BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling bergantungan (Depkes 1988 dalam Ali 2010). Sedangkan
menurut Menurut UU. No. 10 Tahun 1992 mendefinisikan keluarga merupakan
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan
anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang memiliki peran
masing masing. keluarga sangat berperan terhadap tumbuh kembang anak
terutama ayah dan ibu sebagai role model bagi anak-anaknya.
Peran keluarga sangat dibutuhkan terutama pada masa perkembangan
remaja. Menurut Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Jumlah penduduk remaja di kota menurut badan pusat statistik kota pekanbaru
sebanyak 99.341, di riau jumlah penduduk remaja menurut badan pusat statistik
provinsi riau tahun 2017 sebanyak 563.242 jiwa. Berdasarkan proyeksi
penduduk pada tahun 2015 menunjukan bahwa jumlah remaja (usia 10-24
tahun) indonesia mencapai lebih dari 66,0 juta atau 25 % dari jumlah Penduduk
Indonesia 255 juta (Bapenas, BPS, UNFPA 2013). Artinya, 1 dari setiap 4
orang Penduduk Indonesia adalah remaja. Secara global, jumlah remaja (10-24
tahun) sebesar 25 persen atau 1,8 miliar dari penduduk dunia (CSIS, 2014) hasil
sensus penduduk 2010 menunjukan bahwa secara nasional jumlah remaja
mencapai 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk indonesia. (Arsip
Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Barat tahun 2015) Jumlah tersebut
merupakan yang tertinggi dalam sejarah demografi indonesia dan akan terus
meningkat sampai dengan tertutupnya Bonus Demografi (BPS,2010 dan
Utomo, 2013). Sedangkan menurut Berdasarkan Badan Statistik Amerika
Serikat jumlah penduduk remaja pada Januari 2018 sebanyak 603 juta jiwa.
Dengan meningkatnya populasi remaja setiap tahunnya, maka dibutuhkan peran
keluarga dalam membantu remaja untuk menyelasaikan tugas
perkembangannya agar tugas perkembangan remaja tersebut tercapai. namun
seringkali tugas perkembangan ini tidak tercapai akibat peran keluarga terutama
orang tua yang tidak memberikan dukungan yang maksimal bagi remaja dalam
menyelesaikan tugas perkembangannya sebagai remaja.
Salah satu nya penyebabnya adalah pada remaja dengan orang tua yang
sibuk bekerja sehingga remaja merasa tidak mendapatkan perhatian serta
merasa diabaikan oleh kedua orang tuanya, dan juga kurangnya waktu bagi
remaja untuk berkumpul bersama kedua orang tuanya akibat aktivitas orang
tuanya yang sibuk. Orang tua remaja harus memilih antara pekerjaan atau
keluarga. Jika meningkatnya tugas pekerjaan maka waktu orang kebersamaan
dengan keluarga menjadi berkurang terutama waktu dengan remaja. Keluarga
remaja harus mengetahui tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
dan menjalankan perannya sebagai keluarga untuk membantu remaja dalam
menyelesaikan tugas perkembangannya, menurut Friedman (2003), tugas
perkembangaan keluarga dengan anak remaja adalah menyeimbangkan antara
kebebasan dan tanggung jawab, dimana remaja diberi kebebasan namun
memiliki batasan- batasan berupa aturan- aturan yang harus di patuhi, namun
sering kali yang terjadi pada remaja yang memiliki orang tua yang sibuk
bekerja, remaja tersebut merasa dirinya bebas melakukan apapun yang
diinginkannya dan merasa bahwa orang tuanya hanya sibuk bekerja dan tidak
mengetahui apa saja yang dilakukannya. kemudian tugas perkembangan
keluarga yang kedua adalah berkomunikasi secara terbuka antara orang tua
dengan anak, sehingga anak merasa orangtuanya sebagai tempat curhat yang
baik dan bisa menjadi tempat nyaman bagi remaja, namun hal ini sangat sulit
dilakukan oleh orang tua remaja yang sibuk bekerja, mereka tidak memiliki
waktu yang banyak untuk itu, dikarenakan memiliki kesibukan masing-masing,
sehingga remaja merasa temannya sebagai tempat curhat terbaik dan lebih
mempercayai temannya.
Tugas perkembangan ini yang sering tidak tercapai oleh orang tua dan
remaja sehingga akibatnya terjadi konflik antara mereka. selanjutnya tugas
perkembangan yang ketiga adalah mempertahankan standar etika dan moral
kekuarga, orang tua harus memiliki ketegasan dan menegakkan serta
menjelaskan kepada remaja mengenai etika dan moral yang baik, orang tua
dapat berperan sebagai role model bagi remaja dalam menerapkan etika dan
moral dikeluarga, namun, pada orang tua remaja yang sibuk bekerja, hal ini
sangat sulit di terapkan karena kesibukan dengan segala aktivitas yang ada
sehingga orang tua kesulitan dalam mengontrol remaja selama melakukan
aktivitas sehari -hari. Jika seluruh tugas perkembangan ini tidak terpenuhi dapat
menimbulkan konflik antara remaja dan orang tua, karena remaja tidak
mendapatkan perhatian, tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersama
keluarganya, sehingga remaja merasa diabaikan akibatnya remaja dengan orang
tua yang sibuk bekerja lebih memilih untuk bergaul dengan teman-teman dan
lingkungannya yang menerima dirinya dan memenuhi keinginannya, hal ini
dapat menjadi masalah bagi remaja jika remaja tersebut berada dilingkungan
yang tidak mendukung dirinya menjadi lebih baik, dengan sifat remaja yang
memiliki keingintahuan yang tinggi, keinginan untuk coba-coba, mudah
terpengaruh, hingga rasa kesetiakawanan yang tinggi sehingga remaja
melakukan perilaku menyimpang atau sering disebut sebagai kenakalan remaja.
