Anda di halaman 1dari 15

M Fariz Al Hakim

04011281722075

Beta 2017

LEARNING ISSUE

1. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma


gondii dengan hospes definitif kucing dan hospes perantara manusia. Manusia dapat
terinfeksi parasit ini bila memakan daging yang kurang matang atau sayuran mentah yang
mengandung ookista atau pada anakanak yang suka bermain di tanah, serta ibu yang gemar
berkebun dimana tangannya tertempel ookista yang berasal dari tanah

Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii,


merupakan penyakit parasit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia (Hiswani,
2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat parasit obligat intraseseluler.
Menurut Wiknjosastro (2007), toksoplasmosis menjadi sangat penting karena infeksi yang
terjadi pada saat kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang
dalam kondisi abnormal atau disebut sebagai kelainan kongenital seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, iridosiklisis dan retardasi mental.

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang secara alami dapat menyerang


manusia, ternak, hewan peliharaan lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain. Kejadian
toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa daerah di dunia ini yang geografiknya sangat
luas. Survei terhadap kejadian ini memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu
daerah bisa sedemikian hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala
toxoplasmosis. Survei yang telah diadakan di Amerika Serikat.

Toxoplasmosis juga sering terjadi melalui jalur atau rute makanan yaitu bentuk
jaringan dari parasit (kista mikroskopis terdiri dari bradyzoites) dapat ditularkan kepada
manusia oleh makanan. Manusia menjadi terinfeksi karena :
 Makanan setengah matang, atau daging yang terkontaminasi (terutama daging babi,
domba, dan daging rusa).
 Menelan makanan setengah matang, memegang daging yang terkontaminasi dan
tidak mencuci tangan dengan bersih (Toxoplasma tidak dapat diserap melalui kulit
utuh).
 Makan makanan yang terkontaminasi oleh pisau, peralatan, talenan, atau makanan
lain yang pernah kontak dengan daging mentah yang terkontaminasi.

Pada manusia, penyakit toxoplasmosis ini sering menginfeksi melalui saluran


pencernaan. Biasanya melalui perantara makanan atau minuman yang terkontaminasi
dengan agen penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya karena minum susu sapi segar
atau makan daging yang belum matang sempurna dari hewan yang terinfeksi dengan
penyakit toxoplasmosis. Penyakit ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang
berbulu lebat dan warnanya indah yang biasanya disebut dengan mink. Pada kucing ras
mink penyakit toxoplasmosis sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya
berasal dari daging segar (mentah) dan sisa-sisa daging dari rumah potong hewan.

a. Patofisiologi

Perkembangan parasit dalam usus kucing menghasilkan ookista yang dikeluarkan


bersama tinja. Ookista menjadi matang dan infektif dalam waktu 3-5 hari di tanah.
Ookista yang matang dapat hidup setahun di dalam tanah yang lembab dan panas, yang
tidak terkena sinar matahari secara langsung. Ookista yang matang bila tertelan tikus,
burung, babi, kambing, atau manusia yang merupakan hospes perantara, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi

b. Gambaran histopatologi

Infeksi toksoplasmosis sering tanpa gejala klinis (Lappin, 1994; Nelson and Couto,
2003). Pemeriksaan histopatologi akan ditemukan nekrosis dengan infiltrasi makrofag
pada paru-paru, hati, jantung, otot, sistem syaraf pusat. Perubahan patologik akibat
toksoplasmosis dapat terjadi pada berbagai macam organ dalam tubuh, misalnya otak,
neuron, mikroglia, parenkim hati, jantung, otot rangka, selaput fetus, dan leukosit
(Levine, 1990), saluran pencernaan, miokardium, paru-paru, hati, otak, retina mata
(Urquhart et al., 1987), otak, hati, paru-paru, limpa, ginjal, usus, susunan saraf pusat,
plasenta (kotiledon), bursa fabrisius (Soulsby, 1982; Sukthana, 2006).

