Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit virus corona 2019 (corona virus disease/COVID-19)

sebuah nama baru yang diberikan oleh World Health Organization

( WHO). Penyakitnya disebut Corona Virus Desease 2019 (Covid-19).

Pada tanggal 10 Januari 2020, etiologi penyakit ini diketahuai pasti yaitu

termasuk dalam virus ribonucleid acid ( RNA) yaitu virus corona jenis

baru betacorona virus dan satu kelompok dengan virus corona penyebab

severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east respiratory

syndrome (MERS CoV). Pada tanggal 11 Februari 2020 World Health

Organization (WHO) memberi nama virus baru tersebut Severe Acute

Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS CoV-2). Virus ini berasal

dari Wuhan, Tiongkok, yang ditemukan pada akhir Desember 2019, di

salah satu pasar seafood atau live market di Wuhan, provinsi Hubei

Tiongkok. (Handayani,2020).

Covid-19 memiliki masa inkubasi lebih lama dan penularannya

terjadi melalui droplet saluran nafas dan kontak erat dengan penderita.

Sejumlah penelitian menyatakan bahwa masa inkubasi virus corona

adalah 2-14 hari, sementara gejalanya baru akan terlihat pada hari ke 5.
Diantaranya gejala infeksi saluran napas atas atau bawah, demam, fatique,

myalgia dan sesak nafas diserati bukti laboratorium pemeriksaan real time

polymerase chain reaction (RT-PCR). Bahan pemeriksaan dapat berupa

swab tenggorok, sputum dan bronchoalveolar lavage (BAL).

Prognosis pasien sesuai derajat penyakit. Derajat ringan berupa

infeksi saluran napas atas umumnya prognosis baik, tapi bila terdapat

acute respiratory distress symdrome (ARDS) prognosis menjadi buruk

terutama bila disertai komorbid, usia lanjut dan mempunyai riwayat

penyakit paru sebelumnya. Pencegahan utama sekaligus tata laksana

adalah isolasi khusus untuk pengendalian penyebaran.

(Handayani,et.al,2020).

Covid -19 merupakan penyakit yang ditandai dgn gejala seperti

deman, fatique, batuk kering, myalgia dan sesak. Tingkat keparahan pada

penyakit ini dapat dialami oleh lasia (Lanjut usia) dan penderita yang

memiliki penyakit penyerta (komorbid). Adapun komorbid yang

dimaksudkan adalah jantung,dll. Covid19 memiliki komplikasi yang

sering menyebabkan kemarian diantaranya komplikasi pada jantung dan

paru-paru kronis, hipertensi dan kanker (Marga,2020).

Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi tingkat keparahan

penyakit, antara lain :


1. Usia

Usia lanjut lebih rentan berpotensi memiliki gejala yang serius

akibat covid-19, karena usia lanjut cenderung memiliki daya

tahan tubuh yang lemah dan penyakit penyerta yang cukup

berbahaya seperti penyakit jantung dan diabetes mellitus.

2. Merokok

Dalam sebuah studi di China, banyak perokok yang terinfeksi

virus corona dan menunjukkan gejala yang berat. Sebagian

bahkan hingga harus dirawat diruang ICCU atau meninggal

dunia, karena merokok menjadi salah satu factor yang

berpengaruh terhadap gejala yang ditimbulkan dari infeksi

virus corona.

3. Penyakit Diabete Mellitus

Dalam penelitian dari 13 studi yang relevan menemukan bahwa

pengidap diabetes mellitus hampir 3,7 kali lebih mungkin

mengalami kondisi kritis karena covid-19 atau meninggal

karenanya.

4. Obesitas

Kelebihan berat badan atau obesitas juga menjadi salah satu

factor yang mempengaruhi tingkat keparahan virus corona.

Sebuah studi di China menemukan bahwa pasien yang obesitas


lebih rentan mengalami pneumonia yang disebabkqan oleh

virus corona. Selain itu mereka yang memiliki berat badan

berlebih 86% lebih beresiko terkena kondisi yang lebih buruk

dibanding orang yang memiliki berat badan normal.

5. Cardiovaskuler

Penyakit cardiovaskuler seperti jantung dan hipertensi disebut

bisa memperburuk kondisi pasien yang terinfeksi virus corona.

Virus corona akan menurunkan suplai oksigen tubuh sehingga

jantung harus bekerja keras memompa darah keseluruh tubuh.

Hal ini tentunya akan sangat berbahaya karena bisa

menyebabkan gagal jantung yang berujung pada kematian.

Selain itu virus ini juga dapat menyerang jantung secara

langsung karena jaringan jantung memiliki reseptor ACE 2

yang menjadi inang virus ini untuk masuk kedalam tubuh.

6. Golongan Darah

Studi di China menyebutkan bahwa mereka yang memiliki

golongan darah A lebih rentan tertular dari pada mereka yang

bergolongan darah O, akan tetapi penyebabnya belum

diketahui. Bisa jadi golongan darah seseorang mengindikasikan

jenis antigen tertentu yang menyelubungi permukaan sel darah.


Antigen ini memproduksi antibody tertentu untuk melawan

pathogen termasuk virus corona. (Anggia,2020).

Kasus positif Covid-19 diseluruh dunia kian hari kian meningkat,

dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan. Beberapa justru

melaporkan adanya penambahan kasus positif Covid-19 setiap harinya.

Tidak heran jumlah kasus positif Covid-19 di dunia tembus lebih dari 80

juta kasus. Amerika Serikat (AS) masih bertengger diperingkat pertama

dalam jajaran negara dengan kasus Covid-19 tertinggi, yaitu mencapai

19.563.054 jiwa per tanggal 28 Desember 2020 (Marga,2020).

Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat, merilis

kasus kematian pasien virus corona-19 hingga 22 Agustus 2020 di

Amerika sebanyak 161.392 orang. Sementara pasien Covid-19 dengan

penyakit penyerta (komorbid) seperti influenza dan pneumonia sebanyak

68.000 orang, hipertensi sebanyak 35.272 orang, gagal jantung 20.210

orang, diabetes 25.936 orang, obesitas 5.614 orang dan gagal ginjal 13.693

orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 3.425.814 orang telah dinyatakan

sembuh. (Arnani,2020).

DI Indonesia jumlah kasus Covid-19 mencapai total kasus positif

menjadi 735.124, sembuh 603.741 dan meninggal 21.944 kasus per 28

Desember 2020. (Firdaus Anwar,2020). Sedangkan di Yogyakarta kasus


Covid-19 terhitung mulai dari awal Maret 2020 sampai Desmber 2020

adalah sebanyak 10.932 kasus Covid-19. Laporan jumlah total kasus

sembuh sebanyak 7.167 kasus, dan total kasus meninggal dunia sebanyak

232 kasus. (Hidayah,2020).

