Kelas : 18B TUGAS TOKSIKOLOGI PROSEDUR ANALISIS NAPZA 1. Golongan narkotika A. Ganja Ganja biasanya digunakan dengan cara dihisap atau sebagai rokok. Ganja yang masuk ke saluran pernapasan setelah melalui hidung atau mulut, sampai ke tenggorokan, terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru melalui bronkiolus dan berakhir di alveolus. Di dalam alveolus, butiran “debu” zat aktif itu diserap oleh pembuluh darah kapiler, kemudian dibawa melalui pembuluh darah vena ke jantung. Dari jantung, zat aktif disebar ke seluruh tubuh. Tetrahydrocannabinol (THC), bahan aktif utama dalam ganja, mengikat dan mengaktifkan reseptor spesifik, yang dikenal sebagai reseptor cannabinoid. Ada banyak reseptor ini di bagian otak yang mengendalikan ingatan, pikiran, konsentrasi, persepsi waktu dan kedalaman, dan gerakan terkoordinasi. Dengan mengaktifkan reseptor ini, THC mengganggu fungsi normal mereka. a. Test Skrining 1) Sampel : urine 2) Metode : Immunochromatografi Kompetitif 3) Prinsip : Test didasarkan pada kompetisi penjenuhan IgG anti-narkoba yang mengandung substrat enzim(ada dalam keadaan bebas di zone S) merupakan “Antibodi Pendeteksi dalam Strip” oleh narkoba sampel/urine “Antigen dalam Sample” atau narkoba yang telah dikonjugasi enzim “Antigen dalam Strip Test” (ada dan terfiksir di zone T). Jika dijenuhi oleh narkoba dalam sampel (sampel positif narkoba), maka IgG anti narkobasubstrat tidak akan berikatan dengan narkoba- enzimnya, sehingga tidak terjadi reaksi enzim-subtrat yang berwarna. Sebaliknya jika tidak dijenuhi (sampel negatif narkoba) atau hanya sebagian dijenuhi (sampel mengandung narkoba dalam jumlah di bawah ambang batas pemeriksaan/cut off value), maka IgG anti-narkoba- substrat akan berikatan dengan narkoba-enzimnya secara penuh atau sebagian, sehingga terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna penuh atau samar-samar. Valid tidaknya test dikontrol dengan mengikutsertakan pada zone S suatu kontrol validitas yang berupa IgG goat-substrat. Karena IgG goat bukan antibodi spesifiknya narkoba, maka baik pada sampel urin yang ada, ada dalam jumlah di bawah ambang batas pemeriksaan atau tidak ada sama sekali narkobanya, semuanya tidak akan menjenuhi dan hanya akan mendifusikan IgG goat- substrat dari zone S ke zone C untuk menemui dan mengikat IgG anti- IgG goat yang dikonjugasi enzim sehingga terjadi reaksi enzim-substrat yang berwarna di zone C. 4) Alat dan Bahan : Strip test Narkoba 5) Cara Kerja : a) Biarkan strip test dalam suhu kamar. b) Buka penutup strip test, kemudian celupkan strip test tersebut secara vertical ke dalam sample urine selama 10-15 detik. c) Ketika strip test dicelupkan tidak boleh melewati batas garis yang paling bawah Zona Sample (S). d) Tempatkan test strip itu pada bidang datar, baca hasil setelah 5-10 menit. 6) Interpretasi Hasil Positif : Hanya terbentuk pita pink pada Control (C) Negative : Terbentuk dua pita pink pada Control (C) dan pada Test (T) Invalid : Tidak terbentuk pita pink pada Control (C) dan pada Test (T) atau terbentuk pita pink pada Test (T) sedangkan pada Control (C) tidak terbentuk pita pink b. Uji Konfirmasi 1) Analisis THC Metode Kromatografi Lapisan Tipis ( KLT ) 2) Prinsip : Residu hasil hidrolisa yang dilanjutkan dengan ekstraksi yang dielusi dengan pelarut tertentu akan membentuk bercak yang berwarna khas. 3) Perlatan: a) Alat KLT (1) Plate KLT ( 20 x 20 cm, 10 x 10 cm, 10 x 5 cm ) (2) Bejana kromatografi (3) Pipakapiler pipet mikro (4) Botol semprot sprayer b) Oven dan lampu UV 4) Reagen : a. Lapisan tipis Silica Gel G b. Eluen, dipilih salah satu : A : Etil asetat-metanol-amonia-akuades (12 : 5 : 1 : 0.5) B : Kloroform-metanol-amonia (70 : 30 : 2) c. Larutan penampak bercak Fast Blue B, harus dibuat baru: Larutan Fast Blue B Salt 0,1% dalam air, apabila dalam air tidak timbul warna, dapat ditambahkan NaOH encer. d. Larutan standar Larutan 9-carboxy-THC 1 mg/mL dalam methanol 5) Cara Kerja: a. Persiapan specimen (1) Hidrolisis Hidrolisis alkali Pipet 10 ml urin kedalam tabung gelas bertutup, untuk pemeriksaan dengan KG ditambah standar internal. Tambahkan 2ml kalium hidroksida 10 N, tutup tabung dan inkubasi pada 50oC selama 20 menit dengan sekali-kali diaduk. Lanjutkan dengan ekstraksi. (2) Ekstraksi Prinsip ekstraksi: 9 karboksil THC dari urin yang telah dihidrolisa diekstraksi dalam suasana asam. Hasil ekstraksi diuapkan pada suhu 35- 40oC. Residu siap untuk pemeriksaan dengan KLT dan KG. Cara ekstraksi ada 2 a) Cair-cair (1) Spesimen hasil hidrolisa setelah didinginkan, pindahkan ke dalam corong pisah, pH diatur sampai 2HCl 2N atau H2SO4 2 N (2) Tambahkan 15 mL Sikloheksan-etil asetat (7:1, v/v) Ekstraksi dengan mengocok selama 10 menit. (3) Pindahkan lapisan organik, saring melalui natrium sulfat kering kedalam tapered tube, cuci saringan dengan 5 mL pelarut (sikloheksan-etil asetat) (4) Uapkan sampai kering pada temperatur kamar dengan aliran udara atau gas nitrogen, larutkan kembali residu dalam 0,2 mL methanol atau asetonitril-methanol (3:1, v/v) dengan pengocokan atau sonikator. b) Solid-phase extraction (SPE) (1) Kolom SPE yang sesuai dicuci dengan mengalirkan pelan- pelan masingmasing 3 mL methanol, air suling, methanol dan air. (2) plastic syringe 10 ml dipasangkan pada kolom sebagai reservoir. Gunakan vakum dengan kecepatan rendah untuk menaikkan kecepatan aliran. (3) Urin yang sudah dihidrolisa (2ml) masukkan kedalam kolom, cuci dengan 10 ml HCL 0,1 N dan 25 mL larutan asam fosfat 50 M dalam asetonitril 10%. (4) Elusi 9 – carboxy – THC dengan 1 mL aseton. (5) Uapkan larutan dibawah aliran gas nitrogen, larutkan kembali dengan 0,1 mL methanol. Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis (1) Totolkan 5-10 µl larutan standart dan hasil ekstraksi pada plate dengan jarak 2 cm, kemudian elusi dalam bejana kromatografi dengan salah satu larutan eluen. (2) Keluarkan plate dari bejana kromatografi, kemudian plate dikeringkan sebelum disemprot dengan penamoak bercak. (3) Pengeringan dapat dilakukan pada suhu kamar atau dalam oven pada suhu 120oC selama 10 menit atau dengan menggunakan udara panas dari blower. (4) Plate yang telah dikeringkan disemprot dengan larutan penampak bercak kemudian amati dibawah lampu UV. (5) Pembacaan hasil :Bandingkan nilai Rf ekstrak dengan Rf standart B. Heroin dan Morfin a. Pemeriksaan secara kualitatif dengan Kromatografi Lapisan Tipis 1) Prinsip : Residu hasil ekstraksi dielusi dengan eluen tertentu, kemudian ditetapkan secara KLT sehingga terbentuk bercak yang berwarna khas. 2) Peralatan : a) Alat KLT lengkap : (1) Plate kaca 20 x 20 cm, 10 x 10 cm, 10 x 5 cm (2) Bejana kromatografi (3) Botol semprot atau sprayer (4) Pipet kapiler/pipet mikro b) Lampu UV 254 nm c) pH meter d) Sentrifuge e) Oven 3) Reagen : a) Adsorben : silica gel G, tebal 0,2 mm b) Eluen, dipilih salah satu : (1) Sistem A : toluene- aceton- etanol- ammonia (45 : 45 : 7 :3) (2) Sistem B : Etil asetat- Methanol - Ammonia (85 : 10 : 5) c) Penampak bercak dipilih salah satu: (1) Kalium iodoplatinat: Larutkan 0,25 g platinik klorida dan 5 g KI dalam air suling sampai 100, tambahkan 2 ml HCl pekat. (2) Reagen Dragendorff Larutan A: Campur 2 gr bismuth subnitrat (bismuth oksinirat), 25 ml asam asetat glacial atau pekat dan 100 ml air suling. Larutan B: Larutan 40 gr KI dalam 100 ml air suling. Campur 10 ml larutan A dan 10 ml larutan B, + 20 ml asam asetat glacial + 100 ml air suling. (3) Reagen fluoresensi : (a) Buffer AMP (2-amino 2-metil 1,3 propandiol: Tambahkan 105 mg 2-amino 2-metil 1,3 propandiol ke dalam 18,8 ml HCl pekat dan encerkan dengan air sampai 1000 ml (pH = 9,3 ± 0,2) (b) Larutan kalium ferri sianida : Larutkan 58 mg kalium ferri siabercak dalam 100 ml air suling. Simpan dalam lemari es, siapkan larutan yang baru 1 minggu. c) Standar Morfin dan codein Buat larutan standar 1 mg/ml dalam methanol. Garam atau basanya bisa digunakan sebagai standar, karena pada KLT senyawa tersebut akan terpisah sebagai basa bebas 4) Cara kerja KLT (1) Totolkan 5-10 µl larutan standard dan hasil ekstraksi pada plate dengan jarak 2 cm, kemudian elusi dengan bejana kromatografi dengan salah satu larutan eluen. (2) Keluarkan plate dari bejana kromatografi kemudian plate dikeringkan sebelum disemprot dengan larutan penampak bercak. (3) Pengeringan pada suhu kamar atau di dalam oven pada suhu 120ºC selama 10 menit atau dengan menggunakan udara panas dari blower. (4) Plate yang telah kering disemprotkan dengan laruan penampak bercak. Kemudian setelah kering diamatai. (5) Pembacaan hasil : Bandingkan Rf ekstrak dengan Rf standar. Catatan : Eluen dengan system A akan memberikan hasil lebih bagus apabila menggunaka penampak bercak Dragendorf. Eluen dengan system B akan memberikan hasil yang lebih bagus apabila menggunakan penampak bercak iodoplatinat. C.Kokain Metode Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) 1) Prinsip : Residu hasil ekstraksi dielusi dengan eluen tertentu, kemudian ditetapkan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sehingga terbentuk bercak yang berwarna khas. 2) Peralatan : a) Alat KLT : Plate KLT (20X20 cm, 10x10cm, dan 10x5 cm), bejana kromatografi b) Lampu UV 3) Reagen a) Eluen, dipilih salah satu : A : Metanol – ammonia (100 : 1,5) B : Kloroform – methanol (50 : 50 ) b) Larutan penampak bercak , dipilih salah satu : (1) Reagen Dragendorf: Larutan A : Campur 2 gr Bismut subnitrat (Bismut Oksinitrat), 25 ml asam asetat glasial pekat atau 100 ml air. Larutan B : Larutan 40 gr KI dalam 100 ml air Campur 10 ml larutan A dan 10 ml larutan B + 20 ml asam asetat galsial + 100 ml air suling (2) reagen: Kalium Iodoplatinat yang diasamkan Larutan 0,25 gr platinat klorida dan 5 gr KI dalam air suling sampai 100 ml, tambahkan 2 ml HCL pekat (3) asam sulfat pekat 1 ml ditambahkan perlahan-lahan pada 10 ml larutan ferri klorida (5% w/v) dan campurkan c) Larutan Standar : Larutan standar 1 mg/ml BE (Benzoylecgonine), kokain base dan Ecgonin metil ester dalam metanol. 