KASUS I
DIARE AKUT DEHIDARASI RINGAN SEDANG +
HIPOTIROID + LARINGOMALASIA + ATRIAL
SEPTAL DEFECT (ASD) SECUNDUM KECIL
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Diare
1.1.1 Definisi
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. Diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi dan bisa
membahayakan jiwa. Normalnya, feses mengandung 60-85% air yang
dikeluarkan tubuh setiap hari selama defekasi. Pada kondisi diare, tubuh
kehilangan lebih dari empat kali volume air yang dikeluarkan bersama feses.
Garam, natrium dan kalium dieksresikan bersama dengan air dan
menyebabkan penurunan pH (asidosis). Kehilangan cairan juga bisa
meningkat bila diare disertai dengan muntah. Kondisi kehilangan cairan
tersebut dapat disebut dengan dehidrasi yang menjadi berbahaya bila terjadi
khususnya pada bayi dan anak-anak (Nathan, 2010). Diare dibagi menjadi 3
yatu diare akut, persistent dan kronik (Berardi et al, 2009):
Diare akut pada umumnya terjadi kurang dari 14 hari dan dapat diatasi
dengan penggunaan larutan pengganti cairan dan pengobatan secara
swamedikasi.
Diare persistent adalah diare yang terjadi antara 14 hari-4 minggu dan
harus segera di rujuk ke dokter
Diare kronis adalah diare yang terjadi lebih dari 4 minggu dan harus
segera dirujuk ke dokter.
1.1.2 Etiologi
Diare akut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
Bakteri
Beberapa bakteri seperi Escherchia coli dan Staphylococcos aureus yang
dapat menghasilkan toksin dan terikat di mukosa usus halus sehingga
mengakibatkan hipersekresi cairan. Pada keadaan ini terkadang tidak
disertai demam atau gejala lain. Bakteri Salmonella sp dan Shigella sp
secara langsung mengenai pada bagian sel epitel mukosa dan
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Diare
bakteri fekal. Karakteri stik dari diare di usus halus adalah: polanya
cepat, kecil, dan merupakan pasangan ledakan dari gelombang.
Gelombang ini tidak efisien, tidak mengikuti absorbsi, dan dengan
cepat memompa chime ke dalam kolon. Di kolon chime melampaui
kapasitas absorbs kolon (Mims dan Curry, 2015).
1.1.4 Gejala Klinis
Gejala diare meliputi :
Frekuensi buang air besar melebihi normal
Feses encer/cair dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus
Pada beberapa kasus ditandai sakit/kejang perut serta mual dan muntah
Demam (> 38 ◦C)
Gejala pada anak yaitu terjadi dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari 2 macam yaitu dehidrasi ringan/sedang dan berat.
a. Dehidrasi ringan/sedang ditandai dengan rasa gelisah, mata cekung,
mulut kering, terasa sangat haus, ketika kulit dicubit akan kembali
dengan lambat
b. Dehidrasi berat ditandai dengan lesu, tak sadar, mata sangat cekung,
mulut sangat kering, malas/tidak bisa minum, ketika kulit dicubit akan
kembali sangat lambat (Mims dan Curry, 2015; Simadibrata M., et al.,
2010).
1.1.5 Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau
demam, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan renjatan
hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik
lanjut.
Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta
suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini
akan merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada
keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar
juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat negatif.
1.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan oleh diare akut meliputi :
a) Infeksi menyebar
b) Ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi
c) Intoleran laktosa
d) Irritable bowel syndrome
1.1.7 Diagnosis
Diagnosis pasien diare akut infeksi bakteri memerlukan pemeriksaan
sistematik dan cermat. Perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang
dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik,
riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Riwayat pasien meliputi onset, durasi, frekuensi, konsistensi, penampilan,
adanya buang air besar (BAB) disertai darah, dan muntah. Selain itu, perlu
diketahui riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit dahulu, penyakit
komorbid, dan petunjuk epidemiologis. Pemeriksaan fisik meliputi berat
badan, suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi napas, tekanan darah, dan
pemeriksaan fisik lengkap.
Evaluasi laboratorium pasien diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses.
Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada, dianggap sebagai
penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non-infeksi. Sampel harus
diperiksa sesegera mungkin karena neutrofil cepat berubah. Sensitivitas
leukosit feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% -
95% tergantung pada jenis patogennya.
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah
laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan
neutrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon.
Positif palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang mudah
disiapkan dengan dicampur air (Farthing M., et al., 2013).
Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien
harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak merasa haus
pertama kalinya (Farthing M., et al., 2013).
Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan
normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen
kalium diberikan sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dipantau dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian
harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin (Farthing M., et
al., 2013).
b. Modifikasi diet
Pada pasien diare biasanya nafsu makan menurun. Pasien diare
seharusnya tetap menjaga nutrisi karena makanan akan membantu
memulihkan hilangnya nutrisi dan volume cairan. Mungkin beberapa
makanan dapat mengiritasi saluran cerna, bahkan ada yang terlibat sebagai
penyebab diare. Berikut makanan yang dapat membantu meningkatkan
nafsu makan yaitu beras, pisang, gandum, dan dedak (Mims and Curry,
2015).
2. Terapi Farmakologi
a. Suplemen Zink
Zink merupakan komponen nutrisi yang banyak terdapat pada
semua jaringan tubuh. Adanya zink dapat membantu dalam perkembangan
jaringan dan sistem imun. Pemberian zink khususnya untuk bayi dan anak-
anak bertujuan untuk membantu dalam perkembangan jaringan sehingga
sistem perncernaan dapat terbentuk sempurna. Dosis 10-20 mg per hari
sampai diare berhenti. Pada penelitian juga menyebutkan bahwa
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
cairan. Yogurt dapat digunakan untuk mengatasi diare pada pasien yang
intoleran dengan laktosa. Lactobacillus acidophilus pada yogurt dan keju
dapat membantu dalam mencerna laktosa dan dapat untuk mencegah atau
mengurangi frekuensi diare yang berhubungan dengan kekurangan enzim
lactose dan peningkatan konsumsi susu. Meskipun lactase bukan termasuk
probiotik, tablet lactase dapat digunakan untuk mencegah diare pada
pasien yang mudah mengalami diare (Mims and Curry, 2015).
e. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada diare yang disebabkan karena infeksi
secara terusmenerus dapat menyebabkan resisten. Pemberian antibiotik
spektrum luas sebaiknya dipertimgbankan untuk diare akut yang
disebabkan oleh Campylobacter, Salmonella, dan Shigella yang dapat
menyebabkan demam sedang sampai berat dan pendarahan pada feses
(Mims and Curry, 2015).
1.2 Dehidrasi
1.2.1 Definisi
Dehidrasi adalah suatu kondisi tubuh yang abnormal di mana sel-sel
tubuh kekurangan cairan. Otot, organ, dan jaringan di dalam tubuh terdiri
dari 70% air, dan air juga sangat penting untuk berbagai proses
metabolisme tubuh (Mims dan Curry, 2015). Berdasarkan pada derajat
dehidrasi dan hilangnya cairan terus menerus, maka cairan dan elektrolit
perlu diganti baik secaraintavena maupun secara oral. Dehidrasi bisa
ringan, sedang, atau berat, berdasarkan pada seberapa banyak cairan tubuh
yang hilang. Dehidrasi berat adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa
(Itokazu, et al., 2009).
1.2.2 Klasifikasi Dehidrasi
Pada pasien anak dengan diare perlu diperiksa apakah mengalami
dehidrasi yang kemudian diklasifikasikan status dehidrasinya untuk
mendapatkan terapi obat yang tepat.
Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Dehidrasi Anak dengan Diare (WHO, 2005)
Klasifikasi Tanda dan Gejala
Degidrasi Berat Terdapat 2 atau lebih dari tanda :
letargi/tidak sadar, mata cekung, tidak
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Monitoring serum total atau serum bebas T4 dan TSH harus di pantai
secara rutin pada pediatri yang memakai levothyroxine. Penyesuaian dosis
harus dilakukan jika terjadi perubahan berat badan yang signifikan serta
bertambahnya umur. Penilaian TSH harus dilakukan 4-6 minggu setelah
perubahan dosis.
1.4 Laringomalasia
Laringomalasia adalah kelainan kongenital pada laring berupa flaksiditas
dan tidak ada koordinasi antara kartilago supraglotik, mukosa aritenoid, plika
ariepiglotika dan epiglotis. Akibatnya terjadi kolaps dan obstruksi saluran
napas yang menimbulkan gejala utama berupa stridor inspiratoris kronik pada
bayi dan anak.
Penyebab laringomalasia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti,
namun terdapat tiga teori yang menjelaskan patofisiologi laringomalasia yaitu
teori anatomi, teori kartilago dan teori neurogenik.6 Teori anatomi
menyatakan anatomi laring pada neonatus memiliki bentuk yang khusus yaitu
(a) epiglotis dapat berbentuk tubular, atau omega dan relatif lebih panjang
dibandingkan dengan panjang laring, (b) epiglotis dapat jatuh ke bagian
posterior dan ikut serta dalam flasid supraglotis tersebut, (c) lipatan
ariepiglotika yang panjang, relatif lebih besar, dan memiliki mukosa yang
lunak, dan (d) lipatan ariepiglotika pada bagian medial dan inferior dari
supraglotis dapat menyebabkan penyempitan lumen.7 Teori kartilago
menyatakan kartilago laring yang belum matang memiliki kelenturan
abnormal. Teori neurogenik menyatakan tidak berkembangnya atau integritas
yang abnormal dari sistem saraf pusat dan inti batang otak yang bertanggung
jawab untuk bernafas dan patensi jalan nafas.
Klasifikasi gambaran penyakit laringomalasia berdasarkan beratnya stridor
dan gejala makan, terdiri dari ringan, sedang dan berat. Laringomalasia ringan
terjadi pada 40% kasus dimana tidak berhubungan dengan gangguan makan.
Laringomalasia sedang terjadi pada 40% kasus, terdapat stridor dengan gejala
gangguan makan dan saturasi oksigen ≤96%. Laringomalasia berat terjadi
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
dan lamanya aliran yang tidak normal dan interaksinya dengan vaskular
pulmonal. Penentu utama dari besarnya dan arah aliran yang tidak normal
adalah kepatuhan yang relatif dari ventrikel. Selama periode transisi neonatal
ketika terjadi resistensi pembuluh darah paru menurun dan dinding ventrikel
kanan menjadi lebih tipis dan karenanya lebih sesuai dibandingkan dengan
ventrikel kiri, ada peningkatan pirau kiri ke kanan. Studi berbasis kateter pada
dinamika aliran di ASD memberikan wawasan tentang pola sirkulasi selama
berbagai fase siklus jantung. Aliran tidak normal dari pirau kiri ke kanan
maksimum terjadi selama diastole ketika keempat ruang jantung saling
berhubungan. Kontraksi atrium lebih lanjut menambah aliran semakin tidak
normal. terjadinya pirau kanan-ke-kiri yang kecil, terutama dari darah IVC
dapat terjadi selama diastole awal atau selama permulaan sistol. Besar dan
jumlah aliran tidak normal bervariasi dengan siklus pernafasan. Selama
inspirasi, ketika tekanan intratoraks menurun, ada penurunan pirau kiri ke
kanan di ASD. Sebaliknya, selama ekspirasi, ketika tekanan intratoraks
meningkat, ada peningkatan pirau kiri ke kanan (Allen, H.D., 2013).
Manajemen terapi ASD yaitu sebagai berikut :
Batasan latihan tidak diperlukan, kecuali simtomatik.
Penutupan non bedah dari defek menggunakan penutupan kateter yang
diberikan perangkat telah menjadi metode yang disukai, asalkan indikasi
tepat.
Perangkat ini hanya berlaku untuk ASD sekundum. Penggunaan dari
perangkat penutup dapat diindikasikan untuk cacat dengan diameter
berukuran ≥5 mm (tetapi kurang dari 32 mm untuk perangkat Amplatzer
dan kurang dari 18 mm untuk perangkat Helex) dengan bukti volume RA
dan RV kelebihan beban.
Di Amerika Serikat, saat ini Amplatzer septal occluder (AGA Medis) dan
Helex septum oklusi (W. L. Gore dan Associates) disetujui untuk penutupan
ASD sekundum.
Harus ada cukup rim (4 mm) jaringan septum di sekitar defek untuk
penempatan perangkat yang tepat.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Keluhan utama :
Diare berlendir, berampas, batuk, dan sesak nafas
Diagnosis :
Diare akut dehidrasi ringan sedang + Hipotiroid + Laringomalasia + ASD
Secundum Kecil
Alasan MRS :
Diare, batuk, dan sesak nafas
Riwayat pengobatan :-
No. RM : 12.58.xx.xx Ruang asal IGD Diagnosis : Diare Akut Dehidarasi Ringan Tgl. MRS / KRS : 7 April 2019/ 9 April 2019
Nama / umur : An. AA/ L Sedang + Hipotiroid + Keterangan : Sembuh / Pulang Paksa /
BB / TB / : 8,8 kg / 82 cm / - m2 Laringomalasia + ASD KRS Meninggal
LPT Secundum Kecil Pindah : 8 April 2019
Alamat : Bulak Setro Alasan MRS / : Diare berlendir, ada ampas, ruangan/Tgl
Riwayat : Tidak ada batuk, nafas sesak Nama Dokter : Prof. Dr. H. S. MS., dr.,
Alergi Riwayat : - SpA(K)
penyakit Nama Apoteker : Nina Sapti H., S. Farm.
ANALISA TERAPI
Tanggal Regimen Indikasi pada Pemantauan
Terapi Rute Komentar
Pemberian Dosis pasien Kefarmasian
Pada kasus diare anak, elektrolit yang paling banyak hilang
adalah Natrium, Kalium, dan Klorid sehingga dibutuhkan
terapi cairan yang dapat menggantikan. KAEN 3B
Rehidrasi dan merupakan terapi cairan rumatan untuk menggantikan
Kadar elektrolit
7/4/2019 KAEN 3B IV 450ml/jam replacement cairan elektrolit tubuh pasien yang hilang akibat diare atau
tubuh
cairan muntah (Agro, 2013). KAEN 3B juga mempunyai
komposisi dextrose sehingga dapat digunakan sebagai
support nutrisi. Infus KAEN 3B digunakan sebagai
rehidrasi terapi untuk rehidrasi 4 jam pertama diare
Rehidrasi Kadar elektrolit ORT yang direkomendasikan untuk diare akut adalah NS
8/4/2019 NaCl 0,9% IV 90ml/jam
cairan tubuh 0,9 % atau Ringer Laktat.
Zinc merupakan terapi tambahan untuk mengurangi
keparahan diare (WHO,2012). Hal ini dikarenakan zinc
dapat meningkatkan penyerapan air dan elektroit,
meningkatkan regenerasi epitel usus, dan meningkatkan
Mengurangi kekebalan tubuh, dan memungkinkan untuk pembersihan
20mg/ 24 Frekuensi dan yang lebih baik dari patogen. Dosis yang
8/4/2019 Zinc PO keparahan
jam lamanya diare direkomendasikan untuk anak yaitu 1 tablet (20 mg) tiap
diare
24 jam, diberikan selama 10 hari berturut-turut. Zinc aman
dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zinc diberikan satu
kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari)
sedangkan oralit diberikan tiap kali pasien BAB sampai
diare berhenti.
