Anda di halaman 1dari 9

Kajian Numerik Ketidakstabilan FPSO Tertambat Dalam Kondisi Alami Kerusakan Pada Kondisi Mooring Line Yang Berbeda

( Arifin )

KAJIAN NUMERIK KETIDAKSTABILAN FPSO


TERTAMBAT DALAM KONDISI ALAMI KERUSAKAN
PADA KONDISI MOORING LINE YANG BERBEDA

Numerically Study of Instability Moored FPSOi in Damage


Condition with Different Mooring Line Configuration

Arifin

UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika, BPPT-Surabaya


Email : arifinsah03@gmail.com

Diterima: 4 Agustus 2015; Direvisi: 8 September 2015; Disetujui: 18 September 2015

Abstrak

Dalam perencanaan suatu kapal yang mendapatkan beban lingkungan seperti angin, gelombang dan
arus, adalah sangat penting mengetahui tegangan maksimum yang bekerja pada mooring line. Pada
kondisi cuaca yang agak buruk, hal tersebut memungkinkan terjadinya kerusakan/kegagalan pada tali
mooring. Kondisi tersebut akan menyebabkan ketidakstabilan terhadap respon gerakan kapal dan
tegangan pada mooring line. Suatu pendekatan numerik dilakukan untuk mensimulasikan pengaruh dari
mooring line yang mengalami kerusakan serta pengaruh konfigurasi mooring line yang berbeda. Pada
akhir pembahasan, suatu analisis dilakukan untuk menentukan kestabilan FPSO dan mooring line dalam
kondisi alami kerusakan.

Kata Kunci : FPSO, Ketidakstabilan, Respon Gerakan, Tegangan Mooring Line, Pendekatan Numerik

Abstract

In designing a ship exposed by environmental loading such as wind, wave and current, it is important
to know the maximum tension which is acting on the mooring lines. In severe condition, it was
probabled one of the mooring line damage. These conditions become affect instabilities to the motion
response and mooring lines tension. A Numerically approach has been carried out at to simulate the
effect of broken mooring lines and different mooring line configuration. Finally, an analysis was done
to establish the FPSO and mooring line stability in damage condition.

Keywords : FPSO, Instability, Motions Response, Mooring Line Tension, Numerically Approach

PENDAHULUAN
terpenting FPSO adalah kemampuannya dalam
Cadangan minyak dan gas di Selat Makassar akan
menghadapi kondisi lingkungan laut yang cukup
dieksplorasi di masa mendatang. Pada aktifitas
ekstrim sekalipun. Namun, tentunya harus didukung
tersebut, kapal jenis Floating Production, Storage and
oleh sistem penambatan yang handal.
Offloading (FPSO) memegang peranan penting untuk
Ketika perkiraan kondisi suatu lokasi telah dapat
mendukung aktifitas produksi dan distribusi. Salah
ditentukan berdasarkan hasil survey geologi, sehingga
satu kelebihan penggunaan FPSO dalam aktifitas
dapat ditentukan adanya prospek potensi kandungan
tersebut adalah relatif lebih murah dan mudah
migasnya, maka ladang migas tersebut sudah bisa
dipindahkan ke lokasi lainnya dibandingkan bangunan
dibor untuk menguji perkiraan tersebut. Dalam
apung lepas pantai yang lain. Adapun karakteristik
tahapan pengeboran yang menggunakan drilling unit

1
maka dipersyaratkan oleh regulasi bahwa drilling unit
dianggap lebih memiliki daya tarik ekonomi yang
tersebut harus mampu bekerja pada kondisi laut yang
lebih besar. FPSO memiliki peralatan produksi dan
buruk sekalipun (Journee, 2001). Ada beberapa
akomodasi yang ditempatkan di atas geladak kapal.
alternatif jenis bangunan lepas pantai yang dapat
Migas yang sudah diproduksi dan disimpan di FPSO
digunakan untuk kegiatan pengeboran diantaranya
dipindahkan secara periodik ke daratan melalui kapal
adalah barge, semisubmersible, jack-up dan lain-lain
tanker. Terkadang migas dari FPSO tersebut
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai
disalurkan ke SBM yang terletak pada jarak tertentu
berikut.
melalui sistem perpipaan dimana kapal tanker dapat
Pada kondisi laut yang cukup dalam, FPSO
ditambatkan.