4) Cara Kerja (1) Ekstrak urin yang sudah dikeringkan dilarutkan dalam 50 ul metanol (2) Totolkan 5-10 ul larutan standar dan hasil ekstraksi pada plate dengan jarak 2 cm, kemudian elusi dalam bejana kromatografi dengan salah satu larutan eluen (3) keluarkan plate dari bejana kromatografi kemudian dikeringkan (4) pengeringan dapat dilakukan pada suhu kamar atau dalam oven pada suhu 1200C selama 10 menit atau dengan menggunakan udara panas dari blower (5) plate yang telah kering disemprot dengan larutan penampak bercak, kemudian diamati dengan lampu UV 5) Pembacaan Hasil : Bandingkan nilai Rf ekstrak dengan Rf standar 2. Golongan Psikotropika A. Amfetamin dan Metamfematin Metode Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) a. Prinsip : Residu hasil ekstraksi yang dielusi dengan eluen tertentu sehingga terbentuk bercak dengan warna yang khas. b. Peralatan : a) Alat KLT - Plate KLT (20x20 cm,10x10 cm,10x5 cm) - Bejana kromatografi - Pipa kapiler / pipet mikro - Botol semprot / sprayer b) Oven c) Lampu UV c. Reagen : a) Lapisan tipis silica gel G / F b) Eluen, pilih salah satu : A: Metanol – Ammonia (100 : 1,5) B : Etil asetat – methanol – ammonia (85 : 10 : 5 c) Larutan penampak bercak,pilih salah satu : (1) Fast Black K Salt : - Larutan A : Fast Black K Salt 1% dalam air - Laruatn B : Natrium hidroksida 1M (2) Ninhidrin Siapkan larutan ninhidrin 10% dalam etanol. (3) Reagen fluoreskamin (fluram) Siapkan larutan 10mg fluoreskamin dalam 50ml aseton. (4) Simons : Larutan A : Natrium karbonat at encer 20% Larutan B : Natrium nitroprusid encer 1% d) Larutan standar Larutan standar amfetamin dan metamfetamin: siapkan larutan standar dalam metanol mengandung masing-masing 5 mg/mL d. Cara Kerja : a) Ekstraksi (1) Prinsip ekstraksi: Amfetamin dan metamfetamin yang terdapat dalam urin diekstraksi dengan pelarut organik sehingga terbentuk residu, yang dapat dianalisa secara kualitatif dengan alat KLT atau kuantitatif dengan alat KG. (2) Cara ekstraksi : (a) Masukkan 2mL urin spesimen ke dalam tabung runcing 50mL dan 0,25mL larutan standar (larutan 2 metil feniletilamin; 8𝜇g/mL) (b) Tambahkan NaOH 1M,air suling 5mL dan diklorometan 20mL dan kocok.Tabung ditutup, kocok sentrifus dengan kecepatan rendah selama 5 menit,lapisan atas dibuang. (c) Tambahkan 2mL asam sulfat 0,15 M tabung ditutup, kocok dan sentrifius. (d) Lapisan air sebelah atas dipindahkan ke dalam tabung runcing 15mL tambahkan 1mL natrium hidroksida 1M dan 2,5 mL 1-klorobutan atau diklorometan. (e) Tutup tabung vortex dengan berat dan disentrifus lapisan organik pindah ke dalam tabung yang bersih,tambahkan 50 𝜇𝐿 larutan metanolic-asam klorida (9:1 v/v) (f) Residu siap diperiksa dengan alat KLT atau alat KG. (g) Ekstrak diuapkan dengan vakum sampai kering. Pemeriksaan Kromatografi Lapisan Tipis a) Hasil ekstraksi yang telah dikeringkan dilarutkan kembali dengan methanol b) Totolkan 5-10𝜇L larutan standar dan hasil ekstraksi pada plate dengan jarak 2cm,kemudian elusi dalam bejana kromatografi dengan salah satu larutan eluen. c) Keluarkan plate dari bejana kromatografi kemudian sebelum disemprot dengan larutan penampak bercak. d) Pengeringan pada suhu kamar atau di dalam oven pada suhu 1200C selama 10 menit atau dengan menggunakan udara panas dari blower. e) Plate yang telah kering disemprot dengan larutan penampak bercak, kemudian diamati dengan lampu UV. f) Penampakan bercak : (1) Fast Black K Salt (a) Semprot plate dengan larutan A dan amati warna bercak, untuk amin sekunder misalnya metamfetamin akan segera menghasil kan bercak. Semprot dengan larutan B sedikit berlebih, akan menghasilkan warna bercak untuk amin primer misalnya amfetamin. (b) Keringkan plate pada udara kering dan semprot sekali lagi dengan larutan