1 sachet/ Membantu Frekuensi dan Pada kondisi diare banyak bakteri patogen sehingga dapat
8/4/2019 Probiotik PO
24 jam memperbaiki lamanya diare memicu toksin yang menyebabkan diare. Bakteri patogen
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
Masalah :
Hari /
No Kode Masalah Uraian Masalah Rekomendasi
Tanggal
1. Senin, 3b. Kurang dosis obat Pasien (BB 8,8 kg) mendapatkan Dosis euthyrox : usia 1-5 tahun = 5-6 mcg/kg/hari
8/4/2019 mendapat terapi euthyrox dengan Perhitungan dosis : (5-6) mcg x 8.8 kg = 44 -52.8
dosis 37,5 mcg / 24 jam
mcg/hari
2. Senin, 8a. Interaksi obat- Pemberian terapi spironolakton dan P : Penggunaan deuretik hemat kalium dan ACE-I dapat
8/4/2019 obat lisinopril menimbulkan hiperkalemi
MONITORING
DAFTAR PUSTAKA
Allen, H.D., Driscoll, D.J., Shaddy, R.E., Feltes, T.F. 2013. Heart Disease In
Infacts, Children, and Adolescents Including the Fetus and Young Adult. 8th
ed. Volume 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.672-959.
Berardi, R. R., Ferreri,, S. P., Hume, A. L., Kroon, L. A., Newton, G. D.,
Popovich, N. G., Remington, T. L., Rollins, C. J., Shmp, L. A., Tieze, K. J.
2009. Diarrhea. Handbook of Nonprescripton Drugs. Washington :
Americn Pharmacist Association. pp 289-301.
Chisholm-Burns, M. A., et al., 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice. 4th
Editio. New York: McGraw-Hill Education
Devdhar M, Ousman YH, Burman KD. 2007. Hypothyroidism. Washington.
Endocrinol Metab Clin N Am. 36: 595-615
Mims, B.C. and Curry, C.E., 2015. Section 21: Constipation, Diarrhea, and
Irritable Bowel Syndrome in Pharmacotherapy Principle and Practice.
USA: The Mac Graw Hill Companies. p. 338-341.
Nathan, A. 2010. Diarrhea. Non-prescription Medicines 4th edition. London :
Pharmaceutical Press. pp.85-92
Park, M.K., & Salamat M. 2016. Park’s The Pediatric Cardiology Handbook. 5th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p.3-10; 99-204
Saputri, R. Ayu Hardianti, Melati Sudiro, Sinta Sari Ratunanda, Wijana. 2016.
Gambaran Klinis Pasien Laringomalasia di Poliklinik Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Periode Januari 2012-Maret 2015. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/ Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Suwondono P, Cahyanur R. 2008. Hipotiroidisme dan gangguan akibat
kekurangan yodium. Dalam: Penatalaksanaan penyakit penyakit tiroid bagi
dokter. Departemen ilmu penyakit dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta:
Interna publishing.
Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th ed. New
York: Pharmaceutical Press.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
UCSF & Mt Zion Nursing Services. 2018. Congenital Heart Defect. Cardiac
Defects Book. NursePub: p.3-26.
WHO. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children : A Global Prespective.
World Gastroenterology Organisation.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
KASUS II
CANCER CERVIKS IIIB + PRO CISPLATIN I
+ ANEMIA (5,5)
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
5. Agen infeksius
Virus HPV (Human Papiloma Virus) sub tipe 16 dan 18 menjadi penyebab
kanker serviks (Kemenkes RI, 2015)
6. Berhubungan seksual multipartner, merokok, mempunyai anak banyak, sosial
ekonomi rendah, pil KB (dengan HPV negatif atau positif), penyakit menular
seksual dan gangguan imunitas (Kemenkes RI, 2015)
1.1.3 Patofisiologi
Lesi neoplastik sel kanker berkembang menjadi kanker invasif pada lapisan
epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau
karsinoma in situ (KIS), menembus membran basalis dan berkembang menjadi
karsinoma mikroinvasif dan invasif (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks
awalnya asimptomatis berlanjut menjadi pendarahan vagina abnormal, nyeri
panggul dan dyspareunia. Berdasarkan WHO, epitel tumor terbagi menjadi
squamosa, glandular (adenokarsinoma), adenosquamosa karsinoma,
neuroendokrin dan karsinoma undiferensiasi (Marth, et al, 2017).
1.1.4 Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif
Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan sebagai skrining dan pemeriksaan
histopatologi sebagai konfirmasi diasnostik.
Tabel 1.1 Klasifikasi Lesi Prakanker hingga Karsinoma Invasif
Klasifikasi Sitologi Bathesda (2015) Klasifikasi Histopatologi WHO (2014)
Squamous Lesion Squamous cell tumors and precursor
A. Atypical squamous cells (ASC) A. Squamous intraepithelial lesions
Atypical squamous cells – - Low grade Squamous
undetermined significance (ASC- intraepithelial lesions (LSIL)
US) - High grade Squamous
Atypical squamous cells cannot intraepithelial lesions (HSIL)
exclude a high grade squamous B. Squamous cell carcinoma
intraepithelial lesion (ASC-H)
B. Squamous intraepithelial lesion
(SIL)
Low grade Squamous
intraepithelial lesion (SIL)
high grade Squamous
intraepithelial lesion (SIL)
- with features suspicious for
invasion
C. Squamous cell carcinoma
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.1.5 Diagnosis
Deteksi dini
1. Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC )
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
3. Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI)
4. Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)
Diagnosa
1. Anamnesis
Umumnya lesi prakanker tidak memberikan gejala. Gejala kanker
invasif adalah pendarahan dan keputihan. Gejala stadium lanjut berkembang
menjadi nyeri pinggul atau perut bawah karena desakan tumor sampai oligo
atau anuria. Gejala lanjutan sesuai infiltrasi tumor ke organ yang terkena
seperti fistula vesikovaginal, rektovaginal dan edema tungkai.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi serviks,
sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone scan , CT scan
atau MRI, PET scan (Kemenkes RI, 2015)
1.1.6 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks
Tabel 1.2 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks menurut FIGO (Kemenkes RI, 2015)
0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus
dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop.
Semua lesi yang terlihat secara makroskopik, meskipun invasi
hanya superfisial, dimasukkan ke dalam stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0
mm atau kurang pada ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm
dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di seviks atau secara
mikroskopik lesi lebih besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
4,0 cm atau kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
lebih dari 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding
panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
4,0 cm atau kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar
lebih dari 4,0 cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah
vagina dan/ atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai
dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/ atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/
atau meluas keluar panggul kecil (true pelvis)
IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,
keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,
mediastinal, atau para aorta, paru, hati atau tulang)
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
- Dukungan nutrisi
Tatalaksana nutrisi umum mencakup kebutuhan nutrisi umum (termasuk
penentuan jalur pemberian nutrisi), farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi
nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien kanker serviks dapat mengalami gangguan
saluran cerna, berupa diare, konstipasi, atau mual-muntah akibat tindakan
pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi. Pada kondisi-kondisi tersebut,
dokter SpGK perlu memberikan terapi nutrisi khusus, meliputi edukasi dan terapi
gizi serta medikamentosa, sesuai dengan masalah dan kondisi gizi pada pasien.
