Anda di halaman 1dari 51

EVALUASI PENYIMPANAN OBAT DAN DISTRIBUSI OBAT DI

INSTALASI FARMASI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO


SRAGEN TAHUN 2020

Oleh :
Santi Rahayu
21181339B

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
EVALUASI PENYIMPANAN OBAT DAN DISTRIBUSI OBAT DI
INSTALASI FARMASI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN TAHUN 2020

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Derajat Ahli Madya Farmasi
Program Studi D-III Farmasi
Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi
Surakarta

Oleh :
Santi Rahayu 21181339B

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021

i
PENGESAHAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Dengan Judul :
EVALUASI PENYIMPANAN OBAT DAN DISTRIBUSI OBAT DI
INSTALASI FARMASI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO
SRAGEN TAHUN 2020

Oleh :
Santi Rahayu
21181339B

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Karya Tulis Ilmiah


Program Studi D-III Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Pada tanggal : 25 Januari 2021

Mengetahui,
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Pembimbing

apt.Santi Dwi Astuti,S.Farm.,M.Sc.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan
sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Karya Tulis
Ilmiah. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
yang merupakan contoh teladan bagi seluruh umatnya hingga akhir zaman kelak.
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang merupakan syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan Program Studi D-III Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi Surakarta dengan Judul “Evaluasi Penyimpanan Obat dan Distribusi
Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020” ini
dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala rasa
hormat, cinta tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya, maka izinkan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan karunia-Nya tanpa
henti.
2. Bapak Dr.Ir.Djoni Tarigan.,MBA. Selaku Rektor Universitas Setia Budi
Surakarta yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan studi di
Universitas Setia Budi Surakarta.
3. Ibu apt.Prof.Dr.R.A.Oetari,SU.,MM.,M.Sc. Selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta yang telah memberikan
dukungan dan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Setia
Budi Surakarta.
4. Bapak apt.Dr.Gunawan Pamudji Widodo,M.Si. Selaku Ketua Program
Studi D-III Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Setia
Budi Surakarta.
5. Ibu apt.Santi Dwi Astuti,S.Farm.,M.Sc. Selaku Dosen Pembimbing Karya
Tulis Ilmiah yang telah memberikan dukungan, bimbingan dan ilmu
pengetahuan.

iii
6. Bapak dan Ibu dosen penguji Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan
kesempatan menyelesaikan tugas akhir.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi DIII Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi Surakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.
8. Mama Ristinah selaku mama saya yang telah memberikan dukungan dan
doa.
9. Bapak Mark Indriyono selaku bapak saya yang telah memberikan
dukungan dan doa.
10. Alm. Kakek Suyadi, Almh. Nenek Kasinah dan Almh. Ibu Endang Miarsih
yang telah memberikan dukungan dan doa.
11. Mas Kris, Mas Titis dan saudara-saudara lainnya yang telah memberikan
dukungan dan doa.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan DIII Farmasi angkatan 2018 Universitas
Setia Budi Surakarta, terutama kelas 2B.
13. Dwi Indriyani sahabat satu frekuensi yang telah memberikan dukungan,
doa, dan menemani penulis selama menyusun Karya Tulis Ilmiah.
14. Ica, Sofia, Dian, Fadila, Elma dan sahabat yang lain selaku sahabat dari
SMA dan teman-teman dari TK, SD, SMP, dan SMA lainnya yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan dan doa.
15. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak keluarga, sahabat dan
teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan banyak bantuan, dukungan dan doa dalam penyelesaian
Karya Tulis Ilmiah ini.

Surakarta, 24 Januari 2021


Penulis

Santi Rahayu
NIM.21181339B

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Kegunaan Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Rumah Sakit 6
1. Definisi Rumah Sakit 6
2. Jenis-jenis Rumah Sakit 6
3. Kewajiban Rumah Sakit 8
B. RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 8
1. Sejarah RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 8
2. Filosofi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 9
3. Tujuan RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 9
4. Visi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 10
5. Misi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 10
6. Motto RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 10
7. Tugas RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 10
8. Fungsi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen 11
C. Pelayanan Kefarmasian 11
D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit 12
1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit 12
2. Sumber Daya Manusia 13
E. Obat 13

v
1. Definisi Obat 13
2. Penggolongan Obat 14
F. Penyimpanan Obat 16
1. Definisi Penyimpanan Obat 16
2. Persyaratan Penyimpanan 16
3. Metode Penyimpanan 18
4. Sistem Penataan Obat 18
5. Pengaturan Penyimpanan 21
6. Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyimpanan 21
G. Distribusi Obat 22
1. Definisi Distribusi Obat 22
2. Sistem Distribusi Obat 23
3. Sistem Distribusi Untuk Rawat Inap Dan Rawat Jalan 25
H. Landasan Teori 27
I. Keterangan Empirik 29
BAB III METODE PENELITIAN 30
A. Populasi dan Sampel 30
1. Populasi 30
2. Sampel 30
B. Variabel Penelitian 30
1. Identifikasi Variabel Utama 30
2. Klasifikasi Variabel Utama 30
3. Definisi Operasional Variabel Utama 31
C. Alat dan Bahan 31
1. Alat 31
2. Bahan 31
D. Jalannya Penelitian 32
E. Analisis Hasil 33
F. Jadwal Penelitian 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 37

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Instalasi
Farmasi adalah unit pelaksanaan fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegitan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan
secara multidisiplin, terkoordinir, dan menggunakan proses yang efektif untuk
menjamin kendali mutu dan kendali biaya (Kemenkes, 2014).
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Sistem Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk Pelayanan Farmasi Klinik. Pelayanan Kefarmasian
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan
menyelesaikan masalah terkait obat (Kemenkes,2014).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2(dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakau dan kegiatan Pelayanan Farmasi
Klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana,
dan peralatan (Kemenkes, 2014).
Peraturan Mentri Kesehatan (PMK) Nomor 58 Tahun 2014 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menjelaskan bahwa
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Setiap
kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas Pelayanan Kefarmasian harus
menjadi suatu standar sehingga dapat menjadi tolak ukur

