Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN NYERI


DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH:
RESTUWATI
NIM:2020.02.14901.012

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2021
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori Nyeri


2.1.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan bagian dari pengalaman hidup sehari-hari. Nyeri
mempunyai sifat yang unik, karena di satu sisi nyeri menimbulkan derita bagi
yang bersangkutan, tetapi disisi lain nyeri juga menunjukkan suatu manfaat
(Syaifudin, 2011).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial menyebabkan
kerusakan jaringan (Potter & Perry, 2010).
Nyeri bukan hanya merupakan modalitas sensori tetapi juga merupakan
suatu pengalaman. Menurut The International Association for the Study of Pain
(IASP), nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya atau potensi
rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan
tersebut. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari
komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek
emosional dan psikologis).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Salah satu fungsi sistem saraf yang paling penting adalah menyampaikan
informasi tentang ancaman kerusakan tubuh. Saraf yang dapat mendeteksi nyeri
tersebut dinamakan nociception. Nociception termasuk menyampaikan informasi
perifer dari reseptor khusus pada jaringan (nociseptors) kepada struktur sentral
pada otak. Sistem nyeri mempunyai beberapa komponen (gambar 2.1) yaitu:
1. Reseptor khusus yang disebut nociceptors, pada sistem saraf perifer,
mendeteksi dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious.(orde 1).
2. Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus noxious
ke CNS.
3. Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat dimana terjadi hubungan
antara serat aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks
hubungan antara lokal eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus desenden
inhibitor dari otak.
4. Traktus asending nosiseptik (antara lain traktus spinothalamikus lateralis dan
ventralis) menyampaikan signal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
(orde 2).
5. Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat
relay sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post sentralis. (orde 3).
6. Keterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif
nyeri,ingatan tentang nyeri dan nyeri yang dihubungkan dengan respon
motoris (termasuk withdrawl respon).
7. Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada
level medulla spinalis (Syaifudin, 2011).
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:
1. Nyeri somatik luar
2. Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran
mukosa. Nyeri biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi
3. Nyeri somatik dalam
4. Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat
rangsangan pada otot rangka, tulang, sendi, dan jaringan ikat.
5. Nyeri viseral
6. Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya
(pleura parietalis, perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi
menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri parietal terlokalisasi, nyeri alih
viseral dan nyeri alih parietal. Klasifikasi yang dikembangkan oleh IASP
didasarkan pada lima aksis yaitu:
1) Aksis I :Regio atau lokasi anatomi nyeri.
2) Aksis II :Sistem organ primer di tubuh yang berhubungan
dengan timbulnya nyeri.
3) Aksis III :Karekteristik nyeri atau pola timbulnya nyeri
(tunggal, reguler, kontinyu).
4) Aksis IV :Awitan terjadinya nyeri.
5) Aksis V :Etiologi nyeri.
Berdasarkan jenisnya nyeri juga dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Nyeri nosiseptif
Karena kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral. Stimulasi
nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengakibatkan
pengeluaran mediator inflamasi dari jaringan, sel imun dan ujung saraf
sensoris dan simpatik.
2. Nyeri neurogenik
Nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada
sistem saraf perifer. Hal ini disebabkan oleh cedera pada jalur serat saraf
perifer, infiltrasi sel kanker pada serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer.
Sensasi yang dirasakan adalah rasa panas dan seperti ditusuk-tusuk dan
kadang disertai hilangnya rasa atau adanya sara tidak enak pada perabaan.
Nyeri neurogenik dapat menyebakan terjadinya allodynia. Hal ini mungkin
terjadi secara mekanik atau peningkatan sensitivitas dari noradrenalin yang
kemudian menghasilkan sympathetically maintained pain (SMP). SMP
merupakan komponen pada nyeri kronik. Nyeri tipe ini sering menunjukkan
respon yang buruk pada pemberian analgetik konvensional.
3. Nyeri psikogenik
Nyeri ini berhubungan dengan adanya gangguan jiwa misalnya cemas dan
depresi. Nyeri akan hilang apabila keadaan kejiwaan pasien tenang.
Berdasarkan timbulnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Nyeri akut
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri ini ditandai
dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti: takikardi, hipertensi,
hiperhidrosis, pucat dan midriasis dan perubahan wajah: menyeringai atau
menangis. Bentuk nyeri akut dapat berupa:
1) Nyeri somatik luar : nyeri tajam di kulit, subkutis dan mukosa.
2) Nyeri somatik dalam : nyeri tumpul pada otot rangka, sendi dan jaringan
ikat.
3) Nyeri viseral : nyeri akibat disfungsi organ viseral.
2. Nyeri kronik
Nyeri berkepanjangan dapat berbulan-bulan tanpa tanda2 aktivitas otonom
kecuali serangan akut. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri yang tetap bertahan
sesudah penyembuhan luka (penyakit/operasi) atau awalnya berupa nyeri akut
lalu menetap sampai melebihi 3 bulan. Nyeri ini disebabkan oleh :
1) Kanker akibat tekanan atau rusaknya serabut saraf.
2) Non kanker akibat trauma, proses degenerasi dll.
Berdasarkan penyebabnya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Nyeri onkologik.
2) Nyeri non onkologik.
Berdasakan derajat nyeri dikelompokan menjadi:
1. Nyeri ringan adalah nyeri hilang timbul, terutama saat beraktivitas sehari hari
dan menjelang tidur.
2. Nyeri sedang nyeri terus menerus, aktivitas terganggu yang hanya hilang bila
penderita tidur.
3. Nyeri berat adalah nyeri terus menerus sepanjang hari, penderita tidak dapat
tidur dan dering terjaga akibat nyeri (Depkes, 2003).
Ada beberapa metoda yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas
nyeri, antara lain:
1. Verbal Rating Scale (VRSs)
Metoda ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan nyeri yang
dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang menggambarkan
karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada. Metoda ini dapat
digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul
sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri yaitu:
1) tidak nyeri (none)
2) nyeri ringan (mild)
3) nyeri sedang (moderate)
4) nyeri berat (severe)
5) nyeri sangat berat (very severe)
6) Numerical Rating Scale (NRSs)
2. Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari
intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang
dirasakan dari angka 0-10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan
”10” menggambarkan nyeri yang hebat.

