Anda di halaman 1dari 11

Muh.

Reza Jaelani
Desember 2016

HISTOPLASMOSIS

Histoplasmosis merupakan jenis mikosis profunda yaitu jenis infeksi jamur yang
menyerang organ-organ bagian dalam. Histoplasmosis juga dikenal sebagai
Darling’s Diseas. Penyebab histoplasmosis adalah jamur Histoplasma capsulatum,
jamur ini merupakan jamur dimorfik yang secara alami terdapat di tanah sebagai
jamur saprofit. Histoplasma capsulatum banyak ditemukan di kotoran-kotoran
hewan seperti kotoran ungas, kelelawar, dan burung. Histoplasma capsulatum,
banyak ditemukan di seluruh dunia seperti di Amerika, Eropa, Australia,
termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri kejadian histoplasmosis umumnya
ditemukana pada orang-orang yang mengalami kondisi imunosupresi seperti pada
penderita HIV-AIDS dan menjadi penyebab mikosis letal pada kebanyakan
penderitanya.

Jalan Infeksi Histoplasma capsulatum


Histoplasmosis merupakan jenis infeksi oportunistik. Histoplasmosis didapat
ketika terjadi inhalasi spora berupa mikrokonidia. Walaupun seseorang
menghirup mikrokonidia belum tentu mikrokonidia tersebut berkembang lebih
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

lanjut menjadi histoplasmosis. Hal tersebut berkaitan dengan respon imunitas


masing – masing orang. Ketika terjadi inhalasi mikrokonidia maka pada awal
terdeteksi oleh tubuh maka terjadi respon imun non spesifik, gejala paling ringan
dari respon imun ini dapat berupa batuk, demam bahkan muntah-muntah.
Respon imun yang baik dapat merecovery hal tersebut walaupun tanpa
pengobatan. Mikrokonidia tumbuh menginfeksi menjadia histoplasmosis jika
respon imun mengalami supresi atau kegagalan dalam melawan parasit.
Mikrokonidia akan difagositosis oleh sel-sel fagosit seperti neutrophil dan
monosit. Walaupun mikrokonidia mengalami fagositosis, namun mikrokonidia
tidak akan hancur akan tetapi menjadi berkembang menjadi bentuk yeast. Hal ini
berkaitan dengan sekesi protein yang menginhibisi kerja protease lisosom pada
sel fagosit. Perubahan bentuk miselia menjadi yeast diperantarai dengan adanya
ion besi yang mengaktivasi gen diferensiasi dan kondisi suhu fisiologis yang
memungkinkan enzim pemicu diferensiasi menjadi aktif. Proses tersebut dapat
terjadi dalam waktu 15 – 18 jam pasca fagositosis.
Untuk merespon imunitas dari host akibat berkembangnya inang, pertumbuhan
yeast akan terhenti dalam waktu 1 - 2 minggu setelah terpapar. Setelah itu
dengan adanya sitokin secara sistematik mengaktifkan kegiatan fungistatic
makrofag terhadap yeast intraseluler. Kerusakan pada sel-sel makrofag memicu
hipersensitivitas tipe IV yang diperantarai sel untuk histoplasma antigen yang
terjadi (3 - 6 minggu setelah terpapar). Sekitar 85 - 90% dari individu yang
imunokompeten menghasilkan respon positif terhadap tes antigen kulit untuk
spesies histoplasma. Selama minggu ke bulan, respon inflamasi menghasilkan
granuloma fibrinous kalsifikasi dengan daerah nekrosis.
Respon imun dimulai ketika terjadi pengenalan antigen oleh sel-sel B dan T.
antigen pada Histoplasma capsulatum dapat dikelompokan sebagai berikut :
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Sensivitas dan Nilai


Mikosis Uji Antigen Keterangan
Diagnosis Prognosis
Histoplasmosis CF H ≤ 84% kasus Perubahan Reaksi silang pada
positif (titer titer empat pasien
≥ 1 ; 8) kali lipat blastomikosis,
kriptokokosis,
asperigilosis, titer
dapat disokong uji
kulit dengan
histoplasmin

CF Y ≤ 94% kasus Perubahan Rekativitas silang


positif (titer titer empat kurang daripada
≥ 1 ; 8) kali lipat dengan
histoplasmin

ID H ≥ 85% kasus Hilangnya h Uji kulit dengan


positif, yaitu histoplasmin dapat
pita m atau meningkatkan
m dan h jumlah pita m; lebih
spesifik daripada uji
CF