Sarang-sarang nekrosa dapat ditemukan didalam paru-paru, hati, limpa, anak ginjal
dan sel-sel disekitar sarang-sarang ini mengandung toxoplasmosis yang tergabung
dalam kolonikoloni terminal (Pseudo-cysts) atau parasit-parasit itu terletak bebas
dalam jaringan-jaringan. Toxoplasma banyak dijumpai didalam sel-sel pada pinggir
ulkus-ulkus usus.

Didalam otak parasit-parasit terlihat didalam sel-sel glia atau neuron sebagai
parasitparasit intra selluler atau sebagai koloni-koloni terminal (pseudocysts). Protozoa
itu juga berada bebas dalam jaringan. Reaksi radang umumnya jelas terlihat, sebagai
gliosis, mikroglia, atau astrosit-astrosit. Penyerbukan limfosit-limfosit dalam ruang
virchow robin, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Juga terjadi proliferasi sel-sel
adventisia, disamping nekrosa lokal jaringan otak. Perubahan-perubahan itu paling
banyak terdapat dalam cortex cerebralis. Parasit itu juga bisa dijumpai pada selaput
otak.

Hati memperlihatkan perdarahan-perdarahan lokal yaitu gambaran degenerasi dan


reaksi seluler disamping sarang-sarang nekrosa tersebut di atas. Parasit-parasit dapat
ditemukan didalam makrofag atau didalam sel-sel hati. Didalam limpa kadang-kadang
di jumpai sel-sel reticulum dan makrofag-makrofag. Parasit-parasit terlihat didalam
miokard yakni didalam makrofag-makrofag atau didalam miofibril. Disamping itu
serabut-serabut otot degenerasi.

c. Manifestasi klinis

Toxoplasmosis gondii yang tertelan melalui makanan akan menembus epitel usus
dan difagositosis oleh makrofag atau masuk ke dalam limfosit akibatnya terjadi
penyebaran limfogen. Toxoplasmosis gondii akan menyerang seluruh sel berinti,
membelah diri dan menimbulkan lisis, sel tersebut destruksi akan berhenti bila tubuh
telah membentuk antibodi. Pada alat tubuh seperti susunan syaraf dan mata, zat ini
tidak dapat masuk karena ada sawar (barier) sehingga destruksi akan terus berjalan.
Umumnya infeksi toxoplasmosis gondii ditandai dengan gejala seperti infeksi
lainnya yaitu demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar getah bening
(toxoplasmosis limfonodosa acuta). Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa.
Infeksi yang mengenai susunan syaraf pusat menyebabkan encephalitis (toxoplasma
ceebralis akuta). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung menyebabkan peradangan.
Lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina menimbulkan irridosklitis dan
khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplamosis kongenital
akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran eritroblastosis foetalis, hidrop
foetalis.

d. Diagnosis Toksoplasmosis

Diagnosis toxoplasmosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


serologis dan menemukan parasit dalam jaringan tubuh penderita. Seperti telah
diuraikan diatas, gejala klinis sering kali meragukan dan menemukan parasit dalam
jaringan tubuh penderita bukanlah suatu hal yang mudah. Maka pemeriksaan secara
serologis terhadap antibodi penderita toxoplasmosis merupakan alat bantu diagnosis
yang mudah dan baik.