Gambar 1. Drilling Unit

Pada umumnya FPSO didesain untuk masa


sway disyaratkan berada dalam batas pergerakan yang
pengoperasian yang cukup panjang. Oleh karena itu,
diijinkan sehingga tegangan pada tali tambat masih
respon gerakan FPSO yang terjadi perlu dianalisa
memiliki safety factor. Safety Factor tersebut yang
dengan cermat. Demikian halnya dengan tegangan
berhubungan dengan Badan Klasifikasi merupakan
pada tali tambat perlu dianalisa untuk mengetahui
kriteria desain tali tambat (Tai Pil Ha, 2011).
safety factor tali tambat, apakah memenuhi kriteria
Perubahan displacement kapal akibat perubahan
desain yang ditentukan oleh Badan Klasifikasi tertentu
sarat kapal dapat dianggap seperti tegangan tali tambat
seperti Bereau Veritas, BV. Dengan demikian gerakan
yang dipengaruhi oleh pergerakan surge dan sway
surge, sway dan yaw FPSO yang disebabkan oleh
maksimum. Kondisi lingkungan ekstrim yang terjadi
gaya-gaya drift perlu diperkirakan karena dianggap
dalam kurun 100 tahunan biasanya digunakan untuk
sangat penting terutama kemungkinan pada daerah
menentukan besaran pergerakan surge dan sway serta
resonansi.
tegangan tali maksimum.
Pada tahapan awal perencanaan sistem mooring,
Seiring dengan perkembangan bangunan lepas
safety factor tegangan tali tambat perlu
pantai migas menuju laut dalam, tuntutan akan
dipertimbangkan benar. Titik tambat mooring line
kemampuan station keeping menjadi sangat ketat
pada fairlead harus diperiksa sedemikian rupa hingga
akibat penggunaan anjungan terapung. Jenis bangunan
tegangan yang bekerja masih berada dalam batasan
terapung yang digunakan untuk produksi biasanya
safety factor yang ditentukan.
menggunakan sistem tambat. Dalam kenyataan di
Perpindahan posisi arah horisontal maksimum
lapangan, sistem mooring catenary yang bersifat
merupakan jumlah perpindahan/pergerakan yang
tradisional masih banyak dijumpai penggunaannya
diakibatkan oleh gelombang dan pergerakan yang
(Beck, 2011)
disebabkan oleh frekuensi rendah. Gerakan surge dan Dengan bertambahnya kedalaman laut, berat rantai
50
Kajian Numerik Ketidakstabilan FPSO Tertambat Dalam Kondisi Alami Kerusakan Pada Kondisi Mooring Line Yang Berbeda
( Arifin )

