Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STUDI SOSIAL

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK DAN


MENGEMBANGKAN KOMPENTENSI SOSIAL AUD

Dosen Pengampu :
Dra. Hj. Izzati, M.Pd

Oleh :

Kelompok 3

1. Feragil Jonef (18022013)

2. Mardhotillah (18022023)

3. Nadia Yulisyafira (18022026)

4. Nisa Viorenza (18022032)

5. Nuraini (18022034)
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca,untuk kedepan nya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,kami yakin masih banyak


kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

10 oktober 2020

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 4

A. Latar Belakang............................................................................................................. ..4

B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 4

C. Tujuan........................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................... 5

A Peran serta orang tua, guru dan masyarakat dalam membentuk dan

mengembangkan kompetensi sosial aud…………………………………………………….5

B.Peran orang tua dalam mengembangkan sosial anak………………………………………7

C.Faktor Pendukung Perkembangan  Sosial………………………………………………….8

D.peran guru dalam mengembangkan sosial anak…………………………………………12

BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 13

A. Kesimpulan................................................................................................................... 14

B. Saran............................................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam buku yang dikutip oleh Anonym (2007:86) menjelaskan bahwa setiap
orang tua dalam menjalani kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan
peran yang sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya yaitu
: Melahirkan, Mengasuh, Membesarkan, Mengarahkan menuju kepada kedewasaan
serta menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu orang
tua juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, memberi
teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan penuh tanggung
jawab dan penuh kasih sayang. Hal tersebut terjadi karna orang tua memiliki
tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari segi
psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan
mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan
hidup manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Peran serta orang tua, guru dan masyarakat dalam membentuk dan
mengembangkan kompetensi sosial aud ?

b. Peran orang tua dalam mengembangkan sosial anak ?

c. Faktor Pendukung Perkembangan  Sosial ?

d. peran guru dalam mengembangkan sosial anak ?


C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui Peran serta orang tua, guru dan masyarakat dalam membentuk
dan mengembangkan kompetensi sosial aud

b. Untuk mengetahui Peran orang tua dalam mengembangkan sosial anak

c. Untuk mengetahui Faktor Pendukung Perkembangan  Sosial

d. Untuk mengetahui peran guru dalam mengembangkan sosial anak

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran serta orang tua, guru dan masyarakat dalam membentuk dan
mengembangkan kompetensi sosial aud

Kompetensi  sosial merupakan salah satu jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh


anak-anak dan pemilikan kompetensi ini merupakan suatu hal yang penting. Menurut Leahly
(1985) kompentensi merupakan suatu bentuk atau dimensi evaluasi diri (self evaluation),
dengan kompetensi yang dimilikinya.

Kompetensi sosial adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon teman-


temannya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan teman-temannya serta
diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti,
mempertahankan sikap memberi dan menerima dalam berinteraksi dengan
temannya, (Vaughn dan Waters dalam Sroufe dkk, 1996).

Menurut Adam (dalam Martani & Adiyanti, 1991), kompetensi sosial mempunyai


hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi.
Membangun kompetensi sosial pada kelompok bermain dapat dimulai dengan membangun
interaksi di antara anak-anak, interaksi yang dibangun dimulai dengan bermain hal-hal yang
sederhana, misalnya bermain peran, mentaati tata tertib dalam kelompoknya, sehingga
kompetensi sosialnya akan terbangun.

Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama dari


orangtua.Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter social anak, peranan orang tua
dan guru sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia dini.

Usaha atau upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam membangun
karakter anak usia dini adalah:

1) Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak.

2) Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian
makanan yang bergizi.

5
3)  Pola pendidikan guru dengan orangtua yang dilaksanakan baik dirumah dan di sekolah
saling berkaitan.

4) Berikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji.

5) Berikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya.

6) Bersikap tegas, konsisten dan bertanggungjawab

Keterampilan sosial anak merupakan cara anak dalam melakukan interaksi, baik dalam hal
bertingkah laku maupun dalam hal berkomunikasi denga orang lain. Kebanyakan anak
merasa kesulitan dalam berinteraksi dengan teman, guru maupun orang yang baru
dikenalnya.