Orang dengan respon imunitas yang baik umumnya tidak akan mengindap
histoplasmosis, namun jika terjadi imunosupresi resiko kejadi histoplasmosis
menjadi lebih besar. Resiko mengidap histoplasmosis meningkat pada orang-
orang perokok, traveler yang melakukan perjalanan ke daerah endemis atau
mengunjungi gua, dan orang yang kontak dengan kotoran ungas atau burung.
Resiko juga meningkat pada orang yang mendapatkan transplantasi organ, dan
orang yang mendapat pengobatan obat steroid atau TNF inhibition seperti pada
kondisi rheumatoid.
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Organ target utama dari histoplasmosis merupakan paru paru, selain itu juga
dapat menginfeksi usus besar, ileum (usus bagian bawah), peritonium, esofagus,
dan saluran gastrointestinal. Kebanyakan infeksi bersifat asimtomatis, apabila ada
gejala dapat sangat bermacam-macam gejalanya, tergantung kepada bentuk dari
penyakitnya. Infeksi paru-paru dapat menjadi short-term (acute) dan relatif ringan,
atau dapat juga menjadi long-term (kronis) dan serius. Gejala-gejala infeksi paru-
paru akut adalah kelelahan, demam, dingin, sakit di dada, dan batuk kering.
Infeksi paru-paru kronis dapat seperti tuberculosis dan terjadi di sebagian besar
orang yang telah sakit paru-paru. Hal ini dapat berkembang berbulan-bulan atau
bertahun-tahun dan melukai paru-paru. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan
menyerupai gejala penyakit paru lain seperti demam, batuk, sesak napas, dan lain-
lain. Penyakit yang menahun mirip dengan gejala tuberkulosis shingga sulit
dibedakan dari penyakit tersebut. Di alat dalam lain, gejala yang ditimbulkan juga
tidak khas dan menyerupai penyakit pada alat tersebut sehingga seringkali
penyakit ini tidak dapat dikenal secara dini.
Manifestasi klinis dari histoplasmosis muncul dengan paparan lanjutan yang
meluas. Infeksi paru awal mungkin menyebarkan secara sistemik, dengan
penyebaran hematogen, dan menghasilkan manifestasi paru. penyebaran
hematogen ke kelenjar getah bening regional dapat terjadi melalui limfatik atau
hati dan limpa. Progresif disebarluaskan histoplasmosis jarang di host dewasa
yang immunocompetent. Sistemik spread biasanya terjadi pada pasien dengan
imunitas seluler terganggu dan biasanya melibatkan sistem CNS, hati, limpa, dan
rematologi, okular, dan hematologi.
Dari paru, jamur dapat menyebar secara hematogen ke alat lain, terutama sistem
retikulo-endotel, sehingga menimbulkan pembengkakan hati, limpa, dan kelenjar
getah bening. Walaupun demikian, pada histoplasmosis diseminata, penderita
tidak selalu menunjukkan gejala paru ataupun sangat minimal, seperti juga yang
terjadi pada pasien ini. Suatu bentuk infeksi yang akut dan fatal serta cepat
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

dijumpai pada anak-anak dan penderita imunosupresi, termasuk penderita AIDS.


Demam, anemia, leukopenia, berat badan menurun, sering dijumpai pada
penyebaran histoplasmosis diseminata. Jika tidak terdiagnosa, dapat menimbulkan
kematian. Fungemia sering dijumpai dan kadang organisme intraselular ini dapat
terlihat bersirkulasi pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi biasa di dalam
monosit
Infeksi histoplasmosis secara klinis dikenal dalam beberapa bentuk diantaranya :
1. Histoplasmosis Asimtomatik
Histoplasmosis asimptomatik biasanya terjadi di daerah endemis.
Sebanyak 50 – 85% orang yang tinggal di daerah endemis pernah terinfeksi
jamur tersebut.
2. Histoplasmosis Primer
Jenis infeksi ini terjadi pada fase akut pasca spora terinhalasi ke dalam
paru-paru. Jika respon imun lemah, dapat menimbulkan peradangan yang
bersifat lokal seperti limfadenopati. Bentuk lain dapat berupa penyakit
pernafasan ringan dengan kondisi malaise, demam, menggigil, sakit kepala,
myalgia (nyeri otot) , nyeri dada, dan batuk. Pemeriksaan radiologis
menunjukkan infiltrat kecil-kecil tersebar di paru dan pembesaran kelenjar
pada hilus. Kelainan ini bersifat ringan dan sembuh sendiri.
Pada anak-anak berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Bentuk sekunder,
gejalanya serupa dengan yang primer, pada pemeriksaan radiologis tampak
nodul-nodul milier tersebar di paru menyerupai tuberkulosis miliaris.
Dalam beberapa bulan kelainan ini dapat menghilang sendiri dengan atau
tanpa perkapuran. Uji tuberkulin negatif sedangkan uji kulit histoplasmin
positif
3. Histoplasmosis Diseminata
Jenis ini merupakan suatu infeksi yang terjadi pada bayi, anak kecil dan
penderita imunospresi. Morbiditas dan mortalitas tinggi. Bentuk yang fatal
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