dan tali baja menjadi sangat besar sehingga biayanya


DASAR TEORI
sangat besar dan tidak ekonomis. Salah satu metode
Struktur apung yang dikenal dengan floating
penyelesaian masalah tersebut diatas adalah
production unit, floating storage and offloading,
penggunaan tali fiber sintetis untuk menggantikan
floating production storage and off-take merupakan
kabel baja dan menggantikan sistem tambat dengan
fasilitas dan sarana yang diperlukan dalam kegiatan
sistem semi-taut atau taut mooring. Akan tetapi,
eksplorasi minyak dan gas. Pada umumnya struktur
adanya segmen rantai yang tergeletak di dasar laut,
apung tersebut berupa tanker dan barge (tongkang),
sistem catenary mempunyai safety factor yang lebih
dimana di atas struktur itu terdapat berbagai peralatan
tinggi dibanding sistem taut terutama pada kondisi laut
yang digunakan untuk proses produksi atau
yang buruk (Sun, 2010).
penyimpanan minyak atau gas yang dihasilkan dari
Penggunaan buoy dalam sistem tambat catenary
proses produksi dan selanjutnya minyak tersebut
dapat juga dianggap sebagai satu metode yang cukup
disalurkan dan dipindahkan ke tempat tujuan dengan
efektif untuk mengurangi respon gerakan dan tegangan
kapal tanker yang lainnya atau melalui pipa bawah
tali tambat yang terjadi. Beberapa keuntungan
laut.
penggunaan buoy dalam sistem tambat diantaranya
Efektifitas pengoperasian suatu struktur apung di
adalah:
laut, baik kapal ataupun anjungan minyak lepas pantai
- Mengurangi beban akibat berat tali tambat dan
pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kehandalan dari
rantai serta mengurangi pre-tension.
sistem tersebut terhadap kondisi lingkungan perairan
- Mengurangi radius mooring.
dimana struktur dioperasikan. Dalam hal ini sistem
- Menyimpan sebagian gaya pengembali dan
penambatan (mooring line system) pada struktur apung
kemampuan menahan gaya lingkungan yang
sangat berperan untuk memperkecil gerakan dan
cukup besar.
menjaga keseimbangan struktur untuk tetap pada
Adapun beberapa kelemahan penggunaan buoy
posisinya dalam melakukan aktifitas pengoperasiannya.
dalam sistem tambat catenary adalah:
Untuk itu perlunya perencanaan yang sistimatis dan
- Menambah kesulitan dalam proses
perhitungan yang akurat dalam mendesain barge,
pemasangan.
mooring line system dalam mengatasi beban-beban
- Karakteristik dinamis sistem tambat menjadi
yang diakibatkan oleh angin, gelombang dan arus.
lebih rumit.
Dalam kaitannya dengan besarnya respon gerakan Beban Lingkungan
bangunan apung dan tension yang terjadi pada sistem Dalam perencanaan sistem penambatan suatu
mooring catenary, beberapa parameter lain yang struktur apung, FPSO, faktor lingkungan sangat
berpengaruh dalam perencanaan perlu penting untuk diketahui. Tidak hanya dalam pemilihan
dipertimbangkan. Beberapa parameter yang dianggap jenis mooring line namun juga untuk pertimbangan
cukup berpengaruh diantaranya adalah perencanaan operasionalnya. Faktor lingkungan dapat berupa arus,
konfigurasi mooring dan kondisi operasionalnya angin, ombak, pasang surut permukaan laut dan lain
(Klaka, 2000). lain.
Pada pembahasan ini, akan dilakukan kajian Arus
numerik pengaruh konfigurasi mooring dan kondisi Arus pada perencanaan dan pengoperasian FPSO
operasional pengujian. Dalam simulasi tersebut akan dapat dihitung dengan formulasi pendekatan walaupun
dianalisa 2 (dua) macam konfigurasi mooring yaitu 1-2 sangat kompleks. Beban arus pada struktur apung
dan 2-1. Adapun parameter kondisi operasional yang tergantung besarnya sarat FPSO, kecepatan dan arah
dianalisa adalah kondisi operasional sistem tambat, arus. Sedangkan gaya yang bekerja pada mooring line
intact dan damage. tidak begitu signifikan mengingat kecilnya struktur tali
Dari kajian ini diharapkan, akan diperoleh data tambat (mooring line).
tegangan tali tambat maksimum yang mungkin terjadi Gaya yang ditimbulkan oleh arus laut dapat dibagi atas
pada sistem tambat, yang dibandingkan dengan gaya transversal dan longitudinal (Journe, 2001).
kapasitas tali tambat sehingga diperoleh informasi a) Gaya arus transversal (CT)
seberapa besar safety factor yang dimiliki oleh sistem
CT = 0,5 x Pw V 2 C
C TC()ALS (1)
tambat.