Anak akan baik perkembangan keterampilan sosialnya apabila pola asuhnya baik pula
yang diberikan oleh orangtuanya. Namun kebanyakan para orang tua sering beranggapan
bahwa keterampilan sosial anaknya tidaklah begitu penting untuk diperhatikan dalam
kehidupannya. Karena si anak akan dapat belajar dengan sendirinya untuk berinteraksi secara
baik dengan teman, saudara atau orang lain.

Memasukkan anak kesekolah atau ke lembaga pendidikan sudah cukup untuk


membentuk keterampilan sosial si anak.Dengan demikian tidaklah perlu lagi orangtua harus
repot-repot untuk membentuk keterampilan sosial anaknya.Anggapan yang demikian sering
terjadi para orangtua anak.

Namun tanpa disadari oleh orangtua bahwa sekolah maupun lembaga pendidikan yang
diberikan kepada anak belumlah tentu dapat membentuk perkembangan keterampilan
sosialnya secara baik.Karena kebanyakan sekolah dan lembaga pendidikan tersebut lebih
mengedepankan tujuanya bagaimana peserta didiknya menjadi pintar dan
cerdas (kognitif) tanpa memperhatikan bagaimana perkembangan keterampilan sosial peserta
didiknya.Oleh karena itu para orangtua sebaiknya tidak melepaskan tanggungjawabnya
dalam hal membentuk perkembangan keterampilan sosial anaknya.

Dalam hal ini ada beberapa indikasi untuk melihat hambatan dalam perkembangan
keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak :

a) Anak lebih banyak diam dan tidak mau ikut serta dalam kegiatan bersama temannya.

b) Anak mudah merajuk dan merengek

6
c) Anak sering membuat orang lain atau temannya marah.

d) Sulit bergaul dan tidak disukai oleh orang lain atau temannya

e) Bertengkar dan suka mengganggu orang lain atau temannya.

f) Tidak mau menuruti kata yang disampaikan

g) Berusaha menarik perhatian orang lain.

h) Banyak menyerah dan sering mengikuti orang lain atau temannya.

i) Lebih suka bermain dengan orang yang lebih tua.

Jika beberpa indikasi ini terdapat pada perilaku anak, maka kecenderungan anak
mengalami hambatan perkembangan sosialnya.Oleh sebab itu orang tua sebaiknya dapat
memberikan dukungan dengan pola asuh yang baik dalam mendukung perkembangan sosial
anaknya yang lebih baik.Inilah bekal untuk menjalin hubungan yang seimbang dengan
sebayanya.Hubungan pertemanan yang seimbang dapat diperoleh jika anak memiliki rasa
percaya diri dan bisa menghadapi berbagai masalah serta mencari solusinya. Begitu pula,
anak-anak yang diberi banyak kesempatan untuk bermain dan bergaul cenderung akan
memiliki keterampilan sosial yang tinggi ketimbang anak yang sehari-harinya di rumah saja

B. Peran orang tua dalam mengembangkan sosial anak


Menurut Munandar (1999) dijelaskan tentang berbagai hal yang terkait dengan
peranan orang tua dan lingkungan keluarga dalam mengembangkan potensi anak. Diawali
dengan hasil penelitian Dacey mengenai beberapa faktor lingkungan keluarga yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak:
a. Faktorgenetis dan pola asuh yang mempengaruhi kebiasaan anak
b. Aturan perilaku
Orangtua sebaiknya tidak banyak menentukan aturan perilaku dalam keluarga.Mereka
menentukan dan meneladankan (model) seperangkat nilai yang jelas, dan mendorong anak-
anak mereka untuk menentukan perilaku apa yang mencerminkan
nilai-nilai tersebut.
c. Sikap orang tua yang humoris
Suka bercanda sebagai lelucon yang biasa terjadi pada kehidupan sehari-hari diakui
cukup memberikan warna dalam kehidupan anak.
d. Pengakuan dan penguatan pada usia dini,

