Anda di halaman 1dari 9

Lucky Hendrawan

SESAJEN SEBAGAI KITAB KEHIDUPAN


Lucky Hendrawan
Deny Supratman
Arleti M. Apin
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Harapan Bangsa
Jalan Dipatiukur 80-84 Bandung
e-mail: siwa401@gmail.com

ABSTRACT

The literature Jen Rahayu Ning Rat Pangruwat Ing Diyuisan evidence for highly cultured civilization of
Indonesian ancestors. Unfortunately, Indonesian people as de facto inheritor are no longer familiar to
it because they cannot read it.Even nowadays the nation is in a very disadvantage position. Thus, high
values contained in the literature must be known by Indonesianpeople in order to return to the nation’s
identity.By doing so, it is expected that the nation can regain its prosperity and honour.

Keywords: Sesajen, The Scriptures, Culture, Human Plenary, Sapta Panta Tanda

ABSTRAK

Sastra Jen Rahayu Ning Rat Pangruwat Ing Diyu merupakan salah satu bukti peradaban berbudaya
tinggi karya leluhur bangsa Nusantara. Bangsa Indonesia sebagai pewaris budaya yang resmi, tidak
mengenalnya lagi, sebab tidak dapat membacanya. Bangsa ini kini berada dalam posisi yang amat
tersisih. Oleh karena itu, nilai luhur yang terkandung di dalam sastra ini telah saatnya diketahui oleh
bangsa kita agar kembali pada jati diri. Dengan begitu, diharapkan bangsa kita kelak dapat sejahtera
lagi dan bangsa kita bermartabat serta terhormat di dunia.

Kata Kunci: Sesajen, Kitab Suci, Budaya, Manusia Paripurna, Sapta Panta Tanda

PENDAHULUAN bangsa Indonesia yang mewarisi nilai-nilai


sejarah, adat, budaya dan kebudayaan para
Setiap bangsa di dunia memiliki ciri- leluhurnya (bangsa Nusantara).
ciri kebudayaannya masing-masing yang Sesajen merupakan salah satu unsur
membedakan antara satu dan lainnya. Sejarah dari kebudayaan bangsa kita yang sudah
dan kebudayaan suatu bangsa merupakan semakin ditinggalkan. Banyak alasan untuk
ragam peristiwa yang telah melewati rentang meninggalkan laku sajen, pada umumnya
waktu sangat panjang melalui berbagai tahap karena ketidaktahuan atau sama sekali tidak
pengujian. Mata-rantai peristiwa tersebut kelak memahami gunanya. Dilain pihak ada sebagian
mewarnai dan menjadi pola kehidupan suatu orang yang memanfaatkan situasi ini untuk
bangsa, maka dari itu sejarah dapat dikatakan kepentingan kelompoknya sehingga pengertian
sebagai “ruh” yang menyebabkan diri kita ada sesajen yang mengandung nilai adi-luhung
seperti saat ini. dapat diselewengkan, bahkan menjadi suatu
Adat, sejarah, budaya, serta lingkungan pantangan untuk dilakukan.
hidup merupakan sumber nilai pembentuk Saat ini begitu banyak saudara-saudara kita
kepribadian, jati-diri, dan watak bangsa dengan sebangsa dan setanahair memiliki pandangan
segala cara-cirinya, maka demikian pula dengan yang salah mengenai sesajen. Padahal sesajen
35
Sesajen Sebagai Kitab Kehidupan

