Anda di halaman 1dari 30

REFARAT

HIPOKSIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Paru RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam

Oleh:

Setia Apriani (2008320011)

Pembimbing:

dr. Edwin Anto Pakpahan , Sp. P

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PARU RSUD DELI SERDANG


LUBUK PAKAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU 2020


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan refarat ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior
di Rumah Sakit Umum Daerah Deli serdang.
Judul referat ini adalah mengenai “ Hipoksia”. Tujuan penulisan referat
ini agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang diberikan selama
menjalani Kepaniteraan Klinik SMF Kulit Kelamin di Rumah Sakit Umum
Daerah Deli serdang dan mengaplikasikannya untuk kepentingan klinis kepada
pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Edwin Anto Pakpahan,
Sp. P yang telah membimbing penulis dalam refarat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari
semua pihak yang membaca telaah jurnal ini. Harapan penulis semoga telaah
jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Medan, 19 Desember 2020

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipoksia adalah penurunan oksigen ke jaringan sampai dibawah tingkat fisiologik

meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai yang terjadi akibat berkurangnya tekanan

oksigen di udara. Tujuan akhir pernafasan adalah untuk mempertahankan konsentrasi

oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen dalam cairan tubuh. Kelebihan karbondioksida

atau ion hidrogen mempengaruhi pernafasan terutama efek perangsangan pusat

pernafasan sendiri, yang menyebabkan peningkatan sinyal inspirasi dan ekspirasi yang

kuat ke otot- otot pernafasan. Akibat peningkatan ventilasi, pelepasan karbondioksida

dari darah meningkat, ini juga mengeluarkan ion hidrogen dari darah karena pengurangan

karbondioksida juga mengurangi asam karbonat darah. Berbagai keadaan yang

menurunkan transpor oksigen dari paru ke jaringan termasuk anemia, dimana jumlah total

hemoglobin yang berfungsi untuk membawa oksigen berkurang, keracunan

karbondioksida, sehingga sebagian besar hemoglobin menjadi tidak mampu mengangkut

oksigen, dan penurunan aliran darah ke jaringan dapat disebabkan oleh penurunan curah

jantung atau iskemi lokal jaringan.1

Akibat dari hipoksia, terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia

akut akan menyebabkan ganggua judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis

yang mempunyai gambaran pada alkoholisme akut. Jika keadaan hipoksia berlangsung

lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi,

kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah
parah, pusat batang otak akan terkena, dan kematian biasanya disebabkan oleh gagal

pernafasan. Bila penurunan PaO2 disertai hiperventilasi dan penurunan PaCO2 resistensi

serebro-vaskuler meningkta, aliram darah serebral menurun dan hipoksia bertambah.2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipoksia

Hipoksia adalah keadaan disaat tubuh sangat kekurangan oksigen sehingga sel gagal

melakukan metabolisme secara efektif.1 Hipoksia merupakan penyebab penting dan

umum dari cedera kematian sel namun tergantung pada beratnya keadaan hipoksia. Pada

ekadaan hipoksia sel dapat mengalami adaptasi, cedera, atau kematian. 3 Berdasarkan

jenisnya hipoksia dibagi menjadi 4, yaitu : hipoksia hipoksik, hipoksia anemic, hipoksia

stagnan, dan hipoksia histotokik.4

Hipoksia hipoksik, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya

oksigen yang masuk paru-paru. Sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah, dan gagal

untuk masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan /

obstruksi di saluran pernafasan, baik oleh sebab alamiah atau oleh trauma / kekerasan

yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, dan tenggelam.4

Hipoksia anemic, yakni keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah

(hemoglobin) tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk

metabolisme. Seperti, pada keracunan karbonmonoksida (CO), karena afinitas CO

terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afitias oksigen dengan heoglobin. 4

Jenis Hipoksia stagnan, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah

(hemoglobin) tidak mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena kegagalan

sirkulasi, seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena maupun

emboli lemak.
Sedangkan hipoksia histotokik, iala keadaan hipoksia yang disebabkan karena

jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen, salah satu contohnya pada keracunan

sianida. Sianida dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh

jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme

group dari oksigen yang dibawa darah.4

2.2 Etiologi Hipoksia

Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan akibatnya sel-

sel tidak cukup memperoleh oksigen sehingga metabolisme sel akan terganggu. Hipoksia

dapat disebabkan karena :

