Anda di halaman 1dari 30

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

I.1 PENDAHULUAN

Pembiayaan merupakan aktivitas bisnis inti dan sebagai kontribusi terbesar


pendapatan BPRS PNM Patuh Beramal (BPRS) yang menunjang kelangsungan
hidup BPRS. Selain itu melalui pembiayaan BPRS juga mejalankan visi dan
misi untuk pemberdayaan sektor usaha mikro kecil menengah dan koperasi
(UMKMK) di Indonesia.

BPRS wajib senantiasa mengembangkan skema penyaluran pembiayaan yang


efektif dalam meraih potensi pasar sesuai target pasar BPRS untuk tujuan
mendapatkan pendapatan yang lebih baik. Skema penyaluran pembiayaan
dikembangkan dengan mendasarkan pada prinsip kehati-hatian dalam
pemberian pembiayaan.

I.2 KETENTUAN UMUM PEMBIAYAAN KEPADA DEBITUR

I.4.1 Target Penyaluran

1. Berdasarkan Skala Usaha

Skala usaha End User adalah usaha mikro dan usaha kecil dengan
kriteria yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai berikut :

a. Usaha Mikro
i. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
ii. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000
(tiga ratus juta rupiah).

b. Usaha Kecil
i. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
ii. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.
2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

2. Berdasarkan Bentuk Usaha

1 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

a. Perseorangan yang merupakan usaha milik individual.


b. Badan usaha yang tidak berbadan hukum yaitu meliputi CV, PD, UD,
Firma.

3. Berdasarkan Persyaratan Dasar

a. Warga Negara Indonesia


b. Pemilik/perseorangan yang menjalankan usaha berusia tidak kurang
dari 21 (Dua puluh satu) tahun atau sudah menikah dan tidak
melewati usia 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pembiayaan
berakhir.
c. Pemilik/perseorangan sudah berdomisili di alamat yang sama lebih
dari 1 (satu) tahun atau bertempat tinggal di rumah milik sendiri.
d. Pemilik/perseorangan sudah menjalankan usaha yang sama atau
bekerja ditempat yang sama (untuk yang berstatus karyawan) lebih
dari 1 (satu) tahun.
e. Pemilik/perseorangan memiliki surat keterangan usaha atau surat
keterangan bekerja (untuk yang berstatus karyawan).
f. Pemilik/perseorangan tidak mempunyai fasilitas pembiayaan
bermasalah dan tidak memiliki rekam jejak bermasalah.

4. Penyaluran dana dilakukan dalam rangka sebagai berikut:

a. Pembiayaan baru;
b. Penambahan fasilitas kepada debitur atau
c. Pengambilalihan pembiayaan (Take over)

I.4.2 Tujuan Pembiayaan

1. Tujuan pembiayaan adalah untuk penggunaan dana yang bersifat


produktif, dimana penggunaan dana tersebut akan dapat memberikan
nilai tambah dan meningkatkan pendapatan usaha debitur.

2. Tujuan penggunaan dana dibedakan menjadi :


a. Pembiayaan Modal Kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk
memberikan modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku
atau barang yang akan diperdagangkan.

b. Pembiayaan Investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk


modal usaha pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian
barang modal berupa aktiva tetap / investaris.

2 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

I.4.3 Pola Pembiayaan

1. Pola pembiayaan yang dapat ditawarkan kepada debitur pembiayaan


meliputi :
I.4.3.1. Jual Beli
 Al-Murabahah (MBA)
 Al Ba’i Salam (BS)
 Al Ijarah Muntahiah bi Tamlik (IMBT)
I.4.3.2. Bagi Hasil
 Mudharabah
 Musyarakah
I.3.3. Jasa lainnya
 Rahn
 Al Qord

I.4.4. Jumlah Plafon Pembiayaan

1. Penentuan besarnya plafon pembiayaan yang diberikan wajib dengan


mempertimbangkan tujuan penggunaan dan kemampuan membayar.

2. Plafon pembiayaan yang dapat diberikan per debitur minimal


sebesar Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) dan maksimum sebesar Batas
Maksimal Pemberian Dana BPRS.

I.4.5 Jangka Waktu Pembiayaan

Modal Kerja
Jangka waktu pembiayaan minimal 1 (satu) bulan dan maksimal 48 (empat
puluh delapan) bulan.

Investasi
Jangka waktu pembiayaan minimal 6 (enam) bulan dan maksimal 60 (enam
puluh) bulan.

3 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

Penentuan jangka waktu pembiayaan wajib dengan memperhitungkan


kemampuan membayar dari besarnya angsuran yang harus dibayar oleh
debitur.

I.4.6 Besaran Margin/Bagi Hasil

Besaran margin / bagi hasil dapat mengacu kepada :


a. Margin yang ditentukan oleh Perhitungan Base Financing Rate BPRS
b. Bagi hasil merujuk pada tingkat ekspektasi yield yang diharapkan

I.4.7 Metode Perhitungan Margin/Bagi Hasil dan Pola Pembayaran


Angsuran

1. Metode perhitungan margin yang digunakan adalah efektif, dimana


besarnya margin yang harus dibayar debitur diperhitungkan dari plafon
pembiayaan yang diterima.

2. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Margin/Bagi Hasil Periodik,


yakni angsuran untuk jenis pokok dan bagi hasil dibayar / diangsur tiap
periodik yang telah ditentukan misalnya bulanan. Angsuran terdiri atas
pokok dan margin yang jumlahnya tetap/sama selama jangka waktu
pembiayaan. Pola pembiayaan untuk Murabahah (Jual Beli).

3. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil Angsuran Pokok Periodik dan Akhir, yakni
untuk bagi hasil dibayar / diangsur tiap periodik sedangkan pokok dibayar
sepenuhnya pada saat akhir jangka waktu angsuran maupun pembayaran
pokok sebagian kecil dibayar/diangsur bulanan dan sebagian besar pokok
diakhir periode dengan catatan jangka waktu maksimal 6 (enam) bulan.
Pola pembiayaan untuk Mudharabah dan Musyarakah(Bagi Hasil).

4. Pembiayaan Dengan Angsuran Pokok dan Bagi Hasil Akhir, yakni untuk
pokok dan bagi hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembayaran,
dengan catatan jangka waktu maksimal 3 (tiga) bulan. Pola pembiayaan
untuk Mudharabah dan Musyarakah(Bagi Hasil) serta Rhan (Gadai Emas).

5. Untuk pembiayaan jasa konstruksi (by Project) lebih diutamakan


menggunakan pola Mudharabah maupun Musyarakah. Pembiayaan dapat
diperpanjang maksimal 2 (dua) kali perpanjangan dengan persyaratan
atau dasar yang jelas (underliying) seperi SPK dll. Sebagai contoh: modal
kerja untuk project A telah selesai pengerjaannya namun pembiayaan
telah jatuh tempo, sementara waktu nasabah masih menggunakan dana
tersebut untuk project B yang masih dalam pengerjaan.

4 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

6. Dalam hal suatu jadual angsuran jatuh pada hari sabtu, hari minggu atau
hari libur nasional, maka pembayaran angsuran wajib dimajukan pada
hari terakhir sebelum hari sabtu, hari minggu atau hari libur nasional.