A, supaya menghasilkan bercak yang lebih intensif. (c) Warna bervariasi dari ungu untuk amfetamin sampai merah muda untuk metamfetamin (d) Batas deteksi untuk amfetamin dan metamfetamin adalah 0,05 – 0,1 𝜇𝑔. (2) Reagen ninhidrin (a) Semprot dengan reagen ninhidrin. (b) Plate keringkan dalam oven pada suhu 1200C sekurang- kurangnya 15 menit. (c) Bercak warna ungu atau merah muda dihasilkan oleh amfetamin dan bercak dengan warna lebih kuat oleh metamfetamin. (3) Reagen fluoreskamin (a) Semprot dengan reagen fluoreskamin. (b) Plate keringkan dengan udara panas dari blower. (c) Amati plate dibawah sinar UV pada panjang gelombang 365nm. (d) Amfetamin memberikan bercak warna kunign berfluoresensi. (e) Batas deteksi amfetamin dan amin primer lainnya adalah 𝜇𝑔. (f) Metamfetamin tidak terdeteksi. (4) Reagen Simons (a) Semprot plate dengan larutan A, kemudian semprot lagi dengan larutan B. (b) Masukkan plate dalan bejana kromatografi yang kosong dan beker glass kecil yang berisi asetalhid ke dalam bejana kromatografi yang kosong, tutup bejana kromatografi. (c) Uap asetildehid menyebabkan metamfetamin memberikan bercak yang berwarna biru. (d) Deteksi minimun untuk metamfetamin dalam urin ± 0,1𝜇g/mL. (e) Amfetamin dan amin primer lainnya memberikan bercak warna merah muda sampai merah dan reaksi kurang sensitif. 5) Pembacaan Hasil : Bandingkan nilai Rf ekstrak dengan Rf standar. Rf B. Benzodiazepein menggunakan metode LFI atau ICT 1) Prinsip Sampel diekstraksi dengan metanol, elusi menggunakan eluen tertentu, sehingga terbentuk bercak dengan Rf tertentu. Bercak discanning dengan spektrodensitometer, sehingga terbentuk spektrum serapan sinar ultraviolet sebelum akhirnya bercak pada pelat disemprot menggunakan penyemprot tertentu. Rf spektrum serapan sinar ultraviolet dan warna bercak hasil penyemprotan dari sampel dibandingkan terhadap baku pembanding. 2) Alat a) Peralatan kromatografi lapis tipis (KLT) terdiri dari : (1) Pipet kapiler, (2) Plat KLT dilapisi silika gel berfluoresensi pada λ 254 nm dengan ketebalan 0,25 mm (3) Tabung elusi (developing tank) (4) Lampu UV λ 254 nm b) Spektrofotodensitometer 3) Reagen a. Pelarut organik: metanol, kloroform, aseton, sikoloheksan, toluen, dietiamin. b. Larutan Sampel Satu dosis sampel (atau lebih kurang 50 mg cuplikan) larutkan dalam 10 mL metanol, bila perlu saring (A) c. Larutan Baku Buat masing-masing larutan baku pembanding dalam metanol sebagai berikut: (1) Diazepam 1 mg/mL (B1) (2) Flunitrazepam 1 mg/mL (B2) (3) Nitrazepam 1 mg/mL (B3) (4) Bromazepam 1 mg/mL (B4) d. Larutan asam sulfat 2 N 5,5 mL asam sulfat pekat encerkan dengan air hingga 100 mL e. Penampak bercak Dragendorff 1) 2 g bismuth subnitrat campur dengan 25 mL asam asetat dan 100 mL air. 2) 40 g kalium iodida larutkan dalam 100 mL air. 10 mL larutan (1) dan 10 mL larutan (2) campur dengan 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air. 4) Cara Kerja (1) Larutan A, B1, B2, B3 dan B4 masing-masing ditotolkan pada pelat secara terpisah dan dilakukan kromatografi lapis tipis dengan kondisi sebagai berikut: (2) Fase diam : Silika gel GF 254 (3) Fase gerak : (a) Kloroform-metanol (90 : 10) (b) Kloroform-aseton (80 : 20) (c) Sikloheksan-toluen-dietilamin (75 : 15 : 10) (4) Volume penotolan: larutan A, B1, B2, B3 dan B4 masing- masing 20 µl. (5) Jarak rambat : 15 cm (6) Penampak bercak : (a) Sinar ultraviolet λ 254 nm, bercak berwarna ungu. (b) Larutan asam sulfat 2 N, panaskan plat kromatogram pada suhu 80OC salama 5 menit, kemudian amati di bawah sinar ultraviolet λ 366 nm, bercak berfluoresensi biru. (c) Larutan Dragendorff, bercak berwarna jingga. Konfirmasi: Sebelum pelat disemprot dengan penampak bercak, dilakukan pengukuran spektrum serapan ultra violet terhadap bercak sampel yang mempunyai harga Rf atau tinggi bercak yang sama dengan salah satu bercak baku menggunakan alat spektrodensitometer. 