberikan garis lurus dan persamaan ( 5 ), menjadi :
Log10  Ss   Log10 K '  n ' Log10  Sr  ........................................................

6)

Gambar 3.5. Plot Power Low untuk non- Newtonian

Apabila dilapangan, model Fann Viscometer hanya mempunyai pembacaan 300 dan
600 rpm maka n’ dan K’ dapat dihitung sebagai berikut :
 pembacaan600 
n'  3.32  Log10  
 pembacaan300 
....................................................... 7)
N  pembacaan300  1.066
K '
100   511
n'

Dimana : n = range extension factor dari Fann torque spring ( biasnya 1.0 )
40

Bilamana parameter Bingham plastic diketahui maka :


 2  Y 
n'  3.32  log10  P 
 P  Y 
...................................................................... 8)
N    P  Y   1.066
K '
100   511
n'

3.2.2 Reynold Number ( NRe )


Dengan mengetahui kedua parameter maka bisa di mungkinkan untuk
menghitung reynold number ( Nre ) dan kecepatan kritis di mana mulai terjadi aliran
laminar. Harga N’ akan sama walaupun di tentukan oleh berbagai alat, sedang harga
K’ akan berlainan sehingga membutuhkan suatu koreksi
Dari harga Fann VG meter terhadap geometri pipa atau annulus.
Harga N’ dan K’ untuk berbagai kelassemen dapat dilihat pada tabel 3.2 .

Power Law Bingham plastic


API Cement Weight Plastic
Yield Point
Slurry (lb/gal) N’ K’ Viscosity
(lb/100 ft)
(cp)
Class H 15.6 0.30 0.1950 29 97
Class H 16.5 0.36 0.2185 58 147
Class C 14.8 0.25 0.1441 12 55
Class C 14.1 0.43 0.0300 15 28
Class E 16.2 0.50 0.0472 44 62
Class G
+ 4% gel 14.1 0.10 0.9500 12 164
+ 8% gel 13.1 0.10 0.9000 12 155
+12% gel 12.8 0.10 0.7600 10 131
+12% gel
and
dispercent 13.2 0.07 0.9987 7 146

Tabel 3.2
Harga n’ dan k’ untuk berbagai klas semen

n '1 bila n’ = 1 maka   47880K '


Dari persamaan (4 ) diatas :   47880K ' Sr
41


Dan akan berharga tetap sehingga fluidanya newtonian. Atau K ' 
47880

3.3 Formula Untuk Menghitung Aliran


a. Dari persamaan (4) maka   47880K ' ( S r ) n '1
47880 K '
Sehingga   ...................................................................... 9)
( Sr )1 n '

96V
Dimana Sr = , sec 1
D
b. Penentuan displacement velosity ( kecepatan pendesakan )
17.15  Qb 3.057  Qcf
Vd   ............................................................ 10)
D2 D2

Dimana :
Vd : ft / sec
Qb : Laju pemompaan, bbl / menit
Qcf : Laju pemompaan, cuft / menit
D : diameter dalam pipa, in

Untuk anulus maka :


D = Do - Di , atau
4  Areaofflow
D , sehingga D 2  Do 2  Di 2 ............................. 11)
WettedPara meter

Dimana :
Do : Diameter dalam dari pipa terluar atau diameter dalam dari lubang
bor, in
Di : Diameter luar dari pipa didalam, in

c. Penentuan Reynold Number ( NRe )


42

1.86  V  2  n" 

N Re  n'
 96 
K ' 
 D 
................................................................................ 12)
Dimana : NRe : Tak berdimensi
Þ : Density bubur semen , ppg
d. Penentuan casing / open hole annular area

 2 2

A  0.7854  D1  D2 ...................................................................

13)
Dimana :
A : in²
D1 : Diameter lubang bor, in
D2 : Diameter luar ( OD ) casing, in
e. Penentuan Frictional Pressure Drop ( kehilangan tekanan akibat friksi )
0.039  L    V 2  f
Pf  ............................................................ 14)
D
Dimana :
∆Pf : Psi
L : Panjang pipa, ft
F : Fanning Friction factor, tak berdimensi ( lihat gambar 3.6. )
43

Gambar 3.6. Hubungan friction dan NRe


16
Untuk NRe < 2100 ( Newtonian ), maka f 
N Re

Untuk NRe > 2100 ( Non-Newtonian ), maka f  0.00454  0.645 N Re 


0.7

f. Penentuan velocity ( kecepatan ) pada saat turbulensi dimulai, yaitu pada NRe =
2100
n'
 96 
1129  K ' 
Vc 2  n '   D 

1
  96   2  n ' ...................................................................... 15)
n'

1129  k '   
Vc    D  
  
 
 

Dimana :
D : Diameter dalam pipa, in
Vc : Kecepatan kritis, ft / sec

g. Penentuan tekanan hidrostatik


44

Ph  0.052    H .................................................................................. 16)