I.4.8 Biaya-Biaya

1. Debitur wajib membayar biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan


plafon pembiayaan yang akan diterimanya. Biaya-biaya tersebut antara
lain :

a. Biaya administrasi dan provisi


Dibayar satu kali dimuka (up front) untuk selama jangka waktu
pembiayaan dan ditetapkan lebih lanjut dalam SK Direksi.

b. Biaya notaris
Jumlah dibayar sesuai tarif dan biaya oleh notaris.

c. Biaya Premi Asuransi


Premi yang harus dibayar adalah untuk pertanggungan asuransi
selama jangka waktu pembiayaan. Jumlah premi sesuai tarif premi
dari perusahaan asuransi.

d. Biaya materai
Dibayar sesuai jumlah penggunaan materai pada surat kuasa,
perjanjian pembiayaan, surat tanda terima / kwitansi, dan lain-
lainnya.

2. Biaya-biaya yang terjadi dapat dibayarkan secara tunai oleh debitur


sebelum dilakukan pencairan atau dibebankan (dikurangkan) dari jumlah
plafon pembiayaan.

I.4.9 Jaminan Pembiayaan

1. Jaminan berdasarkan ketentuan pasal 8 UU no 7 tahun 1992


sebagaimana diubah dengan UU no 10 tahun 1998 tentang perbankan
adalah: Keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.

2. Jenis jaminan pembiayaan adalah jaminan perorangan, jaminan


perusahaan dan agunan.

5 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

3. Agunan pembiayaan ialah hak dan/atau kekuasaan atas barang agunan


yang diserahkan oleh pihak debitur kepada BPRS untuk menjamin
pelunasan apabila pembiayaan yang diterimanya tidak bisa dilunasi
sesuai dengan waktu yang diperjanjikan.

4. Agunan untuk pembiayaan kepada debitur adalah barang-barang


bergerak maupun tidak bergerak yang mempunyai nilai jual yang baik
dan cepat (marketable).

5. Perbandingan nilai agunan terhadap pembiayaan (Security Coverage


Ratio (SCR))

a. Besaran SCR dihitung dengan formula :

Nilai Likuidasi
SCR = ------------------------ x 100%
Plafond Pembiayaan

b. Minimal SCR yang wajib dipenuhi dalam setiap proposal pembiayaan


kepada debitur adalah 100% (seratus per seratus).

6. Agunan berupa tanah dan/atau bangunan wajib atas nama debitur atau
suami/istri debitur atau orang tua debitur atau kakak-adik kandung
debitur.

7. Agunan yang dapat diberikan wajib berada di dalam wilayah kerja BPRS.

8. Barang-barang yang dapat dijadikan agunan pembiayaan, berikut nilai


likuidasi sebagai berikut:

No Jenis Agunan Nilai Likuidasi


1 Deposito/Tabungan dengan surat perintah Maks. 100%
blokir & Kuasa Pencairan

2 Perhiasan Emas Maks. 80%

3 Tanah, tanah dan bangunan dengan Maks. 70%


Sertifikat Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai

Catatan :
Bangunan tanpa IMB Maks.50%
4 Kendaraan Bermotor, umur kendaraan

6 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

bermotor pada saat pembiayaan lunas.


- Mobil
Sd. 5 tahun Maks. 60%
> 5 – 10 tahun Maks. 50%
- Sepeda Motor
Maks. 5 tahun Maks. 50%
Dengan surat perintah blokir BPKB

9. Barang-barang yang akan dijadikan agunan pembiayaan wajib dilakukan


penilaian/appraisal jaminan untuk mendapatkan nilai pasar dan nilai
likuidasi agunan. Nilai Pasar Agunan saat dilakukan Appraisal oleh wajib
didasarkan dari minimal 3 (tiga) sumber informasi yang dapat dipercaya.
Sumber informasi nilai pasar agunan dapat berasal dari :

a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)


b. Masyarakat sekitar
c. Opini Profesional (notaris/PPAT, perbankan, perusahaan jual-beli
properti)
d. Media massa (Koran, Majalah, dll.)
e. Kelurahan, dan lainnya

10. Semua agunan dari pembiayaan yang mempunyai jangka waktu lebih
dari 1 (satu) tahun wajib dinilai kembali, minimum 1 (satu) kali dalam
1 (satu) tahun.

11. Agunan pembiayaan untuk plafon di atas Rp. 50.000.000 (lima puluh
juta) wajib dipasang asuransi, khususnya untuk jenis agunan sebagai
berikut :

a. Bangunan dipasang asuransi kebakaran;


b. Kendaraan bermotor dipasang asuransi jenis Total Lost Only (TLO).

12. Asuransi jiwa kepada perorangan atau pemilik atau key person wajib
dipasang asuransi

I.4.10 Agunan Pembiayaan

Metode Perhitungan Informasi Nilai Pasar Agunan :


1. Metode Rata – rata (Averaged Methode)
2. Metode Rata – rata Tertimbang (Weighted Averaged Methode)

7 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

I.4.11 Tahapan Proses Pembiayaan kepada Debitur

1. Seleksi awal permohonan pembiayaan

a. Account Officer wajib melakukan seleksi awal dengan melakukan


verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan seluruh dokumen
yang dipersyaratkan.

b. Permohonan pembiayaan dapat diproses lebih lanjut apabila sudah


memenuhi kelengkapan dan keabsahan seluruh dokumen yang
dipersyaratkan.

c. Permohonan pembiayaan yang tidak dapat dilengkapi persyaratan


dokumennya dan/atau diragukan keabsahannya dilarang untuk
dilakukan proses lebih lanjut dan BPRS wajib memberitahukan
penolakan kepada calon debitur.

2. Verifikasi Usaha dan penilaian Jaminan

a. Verifikasi usaha merupakan evaluasi terhadap kemampuan calon


debitur dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya untuk
memastikan kemampuan bayar dari debitur terhadap pembiayaan
yang akan diterima.

b. Account Officer wajib bertemu langsung dengan calon debitur untuk


melakukan cek karakter dan verifikasi tujuan penggunaan
pembiayaan.

c. Account Officer yang akan memproses pembiayaan wajib


melaksanakan verifikasi usaha dan penilaian jaminan.

d. Account Officer wajib melakukan cek karakter/track record calon


debitur kepada minimal 2 (dua) orang selain kepada calon debitur
sendiri dan keluarga calon debitur (orang tua/mertua, suami/istri,
anak).

e. Hasil verifikasi usaha dan penilaian jaminan wajib dituangkan dalam


Memorandum Komite Pembiayaan dan Laporan Penilaian Jaminan.

f. Memorandum Komite Pembiayaan dan Laporan Penilaian Jaminan


sah sebagai sumber informasi pemrosesan pembiayaan lebih lanjut
apabila ditanda tangani oleh pejabat BPRS yang berwenang.