1. Nutrisi umum
Rumus Rule of Thumbs
a. Pasien ambulatory : 30-35 kkal/kgBB/hari
b. Pasien bedridden : 20-25 kkal/kgBB/hari
c. Pasien obesitas : menggunakan BB ideal
Direkomendasikan kebutuhan energi total pasien kanker sekitar 25-30
kkal/kgBB/hari
2. Makronutrien
a. Protein : 1,2-2,0 g/kgBB/hari, disesuaikan dengan fungsi ginjal dan
hati
b. Lemak : 25-30% dari energi total pasien kanker umum. 35-50% dari
energi total pasien kanker stadium lanjut dengan penurunan
BB
c. Karbohidrat : sisa perhitungan protein dan lemak
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
2.1 Anemia
Anemia adalah suatu gejala yang ditandai dengan rendahnya kadar
hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (RBC) yang menghasilkan penurunan
kapasitas darah pembawa oksigen. Berdasarkan WHO, anemia didefinisikan
apabila Hb <13 g/dl pada pria dan <12 g/dl pada wanita (Dipiro, 2015). Pada
kasus ALL, anak biasanya akan mengalami anemia (lebih dari 50%) baik
disebabkan oleh keganasan atau kanker dan terapinya (Rouli and Amalia, 2005).
1.1.1 Definisi
Gejala dan tanda anemia tergantung kecepatan perkembangan, umur dan
status kardiovaskular pasien. Anemia akut ditandai dengan gejala
kardiorespiratori seperti takikardia, sakit kepala, dan kesulitan bernapas. Anemia
kronis ditandai dengan kelemahan, kelelahan, sakit kepala, gejala gagal jantung,
vertigo, dingin, warna kulit memudar, dan pucat (Dipiro, 2015).
1.1.2 Gejala Klinis dan Penyebab Anemia
a. Penyebab umum
- Infeksi kronis : tuberkulosis, infeksi paru, HIV, endokarditis bakterial
subakut, osteomyelitis, infeksi saluran kemih
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
di dalam aliran darah. Sepanjang proses ini, sel bertahap mengumpulkan banyak
Hemoglobin dan kehilangan inti nukleus mereka (Li and Hoffman, 2008).
b. Hipopoliferatif atau anemia penurunan produksi
- Nutrisional
Maturasi eritrosit dipengaruhi oleh nutrisi seperti asam folat dan vitamin B12
yang berfungsi dalam pembentukan DNA. Besi berfungsi dalam perkembangan
fungsi eritrosit dan pembentukan Hb.
- Hipopoliferatif sumsum tulang
Beberapa pasien dengan pasien kronis memiliki mekanisme patofisiologis
tersendiri pada anemia. Pasien dengan penyakit kanker mengalami anemia
akibat kemoterapi atau efek dari kanker sendiri. Kemoterapi dapat menurunkan
produksi eritrosit matang. Pendarahan dapat mengganti sumsum tulang normal
dengan sel malignant, merilis sitokin yang memicu penurunan produksi
eritropoietin. Selain itu, hemolisis juga dapat berpengaruh.
- Penurunan produksi dan respon eritropietin
Pasien dengan CKD mengalami penurunan produksi eritropoietin karena
eritropoietin banyak diproduksi di ginjal (Li and Hoffman, 2008).
1.1.5 Penatalaksanaan Terapi
1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi anemia adalah menaikkan kadar hemoglobin sehingga
meningkatkan kapasitas sel darah merah pembawa oksigen, mengurangi alergi
dan mencegah komplikasi anemia. Penentuan tanda dan gejala klinis perlu
dilakukan. Pasien yang mengalami takikardi, kelelahan, pusing dan edema
mungkin tidak membutuhkan terapi agresif untuk mempertahankan nilai
hemoglobin dalam batas normal. Pencegahan komplikasi anemia seperti
hipoksia dan kardiovaskular dapat dihindari apabila kadar hemoglobin lebih
dari 7g/dl. Anemia tertentu (kehilangan darah, besi, asam folat, defisiensi
vitamin B12 atau penyakit kronis) harus ditentukan kemudian digunakan untuk
memandu terapi (Li and Hoffman, 2008).
a. Anemia defisiensi besi
- Besi oral dengan dosis harian 200 mg dalam 2-3 dosis terbagi
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Keluhan utama :
Pasien mengalami pendarahan pervagina, BAB tidak lancar terasa panas dan
nyeri, BAK keluar sedikit- sedikit pada bulan Januari 2019
Diagnosis :
Ca. Cervix IIIB + pro cisplatin I + anemia (5,5)
Alasan MRS :
Kemoterapi dan transfusi darah
Riwayat penyakit :-
Riwayat pengobatan :-
Paraf Apoteker
CATATAN :
-Riwayat pengobatan : Tidak ada
- Hasil : USG abdomen atas bawah : suspek massa solid endometrium (uk 6,03 x 6,95 x 5,96 cm), kista ovarium
USG/Photo/Thorax dextra, hidronephrosis sedang kanan disertai hydrouretes proximal kanan, multipel nephrolithiasis sinistra
Data Klinik
Nama Pasien : Ny. J No. RM : 12.72.XX.XX
Tanggal
No DATA KLINIK
15/4 16/4 17/4 18/4 Pasien didiagnosa Ca Cervix IIIB +
1 Suhu (36-37,5oC) 37 37 36,7 36,7 anemia. Pasien MRS untuk kemoterapi.
2 Nadi (60 – 100x/menit) 88 88 88 82
3 RR (18-20 x /menit) 20 20 18 20 Data klinik pasien dipantau untuk melihat
Tekanan Darah (120/80 124/ 120/ 110/ 110/ efektivitas terapi.
4
x/menit) 70 60 70 70
5 SaO2 98 98 98 98
6 KU / GCS 456 456 456 456
Data Laboratorium
DATA LABORATORIUM Tanggal Komentar
No
(yang penting) 12/4 17/4 17/4 DATA LAB. 12/4 Pasien mengalami anemia (5,5).
1 DL : Hb (11 – 14,7) 5,5 9,7 10,3 LFT : SGOT < 41 16 Dilakukan transfusi PRC untuk
2 Leukosit (3,37–10) x 103 19,74 17,3 SGPT < 38 13 menormalkan Hb sehingga dapat
3 Trombosit (150-450) x 103 616 482 Bili Total dilakukan kemoterapi
Diff. Count :
5 Lain-lain:
eo/baso/btg/seg/limf/mono
6 ANC Uric Acid
7 SE : K (3,8 – 5) 3,2 Albumin (3,4 -5) 2,8
8 Na (136 – 144) 131,0 GDA
9 Cl / Phospat (97-103) Cl=97 GDP < 37 80
10 Ca / Mg 2 jam PP 85
11 RFT : BUN (10-20) 7,0 BASO %
12 SCr (0,5 – 1,2) 0,53 Mono %
13 LDH (125 – 220) Neut %
14 CA (19 – 90) EO %
15 CRP Kimia( < 10) MCV (86,7 – 102,3)
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Analisa Terapi
Tanggal Regimen Indikasi pada Pemantauan
Terapi Rute Komentar
Pemberian Dosis pasien Kefarmasian
16/4/2019 Tranfusi PRC IV I kolf/hari Mengatasi Darah lengkap Rekomendasi tranfusi PRC dilakukan apabila Hb
anemia ≤8 g/dl dan dijaga kadarnya sampai 10 g/dl. Setiap
pemberian 1 unit transfusi PRC dapat menaikkan
1 g/dl Hb. (Carson, et al, 2016). Kadar Hb pasien
(10/3) 7,5 g/dl, untuk menaikkan Hb minimal 10
g/dl dibutuhkan 3 unit PRC.
17/4/2019 NaCl 0,9% IV 500 ml/24 Keseimbangan Data elektrolit Pada pasien kanker, gangguan keseimbangan
jam elektrolit KU Kadar Na+ elektrolit yang sangat sering terjadi terutama
hiponatremia. Hiponatremia berkontribusi
terhadap
kualitas hidup yang buruk, sehingga perlu
diberikan terapi cairan secara parenteral (Rosner
and Dalkin, 2014 ; Shirali, 2016)
18/4/2019 Cisplatin IV 60,38 mg Kemoterapi Ukuran sel dan Pasien didiagnosa kanker serviks stadium IIIB,
metastase pasien menerima tindakan kemoterapi dengan
pemberian Cisplatin 60,38 mg dengan tujuan
untuk memperkecil ukuran sel kanker dan
mencegah terjadinya metastase sel kanker.