1) Hipoksia karena anemia (anemic hypoxia)

Berkurangnya konsentrasi hemoglobin dalam darah berhubungan dengan

berkurangnya kapasitas darah mengangkut oksigen. Pada anemic hypoxia, PaO2

adalah normal. Namun sebagai konsikuensi turunnya konsentrasi hemoglobin,

jumlah absolut oksigen yang diangkut per unit volume darah akan berkurang. Saat

darah yang anemi melewati kapiler, sejumlah oksigen dilepaskan : pada saat ini

PaO2 darah vena akan menurun di bawah tingkat normal.5

2) Intoksikasi Karbonmonoksida (CO)

Hemoglobin yang terikat dengan karbonmonoksida (karboksi-hemoglobin

(CO-Hb)) tidak mampu mengakut oksiden. Adanya CO-Hb, menggeser kurva

disosiasi Hb-O2 ke kiri, sehingga oksigen hanya mampu dilepaskan pada

tegangan yang lebih rendah. Dengan terbentuknya CO-Hb, turunnya kapasitas


angkur oksigen akan menaikkan derajat hipoksia jarinagn yang lebih berat bila

dibandingkan dengan turunnya hemoglobin pada anemia biasa.5

3) Respiratory Hypoxia

Pada penyakit paru stadium lanjut, biaa ditemukan darah arteri tanpa

saturasi. Penyebab respiratory hypoxia tersering adalah :

a) Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi, yaitu terjadi akibat perfusi

dari alveoli yang kurang ventilasi

b) Hipoventilasi yang berhubungan dengan peninggian PaCO 2. Kedua

bentuk respiratory hypoxia ini dapat dikenali karena biasanya akan

membaik setelah pemberian oksigen selama beberapa menit.

c) Shunting aliran darah melalui paru dari kanan ke kiri oleh perfusi dari

bagian paru tanpa ventilasi (misalnya pada atelektasis paru atau

shunting melalui hubungan arteri-vena pada paru). Menururnnya PaO2

hanya dapat sedikit diperbaiki dengan FIO2 100%.

4) Hipoksia Sekunder karena Ketinggian

Ketika seseorang mendaki pada ketinggian 3000 meter dengan cepat, PaCO2

alveolar turun mrnjadi kira – kira 60 mmHg, dan dapat muncul gangguan memori

dan gangguan serebral lainnya. Pada ketinggian diatas 3000 meter, saturasi arteri

turun dengan cepat dan gejala – gejala yang timbul lebih serius. Pada ketinggian

5000 meter, orang yang tidak terlatih tidak mampu lagi berfungsi secara normal.
5) Hipoksia sekunder akibat shunting ekstrapulmoner dari kanan ke kiri

Secara fisiologis, penyebab hipoksia ini mirip dengan shunting

intrapulmoner dari kanan ke kiri yang disebabkan oleh kelainan jantung

kongenital seperti Tetralogi Fallot, transposisi dari arter – arteri besar, dan

sindroma Eisenmenger. Sebagaimana shunting dari kanan ke kiri melalui paru.

PaO3 tidak dapat dikembalikan ke tingkat normal dengan pemberian oksigen

100%.5

6) Circulatory Hypoxia

Hipoksia disebkan akrena menurunnya perfusi jaringan ; PaO2 di vena dan

jaringan menurun. Namun seperti pada anemic hypoxia, PaO2 normal.

Circulatory hypoxia yang menyeluruh terjadi pada gagal jantung dan sebagian

besar syok.5

7) Hipoksia Organ Khusus

Penurunan sirkulasi pada organ tertentu yang mengakibatkan hipoksia

sirkilatorik lokalisata dapat disebabkan oleh obstruksi arterial organic atau akibat

vasokontriksi, seperti yang terjadi di ekstremitas atas pada prnyakit obliterasi

arteri organik. Hipoksia setempat juga dapat terjadi dari obstruksi vena serta

sebagai resultan dari kongesti dan berkurangnya aliran darah arteri.2

8) Hipoksia Karena Meningkatnya Kebutuhan Oksigen

Bila peningkatan konsumsu oksigen pada jaringan tanpa disertai

peningkatab perfusi, hipoksoa jaringan akan terjadi dan PaO2 vena akan menurun.