7
Dengan memperhatikan tanda-tanda seperti pola pikiran khusus atau kemampuan
memecahkan masalah yang tinggi sebelum anak mencapai umur tiga tahun. Tapi kebanyakan
anak mengatakan mereka merasakan mendapat dorongan yang kuat
dari orangtua mereka.

e. Gaya hidup orangtua


Pada cukup banyak keluarga,anak mempunyai minat yang sama seperti orangtuanya.
f. Trauma,
anak yang lebih banyak mengalami trauma mempunyai kemampuan belajar dari
pengalaman yang dilalui.
Dari studi Dacey, bagaimanapun perbedaan lingkungan keluarga yang ditemukan
cukup menjadi petunjuk kuat bahwa keluarga merupakan kekuatan yang penting, dan
merupakan sumber pertama dan yang paling utama dalam pengembangan bakat dan
kreativitas anak.Potensi dan kreativitas anak dapat berkembang dalam suasana nonotoriter,
yang memungkinkan individu untuk berpikir dan menyatakan diri secara bebas (Rogers,
dalam Vernon, 1982).
C. Faktor Pendukung Perkembangan  Sosial

Prayitno (1991:113) mengemukakan bahwa faktor pendukung perkembangan sosial


adalah kesadaran tentang diri sendiri, dan kesadaran tentang orang lain.  Kecenderungan anak
memahami orang lain menyebabkan anak mudah bergaul dengan orang lain tanpa
mempertimbangkan untung ruginya. Selain itu untuk menciptakan dan mengembangkan rasa
sosial diperlukan kesadaran atas diri sendiri yang meliputi keinginan ataupun emosinya, serta
kesadaran atas diri yang cukup tinggi. Kesadaran tentang diri orang lain, tentang perasaan
orang dan mampu menempatkan diri dengan orang lain akan memudahkan mengembangkan
tingkah laku social.

Berikut cara untuk menstimulasi kompetensi sosial anak :

1. kenal diri

ini merupakan bagian dari kecerdasan diri/intrapersonal yang diperlukan anak untuk bisa
menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Kenal diri tak hanya sebatas
mengenal identitas: siapa namanya, siapa nama orangtuanya, di mana tempat tinggalnya,
apakah jenis kelaminnyalelaki atau perempuandan identitas lainnya, tetapi juga mencakup
apa kesukaannya, harapan dan keinginannya, maupun perilaku dirinya seperti apa dalam

8
menghadapi lingkungan. Jadi anak memiliki kesadaran atas dirinya sendiri, Keterampilan
kenal diri akan membantu anak untuk bisa memilih sendiri kegiatan yang ingin dilakukan,
dengan teman/orang seperti apa dia akan bermain, serta bagaimana ia bisa bersikap
menghadapi situasi sosial yang ditemuinya dan bisa mencari alternatif lain.Contoh, anak
sudah mengenal identitas dirinya sebagai anak perempuan dan ia ingin bermain dengan teman
perempuannya untuk bermain boneka. Ketika temannya tidak mau bermain, dia bisa
melakukan alternatif lain dengan bermain peran bersama anak lainnya. Jadi, anak sudah tahu
apa yang menjadi keinginan dirinya.  Ia tidak bersikap marah pada temannya yang tidak mau
main boneka dengannya. Stimulasinya, Dapat diberikan sejak usia sebelumnya, sekitar 1
tahun. Sambil bermain orangtua pura-pura bertanya mengenai identitas anaknya, “Nama
Adek siapa sih?”“Rumahnya di mana, ya?”“Nama ibunya siapa?” dan seterusnya. Seiring
usia bertambah, orangtua juga memasukkan nilai-nilai mana yang boleh dan tidak, baik dan
buruk pada si anak. Selain itu, bantu anak untuk menggali apa yang jadi kesukaan, keinginan
dan harapannya, “Oh, Adek sukanya mobil-mobilan Batman ini ya.” Kenalkan juga sikap dan
perilaku seperti apa yang diharapkan dari anak, “Sayang, kalau bicara tak perlu sampai
berteriak-teriak seperti itu. Adek kan, bisa bicara baik-baik.”Lakukan lewat contoh konkret
dalam kehidupan sehari-hari. Semakin lama anak akan mengenal dirinya dengan lebih baik.