ASUHAN KEFARMASIAN
Masalah :
Hari /
No Kode Masalah Uraian Masalah Rekomendasi / Saran
Tanggal
1. 18 April 9. Efek Samping Pasien menjalani kemoterpai dengan terapi Pemberian premedikasi mual-muntah yang
2019 Obat cisplatain 60,38 mg. Pemberian cisplatin diberikan sebelum kemoterapi
dapat menimbulkan efek samping mual-
muntah (75%-100%)
2. 18 April 9. Efek Samping Pemberian cisplatin dapat menimbulkan efek Pemberian terapi mual-muntah ondansetron po
2019 Obat samping delayed nausea and vomiting saat KRS
(DIH, 2009)
3. 18 April - Data pasien Perhitungan terapi sesuai
2019 BB = 52 kg, TB = 150 cm, Sk = 0,53, luas
tubuh = 1,208 m2, IMT = 15,56
GFR = 0,85 x [ (140 – 52) x 35] = 68,6
72 x 0,53 =
Pasien mendapat terapi kemoterapi Cisplatin
60,38 mg
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
MONITORING
Parameter Tujuan
Ukuran sel kanker Status metastase sel kanker Mengetahui efektifitas pemberian cisplatin
Mual-muntah Mengetahui efektifitas premedikasi pemberian cisplatin sebagai antiemetik
Mual-muntah Mengetahui efektifitas premedikasi pemberian cisplatin sebagai antiemetik
Data darah lengkap Mengetahui efektifitas pemberian transfusi PRC dan monitoring anemia
KONSELING
Informasi Obat kepada Perawat
No. Uraian Konseling
1. Memberikan informasi kepada perawat terkait Transfusi PRC digunakan untuk memenuhi kebutuhan darah untuk
pemberian transfusi PRC 1 kolf/hari meningkatkan hemoglobin dan mengatasi anemia. Transfusi PRC berikan
selama 4 jam/hari (Carson, et al, 2016)
2. Memberikan informasi kepada perawat terkait cara Deksametason diberikan sebanyak 2 ampul (10 mg) secara IV bolus pelan untuk
pemberian Deksametason IV menghindari terjadinya efek samping obat dan diberikan selama 30 menit
sebelum pemberian Cisplatin. (BC Cancer Agency, 2011)
3. Memberikan informasi kepada perawat terkait cara Ondansetron diberikan sebanyak 1 ampul (8 mg) IV dan diinjeksikan secara
pemberian Ondancetron IV lambat selama sekitar 2 – 5 menit. (BC Cancer Agency, 2011)
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
KASUS III
FOURNIER GANGRENE DEBRIDEMENT
NECROTOMI
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
b. Surgical Debridement
Debridement yang segera (<24 jam) diperlukan pada pasien yang sudah
jelas dicurigai Fournier gangrene untuk menyelamatkan pasien. Debridement
dilakukan untuk menghentikan perkembangan infeksi. Insisi yang panjang dibuat
melalui kulit dan jaringan subkutan, diperdalam hingga area yang sehat hingga
fasia ditemukan. Lemak dan fasia yang mengalami nekrosis harus dieksisi dan
luka dibiarkan terbuka. Prosedur kedua diindikasikan 24 hingga 48 jam kemudian
apabila ada keraguan tentang cukup tidaknya debridement awal. Orchiectomy
hampir tidak pernah diperlukan, karena testis memiliki sumber pendarahan yang
bebas dari fasia yang terinfeksi dan sirkulasi kutaneous dari skrotum. Diversi
suprapubik harus dilakukan jika ditakutkan adanya trauma uretra atau ekstravasasi
urin. Kolostomi dilakukan apabila ada perforasi kolon ataupun rektum atau
kontaminasi feses terhadap luka debridement.
c. Terapi oksigen
Terapi oksigen hiperbarik dapat dipertimbangkan pada fasilitas yang tersedia.
Penutupan luka baik secara primer atau memerlukan teknik rekonstruksi
dilakukan setelah tanda-tanda infeksi lokal telah diatasi.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Keluhan utama :
Pasien datang dengan keluhan bengkak dan nyeri pada penis dan scrotum,
demam, mual
Diagnosis :
Fournier gangrene debridement necrotomi
Alasan MRS :
Bengkak pada scrotum
Riwayat penyakit :-
Riwayat pengobatan :-
No. RM : 12.74.XX.XX Ruang asal IGD Diagnosis : Fournier Gangrene Tgl. MRS / KRS : 16/04/2019
Nama / umur : Tn . Y / 51 tahun / L Debridement Necrotomi Keterangan KRS : Sembuh / Pulang Paksa /
BB / TB / : 60 kg / 160 cm / - m2 Alasan MRS : Bengkak pada scrotum Meninggal
LPT Riwayat : Tidak ada Pindah : 18/04/2019
Alamat : Lamongan penyakit ruangan/Tgl
Riwayat : Tidak ada Nama Dokter : Prod. Dr. dr. D., Sp.U.
Alergi Nama Apoteker : Nina Sapti H., S.Farm.
Tanggal Pemberian Obat
No Nama Obat dan Dosis Regimen
16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4 22/4 23/4 24/4 25/4 26/4
1 Infus NS 0,9% 1000 ml / 24 jam √ √ √ √ √ √ √ √ //
2 Ceftriaxone 1 g iv / 12 jam - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Metronidazole 500 mg iv / 8 jam - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Metamizole (antrain) 1 g / 8 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Paraf Apoteker
CATATAN :
-Riwayat pengobatan : Ceftriaxone, dexamethasone, paracetamol, minyak tawon
- Hasil Photo Thorax : Pemeriksaan umum :
Genetalia, anus, dan rectum : Genetalia pus (+), gangrene (+), jaringan nekrotik (+) ; Skrotum : edema (+), eritema
- Riwayat operasi (+), hangat (+)
: Diagnosa pra bedah : Fournier gangrene; diagnosa pasca bedah : Fournier gangrene post debridement necrotum
Tindakan operasi : debridement nekrotomi; Tgl. OP : 17/04/2019; Sign in : 16.30; Time out : 17.00; Selesai OP : 19.00;
Sign out : 19.15
Anestesi : naropine, Jenis OP: Besar/ Kotor/ darurat
- Hasil Kultur :-
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Tanggal
16/04/2019 17/04/2019 18/4 19/4 20/4 21/4 22/4
No DATA KLINIK
21.30
21.40
22.10
23.10
16.00
20.00
07.00
08.00
17.00
22.00
08.00
14.15
07.00
09.30
17.05
15.10
pagi
1 Suhu (36-37,5oC) 37 36 36,1 36,1 38,7 37 36,7 37
Nadi (60 – 90
2 98 80 80 80 88 98 90 76
100x/menit)
RR (18-20 x 20
3 20 20 20 20 20 20
/menit)
12 12 14 11 140/
Tekanan Darah 120/ 120/ 130/ 140/
4 0/9 0/9 0/9 0/9 90
(120/80 x/menit) 90 90 80 90
0 0 0 0
5 SaO2 99 99 99 98 98 96
45 45 45 45 45 456
6 KU / GCS 456 456 456
6 6 6 6 6
7 Kejang / MS
8 Rh / Wh
9 Mual
10 Batuk
11 Produksi Urin 1600
12 Skala Nyeri 2 3 3 4 3 3 3 3 2 2
Komentar :
Pada pasien dilakukan operasi debridement necrotomi pada tanggal 17/4/2019 (16.30)
Pasien mengalami nyeri, dengan skala nyeri 2-4 selama MRS
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Data Laboratorium
DATA Tanggal Komentar :
No LABORATORIUM
16/4 17/4 18/4 DATA LAB. 16/4 18/4
(yang penting) Leukosit pasien ntercatat
1 DL : Hb (11 – 14,7) 13,2 8,7 LFT : SGOT < 41 28 lebih dari normal
Leukosit (3,37–10) x menandakan pasien
2 18,43 12,15 SGPT < 38 24
103
mengalami infeksi
Trombosit (150-450) x
3
103
150 137 Bili Total Albumin pasien tercatat
4 RBC Bili Dir/Indir dibawah normal tetapi tidak
Diff. Count : berbeda jauh dengan nilai
5 eo/baso/btg/seg/limf/mon Lain-lain: normal
o Nilai Natrium
6 ANC Uric Acid dan kalium pasien sedikit
7 SE : K (3,8 – 5) 3,2 3,0 Albumin (3,4 -5) 3,1 3,1 dibawah nilai normal, oleh
8 Na (136 – 144) 127 129 GDA 180 180 karena itu dilakukan
Cl / Phospat (97- pemantauan untuk menilai
9 Cl = 91 Cl = 95 GDP < 37
103) efektivitas terapi yang
Ca diberikan.