Dimana :
Ph : Psi
H : Tinggi kolom semen, ft
h. Penentuan kecepatan untuk berbagai Reynold Number yang specifik yaitu :
 Untuk plug flow maka NRe yang umum digunakan = 100
 Untuk turbulen flow yang akan dimulai, harga NRe yang biasa digunakan
= 2100, sehingga :
n'
 96 
N Re K  
V 2n'   D 
1.86 
1
  96   2  n '
n' ..................................... 17)
 N Re K '   
V    D  
 1.86   
 
 

Dimana :
V : Velocity, ft / sec
NRe : Reynold Number specifik, tak berdimensi

3.4 Displacement Mechanics ( Mekanika pendesakan )


Pendesakan lumpur oleh semen yang baik adalah bila tidak terjadi mud
channel. Penyebab utama dari jeleknya penyemenan ialah timbulnya mud chanel
dimana ia akan berubah menjadi mengagar ( gel ) didalam annulus setelah
penyemenan sampai disini. Apabila mud chanel ini dapat dihilangkan maka semen
akan berfungsi sebagai sumbat ( seal ) yang efektif dan sebaliknya, maka semen akan
mempunyai kualitas yang kurang baik karena tidak berfungsih sebagai seal yang
efektif.

3.4.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi Displacement Mechanics


45

Beberapa hal yang akan dapat memperbaiki pendorongan semen terhadap


lumpur sehingga dapat memperbaiki efisiensi pendesakan. Hal – hal itu adalah :
a. Type aliran dan kondisi bubur semen yang digunakan. Bubur semen yang agak
kental (thick ) digunakan pada daerah aliran bertipe laminer dengan kecepatan 90
ft/min, sedangkan yang encer ( thin ) digunakan pada aliran yang turbulent
dengan kecepatan 255 ft/min, dimana aliran- aliran tersebut terjadi pada annulus
yang eccentric. Artinya lebar annulus berbeda pada 2 sisinya sebagai akibat dari
letak casing yang tidak dapat ditengah lubang bor. Frictional pressure drop
( kehilangan tekanan akibat friksi ) dapat dihitung dengan pers. ( 18 dan 19 )
untuk shear stress – shear rate .
Ss 1000
p 
300 D1  D2 
...................................... ( 18,19 )
96  V
Sr 
D1  D2

Dan persamaan ( 20 ) untuk Reed Slide Rule :


0.0765   p        q 
0.18 0.82 1.82
p  ....................... (20)
 D1  D2  3  D1  D2 1.82

Peramalan kehikangan tekanan akibat friksi akan menentukan daerah


aliran ( flow regime ). Bila perhitungan persamaan ( 18 ) dan ( 19 ) memberikan
peramalan kehilangan tekanan yang besar maka bubur semen dapat dikatakan
bertype laminer ( untuk slurry 2 pada gambar 3.7, pers ( 20 ) memberikan ∆P
sebesar 65 Psi.
Untuk kondisi bubur semen yang encer dan yield point rendah, maka
untuk laju aliran yang rendah ( 25 gpm ) kehilangan tekanan diobservasi memakai
persamaan ( 17 ) sedangkan untuk laju aliran yang tingii ( 60 gpm ) dipakai
persamaan (19) dan ( 20 ).
Pada aliran transisi ( 44 gpm ), maka peramalan kehilangan tekanan dari
persamaan ( 20 ) lebih besar dari pada persamaan ( 17 ).
46

Gambar 3.7.
Kehilangan tekanan akibat friksi didasarkan pada perhitungan dan observasi dan
berbagai kondisi bubur semen.

b. Pengaruh kehilangan tekanan diannulus dan drag stress ( tegangan tarik ) pada
permukaan semen lumpur. Pada daerah laminer, maka efisiensi pendesakan akan
naik sebagai akibat naiknya kehilangan tekanan diannulus (lihat gambar 3.8.).
Titik 1 sampai 12 pada bambar 14, menunjukkan banyaknya pengujian
yang dilakukan. Pengujian 1 – 7 pada daerah laminer sedang ( 2,8 dan 9 ) pada
daerah turbulen. Pada pengujian 10-12 memberikan effisiensi pendesakan paling
besar. Dari pembacaan Fann Rheology ( lihat tabel 3.3 ) terlihat bahwa kondisi
bubur semen pada 10-12 lebih encer ( thinner ) daripada pengujian ( 2, 8, dan 9 ).
Dari sini dapat diindikasikan bahwa semakin besar tingkat turbulensi
maka semakin tinggi drag stress ( tegangan tarik ) yang ada pada permukaan
semen lumpur .
47

Gambar 3.8. Pengaruh kehilangan tekanan terhadap efesiensi pendesakan

Test Slurry Fann Readings (lb/100 sq ft) Rate Flow Displacement


Efficiency
No. 600 300 200 100 6 3 (gal/min) regime (percent)
2 36 31 30 27 17 12 60 Laminer 55
8 36 30 29 26 15 10 90 Turbulent 62
9 31 27 26 23 13 9 120 Turbulent 78
10 17 9 7 5 3 2 60 Turbulent 66
11 21 12 10 7 4 4 90 Turbulent 81
12 19 9 7 4 3 2 120 Turbulent 96
Tabel 3.3
Pengujian pendesakan lumpur sebagai pengaruh dari rheology semen