51
dimana :
menimbulkan beban pada struktur (offshore platform),
Pw : Massa jenis air laut yang selanjutnya beban tersebut dapat mengakibatkan
VC2 : Kecepatan Arus terjadi 6 derajat kebebasan gerakan struktur yakni
CTC : Koef. yang tergantung pada arah gerakan translasi (heave, surge dan sway) dan gerakan
arus rotasi (pitch, roll, dan yaw). Gaya yang diakibatkan
() : Sudut datang arus
oleh gelombang pada struktur merupakan gaya / beban
ALS : Luas sisi struktur di bawah yang paling dominan dari pada gaya arus dan angin
permukaan laut. Ada 3 parameter pokok yang sangat menentukan
pemilihan metode, pendekatan atau prosedur untuk
b) Gaya arus longitudinal (CL) perhitungan beban gelombang adalah :
Yaitu gaya arus yang bekerja pada struktur secara - Geometri struktur,
longitudinal ditambahkan gaya gesekan, - Panjang gelombang dan
dirumuskan dengan : - Tinggi gelombang.
Ketiga parameter ini umumnya dinyatakan dalam
 0,075 x0,5PW SV 2 Cos /Cos  (2)
CL =  bentuk perbandingan (rasio) yaitu : perbandingan
 C
logRn2 2

 
antara diameter silinder atau lebar struktur dengan
panjang gelombang (D/ ) dan perbandingan antara
dimana tinggi gelombang dengan diameter silinder ( H/ D ).
: Di bawah ini merupakan perbandingan-perbandingan
0,07  = gaya gesek dimensi untuk beberapa persamaan gelombang yang




5
logRn2 2

 dipakai dalam perhitungan beban gelombang, sebagai
berikut :
Rn : Reynold number  D/   0.2  menggunakan teori gelombang
Rn = Vc2 cos  / L  difraksi
 : viskositas kinetik air laut.  D/   0.2  menggunakan teori gelombang
S : Luas bidang basah Morison ( lebih tepat )
Angin
Gaya angin yang bekerja pada struktur merupakan Sistem Tambat
fungsi dari kecepatan angin, orientasi struktur serta Secara umum, sistem tambat dapat dibagi menjadi
parameter lainnya. Untuk menghitung besarnya gaya beberapa kelompok (lihat Gambar 2) sebagai berikut:
angin pada struktur tersebut dapat dihitung dengan - Catenary mooring
formulasi sebagai berikut: - Semi-taut mooring
a) Untuk gaya yang searah dengan arah angin : - Taut mooring

F  0.5..Cd .V 2 .A (3)
D

b) Untuk gaya yang tegak lurus dengan arah angin

F  0.5..Cl.V 2 .A (4)
L
dimana :
Cd = koefisien drag
Cl = koefisien gaya angkat
 = rapat massa udara
A = frontal area
VZ = kecepatan angin pada ketinggian z

Gelombang
Bentuk fisik gelombang air merupakan aliran tiga
dimensi yang merambat secara random dan kontinyu Gambar 2. Taut dan Catenary Mooring
serta mempunyai gaya atau energi yang dapat

52
Kajian Numerik Ketidakstabilan FPSO Tertambat Dalam Kondisi Alami Kerusakan Pada Kondisi Mooring Line Yang Berbeda
( Arifin )

Kata Catenary sebenarnya berasal dari rumus Tegangan awal pada mooring line dirumuskan :
yang dipakai untuk perencanaan sistem tersebut.
Rumus Catenary menjelaskan sebuah tali yang To  T 2  Ps 
2

ditambat pada kedua ujungnya, satu pada dasar laut (7)


dan yang lainnya pada FPSO, penyebab bentuk Panjang tali dirumuskan:
mooring line yang landai adalah beratnya. Sehingga
bentuk bentangan mooring line dari struktur apung To   Px 
s
sinh 
(FPSO) hingga ke jangkar (seabed) tidak tegang tetapi P To (8)

renggang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
dimana :
gambar 3 berikut ini :
T  Ps 
x  0 sinh1 
P  T0  (9)