Gambar 2.2. Numeric pain intensity scale

3. Visual Analogue Scale (VASs)


Metoda ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metoda
ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan tidak
nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis yang
menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan. Keuntungan menggunakan
metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri,
mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam berbagai
kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak
dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada
dalam nyeri hebat.

No Pain The most intense pain imaginable

Gambar 2.3. Visual Analog scale

4. McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Metoda ini menggunakan check list untuk mendiskripsikan gejala-gejal nyeri
yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara
lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri digambarkan dengan
merangking dari ”0” sampai ”3”.
5. The Faces Pain Scale
Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk
menilai intensitas nyeri pada anak-anak.

Gambar 2.4. Faces Pain Scale

2.2.4 Patofisiologi
Bila terjadi kerusakan jaringan/ancaman kerusakan jaringan tubuh, seperti
pembedahan akan menghasilkan sel-sel rusak dengan konsekuensi akan
mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul sekitarnya dan dapat
menimbulkan nyeri. akan terjadi pelepasan beberapa jenis mediator seperti zat-zat
algesik, sitokin serta produk-produk seluler yang lain, seperti metabolit
eicosinoid, radikal bebas dan lain-lain. Mediator-mediator ini dapat menimbulkan
efek melalui mekanisme spesifik.
Tabel 2.1 Zat-zat yang timbul akibat nyeri
Menimbulkan Efek pada aferen
Zat Sumber
Nyeri primer

Kalium Sel-sel rusak ++ Mengaktifkan


Seroronin Trombosis ++ Mengaktifkan
Bradikinin Kininogen plasma +++ Mengaktifkan
Histramin Sel-sel mast + Mengaktifkan
Prostaglandin Asam arakidonat dan sel rusak ± Sensitisasi
Lekotrien Asam arakidonat dan sel rusak ± Sensitisasi
Substansi P Aferen primer ± Sensitisasi
Pathway

Agen cedera (injury)

Fisik (Trauma) Biologis Kimia Psikologis

Pelepasan medikator nyeri


(histamin, bradikinin, prostaglandin,
serotonin, ion kalium
Gangguan sirkulasi
dan kelainan darah
Merangsang sensori nyeri

Peradangan
Dihantarkan oleh serabut
A teta, C menuju medulla
spinalis
Nyeri Kerusakan pada
bagian tubuh
Hipotalamus, sistem
limbik, talamus
Nafsu makan dan
minum menurun