mengandung isi begitu indah yang padat dengan


nilai-nilai panduan agar manusia dapat mencapai
derajat keparipurnaan, menjadi manusia yang
berwatak ke-dewaan atau manusia cahaya.
Maksud dari tulisan ini ialah untuk
menggali dan mengkaji sejarah, budaya, dan
kebudayaan Nusantara sebagai leluhur bangsa
Indonesia, agar dapat duduk sejajar dengan
kebudayaan besar dunia. Membangun jati
diri (cara-ciri) bangsa melalui pemahaman Gambar 1. Sastra Jen Rahayu Ning Rat Pangruwat Ing Diyu
(Sumber: Lucky Hendrawan, 1994)
sejarah, adat, dan kebudayaan warisan para
leluhur bangsa Indonesia agar terbentuk perbedaan paham sebab dilakukan melalui
kebanggaan dan rasa percaya diri serta kelak sudut pandang yang berbeda dan tidak umum,
menjadi watak bangsa. Bertujuan memberikan namun demikian dasar dari segalanya adalah
kesadaran mengenai nilai-nilai adat, budaya pilar logika, setidaknya hasil penelitian yang
dan kebudayaan sebagai cara-ciri bangsa yang didokumetasikan ini dapat dianggap sebagai
selama ini hampir ‘tersisihkan’ dalam ruang antitesis atas pemahaman yang berkembang di
kebudayaan masyarakat Indonesia, diharapkan masyarakat Indonesia pada umumnya.
paparan kajian ini dapat membangun landas
kemandirian berbangsa, bernegara, berbudaya,
dan bermasyarakat. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sesajen adalah Kitab Suci


METODE Sesajen adalah istilah yang berasal dari
Sastra Jen Rahayu Ning Rat Pangruwat Ing Diyu.
Untuk mendapatkan hasil yang mendekati Dalam terjemahan bebas, tulisan Yang Maha
‘kebenaran’ maka dalam pengkajian dan Kuasa untuk harus dimengerti serta dipahami
penelusuran nilai-nilai kebudayaan Nusantara agar dapat menjadi penerang, senantiasa
digunakan cara baca yang sesuai dengan budaya selamat dan sejahtera bagi kehidupan di
bangsa yang disebut Sapta Panta Tanda (tujuh jagat raya, memunahkan segala kebingungan
lapisan tanda). Terdapat tujuh lapis tanda yaitu: atau keraguan. Atau penafsirannya adalah:
1. Sindir ilmu pengetahuan di alam ini yang harus
2. Sampir dimengerti dan dipahami agar memperoleh
3. Sandi kesehatan,keselamatan dan kesejahteraan di
4. Silib jagat raya, serta terhindar dari keraguan atau
5. Siloka kebingungan.
6. Sasmita Sejalan dengan waktu, maka istilah yang
7. Sunyata panjang ini sering dipendekkan menjadi Sastra
Jen Ra kemudian menjadi sesajen bahkan
Tentu hal ini akan menghasilkan arti sajen. Sesajen adalah sabda berupa “anjuran
ataupun makna yang berbeda apabila pengkajian sekaligus teguran” dari alam semesta kepada
dilakukan melalui kajian semiotika yang hanya manusia tanpa bersuara, namun kelak terjadi
memiliki 4 jenis tanda (ikon, indeks, kode, dan pembicaraan atau dialog di dalam diri. Suara
simbol). Kajian dititikberatkan kepada kajian yang muncul datang dari daya cipta di ruang
makna rupa-bentuk serta bahasa peristilahan, kecerdasan dan hati nurani setiap pembacanya.
sebab di wilayah itulah berbagai nilai dititipkan Dengan demikian “teguran dan anjuran” itu tidak
ataupun disembunyikan. Tentu akan terjadi lagi menurut orang lain melainkan menurut diri
36
Lucky Hendrawan