Kasus kematian covid-19 akibat komorbid terbanyak pada pasien

sakit ginjal sebesar 13,5 kali risiko kematian lebih tinggi dibandingkan

dengan yang tidak memiliki komorbid, sedangkan penyakit jantung

meningkatkan risiko kematian hingga 9 kali, diabetes melitus 8,3 kali,

hipertensi dan penyakit imun sama-sama 6 kali lipat bersesiko kematian

pada pasien covid-19. Itu penyakit lima besar, sisanya penyakit kanker,

dan liver 3,3 kali lipat lebih tinggi sebabkan kematian. Pasien dengan satu

komorbid saja bisa menyebabkan risiko kematian lebih tinggi 6,5 kali lipat

dari pada orang yang tidak memiliki komorbid, sedangkan dua komorbid,

misalnya gabungan hipertensi dan diabetes beresiko kematian naik

menjadi 15 kali lipat, yang tiga atau lebih komorbid naik lagi menjadi 29

kali lipat risiko kematiannya (Varwati,2020).

Komorbid menjadi penting diketahui mengingat sebagian besar

kasus kematian pasien Covid-19 terjadi pada orang dengan komorbid,

bahkan fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan juga

diseluruh dunia. Komorbid biasanya dikaitkan dengan kondisi kesehatan

yang lebih buruk dan lebih kompleks. Hal ini terjadi karena terdapat
gangguan episodic kronis lain atau kondisi progresif kronis lain.

Gangguan ini kemudian diartikan sebagai kondisi kesehatan yang dialami

oleh seseorang secara bersamaan. Gangguan yang dimaksud dapat berupa

gangguan fisik maupun kejiwaan. Virus ini sangat berbahaya apabila

menginfeksi orang yang memiliki daya tahan tubuh yang rendah dan

dipengaruhi usia, jenis kelamin laki-laki, perokok aktif, dan beberapa

penyakit komorbid.. (Arif et al,2020).

Upaya maksimal harus dilakukan karena wabah ini mempengaruhi

infrastruktur kesehatan public, ekonomi, dan seluruh aspek disemua

negara di dunia. Tindakan pencegahan adalah sangat penting sebagai

upaya memutus mata rantai penularan Covid-19. Upaya pencegahan

penyebaran covid-19 antara lain dengan pembatasan social berskala besar

(PSBB), mencuci tangan secara rutin, menggunakan sabun dan air atau

cairan pembersih tangan berbahan alcohol, selalu jaga jarak aman dengan

orang lain yang batuk atau bersin, kenakan masker jika pembatasan fisik

tidak dimungkinkan, jangan sentuh mata, hidung atau mulut, saat batuk

atau bersin tutup mulut dan hidung dengan lengan atau tisu, jangan keluar

rumah jika merasa tidak enak badan jika demam, batuk atau kesulitan

bernafas, segera cari bantuan medis. (Hairunisa 2020).

Pandemi Covid 19 sudah berjalan hampir satu tahun yang dimulai

dari bulan maret 2020 sampai pada saat ini, tetapi belum ada tanda-tanda
pemerintah mampu mengendalikan penularannya. Hal ini terlihat dari

bertambahnya pasien yang mengidap penyakit yang disebabkan virus

corona itu. Bahkan masih ada penambahan lebih dari 5.000 pasien dalam

sehari pada tanggal 20 Desember 2020 diseluruh wilayah Indonesia.

(Dwianto,2020).

Kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan wabah Covid-

19 tertuang dalam Keputusan Mentri Kesehatan Nomor

HK.01.07/MENKES /104/2020 tentang penetapan Infeksi Novel

Coronavirus (infeksi 2019-nCoV) sebagai jenis penyakit yang dapat

menimbulkan wabah dan upaya penanggulangannya. Prinsip dasar

penanggulangan Covid-19 bertumpu pada penemuan suspek / probable

(find), yang dilanjutkan dengan upaya isolasi (isolate) dan pemeriksaan

laboratorium (test). Ketika hasil test RT- PCR( real time- polymerase

chain reaction) positif dan pasien dinyatakan sebagai kasus konfirmasi

maka tindakan selanjutnya adalah pemberian terapi sesuai protocol.

Pelacakan kontak (trace) harus segera dilaksanakan setelah kasus

suspek/probable ditemukan. Kontak erat akan dikarantina selama 14 hari.

Jika setelah dilakukan karantina selama 14 hari tidak muncul gejala, maka

pemantauan dapat dihentikan. Akan tetapi jika selama pemantauan kontak

erat muncul gejala maka harus segera diisolasi dan diperiksa swab (RT-

PCR). (Permenkes,2020).
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) juga

mengkuti kebijakan pemerintah pusat dalam menanggulangi wabah virus

corona ini dengan meningkatkan Status Tanggap Darurat Bencana Corona

Virus Desease 2019. Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan

Gubernur nomor: 318/KEP/2020 tentang penetapan perpanjangan ke enam

status tanggap darurat bencana di wilayah DIY. Tugas Percepatan

Penanganan Covid-19 agar tidak makin meluas diserahkan kepada Wakil

Gubernur DIY sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-

19 DIY dengan mengambil langkah dan tindakan yang diperlukan untuk

mencegah dan menangani dampak buruk yang ditimbulkan, antara lain

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi, isolasi, perlindungan,

pengurusan, penyelamatan serta pemulihan korban Covid-19 di DIY.

Menurut Pernando (2021), Salah satu cara yang dapat mengatasi

pandemic covid-19 adalah dengan pemberian vaksin kepada masyarakat

supaya terbentuk antibody dan imunitas untuk menangkal virus corona

sehingga pandemic covid-19 dapat terkendali. Di Indonesia mulai

disosialisasikan penggunaan vaksin yang direkomendasikan oleh

pemerintah yaitu vaksin Sinovac yang berasal dari China. Guru Besar

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany

menuturkan bukti temuan tim penguji vaksin Sinovac bahwa efektifitasnya

hanya sebesar 65,3 persen. Artinya, dari 100 orang yang mendapatkan
vaksin, idealnya 65 orang membentuk antobodi menangkal virus corona.

Meski begitu, jika 100 orang tidak divaksin, maka seluruhnya akan

terpapar Covid-19. Dengan realitas ini Vaksin Sinovac ini dapat

diandalkan sebagai satu-satunya cara mengatasi pandemic, disamping itu

tetap menjaga protocol kesehatan meskipun telah divaksin.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti didapatkan data

berdasarkan hasil data dan laporan pasien yang terkonfirmasi positif

Covid-19 yang dirawat di RSPAU dr. S. Hardjolukito sampai tanggal 28

Desember 2020 diperoleh data sebanyak 335 pasien, dari jumlah tersebut

pasien yang memiliki komorbid sebanyak 77 pasien dengan angka

kematian akibat penyakit ini sejumlah 11 orang atau 3,28 % dari

keseluruhan pasien terkonfirmasi Covid-19. Sedangkan kasus dengan

gejala yang sudah berat atau pasien yang mengalami penurunan kondisi

kesehatannya segera dirujuk ke Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta,

karena kesiapan alat medis dan tenaga kesehatan yang belum memadai

pada saat itu. Pada September 2020 di RSPAU dr. S. Hardjolukito mulai

melayani paisen covid-19, dengan penambahan fasilitas ruang perawatan

ICU khusus bagi pasien terkonfirmasi Covid-19. Dengan kondisi kasus

yang sudah berat karena komplikasi berbagai penyakit penyerta atau

komorbid yang terdiri dari diabetes melitus, hipertensi, gangguan


pembuluh darah dan jantung, gangguan fungsi ginjal, obesitas, lansia,

gangguan pernafasan,dan lain-lain (RSPAU,2020)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik

melakukan penelitian untuk melihat hubungan komorbid pasien Covid-19

dengan tingkat keparahan penyakit. Skripsi ini penting dan perlu dilakukan

untuk memperbaharui pengetahuan dibidang Kesehatan tentang venomena

pandemik covid-19 yang sedang terjadi saat ini dan salah satu faktor

penyebab kematian terbesar penderita covid-19 adalah adanya penyakit

penyerta atau komorbid yang perlu mendapatkan penanganan secara serius

untuk mencegah terjadinya jumlah kematian yang lebih besar lagi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan tersebut, penulis merumuskan masalah

penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan komorbid pasien Covid-

