Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TIJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pulpitis


2.1.1 Definisi pulpitis
Menurut Henry H. Burchard , pulpitis adalah fenomena peradangan
dalam jaringan pulpa. Pulpitis merupakan peradangan pulpa, kelanjutan
dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang telah menggerogoti jaringan
pulpa. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persyarafan terbanyak
dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh saraf
yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari
pulpitis akut (Tarigan, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Pulpitis


Menurut Tarigan (2009), klasifikasi pulpitis adalah sebagai berikut.
2.1.2.1 Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis
terbagi atas:
a) Pulpitis akut serosa
Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenali lagi,
tetapi sel-selnya masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi
menjadi pulpitis akut serosa parsialis yang hanya mengenai
jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis akut
serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.
b) Pulpitis akut fibrinosa
Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
c) Pulpitis akut hemoragi
Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.
d) Pulpitis akut purulenta
Terlihat infiltrasi sel-sel masif yang berangsur berubah
menjadi peleburan jaringan pulpa. Bergantung pada keadaan
pulpa, dapat terjadi pernanahan dalam pulpa:
1) Pada beberapa bagian terjadi peleburan jaringan pulpa
sehingga terbentuk abses.
2) Pernanahan terajadi berkesinambungan sehingga terjadi
flegmon pada pulpa yang menghancurkan keseluruhan
jaringan pulpa.
2.1.2.2 Berdasarkan ada tidaknya gejala, pulpitis terbagi atas:
a) Pulpitis simtomatis
Pulpitis ini merupakan respons peradangan dari jaringan
pulpa terhadap iritasi, dengan proses eksudatif memegang
peranan. Rasa sakit timbul karena adanya peningkatan
tekanan intrapulpa. Rasa sakit ini berkisar antara ringan
sampai sangat hebat dengan intensitas tinggi, terus menerus,
dan berdenyut. Yang termasuk dalam pulpitis simtomatis
adalah:
1) Pulpitis akut
Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis akut/ kronis
2) Pulpitis subakut
Gambaran radiografi memperlihatkan adanya karies yang
luas dan dalam, kadang-kadang terjadi sedikit pelebaran
ligamen periodontal. Pada pulpitis simtomatis yang
disertai periodontitis apikalis terjadi kepekaan terhadap
perkusi. Rangsangan panas akan menyebabkan sakit,
sebaliknya rasa sakit berkurang dengan adanya rangsang
dingin. Pada stadium awal, gigi menunjukkan kepekaan
yang tinggi terhadap tes elektrik, selanjutnya kepekaan ini
berkurang sejalan dengan keparahan penyakit.
b) Pulpitis asimtomatis
Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai
mekanisme pertahanan dari jaringan pulpa terhadap iritasi
dengan proses proliferasi berperan di sini. Tidak ada rasa
sakit karena adanya pengurangan dan keseimbangan tekanan
intrapulpa. Yang termasuk pulpitis asimtomatik:
1) Pulpitis kronik ulseratif
2) Pulpitis kronik hiperplastik
3) Pulpitis kronis yang bukan disebabkan oleh karies
(prosedur operatif, trauma, gerakan ortodonti)
2.1.2.3 Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis,
pulpitis terbagi atas:
a) Pulpitis reversibel
Yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan
setelah perawatan ortodonti. Yang termasuk pulpitis
reversibel adalah:
1) Peradangan pulpa stadium transisi
2) Atrofi pulpa
3) Pulpitis akut
b) Pulpitis ireversibel
Yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak dapat
dipertahankan, tetapi gigi masih dapat dipertahankan di
rongga mulut setelah perawatan endodonti dilakukan. Yang
termasuk pulpitis ireversibel adalah:
1) Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
2) Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
3) Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
4) Pulpitis kronis radikulairs dengan nekrosis
5) Pulpitis kronis eksaserbasi akut