2. kenal emosi

Pengenalan aneka emosi seharusnya sudah lebih baik lagi di usia prasekolah. Anak
yang mengenal emosinya dengan baik akan belajar mengatur dan mengendalikan emosinya
sehingga bisa bersikap dan berperilaku sesuai tuntutan lingkungan. Contoh, saat marah, anak
bisa mengendalikan amarahnya dengan tidak memukul atau mengamuk, melainkan dengan
mengungkapkannya baik-baik secara verbal.Bisa juga anak memberikan isyarat pada
lingkungannya, semisal, “Jangan berisik dong, aku sedang pusing. Nanti aku bisa marah nih.

“Anak yang tak bisa mengendalikan emosinya dapat mengalami hambatan dalam menjalin
hubungan sosial dengan orang lain. Ia bisa dijauhi teman-temannya lantaran sikapnya yang
tidak disukai, selain juga bias timbul konflik dalam berinteraksi. Stimulasinya, Kenalkan
anak pada beragam emosi yang ada dan dialaminya serta bahasa tubuh dirinya maupun orang
lain. Ketika anak tampak senang, misalnya kenalkan emosi tersebut, “Wah, rupanya Adek
lagi senang, ya.Apa sih yang membuat Adek senang sekali?”Atau, “Kok, wajahmu cemberut
sih, lagi kesal, ya?” Bantu anak untuk mengungkapkan apa emosi yang dirasakannya. Bisa
saja anak mengatakan, “Aku kesal karena robotku diambil Todi.”Ajarkan pula bagaimana

9
anak mengungkapkan ekspresi emosinya dan harus bersikap. “Adek boleh marah sama Todi
karena Todi telah mengambil robot Adek, tapi Adek tidak memukul ya. Bilang baik-baik
sama Todi untuk mengembalikan robot Adek.” 

3.empati
Anak harus memiliki keterampilan untuk mengerti dan merasakan emosi orang lain
serta mampu untuk merasakan dan membayangkan dirinya berada di posisi orang tersebut.
Keterampilan sosial ini diperlukan dalam melakukan hubungan sosial untuk menumbuhkan
rasa saling menghargai, menghindari dari kesalahpahaman, juga melatih kepedulian dan
kepekaan sosial anak. Stimulasinya, Caranya sama seperti dalam mengenalkan emosi pada
anak. Orangtua pun perlu mencontohkan pada anak dalam kehidupan sehari-hari.Umpama,
ketika anak sedang sedih, orangtua turut berempati dengan mengajaknya bicara, “Kenapa
Adek bersedih seperti itu?”Mungkin anak menjawab, “Habis, kelinciku satu-satunya
mati.”Orangtua menunjukkan empati dengan memahami perasaan anak.“Bunny, memang
tidak ada lagi. Mama paham kamu sedih.” Contoh lain, ketika melihat si kecil kelelahan,
orangtua bisa mengatakan, ”Aduh, capek sekali ya Adek tadi jalan di kebun binatang?”Di
usia ini anak masih dalam tahap peniruan, sehingga semakin sering anak belajar dari contoh
yang ada, keterampilan diri berempati semakin terasah. Mungkin akan tampak dari hal-hal
sederhana, semisal ketika dia melihat ibunya capek sepulang kerja, mungkin dia akan
bertanya, “Mama, capek, ya? Sini aku bantu pijitin.Atau, ketika sedang bermain ada
temannya yang diam saja atau menangis, si kecil akan peduli,“Kamu kenapamenangis?”

4.simpati

Keterampilan untuk mengerti perasaan dan emosi orang lain ini, biasanya dipengaruhi
oleh emosi iba atau belas kasihan dan ada suatu tindakan yang ingin dilakukan. Berbeda pada
orang dewasa, semisal kalau ada teman yang dimarahi bos maka teman lainnya bersimpati
dengan membelanya, maka pada anak hal itu kepada gurunya.Jadi, dengan memiliki simpati,
anak dapat menghayati perasaan orang lain, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, tak
bersikap semena-mena pada orang lain, memunculkan sikap pemurah. Semua nilai ini amat
dibutuhkan dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Stimulasinya,
Caranya dengan paparan (pengalaman secara langsung). Ketika sedang jalan-jalan dan
bertemu anak jalanan di perempatan lampu merah, orangtua menjelaskan pada anaknya, “Itu
lihat, Dek.Kasihan ya.Bajunya sudah jelek, dia cari uang untuk bisa makan.Coba, Adek kasih

10
nih uang recehan lima ratus.”Atau lewat pemberitaan di media mengenai orang kelaparan dan
orang yang tak beruntung lainnya.