1
2

yang dipergunakan sebagai pedoman bagi Tenaga Kefarmasian dalam


menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian (Anonim,2016).
Sistem Pengelolaan Obat merupakan rangkaian kegiatan Rumah Sakit
yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian obat. Penyimpanan obat adalah kegiatan menyimpan dan
memelihara cara menempatkan obat yang diterima dari tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta dapat menjaga mutu obat. Sistem penyimpanan
yang tepat dan baik akan menjadi salah satu faktor penentu mutu obat yang
terdistribusikan (IAI,2015).
Tahap penyimpanan sediaan farmasi merupakan bagian dari
pengelolaan obat yang sangat penting dalam dalam memelihara mutu obat,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga
kelangsungan persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan,
mengoptimalkan persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan
datang, serta mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan obat
(Sabilillah,2017).
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan atau menyerahkan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan di Unit Pelayanan (Rusli,2016).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diantaranya adalah manajemen
pengelolaan obat yang salah satunya terdapat bagian pengelolaan obat pada
tahap distribusi yaitu penyaluran obat berdasarkan metode yang digunakan di
Rumah Sakit tersebut. Hal ini menjadi salah satu faktor penting dalam
menjamin ketersediaan mutu, memelihara mutu, menjaga kelangsungan
ketersediaan, memperpendek waktu tunggu, pengendalian dan pengawasan
persediaan obat, maka ketidak efisiensi berdampak pada mutu obat, pelayanan
3

kefarmasian, serta ketidak sesuaian indikator pada tahap distribusi berdampak


secara ekonomis maupun mutu pelayanan (Sasongko,2016).
Pada tahun 2019 Tiarma, Gayatri Citraningtyas, dan Paulina Yamlean
melakukan penelitian mengenai Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian
Obat di Instalasi Farmasi RSUD Noongan, Kabupaten Minahasa, Provinsi
Sulawesi Utara dengan hasil secara keseluruhan Sistem Penyimpanan Obat di
RSUD Noongan, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara memenuhi
persyaratan Standar Penyimpanan berdasarkan pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi Rumah Sakit dan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor
72 Tahun 2016, namun ada beberapa yang tidak memenuhi persyaratan seperti
gudang yang tidak terlalu luas untuk menyimpan semua persediaan obat, tidak
adanya peraturan kelembaban, tidak adanya papan alas dan obat diletakkan
langsung dilantai, tidak ada keterangan untuk obat mudah terbakar, dan
penyimpanan obat yang tidak disimpan berdasarkan kelas terapi.
Pendistribusian yang telah sesuai dengan Standar Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 dan
Standar Pelayanan Operasional Prosedur Distribusi Obat RSUD Noongan,
Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara seperti telah menggunakan
metode sentralisasi dan perorangan untuk obat-obatan, dengan metode Floor
Stock untuk Bahan Medis Habis Pakai.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Astuti Ibrahim,
Widya Astuty Lolo dan Gayatri Citraningtyas pada tahun 2016 mengenai
Evaluasi Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di Gudang Farmasi PSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Farmasi Rumah Sistem Penyimpanan dan
Pendistribusian Obat sedah sesuai dengan Standar Pelayanan Farmasi Rumah
Sakit berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014,
namun harus dilengkapi lagi sarana dan prasarana serta meningkatkan kualitas
Pelayanan Kefarmasian.
Berdasarkan banyaknya penelitian tentang penyimpanan dan distribusi
obat, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menulis Karya Tulis
Ilmiah. Selain itu penulis juga ingin mengetahui apakah penyimpanan obat
4

dan distribusi obat di RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen sudah sesuai


dengan standar pelayanan menurut Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Sehingga penulis
melakukan penelitian dan membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Evaluasi
Penyimpanan Obat dan Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi
Prijonegoro Sragen Tahun 2020.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2020?
2. Bagaimana sistem distribusi obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi
Prijonegoro Sragen tahun 2020?
3. Apakah penyimpanan obat dan distribusi obat di Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2020 sesuai dengan Permenkes RI
Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui :
1. Penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro
Sragen tahun 2020.
2. Distribusi obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
tahun 2020.
3. Kesesuaian penyimpanan obat dan distribusi obat di Instalasi Farmasi
RSUD Sragen tahun 2020 dengan Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

D. Kegunaan penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu sebagai :
5

1. Bagi Institusi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.


Diharapkan penelitian yang telah dilakukan ini dapat menjadi pedoman
dalam meningkatkan kualitas Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian yang telah dilakukan ini bermanfaat dalam bidang
pendidikan sebagai bacaan dan sebagai referensi dan pengembangan untuk
penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
3. Bagi Peneliti.
Diharapkan penelitian yang telah dilakukan ini dapat menjadi syarat
kelulusan di Program Studi D-III Farmasi Universitas Setia Budi
Surakarta, dapat menjadi sarana untuk menerapkan teori yang telah
diperoleh pada saat kuliah serta dapat menjadi wawasan penelitian untuk
melakukan penelitian lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah sakit
Menurut Permenkes RI Nomor 58 tahun 2014 Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan Sedian Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Farmasi Klinik.
Menurut World Health Organization (WHO), Rumah Sakit adalah
bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (komperhensif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat.
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh
pasien (Azwar, 1996).

2. Jenis-jenis Rumah Sakit


Menurut Permenkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pasal 6, 10, dan 14. Berdasarkan bentuk
layanan kesehatan dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit
diklasifikasikan sebagai berikut :
2.1 Rumah Sakit Kelas A
Rumah Sakit Kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan

6
7

medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai


tempat tidur minimal 400 tempat tidur.
2.2 Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan
medik pesialis lain dan 2 pelayanan medik sub spesialis. Mempunyai
tempat tidur minimal 200 tempat tidur.
2.3 Rumah Sakit Kelas C
Rumah Sakit Kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik
spesialis dasar, mempunyai tempat tidur munumal 100 tempat tidur.
2.4 Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit Kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik
spesialis dasar. Mempunyai tempat tidur minimal 50 tempat tidur.
Menurut Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Klasifikasi
Rumah Sakit Umum pasal 16 Rumah Sakit Umum diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A merupakan Rumah Sakit Umum yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 250 tempat tidur.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B merupakan Rumah Sakit umum yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 200 tempat tidur.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C merupakan Rumah Sakit yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 100 tempat tidur.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D merupakan Rumah Sakit Umum yang
memiliki jumlah tempat tidur paling sedikit 50 tempat tidur.
Dikutip dari Febriawati berdasarkan kepemilikannya rumah sakit
di Indonesia di bedakan ke dalam dua jenis (Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009) yaitu :
8

a. Rumah sakit Publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh


pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dan badan hukum lain
yang bersifat nirlaba.
b. Rumas Sakit Privat merupakan rumah sakit yang dikelola oleh badan
hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau
persero.
Di Indonesia rumah sakit dapat juga dibedakan berdasarkan jenis
pelayanannya menjadi tiga yaitu Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Jiwa,
dan Rumah Sakit Khusus (Febriawati, 2013).