8 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

3. Analisa kelayakan pengajuan pembiayaan

a. Analisa kelayakan suatu pembiayaan wajib dilakukan agar diperoleh


keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan
oleh debitur.

b. Dilarang memberikan pembiayaan bila pertimbangannya hanya


mengutamakan:
1) Belas kasihan
2) Kenalan (bersaudara atau teman)
3) Debitur adalah orang terhormat (terkenal, disegani, status
sosial tinggi dan lain-lain)

c. Utamakan berdasarkan unsur-unsur yang obyektif:


1) Kelayakan usaha
2) Kemampuan membayar
3) Pemenuhan persyaratan agunan

d. Dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan, harus


memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan
kondisi secara keseluruhan calon debitur. Prinsip utama analisa
kelayakan pembiayaan meliputi unsur 1S + 5C, yaitu:

(1)Syariah
(2)Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon debitur
dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa
debitur dapat memenuhi kewajibannya.

(3)Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan debitur
untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan
catatan prestasi debitur di masa lalu yang didukung dengan
pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko,
karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.

(4)Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh
debitur secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial
dan penekanan pada komposisi modalnya

(5)Collateral

9 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

Yaitu jaminan yang dimiliki calon debitur. Penilaian ini bertujuan


untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan
pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai
sebagai pengganti dari kewajiban. Aspek penilaian jaminan
meliputi :
i. Aspek ekonomi, yang meliputi ; penilaian harga pasar,
penilaian harga likuidasi, kecepatan dan kemudahan menjual
kembali dan kondisi pasar penjualan jaminan (secondary
market)
ii. Aspek yuridis, yang meliputi ; ketersediaan dokumen,
kelengkapan dan keabsahan bukti kepemilikan, atas nama
kepemilikan jaminan, kelengkapan dokumen pelengkap
(faktur/kwitansi), masa berlaku jaminan dan lain sebagainya
sesuai ketentuan yang diatur oleh BPRS.

(6)Condition
Analisa kelayakan pembiayaan harus pula melihat kondisi
ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat
keterkaitannya dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon
debitur. Hal tersebut karena kondisi eksternal berperan cukup
besar dalam proses kelangsungan hidup usaha calon debitur.

Analisa kelayakan pembiayaan kepada debitur dengan menggunakan :


1. Perhitungan Modal Kerja
2. Perhitungan Pengembangan Usaha
3. Cash / Flow untuk Investasi

4. Keputusan Menyetujui atau Menolak Permohonan Pembiayaan

a. Wewenang pengambilan keputusan untuk suatu proposal


pembiayaan kepada debitur dilakukan oleh Komite Pembiayaan.

b. Komite Pembiayaan adalah komite yang terdiri dari pejabat BPRS


yang memiliki wewenang untuk memberikan keputusan terhadap
suatu pengajuan pembiayaan kepada debitur.

c. Anggota Komite Pembiayaan meliputi Direksi dan Dewan Komisaris


BPRS.

d. Keputusan-keputusan yang diambil oleh Komite Pembiayaan kepada


debitur meliputi:

10 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

(1) Memberikan persetujuan terhadap proposal yang diajukan.


(2) Menolak proposal yang diajukan.

e. Ruang lingkup keputusan komite pembiayaan kepada debitur


mencakup proposal pengajuan sebagai berikut:

(1) Pembiayaan baru


(2) Penambahan fasilitas
(3) Pengambilalihan pembiayaan
(4) Restrukturisasi Pembiayaan
(5) Hal-hal lain yang mencakup perubahan kondisi pembiayaan
namun tidak dalam rangka proses restrukturisasi, seperti;
perubahan jaminan, perubahan jangka waktu pembiayaan, dan
lain sebagainya.

f. Keputusan menyetujui atau menolak proposal permohonan


pembiayaan kepada debitur dilakukan sesuai ketentuan Tingkatan
Persetujuan dan Batas Wewenang Memutus Pembiayaan yang diatur
lebih lanjut pada Surat keputusan Direksi tersendiri.

g. Jika terdapat deviasi dalam pengajuan pembiayaan, maka harus


memperoleh persetujuan 1 (satu) tingkat di atas wewenang (one up
approval) yang dimiliki oleh anggota Komite Pembiayaan.

5. Akad Pembiayaan

a. Setiap pembiayaan yang telah disetujui dan disepakati oleh calon


debitur, maka sebelum dilakukan pencairan, wajib diikat dalam Akad
Pembiayaan secara tertulis sesuai dengan ketentuan aspek yuridis,
dengan memperhatikan jumlah Plafond Pembiayaan, jangka waktu,
tata cara pembayaran, jaminan dan persyaratan pembiayaan
lainnya.

b. Untuk pembiayaan Channeling dengan pola Syariah, Perjanjian


Pembiayaan dengan mengikuti Akad Jual Beli (Murabahah).

c. Bentuk akad pembiayaan kepada debitur diatur sebagai berikut :

Plafond (X) Bentuk Pengikatan


X < Rp. 50 Juta Bawah Tangan
X > Rp. 50 Juta Bawah tangan + Legalisir

11 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

6. Pengikatan Jaminan

a. Jaminan Pembiayaan perlu diikat dengan Bentuk Pengikatan untuk


agunan yaitu :

No Jenis Agunan Plafond (Rp. X juta)


1 < X < 50 X > 50
1 Deposito/Tabungan Gadai
dengan surat perintah
blokir & Kuasa Pencairan

2 Perhiasan Emas Gadai

3 Tanah, tanah dan Pengikatan dibawah


bangunan dengan tangan, SKMHT + APHT
Sertifikat Hak milik, Hak Kuasa Penyerahan &
Guna Usaha, Hak Guna Penjualan Jaminan
Bangunan dan Hak Pakai

4 Kendaraan bermotor Fidusia bawah tangan Fidusia


(mobil/motor) dengan + Kuasa Penyerahan notariil +
surat perintah blokir BPKB & Penjualan Jaminan Kuasa
Penyerahan
& Penjualan
Jaminan

b. Bentuk pengikatan jaminan diatas merupakan standar minimum,


yang mana dapat diupayakan bentuk pengikatan lebih baik dan
aman, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

7. Pencairan Pembiayaan

a. Pencairan pembiayaan hanya dapat dilakukan apabila telah dipenuhi


kondisi-kondisi sebagai berikut :
(1) Proposal Pembiayaan, beserta Memorandum Keputusan Komite
Pembiayaan kepada debitur, telah ditanda-tangani oleh seluruh
anggota Komite pembiayaan sesuai dengan ketentuan
wewenang memutus yang berlaku;
(2) Telah dipenuhinya seluruh covenant dan catatan yang
disampaikan oleh Komite Pembiayaan

12 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

(3) Debitur telah melakukan Pengikatan Perjanjian Pembiayaan dan


Pengikatan Jaminan oleh para pihak sebagaimana mestinya
serta telah dilaksanakan secara sah dan benar;
(4) Debitur telah melunasi seluruh biaya-biaya pembiayaan yang
dipersyaratkan; dan
(5) Debitur telah menyerahkan dokumen asli agunan pembiayaan
dan dokumen-dokumen lain yang dipersyaratkan dalam
keputusan Komite Pembiayaan.

b. Pencairan pembiayaan dilakukan satu kali sekaligus senilai jumlah


plafon pembiayaan yang telah disepakati dalam Perjanjian
Pembiayaan.

c. Pencairan Pembiayaan dikredit ke rekening atas nama debitur di


BPRS.

8. Penagihan

a. Channeling Agent wajib melakukan penagihan dengan mendatangi


ke lokasi End User, terutama untuk pembiayaan dengan angsuran
harian dan mingguan.

b. Channeling Agent wajib membuat rencana penagihan serta realisasi


penagihan secara harian dan melaporkannya setiap akhir bulan
kepada PNM.

c. Channeling Agent bertanggungjawab terhadap kelancaran penagihan


angsuran pembiayaan, oleh karenanya wajib memonitor aktivitas
penagihan dengan baik.

d. Channeling Agent atas nama PNM wajib memberikan Surat


Peringatan (SP) terhadap End User yang melakukan tunggakan
angsuran dengan ketentuan sebagai berikut :

Jenis Angsuran Angsuran Angsuran


Bulanan Mingguan Harian
SP 1 > 7 sd. 14 hari > 7 sd. 14 hari Hari ke 3
SP 2 > 14 sd. 21 hari > 14 sd. 21 hari Hari ke 5
SP 3 > 21 sd. 30 hari > 21 sd. 30 hari Hari ke 7

e. Channeling Agent wajib secara konsisten melakukan penagihan


kepada End User yang menunggak.

13 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

f. Channeling Agent wajib melakukan pelimpahan pembiayaan End


User dengan kualitas kurang lancar kepada Kantor Cabang PNM
pengelolaan pembiayaan channeling dimaksud.

g. Kantor Cabang selanjutnya melakukan pelimpahan kepada unit


Remedial sesuai ketentuan penanganan pembiayaan bermasalah
pada sub bab tersendiri.

h. Dalam hal Channeling Agent diberikan tugas oleh PNM untuk


menangani pembiayaan bermasalah, maka pembiayaan End User
dengan kualitas kurang lancar tidak dilakukan pelimpahan kepada
Kantor Cabang PNM.

i. Penanganan pembiayaan bermasalah oleh Channeling Agent diatur


lebih lanjut pada sub bab tersendiri.

9. Denda / Sanksi (Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/IX/2000)

Sanksi yang dikenakan BPRS kepada debitur yang mampu membayar,


tetapi menunda-nunda pembayaran kewajibannya dengan sengaja.

a. Debitur yang tidak mampu membayar disebabkan force majeur tidak


boleh dikenakan sanksi.

b. Debitur mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak


mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya
dapat dikenakan sanksi.

c. Sanksi berdasarkan prinsip ta’zir yaitu bertujuan agar debitur lebih


disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

d. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan


dan dibuat saat akad ditandatangani.

e. Denda dihitung sejak terjadinya keterlambatan atau timbulnya


tunggakan sampai dengan seluruh tunggakan dilunasi.

f. Besaran denda yang dikenakan diatur sebagai berikut :

g. Dana yang berasal dari tidak dapat diakui sebagai pendapatan tetapi
sebagai dana kebajikan/sosial.

14 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

10. Potongan Pelunasan

a. Pelunasan pembiayaan dinyatakan sah apabila secara administrasi


telah dikeluarkan tanda bukti pelunasan (surat pernyataan lunas)
yang ditandatangani oleh Kepala Cabang PNM dan pejabat
Channeling Agent.

b. Besarnya biaya pinalti dalam rangka pelunasan dini pembiayaan


konvensional minimal sebesar 2% (dua perseratus) dari sisa baki
debet pembiayaan yang akan dilunasi.

c. Pelunasan sebagian dalam Pembiayaan Channeling kepada End User


tidak diperkenankan.

d. Pembebasan biaya pinalti atau pembebanan biaya pinalti lebih


rendah dari ketentuan wajib dengan persetujuan Kepala Cabang
PNM.

e. Pelunasan dini pada End User dengan pola pembiayaan syariah tidak
dikenakan biaya pinalti.

f. Minimal besarnya pelunasan dini diatur sebagai berikut :

i. Untuk pembiayaan dengan pola konvensional sejumlah sisa


kewajiban pokok yang belum dibayar, bunga berjalan sampai
dengan tanggal transaksi pelunasan dilakukan dan biaya pinalti
(apabila ada).
ii. Untuk pembiayaan dengan pola syariah sejumlah sisa kewajiban
pokok yang belum dibayar, margin bulan berjalan dan margin 1
(satu) bulan kedepan.

I.3 PROSES PENGAMBILALIHAN PEMBIAYAAN (TAKE OVER) DALAM


RANGKA PEMBIAYAAN CHANNELING KEPADA END USER

1. Pengambilalihan pembiayaan adalah pemindahan fasilitas pembiayaan End


User yang telah berjalan di lembaga keuangan lain (bank atau non bank)
ke pembiayaan channeling PNM.

2. Channeling Agent dilarang mengalihkan pembiayaan di dalam portofolionya


untuk mendapatkan pembiayaan channeling PNM.

15 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

3. Channeling Agent wajib menjalankan tahapan proses pemberian


pembiayaan yang sudah diatur dalam kebijakan ini, seperti; seleksi awal
permohonan, verifikasi usaha dan penilaian jaminan, analisa kelayakan
pembiayaan, scoring pembiayaan dan persetujuan pembiayaan dan
lainnya, dalam proses pengambilalihan pembiayaan.

4. Dalam proses pengajuan pengambilalihan pembiayaan dapat sekaligus


dilakukan pengajuan penambahan plafon (top up) diatas jumlah baki
debet fasilitas pembiayaan yang akan dipindahkan/diambilalih.

5. Pengambilalihan pembiayaan dapat diajukan persetujuan kepada komite


pembiayaan channeling apabila pembiayaan yang akan diambilalih
memenuhi/layak berdasarkan kebijakan PNM.

6. Khusus dalam proses pengambilalihan pembiayaan, penyerahan jaminan


dari pembiayaan yang diambilalih oleh lembaga keuangan lain dapat
dilakukan setelah pencairan pembiayaan channeling ke rekening End User
di lembaga keuangan sebelumnya.

7. Jaminan dari pembiayaan yang diambilalih harus sudah diterima oleh


Channeling Agent paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak tanggal
proses pencairan pembiayaan. Apabila jaminan dari pembiayaan yang
diambilalih akan diterima lebih dari 1 (satu) hari, maka harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Cabang PNM
pengelolaan pembiayaan channeling dimaksud.

I.4 BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN PEMBIAYAAN (BMPP) KEPADA


END USER.

1. Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan adalah batas maksimum


pemberian fasilitas pembiayaan kepada suatu kelompok atau grup
peminjam debitur penerima pembiayaan.

2. Kriteria suatu kelompok atau grup peminjam End User adalah keluarga
sampai derajat kesatu dalam garis lurus maupun garis ke samping,
sehingga yang dimaksud dengan keluarga meliputi sebagai berikut :

a. Orang tua kandung;


b. Saudara kandung;
c. Suami/istri;
d. Anak kandung;

16 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

3. BMPP bagi suatu kelompok atau grup peminjam debitur ditetapkan


setinggi-tingginya sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

4. Channeling Agent wajib senantiasa memantau baki debet pembiayaan


yang terkait pada suatu kelompok atau grup sehingga tidak tejadi
pemberian pembiayaan yang melewati BMPP yang berlaku.

I.5 KEGIATAN MONITORING

1. Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses


pembiayaan kepada debitur dilakukan sesuai dengan perjanjian
kerjasama channeling, kebijakan pembiayaan dan prosedur yang
ditetapkan oleh PNM untuk menghindari adanya penyimpangan dalam
keseluruhan proses dan pencairan pembiayaan.

2. Direksi dari Channeling Agent wajib senantiasa memonitor aktifitas


kinerja karyawannya sebagai upaya dalam mengambil tindakan
pencegahan (preventif) atas terjadinya penyimpangan.

3. Kantor Cabang pengelolaan pembiayaan channeling wajib memonitor


aktifitas kerja dan proses pembiayaan channeling di Channeling Agent
yang berada dalam tanggung jawabnya.

4. Kantor Pusat wajib memonitor aktifitas kerja di Channeling Agent dan di


Kantor Cabang yang mengelola pembiayaan channeling.

5. Kegiatan monitoring oleh Kantor Pusat dilakukan oleh Urusan Supervisi


Bisnis (SVB).

6. Dalam menjalankan kegiatan monitoring aktifitas pembiayaan channeling


SVB berpedoman kepada :

a. Perjanjian Kerjasama Channeling;


b. Kebijakan-kebijakan dan Prosedur-prosedur yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembiayaan channeling;
c. Pelaksanaan penyaluran pembiayaan yang sudah diputuskan oleh
komite pembiayaan channeling kepada End User;
d. Strategi yang digariskan oleh Direksi dalam kegiatan pembiayaan
channeling kepada End User.

7. Tatacara pelaksanaan kegiatan monitoring oleh SVB mencakup aktifitas :

17 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

a. Monitoring Internal (on the desk), yakni dengan memonitor setiap


hari indikator-indikator penting dalam kegiatan Channeling Agent
yang antara lain namun tidak terbatas pada :
i. Kondisi kualitas pembiayaan, khususnya terhadap pergerakan
pembiayaan bermasalah di Channeling Agent yang belum
dilimpahkan ke Remedial;
ii. Kondisi jumlah persetujuan, pengikatan dan pencairan
pembiayaan di Channeling Agent;
iii. Hal-hal lain sesuai kebutuhan dan perkembangan kegiatan
Channeling Agent.

b. Monitoring Eksternal (on the spot), yakni melakukan kunjungan


langsung ke Channeling Agent dan End User untuk memeriksa
pelaksanaan proses pembiayaan channeling termasuk kondisi usaha
serta jaminan pembiayaan End User apakah sudah sesuai dengan
ketentuan dalam kerjasama channeling dan kebijakan PNM.

8. Monitoring eksternal wajib dijalankan minimal 1 (satu) kali dalam 1


(satu) tahun.

9. Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring eksternal, SVB dapat


menyertakan karyawan-karyawan dari unit lain.

10. Karyawan yang dapat disertakan oleh SVB untuk monitoring eksternal
wajib sebelumnya sudah disetujui oleh atasannya.

11. SVB wajib melaporkan hasil monitoring ke Direksi atau unit-unit yang
berkepentingan lainnya di Kantor Pusat dengan tatacara sebagai berikut :

a. Setiap kali diminta untuk informasi yang tercakup dalam kegiatan


monitoring internal.
b. Minimal 5 (lima) hari kerja dalam bentuk laporan tertulis untuk
monitoring eksternal yang sudah dilakukan di Channeling Agent dan
End User.

12. SVB wajib melaporkan kepada Direksi setiap saat terhadap temuan-
temuan atau indikasi-indikasi yang dianggap sangat penting untuk segera
diketahui agar dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin.

13. Petunjuk pelaksanaan monitoring internal dan monitoring eksternal untuk


pembiayaan channeling akan diatur dalam ketentuan/prosedur tersendiri.

18 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

I.8 KUALITAS PEMBIAYAAN DAN PENYISIHAN KERUGIAN


PEMBIAYAAN

I.8.1 Ketentuan Umum

1. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian pejabat pembiayaan


wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan agar kualitas pembiayaan kepada debitur senantiasa Lancar.

2. Kualitas Pembiayaan Channeling kepada End User ditetapkan dalam 4


(empat) golongan kolektibilitas, yaitu :
1) Lancar;
2) Kurang Lancar;
3) Diragukan; dan
4) Macet.

3. Penilaian kualitas pembiayaan dilakukan berdasarkan ketepatan membayar


dan/atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur.

I.8.2 Ketentuan Penilaian Kualitas Pembiayaan

1. Kualitas Pembiayaan dengan masa angsuran 1 (satu) bulan atau lebih


diatur sebagai berikut:

1). Lancar, apabila:


a. tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga; atau
b. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga tidak lebih
dari 30 (tiga puluh) hari dan Pembiayaan belum jatuh tempo.

2). Kurang Lancar, apabila:


a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari 90
(sembilan puluh) hari tetapi tidak lebih dari 180 (seratus
delapan puluh) bulan; dan/atau
b. Pembiayaan telah jatuh tempo tidak lebih dari 30 (tiga puluh)
hari.

3). Diragukan, apabila:


a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari
180 (seratus delapan puluh) hari tetapi tidak lebih dari 270
(dua ratus tujuh puluh) hari; dan/atau
b. Pembiayaan telah jatuh tempo lebih dari 30 (tiga puluh) hari

19 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

tetapi tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari.

4). Macet, apabila:


a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga lebih dari
270 (dua ratus tujuh puluh) hari; dan/atau
b. Pembiayaan telah jatuh tempo lebih dari 60 (enam puluh) hari.

2. Kualitas Pembiayaan yang telah ditetapkan wajib diturunkan menjadi


macet apabila terjadi kondisi sebagai berikut :
a. Debitur tidak diketahui lagi keberadaannya; dan/atau
b. usaha debitur bangkrut.

3. Kualitas Pembiayaan terhadap debitur yang mempunyai lebih dari satu


fasilitas ditetapkan mengikuti kualitas pembiayaan yang paling buruk.

I.8.3 Ketentuan Kualitas Pembiayaan yang Direstrukturisasi

1. Ketentuan kualitas pembiayaan yang direstrukturisasi sebagai berikut :


a. setinggi-tingginya Kurang Lancar untuk Pembiayaan yang sebelum
direstrukturisasi memiliki kualitas Diragukan atau Macet; dan
b. tidak berubah, untuk Pembiayaan yang sebelum direstrukturisasi
memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar.
2. Kualitas Pembiayaan sebagaimana ketentuan di atas selanjutnya dapat
menjadi:
a. Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau
bunga selama 3 (tiga) kali periode pembayaran secara berturut-
turut; dan
b. sama dengan kualitas Pembiayaan sebelum dilakukan
Restrukturisasi Pembiayaan, apabila End User tidak dapat memenuhi
kondisi sebagaimana dimaksud pada sub bab I.8.3 angka 1.

I.8.4 Ketentuan Penyisihan Pembiayaan Aktiva Produktif (PPAP)

1. Dalam rangka mengantisipasi timbulnya kerugian dari pembiayaan


bermasalah PNM wajib membentuk PKP berupa:
a. PKP umum; dan
b. PKP khusus.
2. PKP umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% (nol koma lima
perseratus) dari pembiayaan channeling kepada End User yang memiliki
kualitas Lancar
3. PKP khusus ditetapkan paling kurang sebesar:

20 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

a. 2,5% (dua koma lima perseratus) dari Aktiva Produktif dengan


kualitas Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi dengan nilai
agunan;
b. 10% (sepuluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Kurang Lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
c. 50% (lima puluh perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
d. 100% (seratus perseratus) dari Aktiva Produktif dengan kualitas
Macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

4. Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan


PKP ditetapkan sebesar:

a. 100% (seratus perseratus) dari agunan yang bersifat likuid, berupa


Sertifikat Bank Indonesia, tabungan dan deposito yang diblokir
pada bank yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa
pencairan, emas dan logam mulia;

b. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan untuk


agunan berupa tanah, tanah dan bangunan bersertifikat hak milik
(SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) atau hak guna usaha
(SHGU), hak pakai (HP) yang diikat dengan hak tanggungan;

c. 60% (enam puluh perseratus) dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
untuk agunan berupa tanah, tanah dan bangunan bersertifikat hak
milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) atau hak guna usaha
(SHGU), hak pakai (HP) tanpa hak tanggungan;

d. 50% (lima puluh perseratus) dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
untuk agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat
Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang
(SPPT) terakhir; d a n

e. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai pasar untuk agunan berupa
kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan dan diikat
sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Agunan selain yang dimaksud pada ketentuan diatas tidak diperhitungkan


sebagai pengurang dalam pembentukan PKP.

6. Agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang wajib dilakukan appraisal


untuk mengetahui nilai ekonomisnya. Dalam hal appraisal agunan tidak

21 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

dilakukan maka nilai agunan tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor


pengurang PKP.

I.9 PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

I.9.1 Ketentuan Umum

1. Pembiayaan dikategorikan bermasalah (Non Performing Financing) apabila


sudah termasuk kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

2. Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya pembiayaan


bermasalah:

a. Faktor Internal
1. Analisa pembiayaan yang tidak akurat
2. Lemahnya pengawasan dan monitoring
3. Pengikatan perjanjian pembiayaan dan jaminan tidak sempuma
4. Pembiayaan diberikan secara terkonsentrasi baik jumlah
maupun penerimanya
5. Lemahnya Sumber Daya Manusia (SDM)

b. Faktor Eksternal
Nasabah menyalahgunakan pembiayaan yang diperolehnya (side
streaming)

c. Faktor Kesulitan Usaha yang diindikasikan oleh beberapa hal:

1. Indikasi Manajemen
 Key Person meninggal dunia
 Perubahan struktur manajemen yang terlalu cepat/sering
 Tidak mampu melakukan rencana bisnis.

2. Indikasi Industri
 Mudah dimasuki industri lain
 Muncul pesaing baru
 Raw material yang terbatas
 Teknologi ketinggalan
 Tidak stabil di pasar.

3. Indikasi Produksi
 Permintaan menurun
 Tidak stabil dalam mutu

22 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

 Pelanggan utama menurun


 Kualitas dan kuantitas tidak dapat bersaing.

4. Indikasi Ekonomi
 Krisis ekonomi / kehidupan ekonomi sedang lesu
 Pasar lokal /nasional sedang menurun
 Kebijakan uang ketat
 Pertumbuhan ekonomi rendah

I.9.2 Penanganan Pembiayaan Bermasalah

1. Tugas dan kewajiban penanganan pembiayaan bermasalah dapat


diberikan kepada Channeling Agent yang memenuhi pra-syarat sebagai
berikut :
a. memiliki unit remedial ;atau
b. dinilai oleh PNM memiliki kemampuan mengelola pembiayaan
bermasalah.

I.9.3 Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah

Strategi penanganan pembiayaan bermasalah terbagi atas 2 (dua) kelompok


besar, yaitu:

1. Stay Strategy yaitu strategi dimana hubungan dengan Pihak Yang


Dibiayai/debitur tetap ingin dipertahankan dalam jangka panjang, tetapi
dengan persyaratan dan kondisi yang diperbaharui;
2. Phase Out Strategy yaitu strategi dimana pada prinsipnya hubungan
dengan Pihak Yang Dibiayai/debitur tidak ingin dilanjutkan lagi mulai saat
diambil keputusan, dengan ketentuan bahwa tindak lanjut (action plan)
untuk menyesaikannya harus dituangkan secara terperinci dan dengan
suatu batas waktu tertentu.

I.9.4 Stay Strategy

Pelaksanaan penanganan dengan Stay Strategy dipertimbangkan untuk


dilakukan kepada Pihak Yang Dibiayai/debitur yang memiliki prospek usaha
yang masih baik, kondisi keuangan (terutama arus kas/cash flow) dan jaminan
yang cukup memadai, dan disertai dengan itikad balk untuk menyelesaikan
seluruh kewajibannya.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalarn rangka penanganan Stay


Strategy adalah dengan upaya Restrukturisasi Pembiayaan.

23 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

I.9.5 Restrukturisasi Pembiayaan

1. Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya perbaikan yang dilakukan dalam


kegiatan pembiayaan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya, yang dilakukan melalui:

a. penjadualan kembali, yaitu perubahan jadual pembayaran kewajiban


debitur atau jangka waktu;

b. persyaratan kembali, yaitu perubahan sebagian atau seluruh


persyaratan Pembiayaan yang tidak terbatas pada perubahan jadual
pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang
tidak menyangkut perubahan maksimum plafon Pembiayaan;
dan/atau

c. penataan kembali, yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang


menyangkut penambahan fasilitas Pembiayaan dan konversi seluruh
atau sebagian tunggakan angsuran marjn / bagi hasil menjadi pokok
Pembiayaan baru yang dapat disertai dengan penjadualan kembali
dan/atau persyaratan kembali.

2. Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan terhadap debitur yang


memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau
marjin/nagi hasil pembiayaan; d a n
b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan diperkirakan mampu
memenuhi kewajiban setelah Pembiayaan direstrukturisasi.

3. Restrukturisasi Pembiayaan dilarang dilakukan apabila bertujuan hanya


untuk menghindari:
a. penurunan kualitas Pembiayaan;
b. peningkatan pembentukan PPAP; dan/atau

4. Pembiayaan yang telah direstuktur dan memiliki kualitas pembiayaan


Lancar dikembalikan pengelolaannya kepada AO.

I.9.6 Phase Out Strategy


1. Pelaksanaan penanganan dengan Phase Out Strategy ditujukan untuk
Pihak Yang Dibiayai/debitur yang sudah tidak memiliki prospek usaha
dan/atau kondisi keuangan (terutama arus kas/ cash flow) negatif
dan/atau jaminan yang tidak memadai dan/atau tidak memiliki itikad balk
untuk menyetesaikan seluruh atau sebagian kewajibannya.

24 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

2. Langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka penanganan Phase Out


Strategy terbagi atas 2 (dua) alternatif pendekatan, yaitu :

a. Soft approach

Pendekatan penanganan pembiayaan secara soft approach


mencakup upaya penyelesaian yang dilakukan di luar pengadilan,
seperti pelunasan kewajiban seterusnya dengan memberikan
potongan bunga, pengambilalihan agunan (dapat disertai dengan
penjualan agunan) atau penyelesaian di luar pengadilan lainnya.

b. Hard approach.

Pendekatan secara hard approach melibatkan jalur hukum


(pengaditan atau pihak luar), antara lain berupa pelaksanaan
eksekusi atau sita jaminan, pengajuan gugatan terhadap aktiva
lainnya, pengajuan status kepailitan dan pengalihan pembiayaan
bermasalah kepada lembaga di luar PNM, seperti Direktorat Jenderat
Piutang dan Lelang Negara (DJPLN)

3. Alternatif pendekatan yang dipilih untuk penanganan pembiayaan


bermasalah dengan strategi Phase Out ini didasarkan kepada hasil analisa
penyebab bermasalah dan langkah (workout) terbaik yang harus
dilakukan supaya penanganan yang dilakukan seefektif mungkin.

I.9.7 Pelimpahan Penanganan Pembiayaan Bermasalah – Dalam Hal


Penanganan Pembiayaan Bermasalah Oleh PNM.

1. Channeling Agent wajib melimpahkan pembiayaan bermasalah ke Kantor


Cabang pada saat suatu pembiayaan end user menjadi kualitas Kurang
Lancar dengan menggunakan Memo Pelimpahan beserta dokumentasi
fasilitas pembiayaan dan pengikatan agunan.

2. Pembiayaan bermasalah yang tidak dapat diupayakan penyelesaiannya


oleh Channeling Agent dan Kantor Cabang, dimana kualitas pembiayaan
telah digolongkan dalam kolektibilitas Diragukan, maka penanganan
selanjutnya harus dilimpahkan kepada Urusan Remedial PNM.

3. Pelimpahan penanganan kepada Urusan Remedial dilakukan dengan


menggunakan Memo Pelimpahan beserta dokumentasi fasilitas
pembiayaan dan pengikatan agunan.

25 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

4. Memo Pelimpahan, yang minimal wajib menginformasikan:


a. Status terakhir dari usaha dan kondisi keuangan End User;
b. Jenis fasilitas dan tujuan penggunaan pembiayaan;
c. Posisi terakhir jumlah kewajiban End User (pokok,
bunga/margin/bagi hasil, denda dan kewajiban lainnya);
d. Status terakhir kondisi dan nilai jaminan;
e. Kronologis penyebab pembiayaan bermasalah dan penanganan yang
telah dilakukan oleh unit Channeling Agent;
f. Aspek legal dari usaha End User, fasilitas pembiayaan dan jaminan;
dan
g. Hal-hal lainnya yang relevan disampaikan agar langkah penanganan
selanjutnya oleh Urusan Remedial dapat lebih efektif dan terarah.

5. Pembiayaan yang sudah dilimpahkan tetap merupakan account Kantor


Cabang, oleh karenanya Kantor Cabang berkewajiban terus memonitor
perkembangan pembiayaan yang sudah dilimpahkan dan mendukung
setiap langkah-langkah penanganan yang dilakukan Unit Remedial agar
pembiayaan bermasalah dapat diselesaikan dengan cepat.

I.9.8 Pengambilalihan Agunan

1. Agunan yang dapat diambilalih adalah agunan yang tercantum pada Akad
Pembiayaan dan perjanjian-perjanjian lain yang mengikutinya atau aset
lainnya milik End User yang diserahkan secara sukarela kepada PNM
sebagai pembayaran atas kewajibannya.

2. Pengambilalihan agunan atau aset lainnya milik End User dilakukan sesuai
prosedur dan memenuhi aspek legal.

3. Atas agunan yang berupa tanah dan bangunan harus dilakukan balik nama
kepada nama karyawan yang ditunjuk oleh PNM.

4. Apabila agunan yang diambilalih belum terjual setelah satu tahun dalam
penguasaan karyawan PNM, maka agunan tersebut harus dilakukan balik
nama ke PNM.

5. Agunan yang akan diambilalih harus telah dilakukan taksasi ulang minimal
6 (enam) bulan terakhir pada saat pengajuan pengambilalihan kepada
Komite yang berwenang.

6. Taksasi agunan dapat dilakukan oleh internal PNM atau oleh jasa konsultan

26 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

penilai eksternal.

I.9.9 Nilai Agunan Yang Diambil alih

1. Nilai pengambilalihan agunan yang menjadi pengurang kewajiban kepada


End User didasarkan pada nilai pasar hasil taksasi terakhir atau maksimal
senilai jumlah kewajiban End User (pokok dan bunga/margin/bagi hasil)
apabila nilai agunan yang diambilalih melebihi jumlah kewajiban End
User.

2. Beban-beban yang merupakan tanggungan End User (seperti hutang listrik,


pajak penjual, PBB, biaya notaris dan biaya-biaya lainnya) yang timbul
pada saat pengambilalihan agunan dibebankan kepada End User. Apabila
End User tidak dapat membayar beban-beban tersebut maka
diperhitungkan sebagai pengurang atas nilai pengambilalihan

3. Apabila nilai agunan yang diambilalih hanya mencukupi untuk pelunasan


kewajiban pokok End User tetapi tidak mencukupi untuk pelunasan
tunggakan bunga/margin/bagi hasil End User, dan kondisi usaha End
User tidak memungkinkan untuk melakukan pelunasan atas sisa
tunggakan bunga/margin/bagi hasil tersebut, maka dapat dilakukan
penghapusan atas sisa tunggakan bunga/margin/bagi hasil sesuai dengan
kebijakan dan prosedur yang berlaku.

4. Apabila nilai agunan yang diambilalih tidak mencukupi untuk pelunasan


kewajiban pokok dan tunggakan bunga/margin/bagi hasil, maka sisa
kewajiban tersebut tetap menjadi kewajiban End User yang harus
diselesaikan.

5. Pencatatan akuntansi atas agunan yang diambilalih mengikuti ketentuan


pedoman standar akuntansi yang berlaku.

I.9.10 Pemeliharaan Agunan Yang Diambilalih

1. Bagian Remedial bertanggung jawab untuk pemeliharaan agunan yang


telah diambilalih dan Bagian Remedial dapat meminta bantuan kepada
Kantor Cabang atau Urusan Manajemen Pendukung Infrastruktur untuk
pelaksanaan pemeliharaannya.

2. Bagian Remedial harus memonitor pembayaran pajak-pajak serta biaya-


biaya rutin lainnya yang harus dibayar kepada pihak-pihak lain
sehubungan dengan keberadaan agunan tersebut.

27 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

3. Seluruh biaya pemeliharaan agunan yang diambilalih menjadi beban biaya


operasional Bagian Remedial.

I.9.11 Wewenang Memutus Agunan Yang Diambilalih

1. Komite yang berwenang memutus pelaksanaan agunan yang diambilalih


adalah Direksi PNM yang membidangi Urusan Remedial, Bisnis terkait,
dan Direktur Utama.

2. Usulan atas pelaksanaan agunan yang diambilalih termasuk penghapusan


sebagian atau seluruh bunga/margin (apabila ada) diajukan oleh Urusan
Remedial untuk dimintakan persetujuan kepada Komite yang berwenang.

3. Batas waktu pelaksanaan pengambilalihan agunan adalah satu tahun sejak


tanggal persetujuan Komite yang berwenang.

4. Apabila sampai dengan satu tahun sejak batas waktu pelaksanaan


pengambilalihan agunan belum selesai maka harus dilakukan pengajuan
kembali kepada Komite yang berwenang.

I.9.12 Penjualan Agunan Yang Diambilalih

1. Usulan untuk penjualan agunan yang telah diambilalih diajukan oleh


Urusan Remedial untuk dimintakan persetujuannya kepada Komite yang
berwenang kemudian dimintakan persetujuan Dewan Komisaris dan
Pemegang Saham.
2. Permintaan persetujuan penjualan agunan yang diambilalih kepada
Pemegang Saham dapat dimasukkan ke dalam Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan (RKAP) tahun berjalan. Apabila penjualan agunan yang
diambilalih belum termasuk ke dalam RKAP maka dapat disusulkan
dengan permintaan persetujuan tertulis kepada Pemegang Saham.

3. Pelaksanaan penjualan agunan yang diambilalih yang sudah disetujui oleh


Dewan Komisaris dan Pemegang Saham wajib mengikuti kebijakan
tentang tatacara penjualan asset PNM atau ketentuan pemerintah lainnya
perihal pelepasan asset BUMN yang berlaku.

4. Apabila hasil penjualan setelah dikurangi biaya penjualan lebih besar dari
nilai agunan yang diambilalih, maka dicatat sebagai keuntungan lain-lain
dan apabila hasil penjualan setelah dikurangi biaya penjualan lebih kecil
dari nilai agunan maka dicatat sebagai kerugian lain-lain.

I.9.13 Penghapusan Pembiayaan

28 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

1. Dalam pelaksanaan analisa untuk menentukan upaya penyelesaian


terbaik atas suatu pembiayaan bermasalah dapat dipertimbangkan
langkah penghapusan atas seluruh atau sebagian kewajiban pembiayaan

2. Penghapusan yang dapat dilakukan dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu:


a. Penghapusan aktiva, yang dalam hal ini adalah kewajiban pokok;
b. Penghapusan pendapatan, yang dalam hal ini adalah kewajiban
margin.

3. Perlakuan atas penghapusan (write off) yang ditujukan, baik untuk aktiva
maupun pendapatan dapat dipisahkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
a. Penghapusbukuan (secara akuntansi);
b. Penghapusan hak tagih (secara permanen).

4. Dalam hal penghapusbukuan dan/atau penghapusan hak tagih atas


pembiayaan bermasalah merupakan kelanjutan dari langkah (workout)
penyelesaian, maka jumlah yang dihapusbukukan dan/atau dihapus hak
tagihnya adalah sebesar total kewajiban yang harus dibayar.

5. Permohonan penghapusbukuan baik aktiva maupun pendapatan harus


didukung oleh Cadangan yang sudah dianggarkan untuk tahun buku yang
bersangkutan.

6. Pelaksanaan pengakuan dan pengukuran dalam perlakuan akuntansi


mengikuti pedoman standar akuntansi yang berlaku.

I.9.14 Penghapusan Secara Akuntansi

1. Penghapusbukuan dan/atau penghapusan secara akuntansi hanya dapat


dilakukan terhadap :
a. Pembiayaan yang memiliki kualitas Macet; dan
b. Telah dilakukan upaya maksimal untuk memperoleh kembali
pembiayaan yang diberikan

2. Penghapusan secara akuntansi tidak berarti hak tagih kepada Pihak yang
Dibiayai/End User menjadi hilang atau dihentikan, oleh karena itu
walaupun telah diambil langkah penghapusbukuan, Urusan Remedial
tetap berkewajiban untuk melakukan penagihan kepada End User.

3. Pelaksanaan penghapusbukuan, baik untuk penghapusan terhadap aktiva


(pokok) maupun terhadap pendapatan disertai dengan pembuatan
catatan/narasi dan dokumentasi yang baik, sehingga data pendukung

29 - 30
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN

TANGGAL : Juni 2011

KEBIJAKAN PEMBIAYAAN NO. REVISI : 00


NO. DOKUMEN : 27/BPRS-PB/VI/2011

yang dibutuhkan pada saat dilakukan upaya penagihan kembali tetap


ada.

4. Pengajuan penghapusbukuan baik atas aktiva (pokok pembiayaan)


maupun atas pendapatan dilakukan oleh Urusan Remedial kepada Direksi
untuk diajukan ke Dewan Komisaris guna memperoleh persetujuan
terlebih dahulu, sebelum mendapatkan persetujuan dari pemegang
saham.

I.9.15 Penghapusan Secara Permanen (Hak Tagih)

1. Penghapusan hak tagih kepada End User dapat dilakukan dengan


beberapa faktor pertimbangan sebagai berikut :
a. Pembiayaan sudah dilakukan penghapusbukuan;
b. Telah dilakukan langkah-langkah penyelesaian dan penagihan
semaksimal mungkin;
c. Terdapat kepastian bahwa kewajiban atas pembiayaan yang
bermasalah tidak dapat dipenuhi lagi; dan
d. Ketentuan strategis lainnya yang harus diambil oleh Manajemen
dengan mempertimbangkan kondisi keuangan PNM, rencana kerja
PNM dan hal-hal terkait lainnya.

2. Pengajuan penghapusan hak tagih secara permanen, baik atas aktiva


(pokok pembiayaan) maupun atas pendapatan (bunga/margin) dilakukan
oleh Unit yang menangani penanggulangan pembiayaan bermasalah
kepada Komite yang berwenang, untuk kemudian diajukan ke Dewan
Komisaris guna memperoleh persetujuan terlebih dahulu, sebelum
mendapatkan persetujuan dari Pemegang Saham.

3. Dalam hal pada saat persetujuan penghapusbukuan (secara akuntansi)


dari Pemegang Saham dipersyaratkan bahwa piutang PNM tersebut harus
dialihkan kepada lembaga resmi yang bertugas menetapkan keputusan
hukurn di bidang pengurusan piutang Negara, seperti Direktorat Jenderal
Piutang dan Letang Negara (DJPLN), maka Unit yang menangani
penanggulangan pembiayaan bermasalah wajib melaksanakan
persyaratan dari Pemegang Saham tersebut sebelum mengajukan
penghapusan hak tagih secara permanen.

30 - 30

Anda mungkin juga menyukai