sendiri dan sangat pribadi. Bunga, Beras, Garam, Gula, dan lain-lain beserta
Dengan penuh kesadaran, pembicaraan segala kandungan rasa dan gunanya.
dua arah akan terjadi dengan sendirinya di Segala unsur dalam sesajen itu sama
dalam ruang kecerdasan dan nurani manusia. sekali bukan buatan manusia, manusia hanya
Pembicaraan di dalam diri itu terjadi tanpa menyusunnya sedemikain rupa. Hal ini terbukti
paksaan dan tidak harus dipaksakan, semua bahwa hingga hari ini tidak ada satupun manusia
akan mengalir dengan sendirinya sesuai dengan yang mampu membuat sebutir beras ataupun
tingkat kecerdasan masing-masing setiap orang. selembar daun.
Percakapan antara “guru sejati” dengan Contoh lain, manusia bisa saja menuliskan
“sang murid” terjadi secara sempurna, yang dengan menyusun aksara bahwa “gula itu
menjadi guru adalah “hati nurani” sedangkan manis” tetapi bagaimana cara menjelaskan dan
yang menjadi murid adalah “kecerdasan daya menjabarkan “rasa manis pada gula?”. Rasa
cipta” sedangkan sarana ajar ialah segala yang manisnya gula tidak dapat dirasakan hanya
tersaji di dalam sesajen. dengan membaca tulisan, bahkan rasa manis
Sesajen merupakan kitab suci gula tidak dapat masuk lewat mata, ia baru bisa
kehidupan tan-aksara, artinya ia tersaji tanpa terasa setelah ‘dibaca’ oleh lidah.
mempergunakan aksara yang terangkai menjadi Sesajen merupakan “Kitab Suci” bagi para
bentuk kata dan kalimat yang dapat diperbanyak penempuh Ajar Pikukuh Sunda agar terhindar
melalui mesin cetak, segala unsur dasar sesajen dari keragu-raguan atau kebodohan, dan ini
tidak dapat dipabrikasi. Menyusun sesajen semua semata untuk mencapai keparipurnaan
tidak beda jauh dengan menyusun kata-kata agar dirinya dapat menjadi manusia yang
tulisan yang puitis dan sangat membutuhkan beradab serta berlaku-guna bagi semesta
kecerdasan tinggi untuk memahami makna kehidupan.
yang terkandung di dalamnya. Bedanya ialah, Sesajen merupakan suatu metoda ajar atau
ungkapan pada sesajen mempergunakan tata-cara yang dapat memandu pembentukan
bahasa alam hasil daya cipta Yang Maha Kuasa, manusia menuju kesempurnaan diri hingga
sedangkan sastra tulis mempergunakan aksara kelak ia dapat bersatu dengan kesempurnaan
atau huruf hasil daya cipta manusia. Yang Maha Kuasa lagi Maha Sempurna. Tentu
Sesajen adalah bahasa ke-buana-an, saja persoalan ini secara tidak langsung
maksudnya bangsa manapun dan jenis mahkluk merupakan jawaban atas “tata-cara dan tujuan
apapun akan dapat mengerti secara mutlak apa hidup manusia dihadirkan ke alam semesta”.
adanya, sama sekali tidak akan terjadi kesalahan
dalam mengerti dan memahami segala unsur Makna Filosofis pada Setiap Unsur yang
yang ada di dalam sesajen itu. Namun penamaan, Terkandung dalam Sesajen
penyebutan istilah, ataupun tulisan bagi setiap 1. Parupuyan/ Anglo, merupakan gerabah
bangsa tentu memiliki caranya masing-masing yang dibentuk oleh 4 unsur inti kehidupan
dalam mengungkapkan secara verbal. yaitu; Angin, Api, Tanah, dan Air. Parupuyan
“Bukankah Yang Maha Kuasa itu tidak melambangkan raga tubuh manusia yang
pernah membuat huruf atau aksara…? dibentuk oleh empat unsur inti kehidupan.
Huruf atau akasara yang dibukukan tentu a. Anglo atau parupuyan dibuat
saja asli buah tangan hasil kecerdasan dengan cara dipanaskan dalam
daya cipta manusia.” tungku pembakaran, di sinilah kita
Maka selayaknya sesajen disebut sebagai mendapatkan pemahaman bahwa raga
“Kitab Suci” karena segala unsur utama yang manusia diturunkan ke bumi untuk
dipergunakan di dalam sesajen itu seluruhnya menyandang tugas.
mempergunakan “ayat-ayat hidup” hasil daya- b. Anglo atau parupuyan yang sudah
cipta Yang Maha Kuasa misalnya; Air, Api, Tanah, sering digunakan (dibakar) akan
37
Sesajen Sebagai Kitab Kehidupan