3. Kewajiban Rumah Sakit


Kewajiban rumah sakit ada dua kewajiban utama yaitu
Menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam pengelolaan rumah sakit
melalui hospital by laws agar tercipta Good Corporate Governance dan
menerapkan fungsi-fungsi manajemen klinis yang baik sesuai dengan
standar pelayanan medis dan standar oprating procedure yang telah
ditetapkan agar tercipta Good Clinical Governance (Febriawati,2013).

B. RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


1. Sejarah RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
didirikan pada tahun 1957 dan diresmikan pada tahun 1958 yang berlokasi
di jalan raya Sukowati No.534, Ngrandu, Nglorog, Kecamatan Sragen,
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit
negeri milik Pemerintah Kabupaten Sragen yang berklasifikasi tipe D.
Seiring dengan perkembangan ekonomi, sosial budaya, jumlah penduduk
dan kemajuan teknologi kesehatan serta dengan adanya kesiapan RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan kepada masyarakat, maka tipe RSUD Sragen ditingkatkan
menjasi Tipe C pada tahun 1995 dengan Surat Keputusan Bupati Sragen
Nomor : 445/461/011/1995.
9

Pada tahun 1999 RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen menjadi


swadana dengan PERMENDAGRI Nomor 7 tahun 1999. Sesuai dengan
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
YM.01.10/III/1530/09 tanggal 30 April 2009 tentang Pemberian Status
Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut kepada Rumah Sakit Umum Daerah
Sragen Provinsi Jawa Tengah untuk 12(dua belas) Pokja Pelayanan.
Dalam rangka peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Soehadi Prijonegoro dari Rumah Sakit kelas C menjadi Rumah Sakit
kelas B Non Pendidikan telah dilaksanakan Visitasi oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Penilaian dituangkan dalam
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor : HK.03.05/I/288/2011 Tanggal 20
Januari 2011 Tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah
Sragen, bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Sragen ditetapkan menjadi
Rumah Sakit Umum kelas B.
Pemberian nama RSUD dr.Soehadi Prijonegoro yang sebelumnya
hanya RSUD Sragen berdasarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 40
Tahun 2012 tentang Pemberian Nama Rumah Sakit Umum Daerah Sragen
Dengan Nama Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soehadi Prijonegoro dan
Rumah Sakit Umum Daerah Gemolong Dengan Nama Rumah Sakit
Umum Daerah dr.Soeratno di Kabupaten Sragen.

2. Filosofi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Filosofi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen yaitu Kesehatan
merupakan kebutuhan setiap orang, oleh karena itu RSUD berusaha
memberikan pelayanan kesehatan prima kepada masyarakat didukung
sumber daya manusia yang profesional.

3. Tujuan RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Tujuan RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen adalah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
diselenggarakan dengan berdasarkan Pancasila dan didasarkan nilai
10

kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak


dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien,
serta mempunyai fungsi sosial.

4. Visi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Menjadi pilihan utama masyarakat dalam pelayanan dan pendidikan
kesehatan.

5. Misi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Misi Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
adalah :
a. Menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan mengutamakan
keselamatan pelanggan.
b. Menerapkan pelayanan kesehatan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, didukung sumber daya manusia yang
professional serta ramah lingkungan.
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta penelitian yang
berkualitas, didukung sumber daya manusia dan sarana prasarana yang
memadai.
d. Meningkatkan kemitraan institusi pendidikan dan pihak terkait.

6. Motto RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Baktiku untukmu. Merupakan suatu selogan yang membawa setiap
pihak yang terkait dalam karya pelayanan menyadari bahwa keberadaannya
adalah untuk berbakti dengan sepenuh hati bagi pelanggan dan pasien
RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen. Keberadaan RSUD dr.Seohadi
Prijonegoro Sragen adalah untuk tempat berbakti bagi insan yang peduli
akan kesehatan sebagai hak asasi manusia didukung oleh cara pandang
RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen tentang pelanggannya yaitu pasien.
11

7. Tugas RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

8. Fungsi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen


Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam memberikan pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan (Didik,2019).

C. Pelayanan Kefarmasian
Menurut Permenkes Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
harus dilakukan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian yang meliputi
monitoring dan evaluasi. Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit dilakukan
di Instalasi Farmasi Rumah sakit melalui sistem satu pintu.
Menurut Permenkes Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknisi
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal
12

Bidang Kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah


Kabupaten / Kota wajib menerapkan Standar Pelayanan Minimal bidang
Kesehatan. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan yang
selanjutnya disebut SPM (Standar Pelayanan Minimal) Kesehatan
merupakan ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal.
Dikutip dari Febriawati Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian
menurut Kemenkes 2004 di laksanakan oleh tenaga farmasi profesional
yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik
dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas
dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan
dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi
dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan
dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan
dan visi rumah sakit.

D. Instalasi Farmasi Rumah Sakit


1. Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksanaan fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit. Petugas yang melayani di Instalasi Farmasi Rumah Sakit seperti
Apoteker dan Tenaga Kefarmasian.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan suatu unit pelaksanaan
fungsional yang melakukan penyeleggaraan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit dikepalai oleh
seorang Apoteker yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan
Farmasi di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan sediaan farmasi (Permenkes,2016).
13

Kegiatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit terdiri dari pelayanan


farmasi minimal yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan
perbekalan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita
rawat inap dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi
pelayanan umum dan spesifik, pelayanan langsung pada pasien serta
pelayanan klinis yang merupakan program rumah sakit secara keseluruhan
(Siregar dan Amalia,2004).

2. Sumber Daya Manusia


Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus memiliki Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas
penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Ketersediaan jumlah Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di
Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan
Rumah Sakit yang ditetapkan oleh mentri (Permenkes,2016).
Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit mempunyai
peran penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di rumah sakit,
oleh karena itu pengelolaan obat yang kurang efisien pada tahap
penyimpanan akan berpengaruh terhadap peran rumah sakit (Sheina,2010).
Untuk melaksanakan tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit
diperlukan sumber daya manusia yaitu :
2.1 Apoteker Farmasi RS (Hospital Pharmachist)
Merupakan seorang Apoteker berpengalaman dan telah memperoleh
gelar master di bidang farmasi RS.
2.2 Apoteker di RS
Merupakan seorang Apoteker penunjang dalam penyempurnaan
pelayanan kepada penderita (Febriawati, 2013).