ini jarang terjadi. Kelainan dimulai dengan infeksi paru akut, demam,
batuk, sesak napas dan cepat menjadi progesif serta menyerang banyak
organ. Penderita tampak sakit berat, mual, muntah, sakit perut dan diare.
Ditemukan rhonkhi (suara berat dalam pernafasan), limfadenopati,
hepatosplenomegali, anemia, leukopenia dan trombositopenia. Jika tidak
mendapatkan pengobatan, kelainan akan memburuk dan dapat terjadi
kegagalan pernapasan, perdarahan gastro-intestinal yang tidak dapat
dikontrol, koagulasi intravaskuler diseminata (DIC) dan/atau sepsis,
akhimya dapat menimbulkan kematian. Gambaran radiologis paru terlihat
infiltrate interstitial difus atau bentuk retikulonodular yang dengan cepat
menjadi acute respiratory distress syndrome.
Kelainan ini dapat dijumpai pula pada penderita leukemia atau keganasan
sistem limfatik dan hemopoetik lainnya, path pemberian kemoterapi, obat
imunosupresif atau steroid, serta pada penderita AIDS yang menunjukkan
gejala demam yang tidak dapat diterangkan sebabnya disertai
hepatosplenomegali dan pansitopeniat. Kelainan yang bersifat subakut
atau kronis dapat di tern ukan pada penderita dewasa, biasanya dengan
gejala ulserasi pada mulut, faring, laring dan saluran pencernaan,
insufisiensiadrenal, endokarditis, osteomielitis, arthritis dan meningitis.
4. Histoplasmosis Kronis
Dijumpai pada orang dewasa, perokok dan mempunyai riwayat penyakit
obstruksi paru kronis. Gejalanya demam, batuk kronik dengan produksi
sputum, malaise, lelah, berat badan turun, nyeri dada dan hemoptisis. Pada
pemeriksaan radiologis paru terlihat kavitasi pada lobus atas dan fibrosis
yang progresif pada bagian bawah paru. Histoplasmosis kronis dapat
berkembang menjadi Histoplasmosis diseminata.
Diagnosis dapat ditegakan dengan menemukan Histoplasma capsulatum pada
bahan pemeriksaan. Dapat dilakukan berupa pembiakan pada media, direct
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

mikroskopis histopatologi, maupun uji imunoserologi. Selain itu dapat dibantu


dengan pemeriksaan CT Scan atau Rontgen Thoraks PA.
Bahan pemeriksaan yang dapat digunakan antara lain sputum, urine, aspirat
pleura, sumsum tulang dan sel darah buffy coat. Preparat darah, preparat
sumsum tulang, dan specimen biopsy. Bahan pemeriksaan berupa sputum dan
aspirat pleura ataupun darah dapat digunakan untuk bahan kultur, cara kultur
memiliki sensitivitas anatar 50 – 70% pada pasien kronis dan lebih tinggi pada
penderita diseminata, namun memiliki nilai diagnostik yang rendah pada
penderita histoplasmosis akut. Kultur dilakukan pada media SDA, dan bermakna
klinis jika ditemukan koloni Histoplasma capsulatum yang pada suhu 37oC
membentuk koloni yeast, sedangkan pada suhu kamar membentuk koloni
filament.
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Histoplasma Capsulatum dengan Pewarnaan Gomoris