10 Ca / Mg 2 jam PP
=7,5
11 RFT : BUN (10-20) 19 BASO %
12 SCr (0,5 – 1,2) 1,08 Mono %
13 LDH (125 – 220) Neut %
14 CA (19 – 90) 29 EO %
15 CRP Kimia( < 10) 90 MCV (86,7 – 102,3)
16 CEA ( < 5) 23,7 HCT (35,2 – 46,7)
17 CA – 125 (<35) APTT (23-33)
18 HbsAG Rapid Test PPT (9 – 12)
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ANALISA TERAPI
Tanggal Regimen Indikasi pada Pemantauan
Terapi Rute Komentar
Pemberian Dosis pasien Kefarmasian
16/4/2019 Infus NS 0,9% IV 1500 ml/ Cairan elektrolit Kadar elektrolit Infus NS mengandung NaCl 0,9% yang setara
24 jam dengan ion Na+ 154 mEq/L dan Cl- 154
mEq/L. Infus NaCl 0,9% diberikan
sebagai rumatan cairan harian. Natrium
mengontrol distribusi air, keseimbangan
cairan dan tekanan osmotik cairan tubuh.
Klorida memiliki aksi buffering saat
pertukaran O2 dan CO2 di sel darah merah
(McEvoy, 2011).
16/4/2019 Metamizole IV 1 g/ 8 jam Mengatasi nyeri Skala nyeri Metamizol meruapakan golongan NSAID
pasca operasi, dengan mekanisme menghambat enzim COX-
sebagai anti- 1 dan COX-2 yang mengakibatkan penurunan
inflamasi sintesis prostalglandin. Pasien mengalami
nyeri perut karena adanya inflamasi di luka
sehingga penggunaan Metamizol selain
mengatasi nyeri juga digunakan untuk
antiinflamasi. Dosis Metamizole untuk
dewasa adalah 500 mg tiap 6-8 jam, dapat
diinjeksikan secara IV maupun IM.
17/4/2019 Ceftriaxone IV 1 g/ 8 jam Antibiotik Suhu, nadi, RR, Ceftriaxone merupakan antibiotik gram
(Sepalosporin leukosit negative spectrum luas, dengan aktivitas
generasi 3) bakteriosida. Dosis 1-2 gram/12-24 jam. IV
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
18/4/2019 Metronidazole IV 500 mg/ Antibiotik Suhu, nadi, RR, intermiten diberikan selama 30 menit,
12 jam leukosit sedangkan untuk IV diberikan 1-4 menit
(AphA, 2014).
ASUHAN KEFARMASIAN
Masalah :
Hari / Kode
No Uraian Masalah Rekomendasi / Saran
Tanggal Masalah
1. 16/4/ 2019 2 Pasien mengeluh nyeri hilang timbul post operasi. Pasien Monitoring skala nyeri pasien hingga nyeri pasien
mendapatkan terapi metamizole 1 g/ 8 jam iv sebagai terkontrol
terapi megatasi nyeri post operasi (WHO, 2009)
2. 16/4/ 2019 1b Pasien mengalami hipokalemia. K+= 3,2 mEq/L Kadar kalium pasien rendah, termasuk dalam hipokalemi
Kebutuhan K+ = 0,6 x 60 x (3,6-3,2) + 40 mEq/L = 54,4 ringan. Pasien dapat diberikan terapi oral KSR 600 mg
mEq/L tiap 8 jam dan pemberian asupan makan yang
mengandung kalium seperti pisang dan alpukat untuk
intake kalium.
3. 16/4/ 2019 1b Kadar albumin pasien rendah yaitu 3,1. Pasien belum Kadar albumin pasien rendah sehingga perlu penambahan
mendapatkan terapi untuk mengatasi hipoalbumin terapi untuk intake albumin seperti pemberian terapi
vipalbumin
4. 17/4/ 2019 2 Pasien mengeluh nyeri dengan tanda vital Suhu: 38,7o; Melakukan monitoring tanda-tanda infeksi dan dilakukan
nadi= 88x/menit; RR=22x/menit, skala nyeri 3; leukosit kultur pus untuk mengetahui penyebab infeksi
18,43; pus (+)
Pasien mendapatkan terapi antibiotik empiris ceftriaxone
untuk mengatasi infeksi
5. 17/4/ 2019 7 Pasien mengalami demam, dan mengeluh nyeri Melakukan monitoring tanda-tanda infeksi karena lama
Suhu: 38,7o; nadi= 88x/menit; RR=22x/menit, skala nyeri penggunaan antibiotik empiris terbatas dan tetap
3; leukosit 18,43; pus (+) diberikan sampai hasil kultur keluar
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
MONITORING
No. Parameter Tujuan
1. Tanda-tanda SIRS (Suhu, nadi, RR, Leukosit), luka Memonitoring efektifitas penggunaan kombinasi antibiotik ceftriaxone dan
operasi metronidazole.
2. Kadar elektrolit Memonitoring efektifitas penggunaan infus NaCl 0,9%
3. Skala nyeri Memonitoring efektifitas penggunaan metamizole
KONSELING
Informasi Obat kepada Perawat
No. Uraian Konseling
1. Menginformasikan cara IM: larutkan 1 gram ceftriakson dalam 3,6 ml NaCl 0,9% untuk konsentrasi 250 mg/ ml dan dengan
pemberian Inj. Ceftriaxone 2,1 ml NaCl 0,9% untuk konsentrasi 350mg/ml digunakan untuk
1gram/12 jam IV intermitten: larutkan 1 gram dengan 9,6 ml NaCl 0,9% dan berikan selama 15-30 menit untuk
pasien dewasa dan 10-30 menit untuk pasien anak.
Penyimpanan : pada suhu <25°C, hindarkan dari cahaya.
BUD dalam NaCl 0,9% : 24 jam pada suhu <25°C (Trissel, 2009)
2. Menginformasikan cara Metronidazole yang siap digunakan bening, cairan tidak berwarna yang harus disimpan di ruangan
pemberian Inj. Metronidazole 500 suhu terkontrol dan terlindung dari sinar matahari jangan disimpan di kulkas.
mg/8 jam. Metronidazole diadministrasikan melalui iv kontinyus atau bisa juga iv intermiten dengan dinfuskan
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkcmbangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhi rnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tcrsisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasamya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis reninangiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor
(Suwitra, 2014).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi. hiperglikemia, serta
dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerulus maupun tubulointerstinal. Pada stadium paling dini penyakit
ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve) (Suwitra,
2014).
Pada keadaan basal GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif,
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peniligkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR
sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah,
mual. nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di
bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti :
anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
sepent infeksi saluran kemih infeksi safuran napas, maupun infeksi saluran cerna,
juga akan terjadi gangguan kescimbangan air seperli hipo atau hipervolemia,
gangguan keseim-bangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan satnpai pada
stadium gagal ginjal (Suwitra, 2014).