2.1.3 Etiologi pulpitis


Menurut Tarigan (2009), Sebab-sebab dari penyakit pulpa adalah
sebagai berikut.
2.1.3.1 Faktor Bakteri
Bakteri dan produk-produknya adalah penyebab utama penyakit
endodontik. Khususnya, pulpa yang terekspos akan memburuk
dan menjadi nekrotik total dengan pembentukan abses jika
hanya terdapat bakteri.
2.1.3.2 Faktor Iatrogenik
Penyebab umum kedua dari penyakit endodontik adalah akibat
usaha perbaikan penyakit gigi. Misalnya saat prosedur operatif
yang mengakibatkan panas atau kekeringan yang berlebihan,
teknik saat mencetak gigi, material dan bahan kimia yang
digunakan dalam kedokteran gigi juga dapat menyebabkan
iritasi pulpa.
2.1.3.3 Faktor Trauma
Respon terhadap trauma tergantung keparahan trauma tersebut.
Misalnya, trauma yang relative ringan dari oklusi akan sedikit
atau tidak mempunyai pengaruh, namun, trauma oklusi yang
lebih berat mungkin akan mempunyai efek ke pulpa yang lebih
signifikan. Beberapa gigi merespon trauma dengan
meningkatkan kalsifikasi pulpanya. Tetapi ada juga yang
menjadi nekrotik. Trauma yang menyebabkan fraktur pada gigi
memberikan jalan kepada oral flora mencapai pulpa. Hal ini
dapat membuat gejala klinis aneh, sehingga diagnosa menjadi
sulit.
2.1.3.4 Faktor Idiopatik
Perubahan pulpa juga terjadi karena alasan-alasan yang belum
diketahui (idiopathic). Contoh umumnya adalah resorpsi interna.
Walaupun sudah diketahu bahwa trauma memperluas resorpsi
interna, namun tidak dapat menjelaskan kejadiannya secara
keseluruhan. Secara mikroskopis, macrophages dan
multinucleated giant cells ditemukan di dentin yang teresorbsi.
Juga terlihat gambaran radiolusensi di bagian periapikal yang
mungkin berhubungan dengan resorpsi interna, menandakan
nekrosis pulpa sebagai lanjutan dari reaksi tersebut.
.
2.1.4 Tanda dan Gejala Pulpitis
Berikut adalah tanda yang merupakan gejala terjadinya pulpitis
(Chandra, 2010), yaitu :

2.1.4.1 Gejala pada pulpitis reversibel ditandai oleh rasa sakit yang
tajam namun sebentar saat adanya rangsangan misalnya pada
saat makan atau minum dan rasa sakit tidak terjadi secara
spontan.

2.1.4.2 Gejala pada pulpitis ireversibel ditandai dengan rasa sakit


akan terus berlanjut walau faktor penyebab sudah di hilangkan
dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang
jelas.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pulpitis


Pulpitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan
faktor luar (Yoga, dkk., 2018) yaitu:

2.1.5.1 Faktor dalam yaitu faktor yang disebabkan oleh gigi itu
sendiri meliputi :

a) Karies
b) Mekanis
c) kimiawi
2.1.5.2 Faktor luar adalah faktor yang disebabkan di luar dari gigi
tersebut meliputi :

a) ras
b) usia
c) jenis kelamin
d) sosial ekonomi
e) tingkat pendidikan
f) jarak ke pelayanan kesehatan
g) kebiasaan
h) Perilaku
i) asupan nutrisi

2.1.6 Pencegahan Untuk pulpitis


Perawatan gigi merupakan usaha untuk mencegah kerusakan gigi dan
penyakit gusi. Perawatan gigi sangat penting dilakukan karena dapat
menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi
yang sehat adalah gigi yang bersih tanpa ada lubang atau penyakit gigi
lainnya. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan
(KEMENKES, 2012):

2.1.6.1 Pemeriksaan gigi dan mulut


Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut harus dilakukan secara
berkala, baik pada saat merasa sakit maupun pada saat tidak ada
keluhan Penting untuk diingat bahwa sebaiknya perawatan gigi
dan mulut dilakukan sampai tuntas, walaupun sudah tidak ada
rasa sakit. Misalnya dalam keadaan sakit berdenyut atau
bengkak, dokter akan memberi obat untuk meredakan rasa sakit.

2.1.6.2 Cara sikat gigi dengan benar


Menyikat gigi yang baik dan benar adalah menyikat gigi yang
dilakukan dengan menggunakan cara yang dapat membersihkan
seluruh permukaan gigi tanpa mencederai jaringan lunak dalam
mulut serta dilakukan secara berurutan dari satu sisi ke sisi yang
lainnya secara teratur. Adapun frekuensi dan waktu menyikat
gigi sebaiknya dilakukan paling sedikit dua kali sehari, pagi
setengah jam setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
Cara menyikat gigi:
a. Untuk membersihkan gigi bagian depan atas (digerakkan dari
atas ke bawah, gerakan sikat dengan arah ke atas ke bawah
atau memutar).
b. Untuk membersihkan gigi bagian samping, gerakan sikat
dengan arah ke atas ke bawah atau memutar.
c. Gerakan ke depan ke belakang dapat dilakukan untuk
membersihkan bagian pengunyahan gigi.
d. Bagian dalam dan belakang gigi dapat dibersihkan dengan
cara menggerakkan sikat ke atas ke bawah.