19 dengan tingkat keparahan penyakit di RSPAU dr. S. Hardjolukito?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahuai hubungan komorbid pasien Covid-9 dengan

tingkat keparahan penyakit.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden yang terkonfirmasi

Covid-19 yang dirawat di RSPAU dr. S. Hardjolukito.


b. Untuk mengetahui komorbid pasien Covid-19.

c. Untuk mengetahui gambaran kondisi tingkat keparahan penyakit

pasien yang terkonfirmasi Covid-19 yang dirawat di RSPAU dr. S.

Hardjolukito.

d. Untuk menganalisis hubungan antara komorbid pasien Covid-9

dengan tingkat keparahan penyakit.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan tentang hubungan

komorbid pasien covid-19 dengan tingkat keparahan penyakit yang

terjadi di lingkungan perawatan pasien covid-19 di RSPAU dr. S.

Hardjolukito, Yogyakarta.

b. Sebagai sumber informasi dalam memahami komorbid pasien

covid-19 dengan tingkat keparahan penyakit.

2. Manfaat Praktis

a. Kampus STIKES DUTA GAMA, Klaten

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumber informasi

tentang hubungan komorbid pasien covid-19 dengan tingkat

keparahan penyakit, dan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan

dosen di perpustakaan STIKES DUTA GAMA, Klaten


b. Mahasiswa

Memberikan pengetahuan serta suatu informasi bagi mahasiswa

keperawatan khususnya dan mahasiswa bidang ilmu lain pada

umumnya. Dan diharapkan juga dapat mengetahui komorbid apa

saja yang terjadi pada pasien covid-19 dan mengerti akan tingkat

keparahan penyakit bila terkonfirmasi positif covid-19

c. Peneliti

Sebagai saran peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan

tentang corona virus desease-19 serta menjadi acuan bagi peneliti

selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian.

No Nama, Tahun Judul Perbedaan Persamaan Metode Hasil


penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian penelitian

1 Gunawan Arif Pengaruh komorbid Penelitian hanya Penelitian ini juga Dengan Hasil penelitian menunjukkan
et.al (2020). hipertensi terhadap terfokus pada kasus sama-sama mengumpulkan hipertensi dapat memperburuk
severitas pasien pasien dengan meneliti tentang artikel-artikel ilmiah kondisi pasien covid-19 hingga
coronavirus desease komorbid hipertensi. komorbid pada terpublikasi tentang 2,5 kali lipat.
2019. pasien covid-19. pengaruh komorbid
hipertensi terhadap
pasien covid-19 .
2 Raden Analisis factor risiko Penelitian ini adalah Penelitian ini juga Penelitian analitik Hasil penelitian ini
Muhammad Ali kematian dengan untuk menganalisis sama-sama observasional dengan menunjukkan bahwa 358
Satria,(2020) penyakit komorbid penyakit komorbid meneliti tentang desian studi pasien terinfeksi covid-19 dan
covid-19 sebagai factor risiko penyakit retrospekstif. dikonfirmasi dengan usap
kematian akibat komorbid pada hidung dan/atau tenggorokan
covid-19 di RS pasien covid-19. 66% meninggal karena covid-
Bhakti Dharma 19, laki-laki, usia lanjut,
Husada Surabaya. diabetes dan hipertensi
merupakan factor risiko
kematian pada covid-19.
3 Handayani Wuri Faktor-faktor resiko Penelitian ini Penelitian ini juga Metode penelitian ini Hasil penelitian ada hubungan
Ratna (2020) yang berhubungan membahas tentang sama-sama adalah studi antara umur, jenis kelamin,
dengan covid-19. factor resiko, membahas literarature dengan infeksi nosocomial, dari
karakteristik, tentang factor judul penelitian penderita dan rumah sakit,
komorbid dan komorbid pada berbahasa Inggris penyakit komorbid (hipertensi,
penyakit covid-19 pasien covid-19 tahun 2020 dengan diabetes melitus, penyakit
rancangan penelitian cardiovascular dan PPOK),
analitik dengan data tanda dan gejala covid-19
yang mendukung (p<0,05).Tidak ada hubungan
factor-faktor risiko antara Riwayat merokok
covid-19. dengan gejala covid-19
(p<0,05).
4 Stefani Agustin Tatalaksana pasien Penelitian ini Pada penelitian Penulisan artikel ini Terapi pasien covid-19 dengan
P, 2020 covid-19 dengan membahas tentang ini sama-sama menggunakan metode komorbid diabetes mellitus tipe
komorbid Diabetes kasus pasien dengan membahas studi literature review 1 yaitu dengan cara pompa
Mellitus komorbid Diabetes tentang kasus yang bersumber dari insulin atau insulin basal bolus
Mellitus komorbid pada buku, jurnal yang merupakan regimen yang
pasien covid-19. internasional dan optimal. Insulin analog
website. merupakan rekomendasi first
line, dan terapi insulin harus
secara perorangan, sedangkan
diabetes mellitus tipe 2 dapat
diterapi dengan obat anti
diabetes non insulin untuk
pasien covid-19 dengan gejala
ringan-sedang, untuk pasien
dengan gejala demam atau
sedang menggunakan terapi
glukokortikoid dapat
menggunakan insulin sebagai
first line. Insulin intravena
digunakan untuk pasien dalam
kondisi kritis.
5 Mariatul Analisis Penelitian ini hanya Penelitian ini Desain penelitian Analisis pengetahuan keluarga
Fadilah, 2020 pengetahuan menganalisis tentang sama-sama yang digunakan pada terhadap penyakit komorbid di
keluarga terhadap pengetahuan membahas penelitian ini adalah era covid-19 sebelum dan
penyakit komorbid keluarga terhadap tentang komorbid quasi eksperimental sesudah seminar online
di era covid-19 penyakit komorbid pada pasien pre dan post test didapatkan rata-rata presentase
melalui seminar di era covid-19 covid-19. design yang bertujuan sebelum seminar online 9,96%
online . melalui seminar untuk mengetahui dan presentase pengetahuan
online perubahan setelah yaitu 9,97%. Kategori
pengetahuan keluarga pengetahuan dikategorikan
terhadap penyakit baik jika mempunyai skor ≥0.
penyerta di era covid-
19 melalui seminar
online. Pengumpulan
data dilakukan dengan
menggunakan
kuesioner sebelum
dan sesudah seminar
online.
BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Komorbid Covid- 19

a. Definisi Komorbid

Komorbiditas (kata benda) dan Komorbid (kata sifat)

artinya penyakit penyerta. Sebuah istilah dalam dunia kedokteran

yang menggambarkan kondisi bahwa ada penyakit lain yang

dialami selain dari penyakit utamanya. Dalam Bahasa Indonesia

sederhana sama artinya dengan komplikasi ( medis), yaitu kondisi

dimana dua penyakit atau lebih hadir secara bersama-sama.