Pada pemeriksaan histopatologi hasil biopsy jaringan akan didapatkan reaksi
jaringan mirip dengan tuberkolosis dan didapatkan perkijuan. Dengan
pewarnaaan HE jamur sulit untuk ditemui, untuk melihat lebih jelas dapat
digunakan pewarnaan PAS, Gridley atau Gomoris’s Methenemine Silver Stain,
dengan pewarnaan ini jamur akan nampak sebagai blastospora.
Untuk pemeriksaan imunoserologi dapat digunakan cara imunodifusi dengan
histoplasmin dan reaksi ikatan imunokomplemen untuk mendeteksi antibodi
terhadap histoplasma. Tes reaksi imunokomplemen digunakan untuk
mendeteksi antibodi terhadap histoplasma, nilai diagnostik pada fase akut hanya
berkisar 5 – 15% pasca 3 minggu infeksi, nilai diagnostik akan bermakna 60 -75%
jika disertai gejala klinis pada pasien dan pengulana pemeriksaan 6 minggu
kemudian dan jika respon imun baik maka akan terjadi perbaikan pada pasien,
namun jika terjadi kenaikan titer antibodi maka dapat diduga terjadi peningkatan
histoplasmosis kea rah kronis ataupun diseminata. Diantara prevalensi positif
pada tes ini 70 -90 % penderita mengarah pada histoplasmosis kronis. Namun
cara ini memiliki kelemahan karena dapat terjadi cross reaction jika terdapat
infeksi Blastomyces dermatitidis dan Coccidioides immitis.
Cara lainnya adalah pemeriksaan imunodifusi atau dikenal dengan
imunopresipitasi. Cara ini digunakan untuk mendeteksi anti-M dan anti H. Anti-M
terdeteksi pada 50 – 80% penderita, anti-H hanya terdeteksi pada 10 – 20%
penderita dan akan menghilang 6 bulan jika infeksi tidak berlanjut. Anti H lebih
menunjukan infeksi aktif histoplasmosis.
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

Pada pasien yang mengalami imunocompromise dapat dilakukan juga deteksi


antigen pada bahan pemeriksaan serum dan urin. Metode pemeriksaan dapat
berupa RIA dan baru-baru ini telah direalese produk dengan metode EIA untuk
mendeteksi titer antigen histoplasma.
Sebagai komplementer dalam diagnosis dapat disertakan pemeriksaan hematologi
lengkap, ALP, dan LDH. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukan kondisi
pansitopenia yang disertasi trombositosis. Terjadi peningkatan ALP pada
penderita histoplasmosis kronis dan diseminata, sedangkan pemeriksaan LDH
ditujukan pada pasien pengidap AIDS yang mengalami histoplasmosis diseminata.
Pengobatan pada penderita histoplasmosis dibedakan antara pengobatan pada
penderita imunokompeten non AIDS dan pengobatan pada penderita AIDS. Pada
kelompok non AIDS pengobatan juga dibedakan antara histoplasmosis
diseminata yang mengancam nyawa dan bentuk yang lebih ringan. Pada bentuk
diseminata yang mengancam nyawa pengobatan dimulai dengan pemberian
amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari selama 1 – 2
minggu. Dosis total diberikan sebanyak 2500 mg untuk orang dewasa. Untuk
anak-anak disesuaikan dengan umur dan berat badan. Kemudian diteruskan
dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6 bulan. Pada bentuk
yang lebih ringan dapat diberikan itrakonazol 200 – 400 mg selama paling sedikit
6 bulan. Pada histoplasmosis paru kronik diperlukan pengobatan selama lebih
dari satu tahun untuk mencegah relaps.
Pada penderita AIDS dengan histoplasmosis ringan sampai sedang dapat
diberikan itrakonazol 200 mg tiga kali/hari untuk tiga hari pertama dilanjutkan
denga 2 x 200 mg selama 12 minggu. Prinsip pengobatan histoplasmosis
diseminata adalah pemberian terapi induksi untuk mendapatkan perbaikan klinis
diikuti terapi supresif untuk mencegah relaps. Terapi induksi menggunakan
amfoterisin B 0,5 – 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari – 2 minggu tergantung respons
Muh. Reza Jaelani
153112620120030

penderita. Kemudian diikuti terapi supresif dengan itrakonazol 400 mg/hari


selama kurang lebih 3 bulan.
Sulit untuk mencegah pajanan terhadap jamur yang menyebabkan histoplasmosis,
terutama di daerah di mana penyakit tersebar luas. Beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk menghindari terjadinya Histoplasmosis antara lain :
1. Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang
dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar.
2. Mengeluarkan atau membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung
dari gedung ataupun perumahan.
3. Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi
menggunakan formaldhehid.
4. Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan
spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang
berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam
sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk
menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
5. Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit,
pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker
wajah yang berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas,
sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron.
6. Untuk para perokok baiknya mengurangi secar bertahap interval
merokok untuk menurunkan resiko nekrosis yang mengundang
histoplasmosis.
7. Untuk penderita HIV-AIDS disarankan untuk selalu mengonsumsi obat
ART agar mengurangi resiko infeksi oportunis histoplasmosis.

Muh. Reza Jaelani


Muh. Reza Jaelani
153112620120030

153112620120030

Anda mungkin juga menyukai