5.berbagi

Keterampilan sosial ini diperlukan anak untuk memperoleh persetujuan sosial dengan
membagi apa yang jadi miliknya. Anak dituntut untuk merasakan kebersamaan dengan
berbagi kepunyaannya. Keterampilan sosial ini mengajarkan pada anak untuk tidak
mementingkan dirinya sendiri, bisa menghargai milik dirinya maupun orang lain, juga
menimbulkan sifat pemurah. Stimulasinya, Caranya, ajarkan berbagi secara konkret dalam
kehidupan sehari-hari. Contoh, ketika anak berebut kue dengan adiknya, ajarkan bagaimana
anak harus berbagi dengan saudaranya.Ketika anak bermain bersama temannya dan terjadi
rebutan mainan, ajari anak untuk berbagi mainan dengan cara bergiliran memainkannya.

6.negosiasi
Di usia ini anak masih negativistik sehingga perlu diajarkan keterampilan bernegosiasi agar ia
bisa mengungkapkan pendapat dan keinginannya dengan cara yang diterima, serta membantu
anak menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan bagaimana anak bersikap dalam
menghadapi berbagai situasi sosial yang ada dan mungkin tak menyenangkan.Stimulasinya,
Caranya, jalinlah komunikasi yang baik dengan anak dalam kehidupan sehari-hari, serta
contoh konkret yang dilakukan. Ajari anak untuk selalu mengungkapkan perasaan, keinginan,
maupun pendapatnya. Orangtua hendaknya menjadi pendengar yang baik, mau
mendengarkan apa yang diungkapkan anak. Misal, orangtua ingin anak merapikan mainannya
tapi si anak tak juga melakukannya. Nah, tanyakan pada anak alasannya, lalu beri penjelasan,
dan bantu anak membereskan mainannya secara bersama-sama. Begitu pun dalam situasi
sosial di sekolah.Umpama, anak diejek oleh temannya.

Nah, ajari anak untuk tidak lari menghindar dengan menangis, tetapi ungkapkan rasa tidak
suka yang diterima dari perlakuan temannya dan utarakan apa yang dia harapkan dari
temannya.

7.menolong
Keterampilan sosial ini terkait dengan keterampilan sosial lain seperti simpati dan
empati. Menolong menumbuhkan kesadaran diri pada anak untuk membantu orang lain,
dapat mengembangkan sikap kepedulian sosial anak sehingga anak pun bisa diterima dalam
lingkungan kelompok pertemanan maupun lingkungan sosial lain yang lebih luas.

11
Stimulasinya, Lakukan dengan contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya bagi
anak usia ini diberikan tugas yang sesuai usianya. Contoh, orangtua mengajari anak
membantu adiknya yang terjatuh untuk kembali berdiri, menolong ibu dengan membantu
membereskan mainannya setiap usai bermain, dan sebagainya.

8.kerjasama

Di usia ini anak sudah bermain secara berkelompok dan bersama-sama.Keterampilan


bekerjasama dibutuhkan untuk anak belajar saling menghargai dan menghormati, tidak
mementingkan diri sendiri,merasakan kebersamaan dengan lingkungan sosialnya.
Stimulasinya, Dapat dilakukan di rumah maupun saat anak bermain dengan teman-temannya.
Anak diajarkan untuk bersikap kooperatif dalam menyelesaikan suatu tugas, semisal
mewarnai gambar bersama.

9.bersaing
Keterampilan untuk mengungguli dan mengalahkan anak lain ini, akan membantu
anak untuk mengetahui kelemahan maupun kelebihan dirinya, bersikap fleksibel dalam
menghadapi tantangan, kemenangan maupun kekalahan yang akan ditemui nantinya dalam
kehidupan.