1.1.4 Komplikasi
Patogenesis penyakit ginjal kronis secara singkat dapat dilihat pada diagram
berikut:
diklasifikasikan menjadi mild (5,5-5,9 mmol/L), moderate (6,0- 6,4 mmol/L), dan
severe (≥ 6,5mmol/L) (ACB, 2014). Terapi hiperkalemi pada pasien CKD antara
lain:
- Kalsium 6.8 mmol, setara 10 ml CaCl (10%) atau 30 ml larutan kalsium
glukonas (10%) secara iv + 10 unit regular insulin
- Furosemide 40 mg secara oral ataupun iv, namun pemberian diuretik tidak
efektif pada pasien dengan GFR rendah
- Dialisis, baik hemodialisis (HD) ataupun peritoneal dialysis (CAPD). Untuk
pasien CKD kronis dengan HD, keterlambatan terapi maupun 2 hari interval
interdialisis dapat berefek negatif pada hasil terapi (NKF, 2016).
c. Asidosi Metabolik
Pada kondisi fisiologis, tubulus ginjal mereabsorbsi bikarbonat yang telah
difiltrasi setiap harinya. Tubulus ginjal juga menetralisir pembentukan asam
harian dalam tubuh. Ginjal juga dapat mencegah terjadinya kelebihan (excess)
asam dalam tubuh dengan cara pembentukan NH3 dan ekskresi NH4+. Seiring
penurunan fungsi ginjal, kapasitas konservasi dan pembentukan bikarbonat
menurun, sedangkan produksi asam endogen pada CKD relatif tidak berubah, hal
ini memicu terjadinya asidosis (Dhondup dan Qian, 2017). Menurut KDIGO
(2014), pasien CKD dengan kadar serum bikarbonat <22 mmol/L disarankan
untuk diterapi dengan suplemen oral bikarbonate untuk menjaga kadar serum
bikarbonat tetap pada kondisi normal, kecuali jika ada kontraindikasi.
d. Anemia
Penyebab utama terjadinya anemia pada pasien CKD yaitu defisiensi
eritropoeitin. Faktor penyebab lainnya yaitu kehilangan darah, kekurangan zat
besi, asam folat dan vitamin BI2, osteosis fibrosa, infeksi sistemik dan
peradangan. Anemia mulai terjadi apabila GFR menurun di bawah 50 mL/menit
dan konsentrasi hematokrit mencapai 30% saat GFR mencapai 20-30 mL/menit
(Hudson, 2011). Menurut Pernefri (2011), pada pasien CKD dapat diberikan
terapi terapi ESA (Erythropoietin Stimulating Agents) dengan indikasi Hb <10
g/dL dan penyebab anemia lainnya sudah disingkirkan (target Hb : 10-12 g/dL).
Pada anemia kronis, disarankan untuk menghindari transfusi packed red cell
(PRC) untuk meminimalisir resiko penggunaannya. Pada kondisi klinis tertentu,
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
atau MMF (1-2 g/hari dalam dosis terbagi) dan dosis oral kortikosteroid ≤10
mg/hari prednisone atau equivalent nya) Untuk pasien yang intolerant dengan
MMF atau azathioprin dapat diterapi dengan kortikosteroid dosis rendah.
Setelah remisis lengkap telah diterima, maka maintanance terapi dapat
dilanjutkan minimal 1 tahun sebelum dilakukan tapering imunosupresan.
5. Klas V LN (membranous LN) Pasien dengan klas V LN, fungsi ginjal normal
dan tidak dalam kondisi nefrotik proteinuria dapat diberi terai antiproteinuria
dan antihipertensi, dan hanya menerima kortikostreroid dan imunosupresan
untuk mengatasi manifestasi dari lupus. Sedangkan pasien dengan klas V
namun memiliki nefrotik proteinuria yang persisten dapat diterapi dengan
kortikosteroid dan tambahan imunosupresan yang lain seperti siklofosfamid,
azatioprin, atau MMF.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Keluhan utama :
Pasien mengalami bengkak pada seluruh tubuh dan badan lemas
Diagnosis :
CKD V + pro HD cito + Hiperkalemia + Lupus Nefritis + Asidosis Metabolik +
Anemia
Alasan MRS :
Bengkak seluruh tubuhm, badan lemas, sariawan, batuk berdahak, dan rambut
rontok
Riwayat penyakit :
Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Riwayat pengobatan :-
No. RM : 12.74.xx.xx Ruang Asal : IGD Diagnosis : CKD V + Pro HD Cito + Hiperkalemia + Tgl. MRS / KRS : 29–04-2019
Nama / umur : Nn. DS / 27 tahnun / P Lupus Nefritis + Asidosis Metabolik + Keterangan KRS : Sembuh / Pulang Paksa /
BB/TB/LPT : - kg / - cm/ - m2 Anemia Meninggal
Alamat : Medokan Wonoayu Alasan MRS : Bengkak seluruh tubuh, badan lemas, Pindah ruangan/Tgl : 30-04-2019
Riwayat Alergi : Tidak ada sariawan batuk berdahak, dan rambut rontok Nama Dokter : dr. L, Sp. PD.
Riwayat : Systemic Lupus Erythematosus Nama Apoteker : Nina Sapti H.,S. Farm.
penyakit
- Hasil Kultur :-
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Data Klinik
Tanggal
29/4/19 30/4/19 1/5/19 2/5/19 3/5
No DATA KLINIK
09.00
10.00
11.00
11.35
11.45
20.00
05.00
06.00
08.30
10.00
18.00
02.10
10.00
18.10
24.00
05.30
11.25
18.00
23.10
05.30
1 Suhu (36-37,5oC) 36.5 37 37.8 37.8 37 37 37.2 37 36.5 37 36.2 36.2 36.2 37.8 37.8 37.5
Nadi (60 – 100x
2 88 86 87 87 87 90 97 90 100 90 90 90 80 80 88 88 90 90 92
/menit)
RR (18-20 x
3 28 25 28 26 26 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
/menit)
Tekanan Darah 100/ 100/ 100/ 100/ 100/ 120/ 120/ 117/ 120/ 115/ 130/ 120/ 100/ 180/ 140/
4
(120/80 x/menit) 70 70 75 73 73 80 80 70 70 70 80 80 60 70 80
5 SaO2 99 99 99 99 99 97 97 97 99 98 98 99 99 96 98 98 98 96 98
6 KU / GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456
7 Kejang / MS
8 Lemas Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
9 Mual Ada
10 Batuk Ada Ada
1000/
11 Produksi Urin
24 jam
12 Skala nyeri 2 0
13 Edema Ada Ada Ada Ada
14 Sesak Ada Ada berkurang Ada Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Komentar :
Pasien MRS dengan kondisi klinis (suhu, nadi, TD) normal, namun RR pasien tinggi dapat diakibatkan karena pasien mengalami sesak dan
edema pada seluruh tubuh
Pasien datang dilakukan hemodialisis karena pasien sudah CKD V sehingga perlu dilakukan hemodialisis untuk mengatasi edema
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Data Laboratorium
DATA Tanggal
No LABORATORIUM
29/4 29/4 30/4 1/5 DATA LAB. 29/4 29/4 30/2
(yang penting)
1 DL : Hb (11 – 14,7) 6,12 6,4 7,5 LFT : SGOT < 41 38
Leukosit (3,37–10) x
2 13,83 8,7 4,68 SGPT < 38 48
103
Trombosit (150-450) x
3 57 Bili Total
103
4 RBC Bili Dir/Indir
Diff. Count :
5 eo/baso/btg/seg/limf/mo Lain-lain:
no
6 ANC Uric Acid
7 SE : K (3,8 – 5) 5,98 7,0 3,5 5,1 Albumin (3,4 -5) 2.5 2.4
8 Na (136 – 144) 129,2 146 134 132 GDA 88
9 Cl / Phospat (97-103) Cl=105 Cl=93 Cl=99 Cl=93 GDP < 37
Ca =
10 Ca / Mg 2 jam PP
6,7
11 RFT : BUN (10-20) 254,4 173 183
12 SCr (0,5 – 1,2) 10,23 7,88 9,69
13 MCV (86,7 – 102,3) 91,88
14 HCT (35,2 – 46,7) 18,7
15 MCH (26-34) 30,1
16 MCHC (32-36) 32,8
Komentar :
Kondisi anemia dan leukopeni dapat diakibatkan oleh manifestasi SLE (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Kondisi leukopeni dapat
meningkatkan resiko infeksi, tetapi pada pasien tidak menunjukkan adanya gejala infeksi secara klinis.