Dasar pemeriksaan serologis ialah antigen toxoplasmosis bereaksi dengan antibodi


spesifik yang terdapat dalam serum darah penderita. Beberapa jenis pemeriksaan
serologis yang umum dipakai ialah : Dye test Sabin Feldman, Complement Fixation
test (CFT), reaksi Fluoresensi antibodi, Indirect Hemagglutination Test dan enzym
linked immunosorben assay (Elisa). Dye test Sabin Feldman merupakan pemeriksaan
yang pertama kali ditemukan. Dasar test ini yaitu toxoplasma gondii mudah diwarnai
dengan metilen blue. Tetapi bila dicampur dengan serum kebal, maka parasit tidak
dapat mengambil warna lagi karean anti bodi toxoplasma yang ada dalam serum
tersebut akan melisis parasit ini. Complement fixaton test (CFT) berdasarkan reaksi
sntigen antibodi yang akan mengikat komplement sehingga pada penambahan sel darah
merah yang dilapisi anti bodi tidak terjadi hemolisis. Reaksi fluoresensi anti bodi
memakai sediaan yang mengandung toxoplasma yang telah dimatikan. Anti bodi yang
ada dalam serum akan terikat pada parasit. Setelah ditambah antiglobulin manusia yang
berlabel fluoresens. Inderect hemaglutination test mempergunakan antigen yang
diletakkan pada sel-sel darah merah, bila dicampur dengan serum kebal menimbulkan
aglutinasis. Elisa mempergunakan antigen toxoplamosis yang diletakkan pada
penyangga padat. Mula-mula diinkubasi dengan reum penderita, kemudian dengan
antibodi berlabel enzim. Kadar anti bodi dalam serum penderita sebanding dengan
intertitas warna yang timbul setelah ikatan antigen anti bodi dicampur dengan substat.

Diagnosis terhadap toxoplasmosis secara mudah dapat ditegakkan dengan


menemukan anti bodi terhadap penderita terhadap serum darah penderita. Anti
toxoplasma gondii kelas IgM timbul segera setelah infeksi, dan baru mencapai
puncaknya pada minggu keempat kemudian menurun secara lambat dan tidak
terdeteksi lagi setelah empat bulan. Sedang anti toxoplasma kelas IgG dapat dideteksi
setelah 3 atau 4 bulan infeksi dan akdarnya menetap sampai bertahuntahun. Dengan
memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM, maka kita dapat mengetahaui apakah seseorang
dalam efeksi akut, rentan atau kebal tehadap toxoplasmosis. Selain seperti cara diatas
bisa juga dilakukan pemeriksaan histopatologis jaringan otak, sum-sum tulang
belakang, kelenjar limpe, cairan otak merupakan diagnosis pasti tetapi cara ini sulit
dilakukan.

e. Komplikasi Toksoplasmosis

Komplikasi yang dapat ditimbulkan toksoplasmosis, antara lain:

 Kebutaan. Kondisi ini terjadi pada penderita toksoplasmosis yang mengalami


infeksi mata, yang tidak diobati dengan sempurna.
 Ensefalitis. Infeksi otak serius dapat terjadi pada penderita toksoplasmosis dengan
sistem imunitas rendah karena penyakit HIV/AIDS.
 Gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan retardasi mental. Komplikasi
ini dapat menimpa penderita toksoplasmosis bayi baru lahir
2. Limfadenopati servikal
a. Etiologi
1. Peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
2. Infiltrasi oleh sel radang pada infeksi yang menyerang kelenjar limfe.
3. Proliferasi in situ dari limfosit maligna atau makrofag
4. Infiltrasi kelenjar oleh sel ganas metastatic.
5. Infiltrasi kelenjar limfe oleh makrofag yang mengandung metabolit dalam penyakit
cadangan lipid.
f. Patofisiologi (limfadenopati servikal)

Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan system vascular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial ke dalam saluran limfe jaringan,
dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung
kembali ke darah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang
menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan
peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama
seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian memungkinkan lebih banyak bahan
interstisial yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama
peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein
dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.

Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe


menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang
dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan
primer ke tempat yang jauh dalam tubuh. Denga cara ini, misalnya agen-agen yang
menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan
oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yan bergerak menuju ke
dalam tubuh, tetapi agen agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin
masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah (Price, 1995; 29-
40)
 Mekanisme terjadinya limfadenopati adalah terjadi karena beberapa sebab yaitu
peningkatan jumlah limfosit makrofag jinak selama reaksi terhadap antigen.
 Tanda dan gejala limfadenopati, ditandai dengan pembengkakan pada satu atau
lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak, tetapi kadang kala di
tempat lain.
 Kenapa bisa terjadi benjolan di leher kiri, karena dilewati oleh aliran pembuluh
darah getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing), dan
memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang
lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening
membesar.
 Bagaimana keterkaitan kelenjar limfe dengan system imunitas, hubungan
kelenjar limfe dengan imunitas adalah kelenjar limfa juga termasuk dalam
pertahanan tubuh. Kelenjar limfe memiliki sel pertahanan tubuh, jika ada
antigen yang menginfeksi maka kelenjar limfa dapat menghasilkan sel-sel
pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut.

3. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Keadaan Umum Pasien

Perhatikan keadaan umum pasien, tinggi badan, perawakan dan perkembangan


seksualnya. Tanyakan berat badan pasien. Perhatikan postur tubuh, aktivitas motorik, serta
cara berjalannya, cara berpakaian, kerapihan, serta kebersihan dirinya; dan setiap bau
badan atau napasnya. Amati ekspresi wajah pasien dan perhatikan tingkah laku, keadaan
afektif, dan reaksi terhadap orang lain serta benda-benda di lingkungannya. Dengarkan cara
pasien berbicara dan perhatikan status kewaspadaan atau tingkat kesadarannya.

Kriteria keadaan umum pasien :

1. Tampak Sakit Ringan


Terdiri dari :
a. Kesadaran penuh
b. Tanda-tanda vital stabil
c. Pemenuhan kebutuhan mandiri
2. Tampak Sakit Sedang
Memiliki minimal 3 poin di bawah :
Terdiri dari :
a. Kesadaran penuh s/d apatis
b. Tanda-tanda vital stabil
c. Memerlukan tindakan medis dan perlukaan (diluar obs) minimal 3 tindakan perhari
d. Memerlukan observasi
e. Pemenuhan kebutuhan dibantu sebagian s/d seluruhnya
3. Tampak Sakit Berat
Memiliki minimal 2 poin dibawah
Terdiri dari :
a. Kesadaran penuh s/d somnolent
b. Tanda-tanda vital tidak stabil
c. Memakai alat bantu organ vital
d. Memerlukan tindakan pengobatan dan perawatan yang intensif
e. Memerlukan observasi yang ketat
f. Pemenuhan kebutuhan di bantu seluruhnya

Tingkat Kesadaran

Kesadaran baru dapat dinilai bila penderita tidak tidur. Kesadaran secara kualitatif
dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Compos Mentis
Keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan
lingkungannya.
2. Apatis
Keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan orang lain
dan lingkungannya.
3. Somnolen
Seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih dapat dibangunkan
dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara verbal, namun mudah tertidur
kembali.
4. Sopor
Kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila
dibangunkan, kecuali dengan rangsangan nyeri.
5. Koma
Kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua rangsangan (verbal,
taktil, dan nyeri) dari luar. Pada pasien koma terlihat mata tertutup, tidak berbicara, dan
tidak ada pergerakan walaupun diberi rangsangan auditori, taktil, dan nyeri.
6. Delirium
Keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai dengan disorientasi,
iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik hingga sering mengalami
halusinasi. (Ika R. Sutejo dan Azham Purwandhono, 2016)

Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Vital sign terdiri atas

a. Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh
anggota tubuh. Pengukuran tekanan darah dapat di ukurmelalui nilai sistolik dan diastolik.
Tekanan darah dapat diukur dengan alat sphygmomanometer dan stestoskop untuk mendengar
denyut nadi. Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah pada usia ≥ 18 tahun : berdasarkan Joint
National Committee VII adalah sebagai berikut :
Klasifikasi Tekanan Darah TDS TDD
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99
Hipertensi Stage-2 >160 >100
b. Denyut nadi

Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang


mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:

 Normal : 60-100x/menit
 Bradikardi : <60x/menit
 Takhikardi : >100x/menit
c. Suhu tubuh
d. Pernapasan
Interpretasi
 Takhipnea : Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
 Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
 Apnea : Bila tidak bernapas .