Biasanya gambaran klinis penderita dengan hipoksia akibat peningkatan

metabolisme agak berbeda dari hipoksia jenis lainnya; kulit teraba hangat dan
kemerahan karena peningkatan aliran darah yang melepaskan banyak panas dan

sianosis menjadi tidak terlihat. Contoh klasik dari peningkatan kebutuhan oksigen

jaringan adalah olahraga. Peningkatan kebutuhan ini dipenuhi oleh beberapa

mekanisme yang terjadi, yaitu :

a. Meningkatnya cardiac output dan ventilasi, yang akan mengangkut oksigen ke

jaringan.

b. Aliran darah akan dialirkan terutama ke otot-otot yang terlibat dengan

merubah resistensi vaskuler pada circulatory beds, secara langsung dan atay

secara refleks. Meningkatnya ekstraksi oksigen dari darah dan peningkatan

perbedaan oksigen arteri dan vena,

c. Menurunnya pH jaringan dan darah kapiler sehingga oksigen mampu lebih

banyak dilepaskan dari Hb.

9) Penggunaan Oksigen Yang Tidak Sesuai

Sianida dan beberapa racun lainnya yang mirip menyebabkan hipoksia

seluler. Jaringan tidak mampu menggunakan oksigen, sebagai konsekuensinya

darah vena cenderung memiliki tegangan oksigen yang tinggi. Kadaan ini

dinamakan hipksia histotoksik.5

Hipoksia dapat disebabkan oleh gagal kardiovaskuler misalnya syok,

hemoglobin abnormal, penyakit jantung, hipoventilasi alveolar, lesi pirau,

masalah difusi, abnormalitas ventilasi-perfusi, pengaruh kimia misal karbon

monoksida, ketinggian, faktor jaringan lokal misal peningkatan kebutuhan

metabolisme, dimana hipoksia dapat menimbulkan efek-efek pada metabolisme


jaringan yang selanjutnya menyebabkan asidosis jaringan dan mengakibatkan

efek-efek pada tanda vital dan efek pada tingkat kesadaran.

Dalam anestesi, gagal pernafasan/sumbatan jalan nafas dapat disebabkan

oleh tindakan operasi itu sendiri misalnya karena obat pelumpuh otot, karena

muntahan atau lendir, suatu penyakit (koma, stroke, radang otak),

trauma/kecelakaan (trauma maksilo fasial, trauma kepala,keracunan).

2.3 Akibat Hipoksia

Gangguan pada susunan saraf pusat khususnya di pusat-pusat yang lebih tinggi,

adalah akibat hipoksia yang terpenting. Hipoksia akut menyebbakan gangguan

inkoordinasi motorik, dan gambara klinis menyerupai alkoholisme akut. Bila hipoksia

terjadi untuk waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan, mengantuk, apatis, kurang

mampu memusatkan perhatian, labat berfikir, dan menurunnya kapasitas kerja.


Ketika hipoksia menjadi bertambah berat, pusat – pusat di batang otak akan

dipengaruhi dan kematian terjadi karena gagak nafas. Akibat berkurangnya PaO2,

resistensi serebrovaskuler menurun dan aliran darah ke otak meningkat, sebagai

mekanisme kompensasi untuk meningkatkan oksigen ke otak. Namun bila turunnya

PaO2 disertai hiperventilasi dan turunnya PaCO2, resistensi serebrovaskuler

meningkat dan aliran darah ke otak menurun. Sehingga hipoksia semakin luas.

Hipoksia juga menyebabkan konstriksi arteri pulmoner, yang selanjutnya

mengakibatkan shunt darah dari daerah yang sedikit ventilasi ke daerah paru yang

ventilasinya lebih baik. Namun hipoksia juga meningkatkan resistensi vascular paru

dan afterload ventrikel kanan.

Glukosa secara normal akan dipecah menjadi asam piruvat. Selanjutnya

pemecahan purivat dan pembentukan ATP (Adenosin trifosfat) membutuhkan

oksigen, keadaan hipoksia meningkatkan piruvat yang diubah menjadi asam laktat

selanjutnya tidak dapat diubah lagi, mengakibatkan asidosis metabolic. Energi total

yang dihasilkan dari pemecahan karbohidrat akan banyak berkurang dan jumlah

energi yang dibutuhkan untuk produksi ATP menjadi tidak cukup.