Stimulasinya,
Lakukan sambil bermain. Umpama, bermain sepeda sambil dilombakan dengan
teman-temannya untuk mengukur mana yang jadi kekuatan maupun kelemahan anak.Bisa
juga lewat permainan bentengi mana ada yang menang dan kalah.Ajarkan pula bagaimana
anak menerima kekalahan maupun kemenangan, dengan relaks.“Adek memang kalah dalam
main sepeda dengan Todi, tapi Adek hebat dalam berlari. Kalau Adek giat berlatih sepeda,
Adek juga nanti bisa hebat

D . peran guru dalam mengembangkan sosial anak


Peran Guru dalam Pengembangan Kemampuan Sosial dan Emosi Anak .Peran pendidik
dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi dan emosi pada anak usia dini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi atau rangsangan edukatif agar kemampuan sosial
emosi anak dapat berkembang sesuai dengan tahapan usianya. Kegiatan belajar seraya
bermain dapat dioptimalkan sebagai cara untuk menstimulasi anak, misal: mengajak anak

12
terlibat dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak
menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam
kegiatan kemanusiaan jika terjadi sebuah bencana.
2.Menciptakan lingkungan yang kondusif
Pendidik perlu mengelola kelas menjadi tempat yang dapat mengembangkan kemampuan
sosial emosi anak, terutama kesadaran anak untuk bertanggung jawab terhadap benda dan
tindakan yang dilakukannya.Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik dan
psikis.Lingkungan fisik menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih
kecakapan sosial emosinya sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana
lingkungan yang penuh cinta kasih sehingga anak merasa aman dan nyaman di kelas.
3. Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkret bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata pendidik akan
diikuti oleh anak. Oleh karena itu, pendidik seyogyanya dapat menjaga perilaku sesuai
dengan norma sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak
keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi
anak.
4. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidikan sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan social yang
sudah dilakukan oleh anak secara proporsional.Pujian dapat diberikan secara lisan maupun
non lisan.Secara lisan, pujian diberikan sesegara mungkin setelah anak menunjukkan perilaku
yang sesuai dengan tujuan pengembangan sosial emosional tercapai.Sementara pujian non
lisan dapat berupa senyuman, pelukan, atau pemberian benda-benda tertentu yang bermakna
untuk anak.
- Memberikan berbagai stimulasi pada anak
- Memperhatikan usia, kebutuhan dan tahap perkembangan anak
- Menciptakan lingkungan yang kondusif
- Memberikan contoh
- Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak

13
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial
dan kualitas interaksi antar pribadi. Membangun kompetensi sosial pada kelompok
bermain dapat dimulai dengan membangun interaksi di antara anak-anak, interaksi
yang dibangun dimulai dengan bermain hal-hal yang sederhana, misalnya bermain
peran, mentaati tata tertib dalam kelompoknya, sehingga kompetensi sosialnya akan
terbangun.
Pengembangan karakter anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan terutama
dari orangtua.Anak belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dilingkungannya tersebut. Dalam pengembangan karakter social
anak, peranan orang tua dan guru sangatlah penting, terutama pada waktu anak usia
dini.

B. SARAN
Inilah materi kelompok tentang peran orang tua dalam membentuk dan
mengembangkan kompentensi sosial aud kalau ada yang kurang mohon maaf.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adam, G., R., 1983. Social Competence During Adolescence: Social Sensitivity, Locus Of
Control, And Peer Popularity. Journal Of Yoauth And Adolescence. Vol. 12, No 03, 203-211.

Martani W, & Adiyanti, M.G. 1991. Kompetensi Sosial dan Kepercayaan diri remaja. Jurnal
Psikologi I.

Elizabeth B. Hurlock.1996. psikologiPerkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Agus Ruslan. 2007. Pendidikan usia Dini yang Baik, Landasan Keberhasilan Pendidikan
Masa Depan, Makalah. Darul ma’arif:Bandung.

Fadillah, Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoritik & Praktik.
Jogjakarta: Ar.Ruzz Media.

15

Anda mungkin juga menyukai