E. Obat
1. Definisi Obat
14

Obat merupakan suatu bahan atau campuran yang digunakan dalam


mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit serta penentuan diagnosis, luka atau kelainan baik di dalam
dan di luar tubuh manusia maupun hewan. Obat adalah bahan atau
panduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Permenkes,2013).
Obat yang diutamakan dalam hal ketersediaan, dan keterjangkauan
adalah obat-obatan esensial, sedangkan aspek jaminan mutu diterapkan
pada semua jenis obat-obatan. Obat esensial sendiri merupakan obat yang
paling banyak dibutuhkan dan sering digunakan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat, dan telah tercantum dalam Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) yang telah ditetapkan oleh Mentri Kesehatan Republik
Indonesia, sedangkan obat generik adalah obat dengan nama resmi yang
terdaftar dalam Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang
terkandung didalamnya (Syamsuni,2005).
Efek terapi suatu obat merupakan khasiat obat yang diinginkan
untuk tujuan terapi pada dosis yang dianjurkan. Efek samping dapat
muncul ketika dosis dari suatu obat tidak tepat atau cara penggunaan obat
yang tidak sesuai. Risiko dari efek samping bisa bertambah ketika pasien
menggunakan obat yang kontraindikasi. Pasien memutuskan untuk
berhenti dari penggunaan suatu obat atau terapi tertentu karena munculnya
efek samping tersebut. Contoh efek samping yang sering terjadi yaitu
perubahan pada berat badan, kondisi enzim, patologis pada pendeteksian
berbagai level, dan efek toksik. Efek toksik merupakan efek yang terjadi
karena penggunaan obat dalam dosis yang tinggi sehingga menyebabkan
terjadinya keracunan (Priyanto,2008).

2. Penggolongan Obat
15

Obat dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria


penggolongan. Penggolongan obat menurut Undang-Undang Kesehatan
dan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000 yaitu :
2.1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep
dokter yang disebut Over The Counter (OTC). Obat bebas ditandai
dengan lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam.
2.2 Obat Bebas Terbatas
Obat Bebas Terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep
dokter dan disertai tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan
etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam. Obat bebas terbatas juga memiliki tanda peringatan
yang selalu tercantum pada kemasan obat yang memuat pemberitahuan
penggunaan obat dan ditulis dengan tinta putih.
2.3 Obat Wajib Apotek.
Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diberikan
oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien. Obat-obat yang
digolongkan dalam golongan ini merupakan obat-obatan yang
diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.
2.4 Obat Keras
Obat keras adalah obat yang mempunyai khasiat tinggi dan
harus disertai resep dari dokter. Penandaan obat keras yaitu dengan
lingkaran berwarna merah dan garis tepi hitam serta huruf K yang
menyentuh garis.
2.5 Obat Psikotropika dan Narkotika
Obat Psikotropika dan Narkotika adalah zat atau obat yang
dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susuran syaraf pusat
dan menimbulkan kelainan perilaku disertai dengan munculnya
halusinasi, ilusi, gangguan berfikir, perubahan perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan dan efek stimulasi bagi penggunanya.
16

Tanda pada obat golongan ini adalah palang merah didalam lingkaran
putih bergaris tepi merah.
Selain itu juga terdapat obat golongan high alert. Obat high
alert adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan
terjadinya kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event) dan obat-
obatan yang berisiki tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD). Kelompok obat high alert diantaranya adalah
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip / NORUM, atau Look Alike Sound Alike / LASA),
elektrolit konsentrasi tinggi dan obat-obatan sitostatika (Kemenkes RI,
2016).

F. Penyimpanan Obat
1. Definisi Penyimpanan Obat
Penyimpanan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen
logistik farmasi yang dapat menentukan tingkat keberhasilan dalam
mencapai tujuan dari manajemen logistik serta penentuan kelancaran
pendistribusian. Penyimpanan obat sendiri ialah suatu kegiatan penjagaan
atau pengamanan terhadap obat-obatan yang telah diterima, hal ini
dilakukan agar obat-obatan terhindar dari kerusakan fisik dan kimia serta
untuk menjamin mutu obat (Depkes RI,2004).
Penyimpanan adalah suatu kegiatan memelihara dan menyimpan
dengan penempatan sesuai dengan standar yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari gangguan fisik maupun kandungannya yang dapat
merusak mutu suatu obat. Tujuan dari proses penyimpanan adalah
menjaga mutu sediaan, menghindari dari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab, menjaga ketersediaan obat serta memudahkan dalam
hal pengawasan dan pencarian (Depkes RI,2008).
Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat
menjadi sangat penting dalam memelihara mutu obat-obatan, menghindari
penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan
17

persediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan, mengoptimalkan


persediaan, memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang, serta
mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan obat (Aditama,2003).

2. Persyaratan penyimpanan
Barang yang telah diterima di Instalasi Farmasi akan dilanjutkan
dengan proses penyimpanan sebelum dilakukan proses pendistribusian.
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas, keamanan dan mutu sediaan
farmasi sesuai persyaratan penyimpanan yang telah ditetapkan sebagai
pedoman. Persyaratan penyimpanan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut :
2.1 Stabilitas dan keamanan
Stabilitas penyimpanan berpengaruh terhadap stabilitas obat
karena stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan pertama
kali dibuat. Terdapat beberapa jenis kondisi penyimpanan berdasarkan
suhu diantaranya :
a) Freezer(beku) : Suhu antara -25°C sampai -15°C
b) Cold(dingin) : Suhu antara 2°-8°C
c) Cool(sejuk) : Suhu antara 8°-15°C
d) Room temperature : Suhu tidak lebih dari 30°C (Karlida,I dan
Musfiroh,I.,2017).
2.2 Sanitasi
Sanitasi adalah usaha maupun tindakan dari seorang terhadap
lingkungan sekitarnya agar bersih dan sehat. Salah satu ruang lingkup
sanitasi adalah bangunan dan fasilitas tersedianya sarana seperti toilet,
ventilasi, tempat cuci tangan, kantin untuk membatasi area makan dan
minum, tempat sampah, dan tempat pembuangan limbah (BPOM,
2012).
2.3 Cahaya
18

Gudang harus dilengkapi dengan jendela yang mempunyai


pelindung gorden atau kaca yang dicat untuk menghindari masuknya
cahaya secara langsung ke sediaan farmasi didalam gudang dan
berteralis (Palupiningtyas, 2014).
2.4 Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak
tertutup sehingga harus ditutup rapat, jangan dibiarkan terbuka. Untuk
menghindari udara lembab maka perlu dilakukan upaya seperti
ventilasi harus baik, simpan obat ditempat yang kering, wadah harus
tertutup rapat, dan jangan biarkan terbuka.