Komponen penting dari sistem respirasi dalam merespon hipoksia terdapat di sel

–sel kemosensitif di carotid dan aortic bodies, dan pusat respirasi batang otak.

Stimulasi sel 0 sel ini karena hipoksia akan meningkatkan ventilasi dengan pelepasan

CO2 dan pada akhirnya terjadi alkalosis respiratorik. Ketika alkalosis respiratorik

terjadi bersamaan dengan asidosis respiratorik karena produksi asam laktat,

bikarbonat serum akan menurun.


Berkurangnya PaO2 jaringan menyebabkan vasodilatasi lokal dan vasodilatasi

difus yang terjadi pada hipoksia menyeluruh, meningkatkan cardic output. Pada

pasien denga didasari penyakit jantung, kebutuhan jaringan perifer untuk

meningkatkan cardic output dalam keadaan hipoksia dapat mencetuskan gagal

jantung kongestif. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik, PaO2 yang menurun

akan memperberat oskemi miokard dan selanutnya memperburuk fungsi ventrikel

kiri. Salah satu dari mekanisme kompensasi yang penting pada hipoksia kronik adalah

meningkatnya konsentrasi Hb dan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, dalam hal

ini terjadi polisitemia sekunder karena produksi eritropoetin.1

2.4 Patofisiologi Hipoksia

Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tinakan anestesi,

penderita trauma kepala/karena suatu penyakit, maka terjadi relaksasi oto – oto

termasuk oto lidah akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan

jatuhbke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan nafas.

Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir ke orofaring

(regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalannafas oleh aspirat

yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab keadaan ini pada

umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang.6

Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi,

kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh :

1) Ketimpangan antara ventilasi dan perfusi

2) Hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri


3) Tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau

karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah.

4) Gangguan difusi pada membran kapiler alveolar

5) Hipoventilasi alveolar.7

Kegagalan ventilasi terjadi bila “minute ventilation” berkurang secara

tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi

bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada

pertukaran gas (dead space). Kelelelahan otot – otot respirasi/kelemahan otot –

otot respirasi timbul bila otot – otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu

membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahan ventilasi yang

sudah cukup memadai. Tanda – tanda awal kelelahan otot – otot inspirasi

seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang

berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernafasan yang dangkal dan

cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinasi

berupa alterans respirasi (pernafasan dada dan perut bergantian), dan gerakan

abdominal paradox (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat

menunjukkan asidosis yang sedang mengancam dan henti nafas.7

Jalan nafas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena

itu langkah yang pertama adalah membuka jalan nafas dan menjaganya agar tetap

bebas, setelah jalan nafas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus

dicari penyebab lain. Penyebab lain yang terutama adalah gangguan mekanik

ventilai dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume

udara yang cukup diperlukan jakan nafas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang
kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf

yang baik. Bila ada gangguan dari unsur – unsur mekanik diatas maka akan terjadi

hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan

intrakranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas, bila

disertai hipoksemia keadaan akan semakin buruk. Penekanan pusat nafas akan

menurunkan ventilasi. Ini harus dicegah dengan memberikan ventilasi dan

oksigenasi. Gangguan ventilasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan

di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO 2 (N : 35-45

mmHg), parameter oksigeasi dengan PaO2 (N: 80 100 mmHg). SaO2 (N: 95-

100%).6

2.5 Gejala Klinis Hipoksia

 Sistem saraf pusat : gangguan mental, gelisah, mudah tersinggung,

berkeringat, apatis hingga koma bila berlanjut

 Sisten kardiovaskuler : takikardi, bradikardi (bila berlanjut), aritmia,

mula-mula hipertensi sampai hipotensi.

 Sistem pernafasan : hiperventilasi, dypsnea, nafas cepat dan dangkal

(pernafasan kaussmaul), gerak nafas cuping hidung, retraksi sela iga.