2.2 Anak Usia Sekolah


2.2.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah merupakan anak dengan usia 6 sampai 12 tahun.
Periode usia pertengahan ini dimulai dengan masuknya anak ke dalam
lingkungan sekolah (Santrock, 2008).

Periode anak usia sekolah terbagi menjadi tiga tahapan usia yaitu: tahap
awal 6-7 tahun; tahap pertengahan 7-9 tahun; dan tahap pra remaja 10-
12 tahun (DeLaune & Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005).

Sekolah dapat memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari


kehidupan yang secara relatif bebas bermain. Anak pada usia sekolah
menuntut kebutuhan dan kehidupan yang menantang. Kemampuan
kognitif, fisik, psikososial, dan moral dikembangkan, diperluas,
disaring, dan disinkronisasi, sehingga individu dapat menjadi anggota
masyarakat yang diterima dan menjadi seorang yang produktif (Potter
& Perry, 2005).
Lingkungan pada anak usia sekolah memiliki dampak signifikan dalam
perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak usia
sekolah identik dengan hubungan perkelompokan atau senang bermain
dalam kelompok (Wong, 2009).

Perawatan kesehatan gigi anak secara dini sangat berguna bagi


kesehatan gigi anak yang masih dalam taraf tumbuh kembang
(Anggriana & Musyrifah, 2005).

Perkembangan biologis anak usia sekolah terjadi lebih lambat tetapi


pasti jika dibandingkan masa sebelumnya. Dari segi nutrisi, pada anak
usia sekolah terjadi sedikit defisiensi nutrisi. Anak memiliki nafsu
makan yang besar setelah pulang sekolah dan memerlukan makanan
kecil untuk menunjang aktivitasnya seperti buah dan roti untuk
menghindari makanan berkalori seperti keripik dan permen (Wong,
2009).

Karakteristik anak usia sekolah yang sedang dalam pertumbuhan


biasanya akan mengkonsumsi segala jenis makanan agar asupan energi
yang dibutuhkan sesuai dengan energi yang dikeluarkan. Hal tersebut
baik, namun harus sangat diperhatikan perawatan kesehatan gigi pada
anak setelah ia mengonsumsi berbagai makanan tersebut.

Perkembangan kognitif anak usia sekolah terlihat dari kemampuan


untuk berfikir dengan cara yang logis bukan sesuatu yang abstrak
(Potter & Perry, 2005). Pada usia 7 tahun anak memasuki tahap Pieget
ketiga yakni perkembangan konkret (Santrock, 2008; Wong, 2009).
Mereka mampu menggunakan simbol secara operasional dalam
pemikirannya. Mereka mampu menyelesaikan masalah secara nyata dan
runut dari apa yang ia rasakan. Mereka mulai menggunakan proses
pemikiran yang logis (Muscari, 2005; Potter & Perry, 2005; Santrock,
2008; Wong, 2009).

Perkembangan psikososial anak usia sekolah dilihat dari perjuangan


anak mendapatkan kompetensi dan keterampilan yang penting bagi
mereka untuk dapat sejajar dengan orang dewasa. Anak usia sekolah
menurut Erikson dalam Wong (2009) berada dalam fase industri. Anak
mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan pengetahuan dari
kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak belajar berkompetisi dan
bekerja sama dari aturan yang diberikan (Wong, 2009).

Perkembangan moral anak usia sekolah terlihat dari cara anak


menginterpretasikan secara ketat dan patuh terhadap aturan. Mereka
menganggap aturan sebagai prinsip dasar kehidupan mereka, bukan
hanya perintah dari orang lain yang memiliki otoritas. Hubungan
dengan teman sebaya juga terlihat pada anak usia sekolah. Ia lebih
banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya yang sejenis.
Biasanya mereka memiliki teman perkumpulan sendiri. Perkembangan
moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada di tahap
konvensional (Muscari, 2005).