Gangguan Kerusakan Gangguan Defisit Perawatan


nutrisi integritas kulit mobilitas fisik Diri

Perlindungan terhadap
organisme pathogen Resiko infeksi
menurun

2.2.5 Manifestasi Klinis


Adapun manifestasi klinis dari nyeri adalah sebagai berikut:
1. Gangguam Tidur (insomnia)
2. Posisi Menghindari Nyeri
3. Gerakan Menghindari Nyeri
4. Berhati-hati pada bagian nyeri
5. Pikiran tidak terarah
6. Raut wajah kesakitan (meringis,menangis,merintih)
7. Nadi meningkat
8. Pernapasan meningkat
9. Perubahan Nafsu Makan
10. Produksi keringat berlebih
2.2.6 Penatalaksanaan Medis
2.2.6.1 Farmakologis
Kolaborasi dengan dokter, obat-obatan analgesik, narkotika rute oral atau
parenteral ( IM, IV, SC ) untuk mengurangi nyeri secara cepat.
2.2.6.2 Non Farmakologis
1. Teknik Distraksi
Ini merupakan pengalih perhatian pasien dari rasa nyeri.
Tujuan: Mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Prosedur kerja:
1) Perawat meminta pasien untuk bernapas lambat serta berirama.
2) Perawat meminta pasien bernyanyi dengan irama sambil menghitung
ketukan.
3) Perawat meminta pasien untuk mendengarkan musik.
4) Perawat mengajak pasien berimajinasi (guide imagery), prosedurnya:
(1) Atur posisi pasien supaya nyaman.
(2) Minta pasien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan atau
pengalaman yang membantu menggunakan indera.
(3) Minta pasien untuk tetap fokus pada bayangan menyenangkan, sambil
merelaksasikan tubuh.
(4) Jika pasien tampak rileks, maka perawat tidak perlu bicara lagi.
(5) Jika pasien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah atau tidak
nyaman, maka perawat harus segera menghentikan latihan serta
memulai lagi ketika pasien siap (Saputra, 2013).
2. Massage (pijatan)
Beberapa teknik yang dapat dilakukan saat melakukan massage:
1) Remasan, yaitu mengusap otot bahu. Ini dikerjakan secara bersama antara
pasien dan perawat.
2) Selang-seling tangan, yaitu memijar punggung dengan tekanan pendek,
cepat serta bergantian tangan.
3) Gesekan, yaitu pijat punguung dengan ibu jari, gerakannya memutar
sepanjang tulang punggung dari sacrum ke bahu.
4) Eflurasi, yaitu memijat punggung dengan kedua tangan. Memberi tekanan
lebih halus, dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik vena.
5) Petriasi, yaitu menekan punggung secara horizontal. Tangan kita
berpindah dengan arah yang berlawanan (gerakan meremas).
6) Tekanan menyikat, dilakukan secara halus dengan menekan punggung
menggunakan ujung-ujung jari untuk mengakhiri pijatan.
3. Teknik Relaksasi
Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa tubuh merespons pada
ansietas (ketakutan). Hal inilah yang merangsang pikiran sehingga
menyebabkan rasa nyeri. Teknik relaksasi memiliki bergam jenis, salah
satunya adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini lebih mudah dilakukan serta
tidak beresiko. Pada prinsipnya pasien harus mampu berkonsentrasi sambil
membaca mantra atau doa dalam hati, sambil melakukan ekspirasi udara paru
(Saputra, 2013).
2.3 Asuhan Keperwatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap pertama yang penulis lakukan di dalam proses
perawatan. Pengkajian ini melalui pengkajian pola fungsional menurut Gordon,
pemeriksaan fisik dengan metode head to toe, dan pengumpulan informasi atau
data-data ini diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga pasien,
melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik, Nanda (2015)