Dari gambar 3.8. terlihat bahwa :


- pada saat kehilangan tekanan annulus yang sama, maka efisiensi pendesakan
bubur semen secara turbulen diannulus lebih besar secara laminer
- slope dari garis menggambarkan effisiensi pendesakan sebagai fungsi
kehilangan tekanan dimana slope untuk turbulen lebih curam daripada
48

laminer. Bila kehilangan tekanan anullus ( anullar pressure drop ) membesar,


efisiensi pendesakan bertambah besar.
- Akan timbul drag stress ( tegangan tarik ) pada permukaan semen / lumpur
sebagai gaya pendorong.
- Pada pengujian kee-13, bubur semen sangat encer, memberikan efisiensi
pendesakan yang tinggi dikarenakan pipa standoff sebesar 31 %.

Pipe standoff ialah kedudukan pipa dalam lubang bor, 100 % standoff = casing
tepat ditengah – tengah ( centered casing ), 0 % standoff = casing menempel
dinding lubang bor (lihat gambar 3.9.).
49

Gambar 3.9. Pengaruh sentralisasi terhadap keseragaman semen.


c. Pengaruh perbedaan density semen lumpur
Perbedaan density semen lumpur mempunyai indikasi yang berarti
terhadap gaya pendorong. Semakin besar perbedaan density semen lumpur maka
emakin baik pengangkatan lumpur pada daerah impermeable. Tetapi ini adalah
tidak mungkin untuk memperbesar terus perbedaan density semen lumpur.
Pengangkatan lumpur ini akan lebih bayak dicapai pada saat perbedaaan
semen lumpur mengecil yaitu dengan pendesakan semen pada laju pendesakan
lebih besar.
Lumpur akan dipengaruhi oleh temperatur dimana pada temperatur
tertinggi lumpur akan mengagar ( gellation ) tetapi bila gaya apung sangat efektif
maka lumpur akan tetap bergerak ( mobile ), tetapi gaya apung ini mempunyai
efek yang rendah dalam pendesakan lumpur.
d. Pengaruh contact time ( Cement Volume )
Contact time adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh bubur semen
untuk bergerak melewati satu itik diannulus dengan aliran turbulen. Contact time
yang lebuh besar daripada 10 menit dalam aliran turbulent akan memperbaiki
primary cementing.
Dari gambar (3.10), pada pengujian ke-20, 21 dan 10 dengan bubur semen
encer dan aliran turbulen memberikan kehilangan tekanan akibat friksi sebesar 30
psi / 1000ft dan menggambarkan bahwa efisiensi akan bertambah dengan naiknya
contact time dari 0.1 – 39 menit. Hal ini juga dapat dicapai dengan semakin
besarnya pipe standoff.
Contact time mempunyai efek yang rendah dalam efisiensi pendesakan
bila digunakan bubur semen yang kental dan aliran laminer. Hal ini bisa dilihat
pada pengujian ke-3 sampai 6 dengan kontact time dari 0.2 – 39 menit (lihat
gambar 3.10.).
50

Gambar 3.10. Pengaruh contact time terhadap efisiensi pendesakan

e. Pengaruh pergerakan pipa dan scratchers


Pergerakan pipa (pipe movement) baik itu rotasi atau reciprocation
mempunyai pengaruh pada efisiensi pendesakan yang lebih tinggi daripada tidak
ada gerakan (no pipe movement), ( lihat pengujian 24 – 27 vs 3 – 10). Pergerakan
secara rotasi memberikan efisiensi pendesakan lebih besar daripada reciprocation
( lihat pengujian 24 – 27).
Membesarnya diameter lubang bor akan menurunkan efisiensi pendesakan
seperti pada pengujian 28 – 36, karenanya pergerakan pipa (pengujian 30 – 33)
akan memberikan efisiensi pendesakan lebih besar daripada tidak ada gerakan
(pengujian 28 – 29 ).
Pergerakan pipa yang dibantu dengan pemasangan scratcher memberikan
efisiensi pendesakan tertinggi, seperti pada pengujian 34 – 36, apalagi bila
ditambah dengan pemecahan gel mud ( lumpur yang mengagar ), dimana ini
terjadi pada lubang bor yang membesar.

3.4.2 Hal – hal yang dapat meningkatkan Displacement Mechanicsm


a. Bertambahnya laju aliran dan menurunnya viscositas fluida maka annulus akan
dipengaruhi oleh meningkatnya turbulensi.
51

b. Membesarnya viscosity dan gel strength lumpur maka laju pendesakan akan
meningkat.
c. Pipa ( casing ) yang terletak tepat ditengah akan menambah pendesakan lumpur.
d. Kondisi lumpur yang mempunyai µp dan Y rendah akan menambah efisiensi
pendesakan lumpur.

Anda mungkin juga menyukai