Perkembangan moral sejalan dengan cara pikir anak usia sekolah yang
lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007). Anak pada usia sekolah
dapat lebih memahami standar perilaku yang seharusnya mereka
terapkan pada kehidupan sehari-hari. Anak dalam tahap konvensional,
mulai memahami bagaimana harus memperlakukan orang lain sesuai
dengan apa yang ingin diterima oleh mereka dari oranglain (Muscari,
2005; Wong, 2009). Anak mulai melihat berbagai cara pandang untuk
menilai suatu tindakan benar atau salah (Hockenberry & Wilson, 2007).
Perkembangan anak yang berkembang seiring bertambahnya usia
tentunya memiliki risiko terhadap terjadi masalah kesehatan pada anak.
Begitu pula yang dialami anak usia sekolah, masalah kesehatan yang
sering muncul pada periode ini adalah masalah gigi (Wong, 2009).
Masalah lain yang muncul adalah kecelakaan dan cedera yang berkaitan
dengan aktivitas anak, masalah nutrisi, seksualitas, hingga penggunaan
rokok, alkohol, dan obat (Potter & Perry, 2005).

2.2.2 Karakteristik Gigi Anak Usia Sekolah


Secara fisiologis anak usia sekolah dimulai dengan tanggalnya gigi susu
yang pertama dan diakhiri dengan masa pubertas dan tumbuhnya gigi
permanen, kecuali geraham belakang. Gigi permanen yang tumbuh
pada anak usia sekolah harus diperhatikan kebersihan giginya karena
perpindahan dari gigi susu menuju gigi permanen (Potter & Perry,
2005).

Pada usia 6 tahun sampai 7 tahun, gigi yang tumbuh antara lain gigi seri
tengah dan gigi geraham pertama. Usia 7 sampai 8 tahun tumbuh gigi
seri tengah, dan gigi seri lateral. Usia 9 sampai 10 tahun tumbuh gigi
taring bagian mandibula. Usia 10 sampai 12 tahun tumbuh gigi geraham
kecil pertama, gigi taring bagian maksila, dan gigi geraham kecil kedua
(Hockenberry & Wilson, 2007).

Anak usia sekolah memiliki motivasi yang kurang dalam melakukan


perawatan gigi (Hockenberry & Wilson, 2007). Apabila sejak awal
anak dibiasakan menggosok gigi secara teratur, maka akan mudah
mempertahankan kebiasaan tersebut hingga usia dewasa.

2.2.3 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah


2.2.3.1 Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan tinggi badan ±5 cm pertahun, tinggi rata-rata 116
cm -150 cm. Penambahan berat badan ±2-4 kg pertahun
dengan berat rata-rata 21-40 kg. Berat badan bertambah karena
memanjsngnys tulsng dan bentuknya jaringan otot.
2.2.3.2 Motorik Kasar
Pada usia 7-10 tahun aktifitas motorik kasar berada dibawah
kendali keterampilan kognitif dan kesadaran secara bertahap
terjadi peningkatan irama, kekuatan daya ingat meningkat.
Pada usia 10-12 tahun terjadi peningkatan energy, peningkatan
arah, dan kendali kemampuan fisik.
2.2.3.3 Motorik Halus
Terjadi peningkatan keterampilan motorik halus karena
meningkatnya melinisasi system saraf, menunjukkan perbaikan
keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan, menunjukkan
peningkatan kemampun motorik halus seperti usia dewasa saat
usia 2 tahun.
2.2.3.4 Personal sosial
Mencari lingkungan yang lbih luas sehingga cenderung sering
pergi dari rumah hanya untuk bermain dengan teman, saat ini
sekolah sangat berperan untuk membentuk pribadi anak,
disekolah anak harus berinteraksi dengan orang lain selain
keluarganya, sehingga peran guru sangatlah besar.
2.2.3.5 Bahasa
Anak usia sekolah mulai menguasai berbagai ketrampilan
linguistic, anak usia mmulai belajar tentang tata bahasa yang
benar dan lebih kompleks sehingga mereka bisa membenarkan
jika ada hal-hal yang salah. Kemampuan kata-kata juga
dimiliki pada anak sekolah termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung, kata depan dan kata abstrak.
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan terori dan permasalahan yang ada, maka disusunlah
kerangka kosep penelitian:

Variabel independen Variabel dependent

Faktor-faktor:
1. umur
Kejadian pulpitis pada
2. Jenis kelamin
anak usia sekolah
3. kebiasaan
4. perilaku

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ada faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pulpitis pada anak usia
sekolah di klinik gigi Puskesmas Mabu’un Kabupaten Tabalong.

Anda mungkin juga menyukai