Definisi yang lebih luas menggambarkankata ini bahwa yang hadir

selain penyakit utamanya tidak selalu berbentuk penyakit tapi juga

bisa berupa perilaku yang mengarah kepada gaya hidup tidak

sehat .(Etymology Dictionary,2019)

Kata komorbid berasal dari kata dalam Bahasa Inggris

Comorbidity, yang terdiri atas dua unsur, yaitu co-“hadir Bersama

“ dan morbidity “kondisi penyakit”. Kata comorbid merupakan

formasi balik (menciptakan kata baru dari bentuk yang telah ada)

dari kata comorbidity, kamus-kamus etimologi tentang Bahasa

Inggris menginformasikan bahwa kata ini mulai dipergunakan

sejak pertengahan 1980-an, tepatnya 1985.( Etymology

Dictionary,2019).
Seseorang dengan komorbid disebut sebagai beresiko

mengalami kondisi parah. Ketika terinfeksi virus corona, Pada

pasien infeksi virus Corona, salah satu kondisi umum yang

ditemukan adalah memiliki komorbid. Lalu, apa itu komorbid?

Sederhananya, komorbid juga dikenal dengan penyakit penyerta.

Dikutip dari Britannica, komorbid merupakan penyakit atau

kondisi yang muncul secara bersamaan pada individu. Sebagian

besar kasus kematian pasien covid-19 terjadi pada orang dengan

komorbid, bahkan fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia

saja melainkan diseluruh dunia. Komorbid terkadang dianggap

sebagai diagnose sekunder dan telah dikenali setelah perawatan

untuk diagnosis utama.( Maharani,2020)

Gangguan komorbiditas biasanya lebih parah, kronis dan

sulit diobati daripada gangguan murni. Melansir Science Direct,

komorbid setidaknya dapat disebabkan oleh setidaknya tiga kelas:

Pertama, Ketika satu gangguan secara langsung mempengaruhi

permulaan gaangguan kedua. Misalnya, penyalahgunaan alcohol

terus-menerus dapat menyebabkan sirosis hati.

Proses kelas kedua melibatkan efek tidak langsung dari satu

gangguan kedua. Contohnya, tekanan terkait ancaman dan

perubahan gaya hidup setelah didiagnosis penyakit jantung dapat

mempengaruhi timbulnya gangguan kecemasan.

Proses kelas ketiga, komorbid dapat melibatkan penyebab umum.

Peristiwa traumatis, misalnya dapat mempengaruhi berbagai


macam kecemasan komorbiditas dan gangguan mood.

(Maharani,2020).

Covid 19 adalah..............

Comorbid covid 19 adalah..........................

Tanda dan gejala covid 19...................

Upaya penenganan covid......................

Faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.............

b. Hubungan komorbid dan Covid-19

Dalam konteks Covid-19, pasien dengan komorbid memiliki

tingkat mortaliats yang lebih tinggi daripada pasien biasa. Paparan

Covid-19 pada individu komorbid, seperti penderita diabetes, dapat

mempengaruhi paru-paru, jantung, ginjal dan hati. Dalam sebuah

penelitian, komorbid yang paling umum pada pasien Covid-19

adalah diabetes, kardiovaskuler, dan penyakit system pernafasan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan National Institute of

Health (NIH) telah mengeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti

klinis dan panduan ahli untuk perawatan pasien Covid-19. Mereka

yang tidak menunjukkan gejala harus diisolasi di rumah, sementara

pasien dengan gejala ringan harus memulai intervensi dan

keputusan pengaturan rawat inap. Untuk pasien dengan gejala

parah dibutuhkan perawatan intensif menggunakan ventilator.

Pasien dengan dan tanpa komorbid juga harus dipisahkan dalam

ruangan yang berbeda. (Dzulfaroh,2020).


Epidemiolog dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan

Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada

(UGM) Bayu Satria menjelaskan, sejumlah penyakit penyerta

terkait Covid-19 yang bisa memperparah kondisi pasien.

Berikut adalah penyakit-penyakit tersebut :

1. Diabetes Mellitus

2. Penyakit Autoimun seperti Lupus / SLE

3. Penyakit ginjal

4. Penyakit jantung coroner

5. Hipertensi

6. Tuberkulosis

7. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

8. Penyakit kronis lain

9. Tumor/kanker/keganasan

10. Penyakit terkait geriatric.

Menurut Bayu ketika orang dengan komorbid tersebut

terkena Covid-19, maka ada resiko cukup tinggi untuk mengalami

gejala parah. Gejala parah atau severe Covid-19 terjadi karena

interaksi efek dari Covid-19 dengan komorbid. Menurut ahli

Patologi Klinis yang juga mewakili Wakil Direktur Rumah Sakit

UNS Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, secara lengkap, jenis-

jenis komorbid ada didalam Keputusan Mentri Kesehatan


(Kepmenkes) Nomer 413 Tahun 2020 dan Kepmenkes Nomor 446

Tahun 2020. (Vina F,2020).

Dengan adanya berbagai resiko yang mungkin dialami oleh

para pasien dengan komorbid, Bayu menghimbau orang-orang

yang memiliki penyakit penyerta untuk melakukan langkah-

langkah pencegahan. Selain itu, penting untuk menjaga kondisi diri

. Yang perlu diperhatikan adalah orang-orang dengan komorbid ini

harus sangat menjaga diri dan lebih disiplin pakai masker, jaga

jarak. Sementara, apabila sampai tertular, pasien komorbid ini

harus diawasi dengan ketat. Sebelumnya, keterangan yang sama

juga disampaikan oleh Epidemiolog dari Griffith University

Australia, Dicky Budiman.(Vina F,2020)

Menurut Dicky, untuk menghindari kemungkinan-

kemungkinan terburuk, orang yang memiliki penyakit penyerta

sebisa mungkin tetap berada dirumah dan meminimalisir kontak

dengan lingkungan luar. Dengan terkendalinya penyakit komorbid,

akan mengurangi potensi terinfeksi, termasuk jika sakit kondisinya

tidak menjadi parah. Dicky menekankan bahwa prinsip yang dianut

saat ini bukanlah hanya masalah kematian akibat Covid-19, tetapi

juga dampak jangka pendek dan jangka Panjang akibat infeksi

virus yang sangat serius pada organ-organ tubuh. (Vina F,2020).