5) Interpretasi Hasil : Cuplikan mengandung diazepam bila : 1) Larutan A memberi harga Rf dan warna bercak yang sama dengan harga Rf dan warna bercak larutan baku diazepam (B1). 2) Profil spektrum serapan ultraviolet bercak sampel sesuai dengan spektrum serapan ultraviolet bercak baku diazepam serta panjang gelombang serapan maksimum bercak sampel dan baku berimpit. Berlaku juga untuk zat golongan benzodiazepine yang lain. 3. Zat Adiktif A. Alkohol Metoda Kromatografi Gas (KG) a. Prinsip Pengambilan udara yang mengandung alkohol dalam botol bertutup perforasi yang dipanaskan dalam penangas air dengan menggunakan disposable syringe dan kemudian udara yang terisap diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. b. Alat 1) Alat kromatografi gas yang dilengkapi oleh detector FID (Flame Ionisation Detector) 2) Kolom Porapak Q (mesh 80-100) 3) Disposable syringe c. Reagen Kondisi Kromatografi Gas : 1) Kolom : Porapak Q (mesh 80-100) 2) Suhu kolom : 160°C 3) Gas pembawa : Nitrogen 4) Aliran gas : 50 ml / menit 5) Detektor : FID (Flame Ionisation Detector) d. Cara Kerja 1) Masukkan 0,5 ml sampel ke dalam botol hijau Mc. Cartney 5 ml yang mempunyai tutup perforasi. Tutup botol dengan kuat, tempatkan dalam penangas air selama 5 menit pada suhu 37°C (untuk zat dengan titik didih yang rendah) atau 56°C (untuk zat dengan titik didih yang lebih tinggi) 2) Tanpa pendinginan, pindahkan 1 ml udara di atas sampel menggunakan 1 ml disposable tuberkulin syringe 3) Sampel udaranya kemudian diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. e. Interpretasi Hasil Bandingkan waktu retensi sampel terhadap standar etanol Waktu retensi relatif* Suhu 160°C 0,22 0,44 Senyawa Metanol Etanol Keterangan : *Waktu retensi diukur dari injection point. Metoda Spektrofotometri (Metoda Dubowski) a. Prinsip Spesimen atau hasil destilasi uap jaringan di destilasi secara langsung dalam larutan asam tungstat untuk mengendapkan protein. Cairan dari destilat dicampur dengan sejumlah tertentu larutan standar kalium dikromat dalam larutan asam sulfat sehingga mencapai keasaman 15 N dan dioksidasi pada suhu 100°C. Residu ini diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm dan konsentrasi alkohol pada spesimen dihitung dari kurva kalibrasi atau table yang disiapkan dari larutan yang diketahui kadar alkoholnya. b. Alat 1) Peralatan destilasi uap dari Dubowski dan Shupe (Sciensifiglass apparatus) 2) Penangas air elektrik pada suhu 100°C atau pada suhu yang konstan pada 100°C dengan cairan yang mudah larut (cairan UCON 50-HB-280X) 3) Spektrofotometer (450 nm) 4) Pipet 5) Labu ukur yang bertutup gelas c. Reagen 1) Reagen pengoksidasi : 0.0214 N kalium dikromat 1.0500 g K2Cr2O7 dalam 1 liter dari 50% volume asam sulfat. (1 ml dari reagen setara dengan 0.247 mg etil alcohol) 2) Larutan Natrium tungstat 10% w/v 3) Asam sulfat 2/3 N 4) Larutan Asam tartrat 10% w/v d. Cara Kerja 1) Spesimen darah, urin, saliva, cairan serebrospinal, destilasi jaringan