 Kulit : sianosis.5

2.6 Diagnosis Hipoksia


Setiap keluhan atau tanda gangguan hendaknya mendorong dilakukannya analisis

gas-gas darah arteri. Saturasi hemoglobin akan oksigen (SpO2) kuramg dari 90%

yang biasanya sesuai dengan tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg

sangat mengganggu oksigenasi CO2 arterial (PaCO2) hingga lebih dari 45 – 50

mmHg mengandung arti bahwa ventilasi alveolar sangat terganggu. Kegagalan

pernafasan terjadi karena PaO2 kurang dari 60mmHg pada udara ruangan, atau pH

kurang dsri 7,35 dengan PaCO2 lebih besar dari 50mmHg. Dimana daya

penyimpanan oksigen ke jaringan tergantung pada :

1) Sistem pernafasan yang utuh yang akan memberikan oksigen untuk menjenuhi

hemoglobin

2) Kadar hemoglobin

3) Curah jantung dari mikrovaskular

4) Mekanisme pelepasan oksihemoglobin.

 Post Mortem

Pemeriksaan post mortem pada hipoksia :

a. Pemeriksaan Luar

A. Lebam mayat jelas terlihat (livide) karena kadar karbondioksida yang

tinggi dalam darah

B. Sianosis , adalah warna kebiruan dari kulit dan membran mukosa yang

merupakan akibat dari konsentrasi yang berlebihan dari deoksihemoglobin

atau hemoglobin tereduksi pada pembuluh darah kecil. Sianosis terjadi jika

kadar deoksihemoglobin sekitar 5 g/dL dapat dengan mudah terlihat pada

daerah ujung jari dan bibir.


C. Pada mulut bisa ditemukan busa

D. Karena otot sfingter mengalami relaksasi, mungkin bisa terdapat feses ,

urin atau cairan sperma.

E. Bercak tardieu yaitu bercak peteki di bawah kulit atau konjungtiva.

b. Pemeriksaan Dalam

A. Mukosa saluran pernafasan bisa tampak membengkak

B. Jantung dilatasi, pembendungan sirkulasi organ dalam tubuh

C. Paru mengalami edema. Hal ini disebabkan dari efek hipoksia pada

pusat vasomotor dengan berbagai macam derajatnya, bila udem

paru berat maka akan tampak buih berwarna merah muda keluar

dari hidung dan mulut, bila udem paru ringan maka pemeriksaan

hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi paru.

D. Edema otak, permeabilitias kapiler kemudian meningkat

menyebabkan pelemahan dari sawar otak yang terdiri dari endotel

kapiler dan membran basalis beserta astrosit. Bisa karena trauma

maupun hipoksia.

E. Bercak-bercak perdarahan peteki tampak di bawah membran

mukosa pada beberapa organ.

F. Hiperemi lambung, hati dan ginjal.

G. Darah menjadi lebih encer.


c. Pemeriksaan diagnostik

Selain melalui pemeriksaan fisik, juga dibutuhkan pemeriksaan diagnostik.

Pemeriksaan diagnostik yang dimaksud antara lain pemeriksaan gas arteri

darah, pemeriksaan laboratorium darah, Mantoux test, dan pemeriksaan

sputum.

o Pemeriksaan Gas Darah Arteri (Analisis Gas Darah-AGDA)

Analisis gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang

oksigenasi darah arteri, pertukaran gas alveoli, dan keseimbangan asam

basa. Dalam pemeriksaan ini diperlukan sampel darah arteri yang

diambil dari arteri femoralis, radialis atau brakhialis dengan

menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah

pembekuan darah.

Fungsi Pernafasan Pengukuran Nilai Normal

Keseimbangan Asan - pH : konsentrasi - 7,35 – 7,45


Basa ion hidrogen
- PaO2 : tekanan - 80-100mmHg
parsial kelarutan
oksigen di dalam
darah
Oksigenasi - SaO2 : persentase - 95%-atau lebih
ikatan oksigen
dengan hemoglobin
Ventilasi - Tekanan parsial - 35-45mmHg
kelarutan
karbondioksida
dalam darah
(Sumber : Hudak dan Galio)

Keterangan :
 PaO2 : merupakan indikator klinis untuk mengetahui status

oksigen. Bila nilainya <80mmHg mengindikasikan bahwa

pasien mengalami hipoksemia.

 SaO2 : parameter oksigen terikat oleh hemoglobin. SaO2

mempunyai hubungan dengan PaO2, yaitu menggambarkan

kurva disosiasi oksihemoglobin.

 pH : kepekatan ion hidrogen dan keasaman zat yang

ditimbulkan. Apabila terjadi penambahan atau peningkatan

konsentrasi ion hidrogen, maka keadaan bersifat asam dan Ph

akan turun. Sebaliknya, bila tubuh bersifat basa atau alkali,

maka pH akan meningkat.

o Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan laboratorium darah yang biasa dilakukan meliputi

pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), leukosit, eritrosit, dan laju endap

darah. Spesimen darah yang biasa digunakan diambil dari darah vena.