3. Metode Penyimpanan
Dalam penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai dapat digunakan metode yang berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenisnya. Metode tersebut yaitu :
3.1 Alfabetis atau abjad
Metode ini disusun secara abjad atau alfabetis yang dapat
mempermudah pengambilan obat apabila terdapat nama yang mirip
sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam pengambilan obat.
3.2 Penyusunan obat berdasarkan frekuensi penggunaan
Dalam metode ini terdapat dua sistem yaitu sistem First In
First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO).
3.3 Obat disusun berdasarkan volume
Dalam metode ini barang dengan jumlah banyak ditempatkan
di depan agar pada saat pengambilan tidak mengalami kesulitan,
memudahkan pengawasan dan penanganannya, barang dengan jumlah
yang sedikit harus diberi tanda khusus agar mudah ditemukan.
3.4 Look Alike Sound Alike (LASA)
Metode ini digunakan untuk obat dengan penampilan dan
penamaan yang mirip tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
tanda khusus untuk mencegah terjadinya pengambilan obat. Obat jenis
19

LASA disimpan terpisah dengan obat lainnya dan obat LASA lainnya
yang sama jenis dan disesuaikan dengan stabilitas penyimpanan
(Permenkes, 2016).

4. Sistem Penataan Obat


Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2014 metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen, Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan
dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat. Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain:
4.1 First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian diletakkan
di belakang obat yang terdahulu.
4.2 Last In First Out (LIFO) yaitu obat yang datang kemudian/ terakhir
diletakkan di depan obat yang datang dahulu.
4.3 First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai tanggal
kadaluarsa lebih dahulu diletakkan di depan obat yang mempunyai
tanggal kadaluarsa kemudian.
Ada beberapa cara penempatan obat yang dilakukan diantaranya
Jenisnya, Abjad, Pabrik, dan Farmakoterapi. Beberapa indikator
penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dapat digunakan untuk
mengevaluasi dan efisiensi sistem penyimpanan. Indikator penyimpanan
tersebut antara lain Presentase kesesuaian data stok antara barang (fisik)
dengan kartu stok atau data komputer, Turn Over Ratio (TOR), Sistem
penataan gudang, Presentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak dam
Presentase stok mati (dead stock). Penyimpanan perbekalan farmasi di
20

gudang atau bagian logistik farmasi dapat menggunakan beberapa sistem,


diantaranya :
4.4 Fixed Location
Sistem ini sangat mudah di dalam mengatur barang karena
masing-masing item persediaan selalu di simpan dalam tempat yang
sama dan di simpan dalam rak yang spesifik, rak tertutup, atau dalam
rak bertingkat. Namun juga terdapat kerugian dalam penggunaan
sistem ini diantaranya sistem ini tidak fleksibel, jika ada item baru
yang dipesan mungkin tidak ada tempat untuk menyimpannya,
pencurian oleh karyawan dapat meningkat karena seluruh karyawan
mengetahui tempat-tempat item yang diperhitungkan dan tempat
penyimpanan harus dibersihkan karena tempat yang digunakan untuk
jangka waktu yang lama jadi harus dijaga kebersihannya.
4.5 Fluis Location
Dalam sistem ini penyimpanan di bagi menjadi beberapa
tempat yang dirancang. Masing-masing tempat ditandai sebuah kode.
Setiap item disimpan dalam suatu tempat yang disukai pada waktu
pengiriman. Sistem ini dirancang seperti hotel. Ruangan ditandai
hanya ketika barang datang. Sistem fluid location membutuhkan
sistem klarifikasi dimana dapat dialokasikan dengan kode yang khusus
terhadap stok item yang lain. Selain itu untuk pelaporan stok beberapa
batch dari beberapa item harus dilaporkan letaknya secara fisik dari
setiap item yang disimpan. Dalam sistem ini batch yang berbeda dari
setiap item mungkin disimpan dalam beberapa tempat yang berbeda.
4.6 Semi Fluid Location
Sistem ini merupakan kombinasi dari kedua sistem diatas.
Sistem ini diibaratkan seperti hotel yang digunakan oleh tamu. Setiap
barang selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus
diberikan tempat tersendiri. Dalam sistem ini setiap item ditandai
dengan penempatan barang yang cocok supaya mempermudah dalam
mengambil stok. Saat menyediakan pesanan karyawan harus
21

mengetahui dimana letak setiap item, untuk memudahkan dalam


mengingat setiap item. Untuk barang yang slow moving perlu
dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang. Sistem ini tidak
menghemat tempat seperti sistem fluid location. Adapun keistimewaan
sistem ini adalah ketika mengambil stok selalu diperhatikan tempat
yang sama. Tidak seperti sistem fixed location dimana resiko tertukar
barang yang relatif lebih kecil (Quick Dkk, 1997).
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
obat emergensi untuk kondisi kegawat daruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan
dan pencurian. Pengelolaan obat emergensi harus menjamin :
a) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang
telah ditetapkan.
b) Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan
lain.
c) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa, dan
e) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain (Depkes RI, 2014).

5. Pengaturan Penyimpanan
Dikutip dari Febriawati pengaturan penyimpanan obat dan persediaan
menurut WHO sebagai berikut :
5.1 Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara bersamaan di
atas rak. Kesamaan berarti dalam cara pemberian obat
(luar,oral,suntikan) dan bentuk ramuannya (obat kering atau cair).
5.2 Simpan obat sesuai tanggal kadaluarsa dengan menggunakan prosedur
First Expiry First Out (FEFO). Obat dengan tanggal kadaluarsa yang
lebih pendek ditempatkan di depan obat yang kadaluarsanya lebih
lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat
yang baru diterima dibelakang obat yang sudah ada.
22

5.3 Simpan obat tanpa tanggal kadaluarsa denggan menggunakan prosedur


First In First Out (FIFO). Barang yang baru diterima ditempatkan di
belakang barang yang sudah ada.
5.4 Buang obat yang kadaluarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan
pemusnahan obat termasuk tanggal, jam, saksi, dan cara pemusnahan
(Febriawati,2013).

6. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam fungsi penyimpanan
adalah :
6.1 Masalah keamanan dan bahaya kebakaran merupakan resiko terbesar
dari penyimpanan, apalagi barang-barang farmasi sebagian adalah
mudah terbakar.
6.2 Pergunakan tenaga manusia seefektif mungkin, jangan berlebih jumlah
karyawannya sehingga banyak waktu menganggur yang merupakan
biaya, demikian juga sebaliknya, kekurangan tenaga akan
menimbulkan antrian di pusat pelayanan yang akan merugikan kedua
belah pihak.
6.3 Pergunakan ruangan yang tersedia seefisien mungkin, baik dari segi
besarnya ruangan dan pembagian ruangan.
6.4 Memelihara gudang dan peralatannya sebaik mungkin.
6.5 Menciptakan suatu sistem penataan yang lebih efektif untuk lebih
memperlancar arus barang.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang harus disimpan terpisah yaitu :
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penanda
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis.
Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis
23

yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis diruangan harus


menggunakan tutup demi keselamatan (Depkes RI, 2016).

G. Distribusi Obat
1. Definisi distribusi obat
Distribusi obat adalah kegiatan yang dilakukan di rumah sakit
sebagai suatu tatanan prosedur jaringan personal, sarana, dan jaminan
mutu dengan mendistribusikan sediaan farmasi untuk melakukan
pelayanan terhadap pasien dalam proses terapi pasien rawat inap, dan
rawat jalan serta sebagai penunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
obat yang telah di dispending Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke tempat
perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan
penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian harus
tepat terhadap personel, menjamin mutu keutuhan obat (Satibi,2014).
Menurut Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit distribusi merupakan suatu
rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan atau menyerahkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap
menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi obat rumah sakit adalah tatanan jaringan sarana,
personel, prosedur, dan jaminan mutu yang serasi, terpadu, dan
berorientasi penderita dalam kegiatan penyampaian sediaan obat beserta
informasinya kepada penderita. Sistem distribusi obat mencakup
penghantaran sediaan obat yang telah di dispensing instalasi farmasi ke
daerah tempat perawatan penderita dengan keamanan dan ketepatan obat,
ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, waktu, metode pemberian,
ketepatan personal pemberi obat kepada penderita serta keutuhan mutu
obat (Febriawati, 2013).
24

2. Sistem Distribusi Obat


Sistem distribusi obat di unit pelayanan dapat dilakukan dengan
cara:
2.1 Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
a. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan
dikelola oleh Instalasi Farmasi.
b. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang
dangat dibutuhkan.
c. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang
mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
d. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor
stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
e. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan
di floor stock.
2.2 Sistem Resep Perorangan.
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakau berdasarkan Resep Perorangan atau pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
2.3 Sistem Unit Dosis.
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep Perorangan yang disiapkan
dalam unit dosis tunggal atau ganda untuk penggunaan satu kali dosis
atau pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.
2.4 Sistem Kombinasi.
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan
kombinasi a+b atau b+c atau a+c.
25

Menurut Febriawati terdapat dua bentuk pendistribusian logistik


Farmasi Rumah Sakit yaitu :
a. Sentralisasi
Seluruh kebutuhan obat atau barang farmasi setiap unit
perawatan termasuk dalam penyimpanan dan pendistribusian
dipusatkan pada satu tempat. Seluruh obat atau barang farmasi setiap
unit perawatan atau pelayanan baik untuk kebutuhan individu maupun
kebutuhan dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan
farmasi tersebut.
b. Desentralisasi
Pelayanan kefarmasian mempunyai cabang di dekat unit
perawatan atau pelayanan sehingga penyimpanan dan pendistribusian
kebutuhan obat atau barang farmasi unit perawatan atau pelayanan
tersebut baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan dasar
ruangan tidak lagi dilayani dari pusat pelayanan farmasi
(Febriawati,2013).
Menurut Depkes RI tahun 2004 yang dikutip dari Satibi 2014
bahwa indikator yang baik diantaranya sesuai dengan tujuan, informasi
mudah didapat, singkat, jelas, lengkap dan tidak menimbulkan
berbagai interpretasi, dan rasional (Satibi,2014).

3. Sistem Distribusi Obat Untuk Rawat Inap dan Rawat Jalan


Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UUD) sangat dianjurkan
untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan
pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan
dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan :
3.1 Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, dan
3.2 Metode sentralisasi atau desentralisasi (Depkes RI, 2014).
26

Kelebihan sistem Unit Dose Dispensing (UUD) dibandingkan dengan


sistem yang lain diantaranya adalah :
a. Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam
sehari dan hanya membayar untuk obat-obatan yang digunakan
saja.
b. Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh
farmasis sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu
merawat pasien.
c. Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan
memeriksa copy pesanan resep, bagi perawat mengurangi
kemungkinan kesalahan obat.
d. Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang
berlebihan dibagian perawat dan farmasi.
e. Mengehmat ruang-ruang di pos perawatan.
f. Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat.
g. Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu
menarik kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran
karena kemasan dosis unit masing-masing diberi label.
h. Farmasis dapat mengunjungi pos perawatan untuk menjalankan
tugasnya yang diperluas (Siregar,2004).
Distribusi rawat inap farmasi menjalankan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi atau
desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap diruangan, sistem
resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit
farmasi. Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap
diantaranya:
3.3 Sistem Persediaan Lengkap (Floor stock system)
Meliputi semua persediaan obat dan alat kesehatan yang
dibutuhkan diruangan. Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan
27

salah satunya adalah persediaan emergency kit (kotak obat darurat)


yang digunakan untuk keperluana gawat darurat.
3.4 Resep Perorangan (Individual prescribing)
Merupakan cara distribusi obat dan alat kesehatan berdasarkan
permintaan dalam resep atau kartu obat pasien rawat inap.
3.5 Sistem Unit Dose Dispensing (UUD)
Didefinisikan sebagai obat yang disiapkan dan diberikan
kepada pasien dalam unit dosis tunggal yang berisi obat untuk sekali
minum. Unit Dose Dispensing merupakan tanggung jawab farmasi
yang tidak berjalan disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama
dengan perawat dan staf kesehatan yang lain (Siregar dan
Amalia,2004).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan
adalah sistem resep perorangan yaitu dengan cara distribusi obat pada
pasien secara individual berdasarkan resep dari dokter. Pasien harus
diberikan informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan
bertanggung jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari
tenaga kesehatan, namun apoteker juga harus bertindak sebagai
konsultan bagi pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar dan
Amalia,2003).