Gambar 2. Parupuyan Gambar 3. Rujakeun dan Cai Leueuteun


(Sumber: Lucky Hendrawan, 1994) (Sumber: Lucky Hendrawan, 1994)

berwarna semakin gelap hal itu • Jenis tumbuhan teh ini hidup
mengingatkan kita bahwa manusia dalam kelompok besar, ia ditempa
dengan raga tubuhnya harus banyak oleh alam; hujan, angin, panas dan
berlaku guna bagi kehidupan. dingin namun ia tidak menghasilkan
buah. Teh hanya diambil daun-daun
2. Rujakeun (Rujakan), bahwa kehidupan yang mudanya saja dan setelah
manusia penuh dengan segala rasa yang diolah masih terlihat serpihan
bercampur aduk; pahit, asin, gurih, manis, daun keringnya kemudian setelah
asam, dan sebagainya. Di antara segala diseduh ia menjadi layu.
rasa kehidupan itu pada dasarnya terdapat • Teh yang telah diseduh air panas,
kaweruh (ilmu pengetahuan) yang dapat sepekat apapun masih akan terlihat
menjadi sebuah kesadaran bahwa hidup tembus pandang, masih ada unsur
dan kehidupan adalah dunia yang kaya beningnya.
dengan rasa. c. Kopi Pahit dan Kopi Manis, maknanya
ialah ketika diri kita menginjak masa
3. Cai Leueuteun (Air Minum), terdiri dari tua yang sudah melewati tempaan
Air Bening, Teh Manis dan Teh Pahit, Kopi pahit-getir dan manisnya kehidupan,
Pahit dan Kopi Manis. tentu menyebabkan seseorang menjadi
a. Air Bening, maknanya adalah bahwa padat dengan pengalaman dan
ketika kita dilahirkan sama sekali pengetahuan, maka sudah seharusnya
tidak membawa pengetahuan apapun ia terbentuk menjadi manusia yang
atau sosok yang belum terwarnai bijaksana.
oleh tempaan hidup, ia masih menjadi • Jenis tumbuhan kopi ditempa
seseorang yang polos dari berbagai oleh alam; hujan, angin, dingin,
ilmu pengetahuan. panas terik matahari. Pohon kopi
b. Teh Manis dan Teh Pahit, maknanya mengasilkan buah yang berubah
adalah ketika diri kita menginjak warna dari hijau menuju merah
dewasa mulailah kita belajar megenal tua yang menandakan kematangan.
beragam rasa kehidupan dan kejadian Kopi yang berwarna merah
dalam kehidupan itu ada yang dipetik kemudian dikupas diambil
menyenangkan (manis) dan ada yang bijinya, lalu dijemur hingga kering,
tidak menyenangkan (pahit). Secara kemudian dipanaskan melalui tahap
filosofis; pembakaran, selanjutnya setelah
38
Lucky Hendrawan