1. Kaji karakteristik PQRST


1) Palliative : Aktivitas yang membuat nyeri makin parah
2) Qualitas : Bagaimana nyeri yang dirasakan, apakah terasa tajam,
tumpul seperti terbakar, tertindih benda berat, tertusuk, menjalar.
3) Region : Di lokasi mana nyeri dirasakan.
4) Severity : Intensitas nyeri.
5) Time : Kapan nyerei mulai dirasakan.
1) Intensitas nyeri
2) Kualitas nyeri, terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau
ditusuk-tusuk.
3) Pola, pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau
interval nyeri
4) Faktor presipitasi, factor pencetus timbulnya nyeri.
5) Gejala yang menyertai, meliputi mual, muntah, pusing dan diare
6) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari.
7) Sumber koping, setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri
8) Respon afektif, respon klien bergantung pada situasi, derajat, dan
durasi nyeri, intepretasi tentang nyeri, dan faktor
2. Kaji tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu tubuh.
3. Kaji respon perilaku dan fisiologis
1) Respon non verbal: ekspresi wajah, misal menutup mata rapat-rapat
atau membuka mata lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan seringai
wajah.
2) Respon perilaku: menendang-nendang, membalik-balikkan tubuh di
atas kasur, dll.
3) Respon fisiologis: nyeri akut misalnya peningkatan tekanan darah,
nadi, dan pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil akibat terstimulasinya
system saraf simpatis.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu keputusan klinik yang diberikan
kepada pasien mengenai respon individu untuk menjaga penurunan kesehatan,
status, dan mencegah serta merubah, Nanda (2011).
1. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif :
1). Tampak meringis
2).Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi
menghindari nyeri)
3). Gelisah
4). Frekuensi nadi meningkat
5). Sulit tidur
Gejala dan Tanda mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif :
1). Tekanan darah meningkat
2). Pola nafas berubah
3). Nafsu makan berubah
4). Proses berpikir terganggu
5). Menarik diri
6). Berfokus pada diri sendiri
7). Diaforesis
Kondisi klinis terkait :
1). Kondisi pembedahan
2). Cedera traumatis
3). Infeksi
4). Sindrom koroner akut
5). Glaukoma
2. Gangguan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri
Penyebab :
1). Kerusakan integritas struktur tulang
2). Perubahan metabolisme
3). Ketidakbugaran fisik
4). Penurunan kendali otot
5). Penurunan masa otot
6). Penurunan kekuatan otot
7). Keterlambatan perkembangan
8). Kekakuan sendi
9). Kontraktur
10). Malnutrisi
11). Gangguan muskoloskeletal
12). Gangguan neuromuskular
13). Indeks masa tubuh diatas persentil ke 75 sesuai usia
14). Efek agen farmakologis
15). Program pembatasan gerak
16). Nyeri
17). Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
18). Kecemasan
19). Gangguan kognitif
20). Keenganan melakukan pergerakan
21). Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
1). Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif :
1). Kekuatan otot menurun
2). Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1). Nyeri saat bergerak
2). Enggan melakukan pergerakan
3). Merasa cemas saat bergerak
Objektif :
1). Sendi kaku
2). Gerakan tidak terkoordinasi
3). Gerakan terbatas
4). Fisik lemah
Kondisi klinis terkait :
1). Stroke
2). Cedera medula spinalis
3). Trauma
4). Fraktur
5). Osteoarthitis
6). Ostemalasia
7). Keganasan
3. Gangguan integritas kulit
Definisi: Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kartilago, kapsul sendi dan
atau ligamen)
Penyebab :
1). Perubahan sirkulasi
2). Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3). Kekurangan/kelebihan volume cairan
4). Penurunan mobilitas
5). Bahan kimia iritatif
6). Suhu lingkungan yang ekstrem
7). Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi,
energi listrik bertegangan tinggi)
8). Efek samping terapi radiasi
9). Kelembapan
10). Proses penuaan
11). Neuropati perifer
12). Perubahan pigmentasi
13). Perubahan hormonal
14). Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif :
1). Nyeri
2). Perdarahan
3). Kemerahan
4). Hematoma
Kondisi klinis terkait:
1). Imobilisasi
2). Gagal jantung kongestif
3). Diabetes melitus
4). Imunodefisiensi (misalnya AIDS)
4. Defisit Pengetahuan
Definisi: ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu.
Penyebab :
1) keterbatasan kognitif
2) gangguan fungsi kognitif
3) kekeliruan mengikuti anjuran
4) kurang terpapar informas
5) kurang minat dalam belajar
6) kurang mampu mengingat
7) ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Subjektif : menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif : 1) menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
2) menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
Kondisi Klinis Terkait:
1) kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
2) penyakit akut
3) penyakit kronis.
5. Risiko infeksi
Definisi : berisiko mengalami peninhgkatan terserang organisme patogenik
Faktor risiko :
1). Penyakit kronis (misal diabetes melitus)
2). Efek prosedur invasif
3). Malnutrisi
4). Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5). Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
a. Gangguan peristaltik
b. kerusakan integritas kulit
c. Perubahan sekresi pH
d. Penurunan kerja siliaris
e. Ketuban pecah lama
f. Ketuban pecah sebelum waktunya
g. Merokok
h. statis cairan tubuh
6). Ketidakstabilam pertahanan tubuh sekunder;
a. penurunan hemoglobin
b. imnosupresi
c. leukopeni
d. supresi respon inflamasi
e. vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait :
1). AIDS
2). Luka bakar
3). Penyakit paru obstruktif kronis
4). Diabetes melitus
5). Tindakan invasif
6). Kondisi penggunaan steroid
7). Penyalahgunaan obat
8). Ketuban pecah sebelum waktunya
9). Kanker
10). Gagal ginjal
11). Imunosupresi
12). Lymphedema
13). Leukositopenia
14). Gangguan fungsi hati
1.3.3 Intervensi
Menurut UU perawat no 38. Th 2014 perencanaan merupakan semua rencana
yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang diberikan kepada
pasien.