SIMULASI NUMERIK
Simulasi respon gerakan kapal/FPSO pada kondisi
free-floating dilakukan dengan menggunakan software
MOSES untuk menghitung gaya-gaya hidrodinamika
yang bekerja pada kapal. Output dari program
MOSES v6.0 akan diinputkan kedalam program
ORCAFLEX v8.4.9 software untuk mensimulasikan
respon kapal pada kondisi ditambat dengan mooring
Gambar 3. Sketsa catenary mooring lines dalam analisa time domain.
dimana :
y : Jarak vertikal antara permukaan laut dan dasar Orcaflex
laut Orcaflex merupakan suatu program marine dynamics
x : Jarak horisontal antara jangkar dan FPSO yang dikembangkan oleh Orcina untuk analisa statik
T : Tegangan pada mooring line and analisa dinamik untuk berbagai sistim struktur
Tv : Tegangan pada mooring line dalam arah vertikal
apung bangunan lepas pantai, termasuk marine risers
Th : Tegangan pada mooring line dalam arah
horisontal (rigid and flexible), global analysis, moorings,
S : Panjang keseluruhan mooring line diukur dari installation dan towed systems.
FPSO ke jangkar
 : Sudut yang dibentuk mooring line dengan MOSES
permukaan laut MOSES merupakan suatu integrasi program
P : berat moring line per meter simulasi untuk menganilsa performansi struktur
Persamaan umum catenary mooring adalah : bangunan lepas pantai. Program "MOSES" dapat
menghitung vessel hydrostatics, ballasting dan
T0   Px   stability maupun kinerja seakeeping struktur pada
y  P cosh T  1
  0   (5) gelombang tidak teratur (random).

Tegangan yang terjadi pada mooring line dirumuskan :


Pemodelan Numerik

T  Th2  Tv2  (6) Pemodelan numerik model FPSO yang ditambat
pada buoy yang ditambat secara catenary mooring
dimana :
menggunakan kombinasi chain dan wire rope, dengan
setup menggunakan 2 konfigurasi mooring line yang
TH = T cos 
berbeda sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4a
dan 4b berikut.

53
Gambar 4a. Konfigurasi Mooring A

Gambar 4b. Konfigurasi Mooring B

Dalam simulasi numerik, running program - Offset kapal


dilakukan pada 2 macam setup mooring seperti Data lines/body plan kapal per station
gambar di atas. Selain itu, running program juga
- RAO kapal dalam 6 derajat kebebasan (6 DoF)
dilakukan pada 2 kondisi mooring system yaitu intact
Gerakan surge, sway, heave, roll, pitch dan
dan damage sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 1
yaw
berikut.
- Hydrodynamic Drag

Tabel 1. Kondisi Running Program Numerik Data yang diperlukan adalah drag origin, luasan
yang berpengaruh terhadap gaya drag, momen
KONDISI Intact Damage dan koefisien gaya drag
Konfigurasi A A A1 (L1 putus)
A3 (L3 putus)
Konfigurasi B B B1 (L1 putus) - Wind Drag
B3 (L3 putus) Data koefisien gaya drag yang ditimbulkan oleh
angin
Beberapa data masukan yang perlu diumpankan pada - Wave Drift
program Orcaflex meliputi: Data yang diperlukan adalah koefisien gaya drift
pada setiap frekuensi yang ditinjau
Jurnal Wave Volume 9 Nomor 2, Desember 2015; Hal 49-56