a) Masukkan spesimen dan reagen ke dalam labu destilasi 125 ml. b) Sedangkan untuk spesimen darah digunakan tabung 250 ml, masukkan 10 ml akuades (untuk analisa darah 20 ml), 2 ml spesimen (1 ml spesimen dapat dianalisa dengan mengumpulkan hasil destilat dalam labu ukur 5 ml dilanjutkan dengan langkah c hingga e), 5 ml asam sulfat 2/3 N dan 5 ml natrium tungstat 10%. Campur isi labu dengan memutar labu dan pasang pada alat destilasi. Destilasi dimulai ketika darah sudah terkoagulasi sempurna dan berubah menjadi warna coklat gelap. c) Destilasi pelan-pelan di dalam labu ukur bertutup gelas 10 ml, hingga volume kurang dari 10 ml selama 8-10 menit, menggunakan mikroburner dengan api 2.5-4 cm, volume diatur sampai garis tanda 10 ml dengan akuades, tutup dan campur dengan baik. d) Ke dalam tabung reaksi gelas borosilikat bertutup ulir dari teflon, masukkan 1 ml destilat dan 5 ml reagen pengoksidasi, campur dengan pemutaran yang kuat. Segera tutup tabung dan panaskan selama 8 menit dalam penangas air elektrik 100°C, masukkan tabung di atas level cairan. e) Dinginkan tabung pada suhu kamar (25°C atau kurang), di bawah air mengalir atau dalam icebath, campur dengan memutar dan pindahkan cairan ke dalam kuvet. Baca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 450 nm, setelah alat dipasang pada 100% transmitant dengan kuvet yang berisi akuades. f) Konsentrasi alkohol dalam sampel (%w/v) diketahui dengan table kalibrasi atau kurva yang disiapkan dari beberapa seri spesimen yang kadar alkoholnya telah diketahui. 2) Spesimen jaringan a) Cairkan dengan cepat 10 g bekuan jaringan dengan ice cold dengan diblender. Timbang segera 2 g dari spesimen yang telah cair dengan ketelitian 0.01 g dan pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi 250 ml, dengan 30 ml larutan asam tartrat 10%. Tambahkan 2-3 tetes cairan antifoam atau 0.1 g senyawa paraffin dengan titik lebur yang rendah. Campur dengan memutar dan pasangkan tabung pada peralatan destilasi. b) Destilasi dengan kecepatan uap yang benar dari generator yang mengandung akuades. Kumpulkan destilat kira-kira 20-30 ml dalam tabung destilat 125 ml dalam 8-10 menit c) Ke dalam destilat tersebut tambahkan 5 ml asam sulfat dan 5 ml natrium tungstat 10%, campur dengan memutar labu. Pasangkan pada alat destilasi dan lanjutkan seperti untuk cairan tubuh (butir b-d seperti cara kerja spesimen darah, urin, saliva di atas) d) Konsentrasi alkohol pada jaringan, dihitung seperti butir (e) cara kerja spesimen darah, urin, saliva di atas, dari table kalibrasi yang sama. 3) Khusus a) Bagian terpisah dari spesimen yang didestilasi dari larutan asam tungstat ke dalam tabung destilat 125 ml, tambahkan 10 ml merkuri klorida jenuh dan 10 ml suspensi kalsium hidroksida. Campuran ini didestilasi kembali dan analisis selanjutnya seperti cara kerja spesimen darah, urin, saliva. b) Untuk menentukan submikro dan ultramikro yang terbawa dalam darah segar dan urin dengan metode difusi cawan Conway. (1) Untuk analisa submikro, 0,01 ml darah atau urin ditempatkan pada bagian luar dari cincin chamber dari cawan Conway, dan 1,00 ml kalium karbonat untuk memudahkan pelepasan alkohol, 2,50 ml kalium dikromat, reagen oksidasi ditempatkan di tepi cawan Conway. (2) Untuk analisa ultramikro: 0,02 ml sampel ditempatkan diluar cincin chamber dari cawan Conway yang berdiameter 44 mm, bersamaan dengan 0,50 ml reagen oksidasi kalium dikromat di tepi cawan Conway.