Faktor yang mempengruhi tanda dan gejala komorbid pada

pasien yang terinfeksi virus corona antara lain:


1. Komplikasi pada jantung

Studi Jurnal penyakit dalam American Medical Association

(JAMA) menyebutkan hampir 78% pasien covid-19 muda dan

sehat, yang telah sembuh dari covid-19 mengalami tanda-tanda

komplikasi dan kerusakan jantung. Masalah jantung dapat

muncul dihari-hari pertama infeksi, bahkan bagi mereka yang

tidak menunjukkan gejala, kelelahan akut dan nyeri dada sering

dilaporkan sebagai gejala diantara orang-orang yang di

diagnosis dengan kerusakan jantung setelah seseorang terinfeksi

covid-19. Saat jantung bekerja terus-menerus untuk mengatur

aliran darah maka kondisi itu benar-benar bisa membuat

seseorang merasa lelah dan mengalami detak jantung yang cepat

dan tidak teratur.

Hal ini adalah satu tanda peringatan awal dari masalah

jantung. Selain itu juga terjadi miokarditis atau radang otot

jantung yang merupkan komplikasi jantung yang paling ditakuti

namun umum terkait dengan covid-19. Diketahui miokarditis

dapat terjadi karena serangan langsung virus pada jantung atau

karena badai sitokin yang dapat membuat tubuh menyerang sel-

sel sehat secara keliru. Dengan adanya peradangan jantung dan

masalah lainnya otot jantung menjadi lemah menyebabkan

organ membesar dan mengganggu aliran darah. Kondisi ini

menyebabkan tingkat tekanan darah turun secara mendadak dan

menyebabkan penumpukan cairan. Akibat lain satu rasi oksigen


menjadi turun, adanya nyeri dada dan terjadi pula syndrome

takikardia, (Ratia,2020).

2. Pada paru-paru

1. Batuk

Batuk terus menerus yang tidak kunjung membaik bahkan

dalam 2-3 minggu setelah serangan infeksi awal.

2. Mengalami sesak napas

Pasien yang mengalami sesak napas membutuhkan dukungan

oksigen dan ventilasi serta menderita komplikasi dada.

3. Mengalami nyeri dada, kesulitan bernapas

Dokter memperingatkan bahwa kesulitan bernapas, atau

mengalami nyeri dada akut secara tiba-tiba mungkin

merupakan tanda paru-paru terkait covid-19 yang parah, atau

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang

merupakan tanda gagal paru-paru.

4. Tanda-tanda infeksi mulai terlihat

Komplikasi paru-paru atau dada dapat memicu penyakit lain

dan infeksi mematikan untuk datang seperti sepsis yang dapat

merusak sinkronisasi dan kordinasi antara berbagai organ

vital yang membuatnya sangat sulit.

5. Emboli paru

Virus corona-19 juga mampu menyebabkan gumpalan darah

di pembuluh darah kaki dan bagian tubuh lainnya. Gumpalan


darah ini dapat pecah, berjalan ke paru-paru dan dapat

menyebabkan kematian.

3. Kerusakan pada ginjal

Terdapat darah dan protein pada urine pasien. Artinya ada tanda

kerusakan dini pada ginjal pasien. Fungsi ginjal akan kembali

pulih seiring kondisi normal pada pasien covid-19. Bila

komplikasi gagal ginjal akut biasanya bersifat sementara,

tergantung fungsi ginjalnya biasanya akan dibantu hemodialisa

dan akan dapat kembali pulih atau normal lagi.

4. Kerusakan pada liver

Bila mengganggu kesehatan liver masih perlu penelitian lebih

lanjut, tapi kemungkinan kerusakan liver bisa terjadi.

5. Badai sitokin

Munculnya zat antibody yang berlebihan pada tubuh. Ini

terjadi dalam bentuk peradangan local di organ yang terkena

supaya mati. Pada orang normal bila ada virus atau kuman akan

merangsang system kekebalan tubuh untuk membunuh virus

atau kuman. Pada beberapa orang justru kekebalan tubuhnya

bekerja berlebihan, maka akan terjadi hiperinflamasi.

Tidak hanya di organ yang ada virusnya saja tetapi bisa ke

organ lain. Pada kondisi beberapa pasien yang terinfeksi virus

corona-19 yang sakit parah, dokter telah menemukan sitokin pro

inflamasi tingkat tinggi yang disebut interleukin-6, atau dikenal

juga dengan singkatan IL-6. Ketika jumlah sitokin berada diluar


kendali system, hal-hal buruk dapat terjadi dan itu menjadi

bencana total. Tidak jelas mengapa badai sitokin terjadi pada

beberapa pasien, factor genetic juga mungkin berperan.

(Krisna.2020).

Dampak virus corona pada tubuh diklaim bertahan dalam

jangka Panjang. Gejala Covid-19 bahkan terkadang bisa

bertahan setelah pemulihan. Berikut beberapa dampak virus

corona pada tubuh dalam jangka Panjang, mengutip dari

berbagai sumber :

1. Kerusakan Organ

Ada beberapa organ yang terpengaruh oleh Covid-19. Yang

pertama adalah Jantung. Tes pencitraan yang dilakukan

berbulan-bulan setelah pemulihan menunjukkan adanya

kerusakan permanen pada otot jantung, bahkan pada penyintas

Covid-19 bergejala ringan. Kondisi ini dapat meningkatkan

risiko gagal jantung dimasa mendatang.

Yang kedua adalah Paru-paru. Jenis Pneumonia yang sering

dikaitkan dengan Covid-19 dapat menyebabkan kerusakan

jangka Panjang pada kantung udara kecil (alveoli) di paru-paru.

Jaringan parut yang dihasilkan dapat meneyebabkan masalah

pernapasan jangka panjang. .Ketiga adalah Otak. Covid-19

diketahui dapat menyebabkan stroke, kejang, dan sindrom

Guillain-Barre.
Nama terakhir merupakan kondisi yang menyebabkan

kelumpuhan sementara. Selain itu Covid-19 juga dapat

meningkatkan risiko penyakit Perkinson dan Alzheimer.

2. Masalah Pembuluh Darah

Covid-19 dapat membuat sel darah lebih cenderung

menggumpal. Gumpalan ini menghalangi pembuluh darah kecil

(kapiler) yang berada di otot jantung. Selain itu, Covid-19 juga

dapat melemahkan pembuluh darah, yang berkontribusi pada

potensi masalah jangka panjang pada hati dan ginjal.

3. Masalah Psikologis

Pasien Covid-19 dengan gejala parah sering kali harus menjalani

perawatan intensif dengan bantuan ventilator. Hal ini sering kali

membuat menimbulkan trauma dan masalah psikologis lainnya.

Mengutip Times of India, penelitian yang dilakukan oleh

University of Leeds juga telah menemukan bahwa banyak

penyintas Covid-19 yang mengalami gangguan stress

pascatrauma (PTSD). Selain itu beberapa penyintas juga

ditemukan mengalami insomnia, depresi, kecemasan bahkan

mengalami gangguan obsesif-kompulsif. Perempuan lebih

rentan mengalami tekanan psikologis dibanding pria.

4. Kelelahan Kronis

Banyak orang telah pulih dari Covid-19 terus mengalami

kelelahan kronis. Kelelahan ekstrem ini ditandai dengan rasa

lelah yang tak kunjung membaik meski telah beristirahat.


Kelelahan ini juga bisa diakibatkan oleh kondisi psikologis yang

merasa trauma akan perawatan Covid-19. Penelitian juga

menemukan bahwa hampir 60% pasien yang terlibat mengaku

mengalami kelelahan dalam beberapa pekan setelah pemulihan.