- Inersia dan Damping


Data yang diperlukan adalah added mass dan Tabel 2. Hasil Simulasi Numerik
damping terutama untuk gerakan surge, sway Kondisi Maksimum Mooring Line Tension (kN)
dan yaw. Simulasi L1 L2 L3
- Connector
Adalah data panjang hawser, diameter, serta A 2082.58 2082.58 4901.88
karakteristik material hawser. A1 --- 2317.19 4403.79
- Buoy A3 2599.45 2599.45 ---
Seluruh dimensi dan karakteristik buoy yang B 3284.22 3284.22 3528.34
digunakan dalam sistem tambat.
B1 --- 2371.79 4552.89
- Mooring Line
B3 3611.36 3611.36 ---
Data yang diperlukan adalah titik koneksi,
panjang segmen, jenis material, diameter,
kekakuan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil sebagaimana ditampilkan di atas,
- Data lingkungan dapat diketahui bahwa pada kondisi intact konfigurasi
A, maksimum mooring line tension maksimum terjadi
Data-data pada mooring line L3 yaitu sebesar 4901.88 kN.
Data Kapal: Adapun pada kondisi damage yang terjadi pada
 Length Overall : 268.4 m mooring line L1, menyebabkan posisi buoy bergeser
 Breadth Moulded : 41.60 m sehingga menyebabkan penambahan tegangan pada
 Draft (Fully Loaded) : 11.3 m mooring line L2. Sedangkan tegangan pada mooring
 Displacement : 96075.1 ton line L3 mengalami penurunan.
Pada kasus kondisi intact konfigurasi B,
Data Mooring: maksimum mooring line tension maksimum terjadi
 Type : Catenary pada mooring line L3 yaitu sebesar 3528.34 kN.
 Wire Size, Diameter : 10.27 mm (4”) Adapun pada kondisi damage yang terjadi pada
mooring line L1, menyebabkan posisi buoy bergeser
 Grade : R3
yang menyebabkan penambahan tegangan pada
 Wire Break Load : 9425.5 kN
mooring line L3 menjadi 4552.89 kN. Pada kasus
 Wire Weight In Water : 0.050 ton/m
dimana mooring line L3 putus, maka tegangan pada
 Weight in Air : 0.057 ton/m
mooring line L1 dan L2 akan mengalami penambahan
tegangan sama besar yaitu 3611.36 kN.
Data Lingkungan Secara umum dari hasil simulasi yang dilakukan,
 Kedalaman laut : 693 m dapat diketahui bahwa konfigurasi mooring B
 Gelombang 100 years menunjukkan distribusi tegangan yang lebih baik
- Tinggi gelombang, Hs : 7.28 m karena tegangan maksimum yang terjadi sedikit lebih
- Peak Period, Tp : 10.11 m kecil sehingga memperbesar Safety Factor (SF=Wire
 Tipe gelombang : JONSWAP Break Load/Maximum Tension Line), SF=1.92
Selain itu, terjadinya kondisi damage pada salah
Setelah semua data-data yang diperlukan sudah satu mooring line sudah barang tentu akan
diinputkan semua, maka tahapan berikutnya adalah menyebabkan perbedaan pada respon gerakan yang
melakukan perhitungan statis terlebih dahulu. terjadi. Akan tetapi, besarnya perubahan tersebut akan
Kemudian dilakukan perhitungan dinamis dalam dijelaskan pada pembahasan lainnya.
rentang waktu perhitungan tertentu.
KESIMPULAN
HASIL SIMULASI Berdasarkan kajian numerik yang dilakukan
Dari proses running program Orcaflex yang terhadap pengaruh perbedaan kondisi konfigurasi
dilakukan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1, mooring line serta kondisi intact/damage pada salah
maka diperoleh hasil sebagaimana ditunjukkan oleh satu mooring line terhadap mooring line tension, maka
Tabel 2 berikut. dapat disimpulkan bahwa Konfigurasi B memiliki

55
Jurnal Wave Volume 9 Nomor 2, Desember 2015; Hal 49-56

karakteristik kestabilan mooring line yang lebih baik


dan Semua kondisi simulasi yang dikaji masih
menunjukkan Safety Factor yang masih berada dalam
batas aman (SF>1.67, API RP 2A Standard).

DAFTAR PUSTAKA
Beck, J. W., Vandenworm, N. J. (2011), Mooring
System Design for a Circular Hull Shape FPSO
Floater with Spar like Responses, Offshore
Technology Conference Brazil, Rio de Janeiro,
Brazil.

Journe J.M and Massie W.W, (2001), Offshore


Hydromechanics, Delft University.

Klaka, K. (2000), Response of a vessel to waves at


zero ship speed.

Sun, J. W., Wang, S. Q. (2010), Study on Motion


Performance of Deepwater Spar Platform under
Different Mooring Methods, Period of Ocean
University of China, p. 147-153.

Tai Pil Ha (2011), Frequency and Time Domain


Motion and Mooring Analyses for a FPSO
Operating in Deep Water, New Castle
University.

56

Anda mungkin juga menyukai