Anda di halaman 1dari 5

Oleh Bambang utoyo

Nim 1130119002

VIRUS corona yang menyebar begitu cepat dan massal di seluruh dunia telah
menaikkan popularitas metode cuci tangan sebagai cara mudah mencegah
penularan berbagai penyakit infeksi termasuk Covid-19.

Tak hanya saat pandemi, mencuci tangan merupakan salah satu metode
pencegahan penularan penyakit “saat normal” seperti diare, yang murah, sederha
dan efektif.

Manfaatnya juga bisa bisa diukur.

Sebuah riset di kalangan anak kelas 6 sekolah dasar di Bandung menunjukkan


mencuci tangan dengan baik mengurangi infeksi bakteri E.coli (karena cemaran
tinja) dan menaikkan status gizi pada anak-anak tersebut. Status gizi menjadi lebih
baik karena kejadian gangguan saluran cerna dan infeksi saluran napas lebih jarang
terjadi.

Di Indonesia, walau mencuci tangan telah dikenalkan sejak pendidikan dini melalui
program Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) di sekolah, faktanya masih banyak yang
mencuci tangan dengan cara yang kurang baik dan benar. Bahkan banyak juga tidak
mempraktikkan mencuci tangan.

Sebuah riset di Kalikedinding Kenjeran Kota Surabaya , dengan sampel 70 orang,


menunjukkan pengetahuan mencuci tangan yang baik (74%), belum tentu diikuti
dengan perilaku yang baik. Dari sampel itu, yang mencuci tangan memakai sabun
dengan langkah-langkah yang benar sesuai anjuran Organisasi Kesehatan Dunia
hanya sekitar 23%.

Karena itu, kita tidak hanya harus menggiatkan cuci tangan, tapi juga perlu
mengkampanyekan cara cuci tangan yang benar agar memberikan manfaat yang
optimal.
Cara cuci tangan yang benar dan berdampak

Ide mencuci tangan pertama kali dikemukakan oleh Ignaz Philipp Semmelweis,
dokter Hungaria, pada pertengahan abad ke-19.

Semmelweis menyarankan dokter-dokter mencuci tangan untuk menekan angka


kematian akibat infeksi pada persalinan. Kala itu, setelah para dokter giat mencuci
tangan, angka kematian pada pasien yang melahirkan di sana turun dari 13-18%
menjadi sekitar 2%. Ini sebuah penurunan kejadian penyakit yang “ajaib”.

Ide tersebut awalnya ditolak oleh banyak orang karena Semmelweis tidak
mengkomunikasikan konsep cuci tangan tersebut secara baik. Selain itu keberadaan
mikroba baru berhasil dibuktikan dua dekade kemudian oleh Roberth Koch (Jerman)
dan Louis Pasteur (Prancis).

Kini, metode mencuci tangan telah diakui efektif untuk membunuh mikroorganisme
dan mencegah penyakit menular, tidak hanya penyakit pada saluran cerna, tapi juga
penyakit lainnya seperti penyakit kulit dan penyakit saluran napas atas.

Begitu pentingnya mencuci tangan dengan baik dan benar, peraturan dan praktik
cuci tangan menjadi salah satu kriteria penilaian dalam proses akreditasi rumah
sakit di Indonesia. Pada elemen penilaian dari Standar Keamanan Pasien Sasaran 5,
cuci tangan dijadikan parameter untuk mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan di rumah sakit.

Dalam kaitan pandemi, Kementerian Kesehatan pada Maret 2020 menerbitkan


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang menganjurkan mencuci
tangan untuk mencegah penularan Covid 19, selain penggunaan masker, menjaga
jarak fisik dan tidak menyentuh bagian wajah.

Metode pencegahan ini makin relevan karena hingga saat ini belum ditemukan
vaksin dan obat-obatan Covid, serta banyaknya orang tanpa gejala (OTG) yang
mampu menularkan kepada orang lain di sekitarnya.

Pencegahan ini akan optimal jika mencuci tangan dilakukan dengan baik dan benar,
menggunakan air mengalir dan sabun, lama 40-60 detik, serta mengikuti metode 6
langkah sesuai anjuran Kementerian Kesehatan yang diadopsi dari WHO.