Selain itu tingkat energi yang tidak seimbang juga dapat

membuat pasien mengalami gejala seperti nyeri otot.

(Wicaksosno,2020).

Gejala sisa menurut sumber lain disebut sebagai Long

Covid-19 ini bisa ditandai dengan berbagai gejala mulai dari

kelelahan hingga depresi. Dulu kita menegenal post covid

syndrome, itu istilah lama seiring perkembangannya oleh WHO

disebut Long covid. Kondisi gejala muncul pasien sembuh dari

Covid-19 berdasarkan hasil swab negative, ujar kepala

Departemen Pulmonologi dan kedokteran Respirasi FKUI RS

Persahabatan, Dr. dr. Agus Dwi Susanto SpP(K) di Jakarta.

Gejala muncul bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan

menetap. Long Covid-19 gejala bervariasi, gejala kelelahan

kronik, sesak nafas, berdebar-debar, nyeri sendi, nyeri otot

hingga depresi pasca covid-19. Long Covid-19 bukanlah virus

yang tersisa pada tubuh seseorang setelah pernah terpapar covid-

19 .

Long covid ini terjadi akibat proses sakit yang kemudian

menimbulkan kelainan anatomic. Contohnya sering ditimbulkan

Long covid, paru yang ada kekakuan pada jaringan paru


menetap 2-3 bulan. Menyebabkan oksigen tak bisa masuk, nafas

berat, beberapa laporan 20-30 % terjadi penururnan fungsi paru,

akibatnya pasien sesak nafas, katanya lagi. Menurutnya siapa

saja bisa mengalami Long covid. Namun ada beberapa

kelompok yang beresiko tinggi mengalami hal ini, misalnya

pasien yang sudah punya komorbid, orang usia lanjut atau

memiliki potensi kronik misalnya orang yang merokok.

Beberapa ada yang muda, bahkan tak ada komorbid bisa

muncul long covid, imbuhnya. Dia menjelaskan, gejala long

covid pada paru-paru tergantung gejala covid yang diderita. Jika

Covid-19 dengan gejala ringan biasanya tidak terjadi long covid,

namun untuk gejala covid-19 sedang, berat, kritis biasanya akan

terjadi long covid. Meski begitu ia menyebut di Indonesia masih

harus dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan long covid

ini. Sebab hingga saat ini di Indonesia belum ada penelitian

terkait long covid ini. Dia juga menjelakaskan, long covid

muncul pada pasien dengan gejala sedang, berat hingga kritis

dan hingga saat ini belum ada laporan pada pasien OTG. Lalu

bagaimana dengan vaksin, apakah bisa mencegah terjadinya

Long covid?. Vaksin mencegah seseorang terinfeksi yang

konsepnya seseorang menjadi punya imunitas. Tentunya kalau

ia tidak terinfeksi tak akan muncul long covid. Tetapi memang

kalau orang itu jadi terinfeksi, apakah long covid masih bisa, ya
masih. Vaksin mencegah infeksi. Begitu tidak sakit ya tidak

muncul long covid, pungkasnya, (Astutik,2020).

Prinsip yang dianut saat ini bukan hanya masalah kematian

akibat covid-19, namun adanya dampak jangka pendek dan

jangka panjang akibat infeksi virus yang sangat serius pada

organ-organ tubuh, yakni bisa menurunkan kualitas kesehatan

masyarakat dimasa depan. Mencegah lebih baik dari pada

terinfeksi.(Mela,2020).

2. Tingkat Keparahan Penyakit (Severity Level)

Tingkat keparahan penyakit adalah..................

Tingkat keparahan pasien Covid-19 dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti daya tahan tubuh manusia, usia dan faktor komorbid. Komorbid

yang paling banyak ditemukan pada pasien Covid-19 yaitu asma,

diabetes melitus dan hipertensi. Hipertensi kasus yang paling banyak

ditemukan pada pasien kasus Covid-19. Sekitar 15% penderita Covid-

19 juga menderita hipertensi. Hipertensi pada beberapa penelitian

dibuktikan dapat meningkatkan tingkat keparahan Covid-19 sebesar

2,5 x lebih parah daripada penderita covid biasa yang tidak memiliki

komorbid.

a. Derajat Penyakit Infeksi COVID-19

1. Uncomplicated illness

Pasien dengan gejala non spesifik seperti demam, batuk, nyeri

tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala dan nyeri


otot. Perlu waspada pada usia lanjut dan immunocompromised

karena gejala dan tanda tidak khas.

2. Pneumonia ringan

a. Pasien dengan pneumonia dan tidak ada tanda pneumonia

berat

b. Anak dengan pneumonia ringan mengalami batuk atau

kesulitan bernafas disertai nafas cepat (frekuensi nafas pada

usia <2 bulan ≥60x/menit; 2-11 bulan ≥50x/mnt;1-5

tahun>40x/mnt dan tidak ada tanda pneumonia berat.

3. Pneumonia Berat

a. Pasien Remaja atau Dewasa dengan demam atau dalam

pengawasan infeksi saluran nafas ditambah satu dari

berikut ini;frekunsi nafas >30x/mnt. Distress pernafasan

berat, dan saturasi oksigen(SpO2),90% pada udara kamar.

b. Pasien anak dengan batuk atau kesulitan bernafas, ditambah

setidaknya satu dari berikut ini:

*Sianosis sentral atau SpO2<90%

*Distress pernafasan berat ( seperti mendengkur, tarikan

dinding dada yang berat).

*Tanda pneumonia berat: ketidakmampuan menyusui atau

minum, letargi atau penurunan kesadaran, atau kejang.

Tanda lain dari pneumonia yaitu: tarikan dinding dada,

takipnea (pada usia <2bulan ≥60x/mnt. 2-11 bulan

≥50x/mnt; 1-5 tahun ≥40x/mnt; dan > 5 tahun ≥30x/mnt.


Diagnosis ini berdasrkan klinis : pencitraan dada yang

dapat menyingkirkan komplikasi.

4. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

a. Onset: baru terjadi atau perburukan dalam waktu satu

minggu. Pencitraan dada (CT.Scan thoraks atau

ultrasonografi paru): opasitas bilateral, efusi pleura yang

tidak bisa dijelaskan penyebabnya, kolaps paru, kolaps

lobus atau nodul.

b. Penyebab edema : gagal napas yang bukan akibat gagal

jantung atau kelebihan cairan. Perlu pemeriksaan objektif

(seperti ekokardiografi) untuk menyingkirkan bahwa

penyebab edema bukan akibat hidrostatik jika tidak

ditemukan factor resiko.

c. Kriteria ARDS pada dewasa:

1. ARDS ringan: 200 mmHg <PaO2/FiO2<300 mmHg

(dengan PEEP atau continuous positive airway

pressure (CPAP)>5 cmH2O, atau yang tidak

diventilasi.

2. ARDS sedang : 100 mmHg<PaO2 / Fio2<200

mmHg dengan PEEP >5 cmH2O, atau yang tidak

diventilasi.

3. ARDS berat : PaO2 / FiO2 < 100mmHg dengan

PEEP >5 cmH2O, atau yamg tidak diventilasi.