yang beradab itu adalah mereka yang tidak


pernah melupakan asal-muasalnya. Telur
Ayam Kampung juga mengajarkan agar
kita tidak lupa kepada kampung halaman
tempat diri kita dilahirkan, artinya bahwa
kita tidak boleh melupakan asal-muasal
atau wiwitan maupun jati diri kita;
rupa, aksara, bahasa, adat, dan budaya,
khususnya terhadap negeri Matahari. Ada
pepatah mengatakan “janganlah menjadi
kacang yang lupa akan kulitnya”.
a. Dalam peristilahan sering disebut
Gambar 4. Beras, Telur Ayam Kampung, dan Kunyit sebagai Cupu Manik Asta Gina.
(Sumber: Lucky Hendrawan, 1994)
b. Melalui telur ini kita juga diingatkan
hangus ia digiling hingga menjadi tentang adanya Sang Hyang Tunggal
serbuk. yang mewariskan nilai-nilai ke-
• Ketika akan disajikan, kopi masih Bataraguru-an serta awal kejadian
harus diseduh dengan air mendidih planet Bumi
hingga setelah diaduk ia mewarnai • Kulit telur sebagai Sang Hyang
air dengan pekat dan tidak terlihat Tejamaya (Bumi yang tersinari
tembus pandang. Matahari).
• Setelah mengalami tahap • Putih telur sebagai Sang Hyang
pengadukan yang mengeruhkan air, Ismaya (Permukaan Bumi tempat
serbuk kopi turun dengan tenang kehidupan manusia).
dan perlahan mengendap di dasar • Sang Hyang Manikmaya (Isi perut
cangkir. Maka terpisahlah antara air Bumi atau Magma).
gelap dan ampas kopi.
• Ampas kopi yang mengendap sama 5. Beras, maknanya adalah bahwa kita
sekali sudah berubah dari bentuk harus bisa menjadi manusia yang dapat
awalnya yang berupa biji-bijian. berbagi kesejahteraan dan kemakmuran
(rejeki) kepada sesama manusia, peduli
Namun demikian makna dari ketiga terhadap lingkungan kehidupan yang
jenis air ini pun dapat dibaca terbalik; telah menjadikan raga kita tumbuh, besar
berawal dari Kopi, kemudian Teh, lalu dan mempunyai daya.
Air Bening dan tentunya nilai-nilai
pemaknaannyapun akan berbeda, yaitu 6. Pisang Manggala dan Pisang Emas matang,
perjalanan dari kegelapan menuju maknanya adalah bahwa kita sebagai
pencerahan yang maknanya adalah keturunan atau penerus bangsa harus
menuju keweningan jiwa dan cipta atau selalu memegang teguh nilai-nilai yang
pikiran sebagai sosok “manusia suci”. penuh kelembutan, menjaga kesucian
jiwa dengan kemuliaan. Kesadaran yang
4. Telur Ayam Kampung, mengandung makna tidak akan pernah ada habisnya dari awal
bahwa kita tidak akan pernah melupakan peradaban hingga akhir peradaban.
cikal-bakal atau asal mula keberadaan diri a. Pisang merupakan tumbuhan yang
yang terlahirkan melalui kedua orang tua, selalu beranak-pinak yang sulit
kakek nenek, para buyut, dan seterusnya dimatikan. Setiap ditebang dia akan
para leluhur yang agung. Sebab manusia melahirkan tunas baru di bawahnya.
39
Sesajen Sebagai Kitab Kehidupan

Buahnya berkelompok seperti


keluaraga.
b. Jantung pisang tumbuh terlebih
sebelum rangkaian buahnya, hal ini
pada dasarnya untuk mengajarkan kita
bahwa jantung kehidupan di bumi ini
berasal dari negeri kita yang kemudian
disusul oleh kelompok bangsa-bangsa
yang lain.
c. Pisang Manggala, jenis pisang ini
digunakan bukan hanya sekedar
buahnya tetapi juga karena
penamaannya. “Mang” yang berarti; Gambar 5. Kalapa dan Kujang
(Sumber: Lucky Hendrawan, 1994)
purwa, timur, putih, matahari terbit,
Sang Hyang Iswara. Sedangkan “Gala” nilai kebatara-guruan.
artinya; raya, besar, agung. b. Kelapa/ Kalapa, pohon kelapa
d. Pisang Emas, seperti halnya pisang merupakan perumpamaan dari
Manggala, pisang emas ini juga matahari, daunnya sebagai cahaya yang
digunakan karena penamaannya memancar dan buah kelapa merupakan
yaitu; Emas sebagai perlambang perlambang rangkaian planet-planet yg
kekayaan dan kemuliaan. Warna mengelilinginya.
kuning (emas) disebut sebagai “Ah” • Hadirnya buah kelapa dalam sesajen
yang artinya; pasima, barat, kuning, melambangkan planet Bumi.
matahari tenggelam (sore), Sang Hyang • Kalapa mengandung makna Kala
Mahadewa. (*waktu) dan Pa (*ruang), dengan
demikian “kalapa” artinya ruang
7. Pelita dari bahan minyak kelapa, maknanya dan waktu.
adalah bahwa; sari pati kehidupan kita
harus dapat dijadikan penerang bagi 9. Cermin, maknanya adalah kita harus
diri serta menjadi penerang bagi yang menjadi manusia yang pandai merias diri
lainnya, berbagi pengalaman dan ilmu dalam perilaku, senantiasa melihat kepada
pengetahuan sebab ilmu adalah pelita diri sendiri sebelum melihat kepada orang
kehidupan. lain. Cermin merupakan pantulan daya
a. Pelita menghasilkan cahaya kecil dan cipta (*pikiran), hati, dan raga. Kita harus
kehangatan. menjadi manusia yang tahu diri dan kenal
b. Minyak kelapa dihasilkan dari cara terhadap jati diri. Cermin merupakan
diperas hingga keluar santan lalu gambar pantulan tentang diri kita sendiri,
dipanaskan hingga keluar dalam apabila terdapat kesalahan segeralah
bentuk minyak. memperbaiki diri.