H. Landasan Teori
Rumah sakit merupakan tempat atau sarana penyelenggaraan dalam
upaya kesehatan, salah satunya adalah adanya pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu sistem pelayanan kesehatan
yang berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat, dan termasuk juga pelayanan farmasi klinik.
Dengan adanya pelayanan kefarmasian diharapkan keselamatan pasien akan
lebih meningkat, namun tidak begitu saja harapan tersebut tercapai. Meskipun
telah ada berbagai aturan, kejadian kesalahan pengobatan atau medication
28

error masih saja terjadi. Salah satu penyebab kesalahan pengobatan itu adalah
dari segi pemberian obat (Kemenkes RI,2016).
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit harus tetap mampu meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Menurut Permenkes RI Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pelayanan Kefarmasian merupakan
suatu pelayanan langsung kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Obat merupakan suatu bahan atau campuran yang digunakan dalam
mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit serta penentuan diagnosis, luka atau kelainan baik di dalam dan di
luar tubuh manusia maupun hewan. Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia (Permenkes RI, 2013).
Tujuan pengelolaan obat adalah untuk ketersediaan obat pada saat
dibutuhkan baik dalam bentuk jenis, jumlah dan kualitas yang efisien.
Pengelolaan obat digunakan sebagai penggerak atau proses sumber daya yang
dimiliki agar dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan ketersediaan obat pada
saat dibutuhkan supaya oprasional terlaksana secara efektif dalam pelayanan
kefarmasian (Depkes RI,2005).
Penyimpanan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen logistik
farmasi yang dapat meningkatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan dari
29

manajemen logistik serta penentu kelancaran pendistribusian. Penyimpanan


obat sendiri adalah kegiatan penjagaan atau pengamanan terhadap obat-obatan
yang telah diterima, hal ini dilakukan agar obat-obatan terhindar dari
kerusakan fisika dan kimia serta untuk menjamin mutu obat (Depkes RI,
2004).
Tahap penyimpanan merupakan bagian dari pengelolaan obat menjadi
sangat penting dalam memelihara mutu obat-obatan, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan,
memudahkaan pencarian dan pengawasan, mengoptimalkan persediaan,
memberikan informasi kebutuhan yang akan datang, serta mengurangi resiko
kerusakan dan kehilangan obat (Aditama,2003).
Penyimpanan berfungsi untuk menjamin mutu suatu obat dan
pemenuhan yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Tujuan lain
dari penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat, menghindari
penyalahgunaan dan penggunaan yang salah, menjaga kelangsungan
persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan (Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,2010).
Distribusi obat merupakan kegiatan yang dilakukan di Rumah Sakit
sebagai salah satu tatanan prosedur jaringan personal, sarana, dan jaminan
mutu yaitu dengan mendistribusikan sediaan farmasi untuk melakukan
pelayanan terhadap pasien dalam proses terapi pasien rawat inap, dan rawat
jalan serta sebagai penunjang pelayanan medis. Sistem distribusi obat yang
telah di dispending Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke tempat perawatan
penderita dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan
jadwal, tanggal, waktu dan metode pemberian harus tepat terhadap personel,
menjamin mutu kebutuhan obat (Satibi,2014).

I. Keterangan Empirik
Berdasarkan landasan teori, maka dapat disusun hipotesis dari
penelitian sebagai berikut :
30

1. Sistem Penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi


Prijonegoro Sragen tahun 2020 adalah metode penyimpanan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan dan jenis sediaan dengan menerapkan prinsip
First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO).
2. Sistem Distribusi obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro
Sragen tahun 2020 adalah metode Sentralisasi dan Sistem Kombinasi.
3. Kesesuaian Penyimpanan Obat dan Distribusi Obat di Instalasi Farmasi
RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen tahun 2020 sudah sesuai dengan
Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.
31

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Penyimpanan Obat dan
Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
Tahun 2020.

2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penyimpanan
Obat dan Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro
Sragen Tahun 2020.

B. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel Utama
Variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penyimpanan Obat dan Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020.

2. Klasifikasi Variabel Utama


Variabel utama dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai macam
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Berikut adalah
variabel bebas dan variabel tergantung dari penelitian ini :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab terpengaruhnya
variabel tidak bebas. Variabel bebas yang terdapat pada penelitian ini
berupa Penyimpanan Obat dan Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020.
b. Variabel Tergantung.
32

Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi


akibat karena adanya variabel bebas. Variabel tergantung yang terdapat
pada penelitian ini adalah Kesesuaian Penyimpanan Obat dan Distribusi
Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun
2020 dengan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

3. Definisi Operasional Variabel Utama


Definisi oprasional variabel dari penelitian ini adalah :
a. Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksanaan fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit seperti Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro
Sragen.
b. Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan memelihara dan menyimpan
dengan penempatan sesuai dengan standar tang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari gangguan fisik maupun kandungannya yang
dapat merusak mutu suatu obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi
Prijonegoro Sragen Tahun 2020.
c. Distribusi obat adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan atau menyerahkan Obat yang diberikan kepada pasien di
RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020.
d. Evaluasi penyimpanan dan distribusi adalah kesuaian penyimpanan
dan distribusi obat yang disesuaikan dengan Permenkes Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
Permenkes Nomor 72 Tahun 2016, alat tulis, dan alat rekam berupa kamera.
33

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder penyimpanan obat dan distribusi obat di Instalasi Farmasi
RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020.
34

D. Jalannya Penelitian

Pembuatan Proposal Karya Tulis Ilmiah.

Perijinan ke Diklat RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen.

Penyerahan proposal kepada dosen pembimbing

Penyerahan proposal kepada Diklat RSUD dr.Soehadi Prijonegoro


Sragen dan Bapeda Sragen.

Pengambilan data dari penyimpanan obat dan distribusi obat di Instalasi


Farmasi Rumah Sakit RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun
2020.

Analisis data dan pengolahan data.

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


35

E. Analisis Hasil
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian Karya
Tulis Ilmiah ini dilakukan dengan survei deskriptif melalui pengamatan
langsung pada penyimpanan obat dan distribusi obat tahun 2020 disertai
dengan wawancara dengan informan (Kepala Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen) yang terlibat dalam pelaksanaan
penyimpanan obat dan distribusi obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi
Prijonegoro Sragen yang kemudian disesuaikan dengan Permenkes Nomor
72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

F. Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Tahun 2020-2021
No De Jan Feb Mar Ap Mei
v s r
1. Studi Pustaka
2. Penyusunan proposal
3. Perijinan
4. Penelitian Lapangan
5. Penyusunan KTI
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, C.Y. 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : Universitas


Indonesia Press.

Astuti Ibrahim, Widya Astuty Lolo, Gayatri Citraningtyas. 2016. Evaluasi


Penyimpanan dan Pendistribusian Obat di Instalasi Farmasi Prof.DR.R.D.
Kondou Manado. Jurnal Ilmiah. 5 : 1-8.

Azwar, A. 2001. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketujuh. Jakarta : Bina


Rupa Aksara.