4. Ketika PaO2 tidak tersedia, SpO2/FiO2

<mengindikasikan ARDS (termasuk pasien yang

tidak diventilasi).

Kriteria ARDS pada anak berdasrkan oxygenation

index dan oxygenatin index menggunakan SpO2 :

1. PaO2 / FiO2< 300 mmHg atau SpO2/

FiO2<264; Bilevel noninvasive Ventilation

(NIV) atau CPAP>5cmH2O dengan

menggunakan full face mask.

2. ARDS ringan (ventilasi invasif): 4<Oxygenation

index (OI)<8 atau <OSI<7,5

3. ARDS sedang (ventilasi invasif): 8< OI<16 atau

7,5<OSI<12,3

4. ARDS berat (ventilasi invasive): OI >16 atau

OSI>12.3.

5. Sepsis

A. Pasien Dewasa

Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan oleh

disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti

infeksi. Tanda disfungsi organ meliputi : perubahan ststus

mental/kesadaran , sesak nafas, satu rasi oksigen rendah,

urin output menurun, denyut jantung cepat, nadi lemah,

ekstremitas dingin atau tekanan darah rendah.

Ptekie/purpura/mottled skin, atau hasil laboratorium


menunjukkan koagulapati, trombositopenia, asidosis, laktat

yang tinggi dan hiperbillirubinemia.

B. Pasien Anak

Terhadap dugaan atau terbukti infeksi dan kriteria systemic

inflammatory response syndrome (SIRS)>2, dan disertai

salah satu suhu tubuh abnormal atau jumlah sel darah putih

abnormal.

6. Syok Septik

A. Pasien Dewasa

Hipotensi yang menetap meskipun sudah dilakukan resusitasi

cairan dan membutuhkan vasopressor untuk mempertahankan mean

arterial pressure (MAP)>65 mmHg dan kadar laktat serum >2

mmol/L.

B.Pasien Anak

Hipotensi (TDS <persentil 5 atau >2SD dibawah normal usia) atau

terdapat 2-3 gejala dan tanda berikut : perubahan status

mental/kesadaran, takikardia, atau bradikardia (frekuensi nadi

<90x/mnt atau >160x/mnt pada bayi dan HR <70x/mnt atau

>150x/mnt pada anak):waktu pengisian Kembali kapiler yang

memanjang ( >2 detik) atau vasodilatasi hangat dengan bounding

pulse; takipnea; mottled skin atau ruam petikie atau purpura;

peningkatan laktat;oliguria; hipertermia atau hipotermia.( Diah

Handayani,2020).
B. Kerangka teori

Jenis Komorbid Tingkat Keparahan


Penyakit:
1. Diabetes Mellitus
2. Penyakit Autoimun seperti Lupus /
Penentuan Tingkat Severity
SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
Level Kasus Penyakit
3. Penyakit ginjal
Dengan Derajat penyakit
4. Penyakit jantung coroner
infeksi covid-19 :
5. Hipertensi
a. Uncomplicated Illness
6. Tuberkulosis
b. Pneumonia ringan
7. Penyakit paru obstruktif kronis
c. Pneumonia berat
(PPOK)
d. ARDS (Acute
8. Penyakit kronis lain
Respiratory Distress
9. Tumor/kanker/keganasan
Syndrome)
10. Penyakit terkait geriatric.
e. Sepsis
f. Syok Sepsis
Sumber : Handayani, 2020

C. Kerangka konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Jenis Komorbid Tingkat keparahan penyakit

(x) (y)
Keterangan :

: Diteliti

D. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara komorbid pasien covid-19

dengan tingkat keparahan penyakit yang terjadi di lingkungan

perawatan pasien covid-19 di RSPAU dr. S. Hardjolukito, Yogyakarta.

H1 : Terdapat hubungan antara komorbid pasien covid-19 dengan

tingkat keparahan penyakit yang terjadi di lingkungan perawatan

pasien covid-19 di RSPAU dr. S. Hardjolukito, Yogyakarta.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

desain studi retrospektif yaitu salah satu jenis penelitian yang tujuannya

untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena

atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel

yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena

yang diuji.

B. Desain penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan kohort

retrospektif, yaitu penelitian analitik yang memberikan informasi

mengenai situasi yang ada dengan cara mengamati antara variabel bebas

dan variabel terikat dilakukan secara serentak pada satu waktu.

C. Variable penelitian
1. Variabel Bebas (Dependen)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komorbid pasien Covid-19.

2. Variabel Terikat (Independen)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat keparahan

penyakit.

D. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta, pada

bulan Desember 2020. Sedangkan pengambilan data juga pada waktu yang

sama di bulan Desember 2020.

E. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien positif covid-19 di RSPAU dr.

S. Hardjolukito Yogyakarta, yang berjumlah 335 pasien covid-19 dan

yang memiliki komorbid sebanyak 77 pasien.

F. Sampel dan teknik sampling

Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik

pengambilan sampel secara purposive sampling.

Kriteria :

1) Pasien yang dirawat di RSPAU dr. S. Hardjolukito

2) Pasien dengan kasus positif Covid-19 dengan komorbid

3) Pasien yang memiliki tingkat keparahan penyakit Covid-19

Sehingga didapatkan sampel yang memenuhi kriteria adalah 77 responden.


G. Defenisi operasional

No Variabel Defenisi Oprasional Alat Ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
1 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordina
Hipertensi pada pasien hipertensi yang Check list Check list 2. Sedang
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data hipertensi
of Disease and Related RM
Health Problems) 10.
2 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
Diabetes pada pasien diabetes melitus Check list Check list 2. Sedang al
melitus yang tertera pada Rekam dengan cara pertanyaan 3. Berat
Medis dengan diagnose mengisi komorbid
sesuai ICD 10 sesuai data diabetes
( International Statistical of RM melitus
Disease and Related Health
Problems) E14
3 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
CKD pada pasien CKD yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data CKD
of Disease and Related RM
Health Problems) N18

4 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi


CHF pada pasien CHF yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data CHF
of Disease and Related RM
Health Problems) I50

5 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi


STEMI pada pasien STEMI yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data STEMI
of Disease and Related RM
Health Problems) I21.3
6 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
TB Paru pada pasien TB Paru yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data TB Paru
of Disease and Related RM
Health Problems) A15.
7 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
Asma pada pasien ASMA yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data Asma
of Disease and Related RM
Health Problems) J45 Ordinal
8 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
SNH pada pasien SNH yang Check list Check list 2. Sedang al
tertera pada Rekam Medis dengan cara pertanyaan 3. Berat
dengan diagnose sesuai ICD mengisi komorbid
10 ( International Statistical sesuai data SNH
of Disease and Related RM
Health Problems) I64.
9 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi
CA pada pasien CA Check list Check list 2. Sedang al
(ovarii)yang tertera pada dengan cara pertanyaan 3. Berat
Rekam Medis dengan mengisi komorbid
diagnose sesuai ICD 10 ( sesuai data CA
International Statistical of RM
Disease and Related Health
Problems) C56.9

10 Komorbid Penyakit penyerta yang ada Lembar Mengisi 1. Ringan Ordi


penyakit pada pasien CHF yang Check list
Check list 2. Sedang al
terkait tertera pada Rekam Medis dengan cara
pertanyaan 3. Berat
Geriatric dengan diagnose sesuai ICD mengisikomorbid
10 ( International Statistical sesuai data
terkait
of Disease and Related RM penyakit
Health Problems) R54 pada
geriatri
11 Tingkat Pasien yang dirawat mulai Lembar Mengisi 1.Ringan Ordi
keparahan gejala ringan sampai dengan Check list Check list 2.Sedang al
penyakit syok sepsis hingga dengan cara pertanyaan 3.Berat
meninggal dunia. mengisi tingkat
sesuai data keparahan
RM penyakit
Keterangan kategori atau hasil ukur penelitian :

A. Komorbid

1. Ringan

Pada kategori ringan adalah dilihat dari tidak adanya gejala sampai

gejala ringan, seperti (demam, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan),

dan adanya 1 komorbid pada penderita.