Pemeriksaan kadar hemoglobin bertujuan untuk menetapkan atau

mengetahui kadar hemoglobin dalam darah. Nilai normal kadar

hemoglobin pada laki – laki sekitar 14-18 gr/dL, sedangkan wanita 12-

16 gr/dL. Pemeriksaan leukosit bertujuan untuk menghitung jumlah

leukosit dalam darah dengan nilai normal sekitar 5.000-10.000/mm3.

Pemeriksaan eritrosit bertujuan untuk menghitung jumlah eritrosit

dalam darah dengan nilai normal laki – laki 4,5 – 5,5 juta/mm3 darah,

sedangkan pada wanita 4 – 5 juta/mm3 darah. Prinsip pemeriksaan laju


endap darah adalah mengendapnya sel – sel darah pada darah yang

sudah diberi koagulan setelah didiamkan dalam waktu tertentu.

2.7 Penatalaksanaan Hipoksia

Penilaian dari pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat, tepat dan

cermat.Tindakan ditujukan untuk membuka jalan nafas dan menjaga agar jalan nafas

tetap bebas dan waspada terhadap keadaan klinis yang menghambat jalan nafas.

Membuka jalan nafas tanpa alat dilakukan dengan cara pertama Chin lift yaitu dengan

empat jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian

secara hati-hati dagu diangkat ke depan. Manuver Chin lift ini tidak boleh menyebabkan

posisi kepala hiperekstensi. Dan cara kedua Jaw Thrust yaitu dengan mendorong angulus

mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan sehingga barisan gigi

bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua

telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk melakukan immobilisasi

kepala. Tindakan jaw thrust dan head tilt disebut airway manuver.

Jalan nafas nasofaringeal : alat di pasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke

faring yang akan menahan jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring. Untuk

sumbatan yang berupa muntahan, darah, sekret, benda asing dapatdilakukan dengan

menggunakan alat penghisap atau suction. Ada 2 macam kateter penghisap yang sering

digunakan yaitu rigid tonsil dental suction tip atau soft catheter suction tip. Untuk

menghisap rongga mulut dianjurkan memakai rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk

menghisap lewat pipa endotrakheal atau trakheostomi menggunakan soft catheter tip.

Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual dengan
jari-jari. Bila terjadi tersedak umumnya didaerah subglotis, dicoba dengan cara back

blows,abdominal thrust.

o Terapi Oksigenasi

Tujuan dari terapi oksigenasi adalah :

1. Mempertahankan oksigen dengan jaringan yang kuat.

2. Menurunkan kerja nafas

3. Menurunkan kerja jantung

Indikasi terapi oksigen adalah :

1. Terapi oksigen jangka pendek

-Hipoksemia akut (PaO2 <60mmHg SaO2 >90%)

-Cardiac arrest dan respiratory arrest

-Hipotensi (TD sistolik <100mmHg)

-Curah jantung rendah dan asidosis metabolik (bikarbonat <18mmol/L)

-Respiratory distress (frekuensi nafas >24x/menit)

2. Terapi oksigen jangka panjang

pemberian oksigen secata kontinyu

- PaO2 istirahat <55mmHg atau staurasi O2 <88%

- PaO2 isitirahat 55-59 mmHg atau saturasi O2 89% paa salah satu keadaan :
Edema karena CHF, P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gel p >3mm

pada lead II, III, Avf) dan eritrosemia ( hematokrit >56%)

Pemberian oksigen tidak kontinyu

-selama latihan : PaO2 <55 mmHg atau saturasi oksigen <88%

-selama tidur : PaO2 <55mmHg atau saturasi oksigen <88% dengan

komplikasi seperti hipertensi pulmoner, samnolen dan aritmia.

Kontra indikasi terapi oksigen :

1. Pasien dengan gangguan jalan nafas yang berat & keluhan utama dipsneu,

tetapi PaO2 > 60 mmHg dan tidak ada hipoksia kronis.