Pemeriksaan Lab Darah

Hemoglobin (Hb)
Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L
Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L

Deskripsi:
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua
unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen
merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang
mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin
mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan
jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S
berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui
perpindahan klorida ke dalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam
plasma (untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion
HCO3). Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara
individual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru,
olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL menunjukkan anemia.
Pada penentuan status anemia jumlah total hemoglobin lebih penting daripada jumlah
eritrosit.

Implikasi klinik :
• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat
besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan.
• Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),
penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di
daerah dataran tinggi.
• Konsentrasi Hb berfluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan luka bakar.
• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia, respons
terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yang berhubungan dengan
anemia.
Leukosit (sel darah putih)
Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/L

Deskripsi:
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/mendistribusikan antibodi. Ada dua
tipe utama sel darah putih:
• Granulosit: neutrofi l, eosinofi l dan basofi l
• Agranulosit: limfosit dan monosit

Implikasi klinik:
• Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3
mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang
sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker
post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit
walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.
• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidak ditemukan anemia
dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia
• Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.
• Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,
toksin,leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.
• Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan
jumlah sel darah putih
• Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab leukopenia
antara lain:
a) Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.
b) obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
c) Anemia aplastik/pernisiosa
d) Multipel mieloma

• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofil; Pewarnaan asam untuk eosinofil
Pewarnaan basa untuk basofil
• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya sedikit, jumlah
tertinggi adalah pada sore hari
• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun) 10.000-
20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun
• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai leukosit.
Deskripsi:
• Neutrofil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
• Eosinofil melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
• Basofil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
• Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
• Monosit melawan infeksi yang hebat

Neutrofil
Implikasi klinik:
• Neutrofilia, yaitu peningkatan persentase neutrofil, disebabkan oleh infeksi bakteri dan
parasit, gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan myeloproliferatif.
• Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofil, dapat disebabkan oleh penurunan
produksi neutrofil, peningkatan kerusakan sel, infeksi bakteri, infeksi virus, penyakit
hematologi, gangguan hormonal dan infeksi berat.
• Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketika neurofil muda
dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh infeksi, obat kemoterapi,
gangguan produksi sel (leukemia) atau perdarahan.
• Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi pada penyakit hati,
anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asam folat, hemolisis, kerusakan
jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)
• Peningkatan jumlah neutrofi l berkaitan dengan tingkat keganasan infeksi.
• Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami inflamasi.
• Jika peningkatan neutrofil lebih besar daripada peningkatan sel darah merah total
mengindikasikan infeksi yang berat.
• Pada kasus kerusakan jaringan dan nekrosis (seperti: kecelakaan, luka bakar,
operasi),neutrofilia terjadi akibat peningkatan zat neutrofilik atau mekanisme lain yang
belum diketahui.
Eosinofil
Implikasi klinik:
• Eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofil lebih dari 6% atau jumlah absolut lebih
dari 500. Penyebabnya antara lain: respon tubuh terhadap neoplasma, penyakit
Addison, reaksi alergi, penyakit collagen vascular atau infeksi parasit.
• Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi. Eosipenia dapat terjadi
pada saat tubuh merespon stres (peningkatan produksi glukokortikosteroid).
• Eosinofil cepat hilang pada infeksi pirogenik
• Jumlah eosinofil rendah pada pagi hari dan meningkat pada sore hari hingga tengah
malam.
• Eosinofilia dapat disamarkan oleh penggunaan steroid dan dapat meningkat dengan
Ltriptofan.

Basofil
Implikasi klinik :
• Basofilia adalah peningkatan basofil berhubungan dengan leukemia granulositik dan
basofilik myeloid metaplasia dan reaksi alergi
• Basopenia adalah penurunan basofi l berkaitan dengan infeksi akut, reaksi stres, terapi
steroid jangka panjang.

Monosit
Implikasi klinik:
• Monositosis berkaitan dengan infeksi virus, bakteri dan parasit tertentu serta kolagen,
kerusakan jantung dan hematologi.
• Monositopenia biasanya tidak mengindikasikan penyakit, tetapi mengindikasikan stres,
penggunaan obat glukokortikoid, myelotoksik dan imunosupresan.