1. Nyeri akut
Tujuan : Tingkat nyeri menurun dan kontrol nyeri meningkat
Kriteria Hasil :
1). Tidak mengeluh nyeri
2). Tidak meringis
3). Tidak bersikap protektif
4). Tidak gelisah
5). Tidak mengalami kesulitan tidur
6). Frekuensi nadi membaik
Intervensi :
1). Observasi
a. identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
b. identifikasi skala nyeri
c. Identifkasi respons nyeri nonverbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2). Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (misalnya TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain).
b. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(misal suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3). Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
yeri
4). Kolaborasi : kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan : Meningkatnya kemampuan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri
Kriteria Hasil :
1). Pergerakan ekstremitas meningkat
2). Kekuatan otot meningkat
3). Rentang gerak meningkat
4). Nyeri menurun
5). Kecemasan menurun
6). Kelemahan fisik menurun
Intervensi:
1). Observasi
a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
2). Terapetik
a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
( misalnya pagar tempat tidur)
b. Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
3). Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
b. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(misalnya duduk ditempat tidur, duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
3. Gangguan integritas kulit
Tujuan : kerusakan integritas kulit dapat teratasi dan penyembuhan luka
meningkat
Kriteria hasil :
1). Kerusakan lapisan kulit tidak terjadi atau menurun
2). Perfusi jaringan meningkat
3). Elastisitas dan hidrasi meningkat
4). Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
suhu, pigmentasi)
Intervensi :
1). Observasi :
a. Monitor karakteristik luka ( misalnya drainase,
warna, ukuran, bau)
b. Monitor tanda-tanda infeksi
2). Terapeutik :
a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
b. Cukur rambut di sekitar daerah luka jika perlu
c. Bersihkan dengan cairan Nacl atau pembersih
nontoksis sesuai kebutuhan
d. Bersihkan jaringan nekrotik
e. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi jika perlu
f. Pasang balutan sesuai jenis luka
g. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
luka
h. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
3). Edukasi
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
c. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
4). Kolaborasi
a. Kolaborasi prosedur debridement (misalnya
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik) jika perlu
b. Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
4. Defisit Pengetahuan
Tujuan: meningkatnya pengetahuan
Kriteria hasil: 1) Tingkat pengetahuan tentang penyakit meningkat
2) Perilaku sesuai dengan pengetahuan
Intervensi : 1) Observasi:
a. identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat.
2) terapeutik:
a. sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya.
3) edukasi:
a. jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
b. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat.
5. Resiko Infeksi
Tujuan : meningkatnya status imun dan kontrol resiko infeksi
Kriteria hasil :
1). Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (misalnya
demam, kemerahan, nyeri dan bengkak)
2). Kadar sel darah putih membaik
Intervensi :
1). Observasi : monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
2). Terapeutik :
a. Batasi jumlah pengunjung
b. Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
tinggi
3). Edukasi :
a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c. Ajarkan etika batuk.
d. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4). Kolaborasi : kolaborasi dalam pemberia imunisasi jika perlu
1.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencenaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya, Nanda, (2012). Implementasi
merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan intervensi
keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien. Selalu pikirkan terlebih
dahulu ketepatan suatu intervensi sebelum mengimplementasikannya. Pedoman
klinis atau protokol merupakan dokumen berbasis bukti yang membimbing
keputusan dan intervensi untuk masalah kesehatan tertentu. Saat mempersiapkan
pelaksanaan intervensi, lakukan pengkajian ulang pada klien, tinjau dan revisi
rencana asuhan keperawatan yang ada, organisasi sumber daya dan penyampaian
layanan, antisipasi dan cegah komplikasi, serta implementasikan intervensi
tersebut.
1.3.5 Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2012).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam Wardani,
2013).
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner & suddarth. 2014. Keperawatan medikal-bedah edisi 8 vol 2.Jakarta:EGC

Hidayat, A. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba


Medika.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
Mubarak, IW.2012.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba Medika
Nanda Nic-Noc, 2015. Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis Medis &
Nanda. Jilid 1 : Yogyakarta

Nanda.2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : Egc, 2011

Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan :Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku


Kedokteran : EGC
Nurhayati, 2011. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Komunitas (Makalah,
diakses Januari 2020). Jakarta: Prodi DIII Keperawatan RSIJ FKK
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Kepeawatan Indonesia: Definisi dan indikator


Diagnostik, Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan


keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil


keperawatan, Edisi 1Cetakan Ke 2. Jakarta: DPP PPNI

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.

Potter, P., & Perry, A. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Saputra. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Syaifudin. (2011). Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Salemba Medika.


Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi ke
Empat. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat & de jong.2013.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai