Anda di halaman 1dari 13

Birawan Cahyo Saputro / JMP Online Vol . 1 No.

9 November (2017) 925-937

JMP Online
Vol 1, No. 9, 925-937.
Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) © 2017 Kresna BIP.
URL : http://e-jurnalmit rapendidikan.co m ISSN 2550-481

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SIFAT-SIFAT CAHAYA DENGAN


METODE INQUIRI PADA KELAS V SEMESTER II
SD NEGERI SUMOGAWE 04

Birawan Cahyo Saputro


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

Dikirim : 25 November 2017 Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil


Revisi pertama :25 November 2017 belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran
Diterima : 27 November 2017 inquiri. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan model Kemmis
Tersedia online : 05 Desember 2017 dan Mc Taggart yang setiap siklusnya terdiri dari (1)
Perencanaan, (2) Pelaksanaan tindakan dan observasi, dan (3)
Kata Kunci : Inquiry, Hasil Belajar, Refleksi. Penelitian dilakukan pada kelas V SD Negeri
Sifat Cahaya Sumogawe 04 Kecamatan Getasan dengan jumlah 29 siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi
dan tes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Email : 292013106@student.uksw.edu
lembar observasi guru dan siswa juga soal tes evaluasi. Teknik
analisis data menggunakan analisis ketuntasan dan analisis
deskriptif komparatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan hasil
belajar siswa yang mulanya pada pra siklus sebesar 34%.
Pada siklus I meningkat dengan tingkat ketuntasan sebesar
69%. Kemudian meningkat lagi pada siklus II menjadi 93%
dari jumlah keseluruhan siswa. Dapat disimpulkan bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri
Sumogawe 04 pada materi sifat-sifat cahaya.

Birawan Cahyo Saputro 925


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara alamiah. Pembelajaran IPA sebaiknya juga dilaksanakan secara inkuiri
ilmiah (scientific inquiry) sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Selain itu juga untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, dan bersikap ilmiah (Mulyasa, 2007:111). Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pelajaran IPA pada hakikatnya diharapkan dapat menjadi wahana bagi
peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari- hari.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada
lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran (sains
lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk
merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi
bekerja ilmiah secara bijaksana (Depdiknas, 2006:203).
Suatu pembelajaran yang ideal diperlukan agar pendidikan IPA b isa tercapai
sesuai hakikatnya. Pembelajaran yang ideal menurut Syaiful Sagala (2016:61) ditandai
dengan konsepnya yang memberikan penekanan pada pemberdayaan siswa secara
aktif. Pembelajaran ideal juga akan melatih dan menanamkan sikap demokratis bagi
siswa dan juga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga
memberikan kreatifitas siswa untuk mampu belajar dengan potensi yang sudah mereka
miliki yaitu dengan memberikan kebebasan dalam melaksanakan pembelajaran dengan
cara belajarnya sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar perubahan paradigma
pembelajaran dari teacher center (berpusat pada guru) menjadi student center
(berpusat pada siswa). Tugas dan peran guru tidak hanya sebagai pemberi informasi,
tetapi juga sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri
pengetahuan melalui berbagai aktivitas yang menuntut peran aktif siswa. Dalam proses
pembelajaran ideal akan mampu memberikan pemahaman, kecerdasan, ketekunan,
kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku hingga siswa dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka.
Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan tercapainya
tujuan pembelajaran dalam bidang studi IPA adalah guru harus menggunakan metode
pembelajaran yang tepat. Salah satu metode pembelajaran yang bisa diterapkan dalam
pembelajaran IPA adalah metode inkuiri. Menurut Trianto (2014:109) “Inkuiri
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual”. Metode
inkuiri memiliki beberapa kelebihan diantaranya: siswa lebih dilibatkan aktif dalam
mengkonstruksi pengetahuan, memperoleh informasi, mengorganisasi informasi,
memecahkan masalah, dan mencari kebenaran atau pengetahuan, dari pada
mengkonsumsi pengetahuan.
Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri akan memberikan
pengalaman kepada siswa untuk melihat dan memahami konsep-konsep IPA dalam

Birawan Cahyo Saputro 926


kehidupan sehari- hari. Untuk itu agar dapat mencapai tujuan pembelajaran IPA di
sekolah dasar sangat tergantung skenario pembelajaran yang disusun dan dilaksanakan
oleh guru. Dalam proses pembelajaran hendaknya guru berupaya agar memberikan
kegiatan yang mengarah pada kegiatan berbuat atau melakukan tindakan nyata
sehingga pada diri siswa memperoleh pengalaman nyata atau konkrit (Hamdani,
2011:66).
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di Kelas V SD Negeri Sumogawe 04
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang pada saat mata pelajaran IPA terlihat belum
menunjukkan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry). Penyampaian materi dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode
ceramah. Guru menyampaikan materi di depan kelas dan siswa mendengarkan
penjelasan dari guru. Selama guru menjelaskan materi, siswa hanya duduk diam
mendengarkan tanpa adanya timbal balik atau kegiatan yang dapat merangsang
kreativitas siswa. Proses pembelajaran hanya berlangsung satu arah dari gur u kepada
siswa. Banyak siswa yang melakukan hal lain diluar materi pembelajaran, seperti
mengobrol atau malah mengganggu temannya dan tidak memperhatikan penjelasan
dari guru. Metode pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa tidak dapat
menyerap secara penuh materi pelajaran. Guru juga belum memanfaatkan media untuk
membantu dalam penyampaian materi. Pemanfaatan sumber belajar hanya dilakukan
dari buku paket. Pada semester II tahun pelajaran 2016/2017 rata-rata hasil belajar nilai
ulangan harian siswa kelas V mata pelajaran IPA Kompetensi Dasar sifat-sifat cahaya
adalah 60,3. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA kelas V SD
Negeri Sumogawe 04 yaitu 60. Dari 29 siswa, yang tuntas baru 10 siswa (34%),
sedangkan yang tidak tuntas yaitu 19 siswa (66%).

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang
ada dalam penelitian ini adalah : Apakah dengan menerapkan metode inkuiri dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa tentang sifat-sifat cahaya pada kelas V semester
2 SD Negeri Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang tahun pelajaran
2016/2017?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar sifat-sifat cahaya dengan metode Inquiry pada kelas V
semester II SD Negeri Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun
pelajaran 2016/2017.

KAJIAN PUSTAKA
Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam atau yang sering disebut dengan Sains berupaya untuk
membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan
pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-
habisnya. BSNP (2006:27) menyatakan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Birawan Cahyo Saputro 927


pengetahuan yang berupa fakta- fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. IPA merupakan pengetahuan yang rasional
dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya.
Menurut Susanto (2015:166) Ilmu Pengetahuan Alam adalah usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan pena laran sehingga mendapatkan suatu
kesimpulan. Sedangkan Maslichah Asy'ari (2006:7) juga menjelaskan bahwa sains atau
Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh
dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini mengandung maksud bahwa sains selain
menjadi sebagai produk juga sebagai proses. Sains sebagai produk yaitu pengetahuan
manusia dan sebagai proses yaitu bagaimana mendapatkan pengetahuan tersebut.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia tentang semesta dengan segala isinya
yang diperoleh dengan cara terkontrol melalui pengamatan, observasi dan eksperimen
serta menggunakan prosedur ilmiah yang sistematik sehingga mendapatkan suatu
kesimpulan.

Ruang Lingkup dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam


IPA adalah salah satu materi ajar yang memiliki cakupan sangat luas. Untuk
mempelajarinya harus memperhatikan tingkatannya. Menurut Mulyasa (2007:112)
ruang lingkup untuk bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,
dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langitnya.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Mulyasa (2007:112) maka dapat
dikatakan ruang lingkup IPA adalah semua yang ada di alam semesta yang meliputi 1)
Mahluk hidup termasuk proses kehidupannya yang mencakup manusia, hewan serta
tumbuhan, 2) Benda/materi yang meliputi benda cair, benda padat dan benda gas, 3)
Energi serta perubahannya yang meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listri, cahaya dan
pesawat sederhana, 4) Bumi dan alam semesta meliputi bumi, tata surya juga semua
benda langit. Dari ruang lingkup tersebut, IPA merupakan ilmu pengetahuan yang
mengkaji tentang konsep dan prinsip dasar yang esensial tentang semua gejala alam
semesta. Dari aspek-aspek yang umum mahluk hidup sampai aspek khusus proses
kehidupannya. Dari fakta dasar tentang bumi hingga fakta lebih dalam tentang tata
surya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), BSNP (2006:13) menyatakan
mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berik ut:
(a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (b) Mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari- hari, (c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap

Birawan Cahyo Saputro 928


positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara
IPA, lingkungan, tekhnologi, dan masyarakat, (d) Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dam membuat
keputusan, (e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam, (f) Meningkatkan kesadaran untuk
menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan (g)
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS (Mulyasa, 2007:111).
Dari tujuan IPA dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, maka dapat
dikatakan bahwa IPA memiliki tujuan pokok yaitu: 1) Siswa mampu mengembangkan
pengetahuan, rasa ingin tahu serta ketrampilan proses dalam memecahkan masalah. 2)
siswa dapat meningkatkan kesadaran untuk menghargai dan memelihara serta
melestarikan lingkungan sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 3) Siswa dapat memperoleh
bekal pengetahuan yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan tujuan IPA, maka belajar IP A lebih menekankan bagaimana siswa
mengolah pengetahuan serta ketrampilannya dalam memecahkan masalah.
Kemampuan tersebut yang nantinya dapat dipergunakan siswa untuk memelihara dan
melestarikan lingkungan yang ada pada sekitar dirinya. Dalam proses belaja r, siswa
dapat dimulai dari konsep-konsep yang diperoleh melelui suatu proses yang
menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh
hasil/produk (Lestari, 2002:7).

Metode Pembelajaran Inquiri


Inkuiri berasal dari bahasa inggris “inquiry” yang secara harfiah berarti
pertanyaan atau pemerikasaan, penyelidikan. Inkuiri merupakan salah satu metode
pembelajaran yang berperan penting dalam membangun paradigma pembelajaran
konstruktivistik yang menekankan pada keaktifan belajar siswa (Mulyatiningsih,
2010:96).
Phillips (dalam Arnyana, 2007:39) mengemukakan inkuiri merupakan metode
pembelajaran yang dapat diterapkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran
dengan pendekatan ini sangat terintegrasi meliputi penerapan proses sains yang
menerapkan proses berpikir logis dan berpikir kritis. Sanjaya (2008:196) berpendapat
bahwa strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Syaiful Sagala (2006:196), mengemukakan metode inkuiri merupakan metode
pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa
yang berperan sebagai subjek belajar, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa
lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah.
Sedangkan menurut Joice (2005:87), Metode inkuiri adalah metode yang
menempatkan dan menuntut guru untuk membantu siswa menemukan sendiri data,
fakta dan informasi tersebut dari berbagai sumber agar dengan kegiatan itu dapat
memberikan pengalaman kepada siswa. Pengalaman ini akan berguna dalam
menghadapi dan memecahkan masalah- masalah dalam kehidupannya.

Birawan Cahyo Saputro 929


Berdasarkan pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa inkuiri
merupakan suatu metode pembelajaran yang menerapkan proses berpikir logis, kritis
dan analitis pada diri siswa sebagai subjek belajar untuk menemukan sendiri jawaban
dari masalah yang dipertanyakan dan menghadapi masalah dalam kehidupannya.
Alasan penggunaan metode inkuiri adalah dengan menemukan sendiri tentang konsep
yang dipelajari, siswa akan lebih memahami ilmu, dan ilmu tersebut akan bertahan
lama. Pengajaran berbasis inkuiri merupakan strategi pengajar yang menyediakan
kesempatan untuk pembelajaran bermakna karena inkuiri memberikan kepada siswa
pengalaman-pengalaman belajar yang nyata dan aktif serta siswa dapat
mengembangkan kreatifitasnya sendiri dalam memecahkan masalah.

Karakteristik Pe mbelajaran Inquiri


Setiap metode pembelajaran kooperatif pasti mempunyai karakteristik sendiri-
sendiri yang membedakan dengan metode pembelajaran yang lain. Begitu juga model
pembelajaran kooperatif inkuiri Menurut Sanjaya (2008:196-197) ada beberapa hal
yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri, yaitu:
a. Metode inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, artinya metode inkuiri menempatkan siswa sebagai
subyek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan
untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan
jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat
menumbuhkan sikap percaya diri. Dengan demikian, metode pembelajaran inkuiri
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator
dan motivator belajar siswa.
Dari ciri utama metode pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Sanjaya
(2008:196-197), maka pada initinya metode pembelajaran inkuiri adalah metode
pembelajaran yang mempunyai karakteristik menempatkan guru hanya sebagai
fasilitator dan motifator dalam proses pembelajaran. Siswa yang dituntut untuk aktif
menemukan jawabannya sendiri masalah yang ia hadapi.
Berdasarkan pada karakteristik inkuiri diatas, ketika guru menggunakan teknik
inkuiri, guru tidak boleh banyak bertanya atau berbicara. Biarkan siswa lebih banyak
mencoba, berpikir dan mengembangkan tingkat krestifitasnya. Guru hanya membantu
dan memotifasi siswa yang mengalami kesulitan dalam proses inkuiri, selanjutnya
biarkan siswa bereksplorasi. Dalam pembelajaran dengan inkuiri siswa didorong untuk
memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkunkan mereka
menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. (Nur dan Wikandari, 2000:10).

Sintaks Metode Pembelajaran Inquiri


Metode pembelajaran inkuiri merupakan metode pembelajaran yang bebasis
penemuan atau siswa menmukan sendiri tentang konsep materi yang telah dipelajari.
Penemuan ini bisa dilakukan melalui cara diskusi, penelitian, pengamatan lapangan
serta kolaborasi antara siswa dengan guru. Sanjaya (2008:205) mengemukakan
sintak/tahapan metode inquiri adalah sebagai berikut:

Birawan Cahyo Saputro 930


Tabel 1. Sintaks Metode Pembelajaran Inquiry
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1 Guru menyajikan kejadian-kejadian atau
Observasi untuk menemukan masalah fenomena yang memungkinkan siswa
menemukan masalah
Tahap 2 Guru membimbing siswa merumuskan
Merumuskan masalah masalah penelitian berdasarkan kejadian dan
fenomena yang disajikannya
Tahap 3 Guru membimbing siswa untuk mengajukan
Mengajukan hipotesis hipotesis terhadap masalah yang telah
dirumuskannya
Tahap 4 Guru membantu siswa melakukan
pengamatan tentang hal-hal yang penting dan
Pengumpulan informasi (data) membantu mengumpulkan dan
mengorganisasi data
Tahap 5 Guru membantu siswa menganalisis data
Menguji hipotesis supaya menemukan suatu konsep
Tahap 6 Guru membimbing siswa mengambil
Penarikan kesimpulan dan penemuan kesimpulan berdasarkan data dan
menemukan sendiri konsep yang ingin
ditanamkan.
Sumber : Sanjaya (2008:205)
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Sanjaya (2008:205), maka
sintaks pembelajaran inquiri mempunyai 6 tahap yang pertama adalah tahap observasi
menemukan masalah untuk mengorientasi siswa terhadap masalah ini guru harus
memiliki kreativitas atau rangsangan yang diberikan benar-benar menarik bagi siswa.
Kemudian pada tahap kedua adalah merumuskan masalah, guru membimbing siswa
merumuskan masalah dari fenomena yang telah ditemukan. Tahap berikutnya adalah
mengajukan hipotesis, pada tahap ini guru membimbing siswa untuk mengajukan
hipotesis atau dugaan sementara terhadap masalah yang telah dirumuskan. Tahap
keempat adalah pengumpulan data, pada tahap pengumpulan data guru membantu
siswa mengumpulkan serta memproses data untuk menyelesaikan masalah. Tahap
kelima adalah menguji hipotesis, disini guru membantu siswa menganalisis data yang
telah terkumpul untuk memperileh suatu konsep. Tahap yang terakhir adalah penarikan
kesimpulan, setelah data diolah dan ditemukan suatu konsep atas masalah awal, maka
ditarik kesimpulsn berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Dari sintaks tersebut maka dalam pembelajaran inkuiri guru dituntut untuk
lebih kreatif serta mampu mengorganisasi proses pembelajaran dengan baik. Dalam
tahap awal guru harus mampu menyajikan masalah yang akan dihadapi oleh siswa.
Guru harus benar-benar paham dengan karakteristik dan tingkat intelegensi siswa agar
dalam menyajikan masalah tidak terlalu berat atau terlalu ringan dan sesuai dengan
tingkat berfikir siswa. Pada saat proses pembelajaran guru dituntun untuk mampu

Birawan Cahyo Saputro 931


mengkondisikan kelas dengan baik agar dalam tahan siswa mengumpulkan informasi
dapat berlangsung dengan lancar hingga tahap menarik kesimpulan.
Pengertian Hasil Belajar IPA
Hasil adalah sesuatu yang diadakan atau dibuat oleh sebuah usaha
(Poerwadarminta. 2003:408). Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam
pembelajaran. Nana Sudjana (2009:3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang
lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono
(2006:34) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran
dari puncak proses belajar.
Benyamin S. Blom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan hasil belajar merupakan
keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut merupakan
bermacam- macam informasi sedangkan keluarnya adalah perbuatannya atau kinerja.
Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar
dapat dikelompokkan kedalam dua macam bentuk yaitu pengetahuan dan
keterampilan. Hasil belajar IPA tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan
IPA, dimana IPA lebih menekankan bagaimana siswa mengolah pengetahuan serta
ketrampilannya dalam memecahkan masalah. Oleh sebab itu tujuan pelajaran
menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa dan cara siswa dalam
memecahkan masalah tersebut.
Dari berbagai kajian definisi di atas, maka yang dimaksud hasil belajar IPA
adalah suatu indikator atau hasil dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah
mengalami proses belajar mengolah penetahuan serta keterampilannya dalam
memecahkan masalah. Hasil belajar dapat diketahui dari evaluasi pada puncak proses
belajar. Pada tahap sekolah proses belajar terjadi saat interaksi siswa dengan guru,
siswa menjadikan guru sebagai sumber belajar dan siswa sendiri sebagai subjek yang
akan mengalami proses belajar. Dari pihak guru, proses belajar diakhiri dengan proses
evaluasi hasil belajar untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada diri siswa
terutama dalam konsep pengetahuan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
model pendekatan spiral dari C. Kemmis dan Mc. Taggart, dimana dalam Penelitian
Tindakan Kelas menggunakan prosedur beberapa siklus yaitu Siklus I, Siklus II dan
seterusnya sampai penelitian menuju pada indikator keberhasilan. Dalam masing-
masing siklus terdiri dari tiga tahapan yaitu Planning (perencanaan), Acting &
Observing (pelaksanaan dan observasi), serta Reflecting (refleksi). Penelitian ini
dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang pada siswa kelas V Semester 2 Tahun pelajaran 2016/2017. Dalam
penelitian ini menggunakan 2 variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. (1)
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi timbulnya variabel terikat.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Model pembelajaran Inquiri.

Birawan Cahyo Saputro 932


(2) Variabel terikat : Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat adalah hasil
belajar siswa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teknik tes dan
non tes. Teknik tes menggunakan hasil tes evaluasi siswa sedangkan teknik non tes
akan menggunakan lembar observasi guru siswa dan juga dokumentasi. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis ketuntasan dan
teknik diskriptif komparatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Siklus I
Setelah selesai melaksanakan pembelajaran pada siklus I dari pertemuan
pertama dan kedua maka selanjutnya guru melakukan refleksi atas proses
pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Refleksi dilaksanakan oleh guru setelah semua
data terkumpul. Baik berupa data hasi evaluasi siswa maupun data hasil observasi oleh
guru kelas. Refleksi ini dilakukan melalui berdiskusi dengan guru kelas dan peneliti
untuk mencari solusi dari apa permasalahan atau hambatan yang ada pada siklus I.
Dari data hasil belajar siswa yang didapat dari pengerjaan soal evaluasi, siswa masih
belum begitu dapat menguasai materi dengan baik. Ini ditunjukkan dari hasil evaluasi
29 siswa, hanya terdapat 20 siswa (69%) yang nilainya sudah tuntas diatas KKM,
sedangkan 9 siswa (31%) nilainya masih berada di bawah KKM. Pada indikator
keterlaksanaan kegiatan siswa yang diperoleh dari lembar observasi masih banyak
kegiatan yang belum terlaksana diantaranya: siswa belum berani bertanya jawab
dengan guru, siswa belum berani mengemukakan pendapatnya pada saat mendapat
pertanyaan dari guru, siswa belum mampu menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
Dari cacatan observer pada lembar observasi guru dan siswa diperoleh
beberapa masalah penyebab belum berhasilnya penelitian pada siklus ini antara lain:
(1) Persiapan yang dilakukan guru kurang maksimal sehingga masih banyak
kekurangan dalam proses pembelajaran. (2) Siswa masih belum aktif dalam proses
pembelajaran. (3) Siswa masih belum berani bertanya ataupun menyampaikan
pendapat. (4) Siswa tidak dibimbing oleh guru dalam berdiskusi kelompok sehingga
banyak siswa yang mengalami kebingungan dalam mengerjakan. (5) Guru kurang
mampu mengkondisikan kelas sehingga pada saat diskusi kelompok kelas menjadi
gaduh.
Berdasarkan beberapa masalah diatas, maka dilakukan perbaikan pembelajaran
pada Siklus II yang diantaranya dengan cara: (1) Melakukan persiapan dengan baik
agar pembelajaran yang berlangsung dapat maksimal. (2) Memacu siswa untuk berani
bertanya dan mengemukakan pendapat agar guru tahu tentang hal- hal yang belum
dikuasai oleh siswa. (3) Guru akan membimbing siswa dalam menemukan masalah,
berdiskusi memecahkan masalah, maupun presentasi hasil diskusi. (4) Berkonsultasi
dengan guru kelas cara mengkondisikan kelas agar pembelajaran berlangsung dengan
lancar.

Siklus II
Hasil pelaksanaan Siklus I yang telah dilakukan belum menunjukkan
ketercapaian indikator kerja, maka penelitian dilanjutkan dengan melakukan Siklus II.

Birawan Cahyo Saputro 933


Pelaksanaan siklus II masih akan dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu perencanaan,
tindakan dan observasi serta refleksi. Dalam pelaksanaan tindakan dan observasi
masing- masing dilakukan dalam 2 kali pertemuan dengan menggunakan metode
inkuiri. Siklus II dilaksanakan dengan memperhatikan hasil refleksi serta memperbaiki
kelemahan yang terjadi pada siklus I.
Setelah pelaksanaan siklus, refleksi dilakukan oleh guru setelah semua data
Siklus II baik berupa data hasi evaluasi maupun data hasil observasi oleh guru kelas
selama 2 pertemuan terkumpul. Dari data hasil evaluasi, siswa mengalami peningkatan
hasil belajar. Ini ditunjukkan dari 29 siswa, hanya terdapat 2 siswa (7%) yang nilainya
masih belum tuntas diatas KKM, sedangkan 27 siswa (93%) nilainya sudah berada
diatas KKM. Sedangkan dari data lembar observasi pada siklus II pembelajaran yang
berlangsung sudah baik. Siswa juga sudah aktif dan berani mengungkapkan pendapat
maupun pertanyaan.guru juga sudah bisa mengkondisikan kelas dengan baik sehinga
pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal.

Pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di kelas V SD Negeri
Sumowono 04 bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam menggunakan metode inkuiri hasilnya sangat memuaskan.
Berdasarkan hasil analisis data dari pra siklus, siklus I hingga ke siklus II hasil belajar
siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hasil belajar sebelum dilakukan
tindakan atau pada pra siklus menunjukkan siswa yang tuntas hanya sebanyak 10 anak
dengan presentase 34% kemudian dilaksanakan siklus 1 ketuntasan siswa meningkat
mencapai 20 anak atau 69%. Akan tetapi hasil yang diperoleh pada siklus 1 belum
memenuhi target sesuai dengan indikator kerja yang telah dibuat yaitu ketuntasan
belajar mencapai 80% atau lebih dari jumlah keseluruhan siswa. Hal ini dikarenakan
guru belum mengetahui karakter kelas secara penuh dan juga masih kurang persiapan
dalam mengajar. Guru juga belum bisa mengkondisikan kelas secara maksimal. Jadi
siswa terkadang masih kebingungan dengan masalah yang ia hadapi, kurangnya
bimbingan dari guru pada tahap proses penyelesaian masalahpun menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi kurangnya tingkat pemahaman oleh siswa. Pada siklus I ini
siswa juga belum menunjukkan keberaniannya untuk menyampaikan pendapat ataupun
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
Dengan memperhatikan refleksi dari siklus 1, maka dilakukan perencanaan
perbaikan-perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus II agar penelitian
mencapai target yang ditentukan. Setelah dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran
siklus II, ketuntasan siswa mencapai 93% dan hanya terdapat 2 siswa (7%) saja yang
belum tuntas, ini berarti Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan metode
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan ketuntasan siswa sebanyak 59%
dibandingkan hasil belajar sebelum dilakukan tindakan. Peningkatan hasil belajar
siswa tiap siklus disajikan dalam gambar berikut:

Birawan Cahyo Saputro 934


100 93

80 69
persentase 66
60
Tuntas
40 34 31 Tidak tuntas

20
7

0
Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2

Gambar 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus


Sumber : Hasil Penelitian Diolah (2017)
Hasil yang diperoleh pada siklus II ini telah mencapai target yaitu ketuntasan
siswa lebih dari 80%. Hal ini dikarenakan kelebihan pembelajaran dengan
menggunakan metode inkuiri pada tingkat keaktifan siswa dalam belajar meningkat,
siswa dituntut untuk berfikir menganalisis masalah yang diberikan oleh guru kemudian
berdiskusi dengan kelompoknya untuk saling bertukar pikiran maupun bertukar
informasi dari pengetahuan masing- masing. Kemudian siswa dituntut untuk berani
mempresentasikan hasil pemikiran dan disk usinya di depan kelas, sementara siswa
yang lain agar berani menyampaikan pendapatnya. Dalam proses pembelajaran, siswa
tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara
verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu
sendiri. Ini sesuai dengan pendapat Syaiful Sagala (2006:196), yang mengemukakan
bahwa metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan
dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa yang berperan sebagai subjek belajar,
sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Hal inilah yang membuat
pembelajaran menggunakan metode inkuiri menjadi pembelajaran yang lebih
bermakna bagi siswa. Siswa tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan tetapi juga
dapat mengembangkan pengetahuan yang ia miliki.
Akan tetapi penggunaan metode inkuiri ini juga memiliki kelemahan,
diantaranya adalah pada saat tahap analisa/menemukan masalah siswa masih merasa
kesulitan. Siswa masih membutuhkan bimbingan yang lebih dari guru untuk dapat
menganalisa, merumuskan masalah dan juga menarik kesimpulan. Hal ini mungkin
diakibatkan dari kebiasaan belajar siswa yang pasif dan hanya menerima informasi dari
guru, sehingga siswa masih sulit untuk berfikir sendiri. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Sanjaya, (2008: 208) tentang kelemahan dari metode inkuiri salah
satunya adalah Metode ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena
terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar. Akan tetapi hal ini dapat diatasi
dengan guru memberikan bimbingan secara penuh kepada siswa yang merasa kesulitan
agar siswa tersebut paham.

Birawan Cahyo Saputro 935


Dari hasil pemaparan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan metode
inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dikatakan berhasil. Metode
pembelajaran inkuiri menuntut siswa lebih akif dan dapat memberikan ruang kepada
siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. Pembelajaran menjadi lebih
bermakna. Hal inilah yang menjadikan hasil belajar siswa meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dengan menerapkan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa
tentang sifat-sifat cahaya pada kelas V semester 2 SD Negeri Sumogawe 04
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2016/2017. Metode
pembelajaran yang diterapkan ini membuat siswa menjadi lebih aktif mengikuti
pembelajaran, tidak hanya duduk dan mendengarkan materi dari guru. Metode inkuiri
juga menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan. Jadi siswa dituntut agar lebih kreatif dalam mengikuti pembelajaran.
Peningkatan hasil belajar dibuktikan dari data hasil belajar siswa kelas V
setelah melewati 2 siklus. Hasil belajar dari tahap pra siklus dengan nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal yang di tentukan guru yaitu 60, dari 29 siswa terdapat 10 siswa
yang tuntas dan 19 siswa belum tuntas. Pada siklus I dari KKM yang sudah ditetapkan
ada 20 siswa yang sudah tuntas dan 9 siswa yang belum tuntas. Sedangkan pada siklus
II dari 29 siswa ada 27 siswa yang tuntas dan 2 siswa yang tidak tuntas. Meskipun
masih terdapat 2 siswa yang belum tuntas, namun penelitian ini sudah dinyatakan
berhasil karena ketuntasan telah mencapai 93% lebih tinggi dari indikator kerja yang
ditetapkan yaitu 80%.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai tambahan atau
pembelajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar, penulis juga memberikan
saran bagi guru, bagi siswa dan bagi sekolah, yaitu (1) Bagi guru : hendaknya lebih
kreatif lagi dalam mengelola metode yang digunakan agar siswa dapat lebih aktif
dalam mengikuti pembelajaran, karena dengan menggunakan metode yang kooperatif
seperti metode inkuiri terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. (2) Bagi siswa :
Pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya bersungguh-sungguh memperhatikan
penjelasan dari guru, selain itu juga berani bertanya kepada guru tentang hal- hal yang
belum diketahuinya, serta berani mengungkapkan pendapat agar selama proses
pembelajaran hasilnya bisa seperti yang diharapkan. (3) Bagi sekolah : hendaknya
membantu atau memberikan sarana kepada para guru untuk lebih mengembangkan
penggunaan metode pembelajaran agar pembelajaran bisa berlangs ung secara
maksimal dan tujuan pendidikan pun bisa tercapai.

Birawan Cahyo Saputro 936


DAFTAR PUSTAKA
Arnyana, Putu. 2007. Buku Ajar Strategi Belajar Mengajar. Singaraja: FPMIPA.
BSNP. 2006. Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk. Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineke. Cipta.
Gulo, Joyce. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : grasindo
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia
Lestari, Taufik Agus, Prianto Lestari. 2002. Pendidikan Anak di SD.
Jakarta:Universitas Terbuka.
Maslichah Asy’ari. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat Dalam
Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Yogyakarta. Universitas Sanata Darma
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Mulyatiningsih, Endang. 2010. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan (PAIKEM). Jakarta: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kerja.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran berpusat kepada siswa dan pendekata
kontruktivis dalam pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa
Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
Saiful Sagala. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
Sumarni. 2007. Metode Pembelajaran di Sekolah Dasar. Yogyakarta : Pustaka.
Susanto, A. 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Jakarta: Kharisma
Putra Utama

Birawan Cahyo Saputro 937

Anda mungkin juga menyukai