8.
Kujang menancap di atas Kelapa, 10. Sisir, mengandung makna bahwa kita
mengandung makna bahwa kita harus harus memiliki kemampuan menata daya
menjadi manusia yang memiliki watak cipta (*pikiran), senantiasa berpikir teliti,
kedewaan dimanapun dan kapanpun . dan rapi.
a. Kujang, sebagai lambang manusia
bersayap yang turun dari alam cahaya, 11. Sinjang Batik corak Garuda, maknanya
manusia yang memiliki kaweruh nilai- adalah bahwa kita tidak boleh salah dalam
40
Lucky Hendrawan

memilih ‘pakaian’ dan teguh pada pakaian c. Namun sebaliknya mengunyah sirih
adat dan budaya bangsa kita, yang artinya hingga kelak mengeluarkan warna
bahwa kita tidak boleh melupakan budaya merah juga sebuah teguran kepada
dan adat-istiadat bangsa. diri kita, bahwa salah langkah atau
salah mengambil keputusan dapat
12. Minyak Wangi, mengandung makna bahwa mengakibatkan pertumpahan darah,
diri kita harus menjadi manusia yang dan ini merupakan peringatan yang
senantiasa menjadi sumber ‘keharuman’ keras.
dan mampu menyebarkan wewangian
tersebut kepada semesta kehidupan, 15. Garam, adalah perlambang bahwa kita
sebab manusia selayaknya harus saling harus menjadi manusia jujur dan berani
mewangikan atau mengharumkan. mengatakan kebenaran apa adanya, tidak
a. Minyak wangi menjadi perumpamaan boleh berbohong. Kita harus menjadi
perilaku yang berbudi dan manusia pintar dan cerdas yang dapat
menyenangkan. mengambil saripati ilmu pengetahuan
b. Minyak wangi merupakan hidup sedalam dan seluas samudra. Garam
perumpamaan atas keharuman nama juga mengingatkan bahwa kita adalah
kita dan itu dapat mengangkat derajat bangsa maritim.
keluarga, bangsa, dan negara.
16. Gula Kawung/ Gula Merah/ Gula Jawa,
13. Pohon/ Daun Hanjuang, merupakan sama seperti halnya dengan garam yang
lambang “tunda alaeun carita pakeun mengajarkan bahwa kita harus menjadi
anu neang” (*tempat menyimpan dan manusia jujur berani mengatakan
mengambil cerita bagi siapapun yang kebenaran apa adanya. Kita harus menjadi
mencarinya). Artinya; bahwa ajaran manusia pintar dan cerdas yang dapat
tentang bagaimana cara manusia hidup mengambil saripati ilmu pengetahuan
beradab di muka Bumi ini sebetulnya hidup yang sebesar dan setinggi gunung.
ajaran turun-temurun dari para leluhur Gula juga mengingatkan bahwa kita adalah
bangsa kepada para pewarisnya. bangsa agraris.