Pasien juga mengalami penurunan fungsi ginjal hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai BUN, kondisi ini disebabkan lupus nefritis yang
dialami oleh pasien.
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ANALISA TERAPI
Tanggal Regimen Indikasi pada Pemantauan
Terapi Rute Komentar
Pemberian Dosis pasien Kefarmasian
29/4/2019 NaCl 0,9% IV 1000 ml/ Menjaga Kadar elektrolit Infus NaCl 0,9% diberikan untuk menjaga
24 jam keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien
cairan dan
elektrolit
29/4/2019 Myfortic PO 180 mg/ Imunosupresan BUN, dan
12 jam Serum kreatinin,
Mual, muntah.
Darah lengkap,
urin lengkap, Pada Lupus nefritis terapi initial disarankan
tekanan darah dengan pemberian kortikosteroid kombinasi
29/4/2019 Metilprednisolon PO 16 mg/ Imunosupresan BUN, dan dengan siklofosfamid atau Mychophenolate
8 jam Serum kreatinin, mophetil (Myfortic) (KDIGO,2012)
Mual, muntah.
Darah lengkap,
urin lengkap,
tekanan darah
29/4/2019 Kalitake PO 1 sachet/ Mengatasi Kadar serum Penggunaan kalitake sudah tepat untuk mengatasi
8 jam hiperkalemia kalium hiperkalemia yg dialami pasien. Mekanisme
Melepaskan ion Ca2+ dan mengikat ion K+
melalui absorpsi. Terjadi proses pertukaran ion
dalam gastrointestinal
30/4/2019 Paracetamol PO 500 mg/ Antipiretik Suhu tubuh Pasien mengalami demam. Paracetamol bekerja
8 jam pada hipotalamus untuk menghasilkan antipiresis.
Dosis: 325-625 mg sekali pemakaian dan
diberikan jika perlu saja (jika pasien demam)
(APha, 2014).
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
Masalah :
Hari / Kode
No Uraian Masalah Rekomendasi / Saran
Tanggal Masalah
1. 29/4/19 9 Pasien memperoleh terapi kortikosteroid Melakukan monitoring efek samping obat dan tanda-tanda
metilprednisolon untuk terapi lupus nefritis. infeksi meliputi suhu tubuh, tekanan darah, RR dan nadi.
Penggunaan jangka panjang metilprednisolon dapat
meningkatkan resiko infeksi sekunder dan
memperpanjang atau memperburuk infeksi (DIH,
2015)
2. 29/4/19 2 Pasien mengalami hyperkalemia severe dan Pada pasien mengalami hyperkalemia dan hipokalsemi.
mendapatkan terapi D10 + 10 unit insulin 7 tpn Pilihan terapi untuk hyperkalemia yaitu Ca gluconate, insulin
+ dextrose, β2 adrenergic agonist, sodium polystyrene
sulfonate.
Pada pasien diberikan terapi infus D10 + 10 unit insulin untuk
menurunkan hiperglikemia segera. Namun pada pasien juga
mengalami hipokalsemi, sehingga untuk terapi hiperkalemi
dapat diberikan Ca Gluconate IV yang selain untuk
menurunkan kadar K+ juga dapat menaikkan kadar serum
Ca2+ (Dipiro 7th, 2008)
3. 30/4/2019 8a Pasien mendapat terapi antasida untuk mengatasi Pemberian antasida diberikan pada saat perut kosong
mual dan kalitake untuk mengatasi hyperkalemia. sedangkan kalitake diberikan 3 jam sebelum atau 3 jam
Penggunaan kalitake dan antasida dapat sesudah setelah makan
meningkatkan efek samping dari antasida dan
menyebabkan alkalosis metabolic (DIH, 2015)
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
4. 30/4/2019 9 Pasien mendapatkan terapi furosemide untuk Furosemid merupakan golongan diuretik yang dapat
mengatasi edema dan retensi cairan. Furosemide menyebabkan sindrom uremia sehingga perlu dilakukan
data menyebabkan sindroma uremia. pengecekan kadar asam urat (Sahu, 2011)
5. 30/4/2019 9 Pasien mendapat terapi furosemide untuk mengatasi Melakukan monitoring kadar serum K+ pada pasien
edema dan retensicauran. Pasien juga mendapatkan
terapi ventolin nebul untuk mengatasi sesak dan
kalitake untuk mengatasi hyperkalemia.
Furosemide, ventolin, dan kalitake dapat
menginduce terjadinya hipokalemi (Maggie, 2019)
MONITORING
No. Parameter Tujuan
1. BUN, SCr, UL / adanya cast seluler Efektivitas terapi lupus nefritis (Metilprednisolon, myfortic)
dalam urin (eritrosit, leukosit, dll), DL
2. Leukosit dan tanda vital ( suhu, nadi, Monitoring efek samping terapi imunosupresan (Metilprednisolon, myfortic)
RR, TD)
3. Kadar serum kalium Efektivitas terapi hiperkalemia (kalitake)
4. Fungsi ginjal (BUN, Kreatinin serum, Mengetahui efektivitas HD
Klirens kreatinin)
5. Serum elektrolit (K, Na) Mengetahui efektivitas D10 (+10 IU insulin), dan NaCl 0,9% serta mengontrol
keseimbangan kadar elektrolit serum agar tetap dalam batas normal
6. Hemoglobin (Hb) Mengetahui efektivitas transfusi PRC
7. BGA (terutama HCO3-) Mengetahui efektivitas Na bikarbonat dan menjaga keseimbangan asam-basa
dalam darah
8. Mual dan Muntah Mengetahui efektivitas Antasida dan perbaikan kondisi umum pasien
9. Sesak Mengetahui efektivitas nebul ventolin
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
KONSELING
Informasi Obat kepada Perawat
No. Uraian Konseling
1. Cara pemberian Furosemid 20 mg iv tiap 8 jam Furosemid tersedia dalam ampul 2 ml dengan konsentrasi 10mg/ml.
Diinjekasikan dengan cara IV bolus 1-2 menit atau bila dengan infus iv tidak
boleh melebihi 4 mg/menit (Trissel, 2009)
2. Cara pemberian NaCl 0,9% 1000mL Infus NaCl 0,9% diberikan dalam 24 jam dengan kecepatan 14 tetes/menit
(Trissel, 2013).
3. Cara ventolin nebulizer Sediaan dimasukkan ke dalam alat (nebulizer) untuk dihisap/dihirup oleh
pasien. Diberikan dengan kecepatan 1-2mg/jam
DAFTAR PUSTAKA
Trissel, LA. 2009. Hanbook on injectable drug 15th ed. American society of
healt system pharmacist ASHP.
Trissel, L.2013. Handbook on Injactable Drugs – 17th Ed. Maryland: American
Society of Healty-System Pharmacist
Watnick, S., Dirkx, T. C. 2017. Kidney Disease. Dalam Papadakis, M. A., &
McPhee, S. J. 2017. Current Medical Diagnosis and Treatment 2017 (56th
edition). New York: McGrawHill Medical Education. pp 913-952