Limfosit
Implikasi klinik:
• Limfositosis dapat terjadi pada penyakit virus, penyakit bakteri dan gangguan
hormonal
• Limfopenia dapat terjadi pada penyakit Hodgkin, luka bakar dan trauma.
• Virosites (limfosit stres, sel tipe Downy, limfosit atipikal) adalah tipe sel yang dapat
muncul pada infeksi jamur, virus dan paratoksoid, setelah transfusi darah dan respon
terhadap stres.
• Perubahan bentuk limfosit dapat digunakan untuk mengukur histokompabilitas.
• Jumlah absolut limfosit < 1000 menunjukkan anergy.

Laju Endap Darah


Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam dan untuk pria 0 — 10
mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan
untuk pria 0 — 10 mm/jam.
Faktor yang meningkatkan LED
1. Jumlah eritrosit kurang dari normal
2. Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih mudah atau cepat
membentuk rouleaux, sehingga LED dapat meningkat.
3. Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat pembentukan rouleaux,
sehingga LED dapat meningkat.
4. Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan mempercepat pengendapan, LED dapat
meningkat.
5. Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20 C) akan mempercepat
pengendapan, sehingga LED dapat meningkat.

Faktor yang menurunkan LED


1. Lekositosis berat, polsitemia, abnormalitas protein (hyperviskositas), faktor teknik
(problem pengenceran, darah sampel beku, tabung LED pendek, getaran pada saat
pemeriksaan).
2. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan
kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan
kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
3. Laju endap darah yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED)
dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap
Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Selain
pada keadaan patologik, LED yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan
fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua

Lactate dehydrogenase
DEWASA :
• LDH Total : 100-190 IU/L, 70-250 U/L
• Isoenzim LDH1 : 14-26%; LDH2 : 27-37%; LDH3 : 13-26%; LDH4 : 8-16%;
LDH5 : 6-16%. Perbedaan sebesar 2-4% dianggap normal.

ANAK : Neonatus : 300-1500 IU/L; Anak : 50-150 IU/L, 110-295 U/L


Keadaan yang mempengaruhi aktifitas LDH :
1. Peningkatan mencolok (5 kali normal atau lebih) : anemia megaloblastik, karsinomastosis
luas, syok septik dan hipoksia, hepatitis, infark ginjal, purpura trombositopenik
trombositik.
2. Peningkatan sedang (3-5 kali normal) : infark miokardium, infark paru, keadan hemolitik,
leukemia, mononukleosis infeksiosa, delirium tremens, distrofi otot
3. Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal atau lebih) : sebagian besar penyakit hati,
sindrom nefrotik, hipotiroidisme, kolangitis.
4. Beberapa jenis narkotika dapat meningkatkan aktifitas LDH, yaitu kodein, morfin,
meperidin (Demerol).

Daftar Pustaka

Hartati, S., Raharjo, S., & Widiyono, I. Studi Gambaran Histopatologis Hepar, Pulmo, Lien dan Otak serta
Uji Serologis pada Tikus (Rattus norvegicus) yang diinfeksi Toxoplasma gondii. Jurnal Sain
Veteriner, 35(1), 9-15.

Wijayanti, T., & Marbawati, D. SEROPOSITIF TOKSOPLASMOSIS KUCING LIAR PADA TEMPAT-
TEMPAT UMUM DI KABUPATEN BANJARNEGARA SEROPOSITIVE OF TOXOPLASMOSIS ON
STRAY CATS IN BANJARNEGARA DISTRICT PUBLIC PLACES.

Oehadian, A. (2013). Pendekatan diagnosis limfadenopati. Cdk, 40, 727-732.

Suparman, E. (2012). Toksoplasmosis dalam kehamilan. JURNAL BIOMEDIK, 4(1).

Dhani Redhono Harioputro, d. (2016). Buku Pedoman Keterampilan Klinis Vital Sign. Surakarta:
Fakultas Kedokteran UNS.

Anda mungkin juga menyukai