2. Sedang

Pada kategori sedang adalah dilihat dari adanya gejala ringan

sampai adanya pneumoni ringan, dan adanya 2 – 3 komorbid.

3. Berat

Pada kategori berat adalah dilihat adanya < 3 komorbid

B. Tingkat keparahan penyakit

1. Ringan
Pada kategori ringan adalah dilihat dari Uncomplicated illness

(gejala non spesifik) sampai adanya pneumonia ringan.

2. Sedang

Pada kategori sedang adalah dilihat dari adanya pneumonia berat

sampai ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)

3. Berat

Pada kategori berat adalah dilihat dari adanya sepsis sampai syok

sepsis hingga meninggal dunia.

H. Instrument penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

lembar check list yang dimana pada saat pengisian mencentang setiap

kolom komorbid mulai dari Hipertensi, Diabetes Melitus, CKD, CHF,

STEMI, TB Paru, Asma, SNH, CA, penyakit terkait geriatric, pada

variabel tingkat keparah penyakit di isi dengan mengisi lembar check list.

Dan pengambilan data secara langsung dengan melihat data-data pasien

melalui data buku register ruangan pasien covid-19.

I. Teknik pengolahan data

1. Pengolahan data

a. Editing

Editing adalah memeriksa data terlebih dahulu meliputi

pengecekan kelengkapan identitas, subjek penelitian, mengecek

kelengkapan data, dan mengecek isi data register pasien.

b. Pengkodean (coding)
Pengkodean adalah memberi kode jawaban dengan angka atau

kode lain seperti simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban yang

ada.

c. Tabulasi

Tabulasi adalah pengelompokan data dalam suatu tabel tertentu

menurut sifat yang dimiliki sesuai tujuan penelitian.

d. Analisis

Analisis adalah pengolahan data dengan komputer

J. Analisa data

1. Analisis data

a. Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dan hasil

yang diperoleh adalah distribusi frekuensi dan presentase pada

setiap variabel (Notoatmodjo, 2012).

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui dua variabel, baik berupa

koleratif. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji statistik

spearman-rank dengan kejadian komorbid α = 0,05. Dalam

penelitian ini menggunakan uji ststistik spearman-rank.

Rumus spearman-rank

6 ∑ d 2i
ρ=1− 2
n(n −1)
Keterangan:

Ρ = koefisien korelasi peringkat spearmand i = selisih antara
kedua peringkat dari setiap pengamatan
n = jumlah pengamatan
K. Jalannya penelitian

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini diawali dengan pengajuan

judul penelitian kepada kepala program studi ilmu keperawatan dan

Ners. Setelah disetujui oleh kepala program studi ilmu keperawatan

dan Ners, peneliti diberikan pembimbing 1 dan pembimbing 2 untuk

membimbing peneliti dalam melakukan penelitian. Kemudian peneliti

mengurus surat perijinan studi pendahuluan dari kampus STIKES Duta

Gama Klaten ke RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta. Setelah itu,

peneliti mencari litelatur untuk mendapatkan acuan penelitian dalam

menyusun usulan penelitian dan konsultasi dengan pembimbing untuk

mendapatkan saran-saran dalam penyusunan usulan penelitian

sehingga dapat diseminarkan.

2. Tahap pelaksaan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020

sampai dengan bulan Desember 2020. Tahap ini meliputi

pengumpulan data oleh peneliti dengan mengambil sample dari buku

register data pasien covid-19 pasien dengan diagnose Covid-19 dan

dihitung dengan teknik pengambilan sample Non Probality Sampling

yaitu dengan purposive sampling (kriteria-kriteria spesifik tertentu).


Pengumpulan data akan dilakukan oleh peneliti yang akan dibantu oleh

asisten peneliti dengan jumlah 1 orang. Sebelum melakukan

pengumpulan data, peneliti akan menjelaskan tentang maksud dan

tujuan penelitian, kriteria inklusi dan eksklusi, cara pengambilan data

sehingga dalam proses pengumpulan data dapat berjalan lancar sesuai

dengan harapan peneliti. Setelah itu peneliti akan melakukan

pengolahan data dan uji statistik.

3. Tahap akhir

Setelah pengumpulan dan pengolahan data selesai peneliti akan

menyusun laporan penelitian dalam bentuk penulisan yang baik dan

berkonsultasi kepada pembiming 1 dan pembimbing 2. Setelah

disetujui oleh pembimbing 1 dan pembimbing 2, maka selanjutnya

dipertanggung jawabkan dalam ujian skripsi dan akan dilakukan revisi

sesuai saran untuk kesempurnaan skripsi. Setelah itu, mendapat

pengesahan bahwa penyusunan skripsi telah selesai di pertanggung

jawabkan yang disusun dalam bentuk laporan.

L. Etika penelitian

Menurut Hamid (2008) pada saat melakukan penelitian ini,

sebelumnya peneliti melakukan etika penelitan terhadap petugas yang

mencatat data pasien Covid-19 pada buku register dan petugas Rekam

Medis tentang materi yang akan diperlukan, antara lain sebagai berikut :

1. Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan disampaikan kepada petugas pencatat buku

register pasien Covid-19 di lingkungan RSPAU dr. S. Hardjolukito.


Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, apabila petugas

bersedia memberikan data tentang pasien Covid-19, maka peneliti

meminta kesediaan petugas yang bersangkutan untuk menandatangani

lembar persetujuan.

2. Anonymity (tanpa nama)

Kerahasiaan dari identitas data pasien dalam penelitian ini akan

dijaga oleh peneliti dan hanya digunakan semata-mata untuk

kepentingan penelitian. Kerahasiaan ini akan dijaga oleh peneliti

dengan tidak mencantumkan nama, hanya mencantukan inisial nama

dan umur serta penyakit komorbid yang dialami.

3. Confidentality (kerahasiaan)

Kerahasiaan dijamin oleh peneliti. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya dan hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Data dalam penelitian

ini disimpan ditempat yang aman dan pemusahan data dilakukan

dalam batas waktu yang telah ditentukan.

4. Menghormati privasi

Peneliti tidak boleh menyampaikan informasi mengenai identitas

pasien, baik nama, umur maupun penyakit komorbid pasien. Peneliti

dapat menggunakan coding.

Anda mungkin juga menyukai