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik . Jakarta. BPOM RI.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman


Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan . Jakarta.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman


Supervidi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Dirjen
Yanfar dan Alkes. Dit Bina Obat dan Perbekalan Kesehatan . Jakarta.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman


Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Direktorat
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan


Indonesia Tahun 2014 . Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

36
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek . Jakarta. Kemenkes RI.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. 2010. Materi Pelatihan
Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten atau Kota .
Jakarta. Kementrian Kesehatan RI

dr.Didik Haryanto. 2019. Profil RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun


2019.

Febriawati, Henni. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit.


Yogyakarta: Gosyen.

IAI. 2015. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Karlida, I, dan Musfiroh, I. 2017. Suhu Penyimpanan Bahan Baku dan Produk
Farmasi di Gudang Industri Farmasi. Jurnal Farmaka. Vol 15 No 4.

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Standar


Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta.

Palupiningtyas, Retno. 2014. Analisis Sitem Penyimpanan Obat di Gudang


Farmasi Rumah Sakit Mulya Tanggerang.[Skripsi]. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Permenkes RI Nomor 340/Menkes/Per/III/2010. 2010. Tentang Klasifikasi


Rumah Sakit.

Permenkes RI Nomor 58 Tahun 2014. 2014. Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit.

37
Permenkes RI. 2013. Tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta.
Peraturan Mentri Kesehatan RI.

Permenkes Nomor 4 Tahun 2019. Tentang Standar Teknisi Pemenuhan Mutu


Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

Permenkes Nomor 3. 2020. Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.

Quick, J.D.,Hume, M.L., Rankin, J.R., O’Connor, R.W. 1979. Managing


manajemen an integrated approach : New Delhi-110001.

Sabilillah, L. Muh Iqbal. 2017. Evaluasi Penyimpanan Sediaan Farmasi di


Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah X Tahun 2016.[KTI].
Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Sasongko, Catur Dkk. 2016. Akutansi Suatu Pengantar Berbasis PSAK. Jakarta
Selatan : Salemba Empat.

Siregar, C, J. P dan Amalia, L. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.
Jakarta : EGC.

Siregar, C, J. P. 2004. Farmasi Rumah Sakit. Jakarta : EGC.

Siregar, C, J. P., dan Amalia L. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Sheina, Baby. M. R. Umam, Solikah. 2010. Penyimpanan Obat di Gudang


Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Jurnal Kes
Mas UAP. Vol 4 No 1. Yogyakarta.

38
Syamsuni. 2005. Farmasi Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : ECG.

Tiara, Giyatri Citraningtyas, Paulina Yamlean. 2019. Evaluasi Penyimpanan dan


Pendistribusian Obat di Instalasi Farmasi RSUD Noongan Kabupaten
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Farmasi 7:79-8.

39
LAMPIRAN

Tabel.1. Kondisi Ruangan dan Fasilitas Gudang Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi RSUD
dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020 berdasarkan Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi Rumah Sakit dan Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun
2016.
Hasil
N Keteranga
Variabel Evaluasi Y Tida
o n
a k
1. Gudang penyimpanan obat terpisah dengan
ruang pelayanan atau Apotik RS
2. Gudang cukup besar untuk menyimpan semua
persediaan obat dana man untuk pergerakan
petugas.
3. Terdapat ruang penyimpanan obat yang
terpisah dengan alat kesehatan.
4. Atap gudang dalam keadan baik, tidak bocor
dan aman.
5. Lantai dibuat dari segel atau semen.
6. Dinding dibuat licin.
7. Gudang memiliki ventilasi yang memadai.
8. Gudang memiliki jendela yang berteralis.
9. Gudang memiliki penerangan yang cukup.
10. Gudang memiliki pengatur suhu ruangan.
11. Gudang memiliki Pengatur kelembaban.
12. Gudang memiliki thermometer ruangan.
13. Terdapat lemari atau rak untuk penyimpanan
obat.
14. Terdapat lemari atau ruangan untuk obat yang
mudah terbakar.
15. Terdapat lemari atau ruangan untuk obat
berbahaya.
16. Terdapat lemari pendingin untuk menyimpan
jenis obat yang memerlukan suhu dingin.
17. Terdapat lemari khusus yang terkunci untuk
penyimpanan Obat Narkotika dan Obat
Psikotropika.

40
18. Terdapat lemari atau rak khusus untuk
menyimpan obat rusak dan obat kadaluarsa.
19. Terdapat kartu stok obat untuk memberi
keterangan di rak atau lemari penyimpanan.
20. Terdapat keterangan untuk obat berbahaya.
21. Terdapat keterangan untuk obat mudah
terbakar.
22. Terdapat pendingin ruangan atau AC.
23. Terdapat alat bantu pemindah obat atau
barang.
24. Terdapat papan alas untuk barang.

41
Tabel 2. Kesesuaian antara persyaratan di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen
Tahun 2020 dengan Standar Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016.
Kesesuaian
Standar Persyaratan Penyimpanan dengan
No Ket
(Permenkes No 72 Tahun 2016) Standar
Ya Tidak
1. Stabilitas :
a. Freezer (Beku) : Suhu antara -25°C
sampai -15°C.
b. Cold (Dingin) : Suhu antara 2°C-
8°C.
c. Cool (Sejuk) : Suhu antara 8°C-
15°C.
d. Room temperature : Suhu tidak
lebih dari 30°C.
Keamanan :
a. Pintu dengan kunci / pintu
berteralis.
b. Terdapat CCTV.
c. Terdapat ruangan penyimpanan
khusus.
d. Terdapat Alarm.
e. Terdapat Hydrant.
2. Sanitasi :
a. Terdapat Toilet.
b. Terdapat Tempat Cuci Tangan.
c. Terdapat Tempat membuang
sampah.
d. Terdapat Tempat Pembuangan
Limbah.
3. Cahaya :
Sediaan Farmasi tidak terpapar
langsung cahaya matahari dengan
adanya tirai atau kaca.
Kelembaban antara 45% - 55%
4. Ventilasi

42
Tabel 3. Distribusi Obat di Instalasi Farmasi RSUD dr.Soehadi Prijonegoro Sragen Tahun 2020
berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian.
Hasil
No Standar Pelayanan Rumah Sakit Keterangan
Ya Tidak
1. Menggunakan Metode Sentralisasi.
2. Menggunakan Metode Desentralisasi.
3. Menggunakan Sistem Floor Stock.
4. Menggunakan Sistem Resep Perorangan.
5. Menggunakan Sistem Unit Dosis.

43
6. Menggunakan Sistem Kombinasi.

44

Anda mungkin juga menyukai