14. Seperangkat Sepaheun/ Sirih, adalah 17. Hahampangan, adalah perlambangan


perlambangan dari eratnya hubungan bahwa ilmu pengetahuan itu ringan
kekerabatan dalam keluarga besar. Bersatu dibawa (hampang) dan jika kita kita
dan bergotong-royong membangun melaksanakannya maka kehidupan
keluarga walaupun banyak perbedaan. yang kita jalani pun akan terasa ringan.
a. Segala rasa pahit getir kehidupan Hahampangan adalah segala makanan
dalam keluarga kecil maupun keluarga olahan sejenis kerupuk yang terbuat dari
besar harus dipecahkan bersama dalam aci atau sari pati tumbuhan umbi-umbian.
wadah yang penuh cinta-kasih.
b. Sirih terdiri dari berbagai unsur 18. Kembang Setaman, maknanya apabila kita
yang dipersatukan dalam satu daun, mengerjakan seluruh ajaran itu maka diri
namun ketika dikunyah dia akan kita akan menjadi sosok yang disukai,
berubah menjadi warna merah mirip dicintai, dan selalu ditunggu kehadirannya
darah, artinya kita jangan melupakan kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun.
bahwa berkeluarga adalah mengikat a. Kembang atau bunga, selain indah
hubungan darah antara keluarga satu karena bentuk, warna, serta wanginya
dengan yang lainnya. ia merupakan unsur alam yang disukai
41
Sesajen Sebagai Kitab Kehidupan

Cara Melakukan Pengajian


Mempersatukan raga, rasa, dan daya cipta
adalah bagian paling penting di dalam kehidupan,
terutama ketika kita akan menyerap segala
ilmu pengetahuan apapun. Dengan demikian
akan terjadi tahapan; rasa, rumasa, tumarima,
nganuhunkeun, dan ngupaya (merasa, tahu diri,
menerima dengan kepasrahan, berterima-kasih,
dan berdaya).
Seseorang yang akan membaca sesajen,
akan terlebih dahulu mengambil sikap duduk
dengan tertib dan penuh hormat, rendah diri
Gambar 6. Kembang Setaman dan rendah hati. Lalu sejenak mengheningkan
(Sumber: Lucky Hendrawan, 1994)
daya cipta agar benar-benar terjadi kesadaran
dan senantiasa ditunggu kehadirannya. utuh. Cita-cipta manjing bersatu dan terdudukan
Tidak ada satupun mahluk di Bumi dalam diri kita dengan tenang dan ia tidak
ini yang tidak menyukai kehadiran menjelajah kepada segala sesuatu gambaran
kembang / bunga. yang dapat menggoyahkan kesadaran.
b. Setaman adalah lingkungan hidup. Setelah menetapkan diri dalam kesadaran
seutuhnya.Kita menarik nafas panjang beberapa
19.
Cerutu, merupakan perlambangan kali secara halus lembut dan perlahan hingga
ucapan atau sabda ajar para leluhur mendapatkan perasaan damai yang mantap,
yang mengandung pola makna berlapis. inilah tahap awal memahami inti kehidupan
Maksudnya adalah bahwa kita harus hingga kita dapat membuktikan persoalan “Aing
berhati-hati dalam membuka dan nu ngaraga sukma lelembutan nya Aing anu
mengkaji ajaran para leluhur, tidak boleh larsup ka raga sira”.
tergesa-gesa dan ceroboh. Diperlukan Langkah selanjutnya mulai memasukan
kecerdasan dan ketelitian dalam membuka butiran kemenyan ke dalam bara api pada
dan mengkaji setiap unsur yang ada di parupuyan, dan dari situ akan membumbung
dalam sesajen agar tidak salah dalam asap wangi kemenyan menyebar ke udara. Hal
memahaminya. ini merupakan siloka sebuah pernyataan bahwa
a. Pohon tembakau hidup di dataran diri kita siap untuk menerima ilmu pengetahuan
tinggi atau kawasan pegunungan. tentang hidup dari alam semesta.
b. Cerutu, terbuat dari gulungan daun Lalu kita memberikan kalimat pembuka
tembakau kering yg berlapis-lapis, dengan mengucapkan sapa salam penghormatan
mudah sobek dan rusak. dengan merapatkan kedua telapak tangan di
atas kepala dalam sikap munjungan sambil
20. Boeh Larang (Kain Suci), ialah hamparan mengatakan “Pun Sapun Sampurasun Amit
kain putih bersih tempat meletakan Ampun nya Paralun”. Kemudian memanjatkan
dan menata sesajen. Maknanya adalah permohonan kepada Yang Maha Kuasa
untuk mengingatkan diri kita agar ketika sebagai pernyataan takluk tanpa batas dan
membaca dan mengkaji ilmu yang ada memasrahkan diri kepada-Nya. Meminta restu
dalam kehidupan ini harus dilandasi oleh kepada alam semesta yang menjadi sambung
niatan dari hati dan pikiran yang bersih. daya kehidupan segala yang ada di Jagat Agung,
Selain itu bahwa segala-sesuatu yang ada disusul dengan memohon restu damping kepada
di atasnya mengandung nilai ajaran yang para leluhur yang telah mewariskan berbagai
suci serta agung. ilmu pengetahuan kepada diri kita.
42
Lucky Hendrawan