2. Pasien tidak menerima terapi adekuat.

3. Pasien yang merokok, kemungkinan prognosis buruk dan dapat meningkatkan

risiko terbakar.

Metode pemberian oksigen :

alat yang harus disiapkan untuk pemberian oksigen yaitu :

 Tabung oksigen dengan tekanan sekitar 50 psi.

 Flow meter dikalibrasi sampai 15L/menit.

 Humidifer untuk melembabkan udara (oksigen) yang diberikan (kantong yang

diisi air)

1. sistem aliran rendah

a. Low flow low concentration (kateter nasal, kanul binasal)


b. Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup muka

kantongrebreathing, sungkup muka kantong non rebreathing)

2. Sistem aliran tinggi

a. High flow low concentration (sungkup venturi)

b. High flow high concentration ( head box, sungkup CPAP)

Keterangan :

1. Nasal kanul : paling sering digunakan untuk pemberian oksigen, dengan

aliran 1-6L/menit dengan konsentrasi 24-44%.

2. Sungkup muka sederhana : aliran diberikan 6-10 L/menit dengan

konsentrasi oksigen mencapai 60%.

3. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing : aliran diberikan 8-

12L/menit dengan konsentrasi oksigen mencapai 100%.


2.8 Kesimpulan Hipoksia

Fungsi utama sistem respirasi adalah menjamin pertukaran O2 dan CO2.

Bila terjadi kegagalan pernafasan maka oksigen yang sampai ke jaringan akan mengalami

defisiensi akibatnya sel akan terganggu proses metabolismenya. Terjadinya hipoksia

banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya karena tindakan anestesi (anestesi

yang terlalu dalam, sisa obat pelemas otot, obat narkotik), suatu penyakit (radang otak,

radang syaraf, stroke, tumor otak,edema paru, gagal jantung, miastenia gravis),

trauma/kecelakaan (cedera kepela, cedera tulangleher, cedera thorak, keracunan obat).

Prinsip penanganan hipoksia adalah dengan membebaskan jalan nafas dengan mencari

penyebabnya, bisa dengan cara Chin lift, Jaw thrust, jalan nafasorofaringeal, jalan nafas

nasofaringeal, atau dengan suction.


DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. Buku Ajara Fisiologi Kedokteran : Pengakutan Oksigen Dan Karbondioksida Di

Dalam Darah Dan Cairan Tubuh, Pengaturan Pernafasan. edisi 7 ba. Jakarta; 1994.

2. Kurt J.I. Harrison, Prinsip - Prinsip Ilmu Penyakit Dalam : Hipoksia, Polisitemia Dan

Sianosis. Volume 1. Jakarta: EGC; 1999.

3. Ganong M.D. Fisiologi Kedokteran : Penyesuaian Pernafasan Pada Orang Sehat Dan

Sakit. edisi 24. Jakarta: EGC; 2015.

4. Ganong M.D. Fisiologi Kedokteran : Penyesuaian Pernafasan Pada Orang Sehat Dan

Sakit. Edisi 24. Jakarta: EGC; 2015.

5. Sylvia Anderson Price LMW. Fisiologis Proses-Proses Penyakit : Tanda Dan Gejala

Penyakit Pernafasan. Vol Buku II. edisi 4. Jakarta: EGC; 1995.

6. Karjadi W. Anestesiologi Dan Reaminasi Modul Dasar Untuk Pendidikan S1

Kedokteran : Sumbatan Jalan Nafas, Gawat Nafas Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional; 2000.

7. Michele W.M.D AWM. Pedomana Pengobatan Kegagalan Respirasi Akut. Edisi I.

Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica; 1995.

8. Elvira Dwita. High - Altitude Illness. Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas: Jurnal Kesehatan Andalas; vol.4(2); 2015.

9. Mulyadi. Hipoksia Pada Sirkulasi Pulmonal. Universitas Syiah Kuala Fakultas

Kedokteran. Banda Aceh: vol.7(2); 2007.


10. Nurcahyo W.I., Susilo D., Sutiyono D. Terapi Oksigen. Semarang : IDSAI; 2010,

219-226

11. Porth CM. Alterations in Respiratory Function: Disorders of Gas Exchange. In:

Essential of Pathophysiologi, Concepts of Altered Health States. Philadelphia:

Lippincott Willims and Wilkins; 2004, 397.y

Anda mungkin juga menyukai