Ini enam cara mencuci tangan yang baik dan benar:


1. Basahi tangan, gosokkan sabun, lalu gosok kedua telapak tangan dengan arah
memutar.

2. Usap dan gosok kedua punggung tangan secara bergantian.

3. Gosok sela-sela jari hingga bersih.

4. Bersihkan ujung jari bergantian dengan posisi mengunci.

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian.

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan, gosok perlahan secara bergantian, kemudian
bilas dengan air.

Mencuci tangan yang baik harus menggunakan sabun dan air yang mengalir pada
langkah pertama dan keenam di atas. Peran sabun menjadi penting karena dapat
melarutkan lapisan lemak, termasuk yang dikandung pada selubung virus dan
dinding bakteri.

Selanjutnya, penggunaan air mengalir juga akan membilas virus atau bakteri yang
masih tersisa di permukaan tangan kita.

SCROLL UNTUK LANJUT BACA

Cuci tangan cegah diare dan infeksi saluran nafas

Hubungan antara mencuci tangan dengan baik dan benar dan menurunnya berbagai
penyakit infeksi telah lama diketahui. Penurunan kejadian penyakit diare akibat dari
cuci tangan yang baik merupakan contoh klasik.

Sebuah riset di Jember dengan responden 300 anak SD menemukan korelasi yang
sangat kuat antara perilaku cuci tangan dan insiden diare. Makin baik mencuci
tangannya, makin kecil risiko kejadian diare.

Demikian pula riset di Sidoarjo, dengan sampel 58 ibu dari anak-anak berusia di
bawah 5 tahun, menemukan hubungan antara mencuci tangan yang kurang baik dari
seorang ibu dan kejadian diare pada balitanya.

Hubungan antara infeksi saluran napas akut (ISPA) dengan perilaku mencuci tangan
yang kurang baik ditemukan dalam riset di Semarang dengan sampel 128 anak.
Tanpa disadari tangan kita sering menyentuh bagian wajah, termasuk hidung dan
mulut. Dengan mencuci tangan, mikroba yang menempel pada tangan dapat
dihilangkan sehingga kejadian infeksi saluran napas dapat dikurangi.

Riset lainnya juga menyimpulkan dampak cuci tangan mampu menurunkan kejadian
kecacingan.

Perlu dukungan banyak pihak

Perubahan perilaku secara individual dan komunal agar lebih sehat sebenarnya hal
yang sulit. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk cepat berubah. Pandemi ini
merupakan faktor pendorong yang kuat bagi masyarakat untuk meningkatkan
higiene pribadi.

Di tengah dampak psikologis pandemi, anjuran cuci tangan dituruti oleh sebagian
masyarakat secara responsif.

Dalam waktu singkat, harga masker dan hand sanitizer meningkat serta menjadi
barang yang langka.

Penggunaan hand sanitizer dapat menjadi alternatif saat bepergian saat akses untuk


fasilitas mencuci tangan dengan air dan sabun sulit diakses. Namun
penggunaan hand sanitizer kurang efektif pada tangan yang sangat kotor, sehingga
belum dapat sepenuhnya menggantikan proses cuci tangan dengan sabun.

Karena itu, mencuci tangan dengan air dan sabun tetap dianjurkan setelah beberapa
kali membersihkan tangan dengan hand sanitizer.

Selain itu, terdapat beberapa relawan dan donatur yang juga membuatkan stasiun
untuk mencuci tangan di berbagai tempat. Berbagai tempat umum, seperti pasar,
toko dan tempat belanja lainnya menyediakan fasilitas cuci tangan atau hand
sanitizer bagi para pengunjungnya, agar higiene dan kebersihan dapat tetap terjaga.

Perubahan perilaku kesehatan pada masyarakat dalam menjaga kebersihan tangan


merupakan hal yang positif, yang perlu diteruskan setelah pandemi.

Perlu ada riset berskala besar untuk mengukur penurunan kejadian berbagai
penyakit infeksi lainnya sebagai dampak ikutan dari kebiasaan mencuci tangan pada
saat pandemi Covid-19.
Momentum dan kebiasaan yang baik ini perlu terus dipelihara di masyarakat, walau
nanti pandemi Covid-19 telah terkendali.

Anda mungkin juga menyukai