Tahap selanjutnya, mulai membaca dan Kanisius


mengkaji setiap unsur yang ada di hadapan diri
kita. Membaca setiap unsur sesajen tidak perlu Husen, Ida Sundari dkk.
terburu-buru, lakukanlah dengan tenang secara 2001 Meretas Ranah. Yogyakarta: Bentang
Budaya
perlahan, dan yang terpenting dalam kejadian ini
adalah mencerminkannya kepada diri sendiri. Jakob Sumarjo
Setiap orang dapat melakukan kajian 2009 Ilmu dan Laku. Bandung Jeihan institute
melalui pembacaan sesajen, tidak harus sama
dengan orang lain. Hal ini berlaku karena tiap Krishna, Anand
orang adalah unik dengan pengalaman dan 2015 Dvipantara Dharma Sastra. Jakarta: CVDS
kemampuannya sendiri. Makin bijak seseorang,
M. Dwi. Mardianto
maka makin dalam dan luas manfaat dari
2006 Quantum Seni. Semarang: Dahara Prize
pembacaan sesajen, jadi tidak ada ukuran
kepantasan, karena semua berhak dan pantas. P. Hariyono
1984 Kultur Cina dan Jawa. Jakarta: Sinar
Harapan
PENUTUP
S. Rosana
1964 Ngaruwat. Bandung: Adjisaka
Berdasarkan paparan tulisan di atas,
jelas sekali amat berbeda arti dan makna yang To Thi Anh
terkandung dalam sesajen. Betapa tinggi dan 1984 Nilai Budaya Timur dan Barat. Jakarta:
adiluhung kebijakan yang tersirat di balik Gramedia
sesajen. Hal ini terjadi karena bangsa kita
kehilangan salah satu metoda pembacaan tanda Zoetmulder, P.J.
pada budaya sendiri. 1990 Manunggaling Kawula Gusti. Jakarta:
Sapta panta tanda yang begitu berlapis, Gramedia
amat halus dalam menyimpan nilai, hanya
orang yang teliti dan cerdas, maka ia mendapat
manfaat yang semestinya. Bila memakai
pendekatan semiotika, tidak memadai sama
sekali. Pendekatan budaya harus menggunakan
tata cara budayanya sendiri agar terungkap
dengan benar. Di samping itu juga kebiasaan
berpikir tersekat - sekat juga menghalangi
pencapaian yang maksimal. Karena leluhur kita
selalu menerapkan pola holistik, sebab sadar
betul bahwa tidak ada satu pun di semesta ini
yang terpisah.

***

Daftar Pustaka

Bagus Takwin
2001 Filsafat Timur. Yogyakarta: Jalasutra

Dick Hartoko
1985 Tonggak Perjalanan Budaya. Jakarta:
43

Anda mungkin juga menyukai