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh banyak orang
terkait dengan perilaku menyimpang seperti seperti narkoba, kriminal, dan
kejahatan seks diperlukan pendekatan psikologis-pedagogis dan pendekatan
sosiologis terhadap perkembangan remaja (Willis, 2010). Banyak faktor yang
menjadi penyebab perilaku menyimpang pada remaja, salah satunya adalah
yang dikemukakan oleh Arrahman. Menurut (Arrahman, dalam Jonaidi dkk,
2013:12). Menjelaskan bahwa keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya
perilaku menyimpang berupa keluarga yang tidak normal (broken home),
keadaan jumlah keluarga yang kurang menguntungkan. Broken home pada
prinsipnya struktur keluarga tersebut sudah tidak lengkap lagi yang menurut
Arrahman disebabkan hal-hal seperti, salah satu kedua orang tua atau kedua-
duanya meninggal dunia, perceraian orang tua, anak yang sering ditinggalkan
kedua orang tuanya karena mencari nafkah, dan salah satu kedua orang tua atau
keduanya “tidak hadir” secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup
lama. Dari fenomena diatas, maka dari itu kami tertarik untuk mengetahui
pengalaman remaja dengan orang tua yang sibuk bekerja.
B. RUMUSAN MASALAH
Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa
perkembangan ini, remaja mencari jati dirinya, ingin memiliki kebebasan,
mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan, tantangan
serta cenderung berani mengambil risiko atas perbuatannya tanpa didahului
oleh pertimbangan yang matang. Dalam hal ini, perlu peran orang tua dalam
membimbing dalam menyeimbangkan tanggung jawab dengan kebebasan
remaja. Akan tetapi, yang selalu menjadi masalah ialah remaja dengan orang
tua pekerja atau sibuk mencari nafkah sehingga adanya kurang komunikasi
dalam membina keluarga, mengambil keputusan dan mengatasi masalah.
Sehingga, remaja cenderung merasa di abaikan dan tidak terkontrol dalam
bertindak. Dampak dari hal tersebut, remaja akan terjerumus dalam pergaulan
bebas, merokok, penggunaan obat-obatan dan tindakan kriminal. Berdasarkan
uraian diatas, didapatkan rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
pengalaman remaua dengan orang tua pekerja?
C. TUJUAN PENELITIAN
tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pengalaman remaja yang memiliki orang tua yang bekerja, melalui teknik
wawancara dan observasi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan masukan dan dapat
memperdalam pengetahuan juga teori yang berhubungan dengan studi ilmu
keperawatan. Penelitian ini juga lebih membuka wawasan dan pengetahuan
baru bagi penulis terhadap gejala atau realitas sosial yang ada di masyarakat
dan menarik untuk diteliti.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memiliki kegunaan praktis sebagai berikut :
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti mengenai fenomena remaja yang orang tua nya
terlalu sibuk untuk bekerja sehingga remaja merasa terabaikan.
b. Bagi Universitas Riau
Penelitian ini berguna bagi mahasiswa UNRI khususnya bagi
program studi ilmu keperawatan sebagai literature bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk
bisa lebih memahami permasalahan mengenai remaja yang orang tua
nya sibuk bekerja. Selain itu diharapkan masyarakat khususnya keluarga
memahami pentingnya komunikasi dan perhatian orang tua terhadap
tumbuh kembang anak, terutama usia remaja yang sedang dalam proses
mencari jati diri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja
1. Definisi Remaja
Menurut WHO (2004), bahwa definisi remaja dikemukakan
melalui tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial-ekonomi.
Sehingga dapat dijabarkan bahwa remaja adalah suatu masa dimana
individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial.
Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang
mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi keadaan yang relatif
lebih mandiri (Sarwono, 2013). Remaja dapat didefinisikan melalui
beberapa sudut pandang yaitu remaja merupakan individu yang berusia
11-12 tahun sampai 20-21 tahun.
Remaja merupakan individu yang menglami perubahan pada
penampilan fisik, maupun perubahan psikologis. Remaja merupakan
masa yang penting dalam perjalanan kehidupan manusia. Masa remaja
ini merupakan jembatan antara masa kanak-kanak yang bebas menuju
masa dewasa yang menuntut tanggung jawab (Kusmiran, 2011).
Pendapat tentang usia remaja bervariasi antara beberapa ahli,
organisasi, maupun lembaga kesehatan. Menurut WHO (Who Health
Organization) remaja merupakan periode usia 10 sampai 19 tahun.
Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) usia remaja berada
dikisaran usia 15 sampai 24 tahun.
2. Ciri-ciri Remaja
Menurut Sidik Jatmika (2010), kesulitan itu berangkat dari
fenomena remaja sendiri dengan beberapa perilaku khusus; yakni:
1. Remaja mulai menyampaikan kebebasannya dan haknya untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini
dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bias
menjauhkan remaja dari keluarganya.
2. Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada
ketika mereka masih kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh
orangtua semakin lemah. Anak remaja berperilaku dan
mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan
dengan perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang
umum adalah dalam hal mode pakaian, potongan rambut,
kesenangan musik yang kesemuanya harus mutakhir.
3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik
pertumbuhannya maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang
mulai muncul bisa menakutkan, membingungkan dan menjadi
sumber perasaan salah dan frustrasi.
4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan
ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat,
mengakibatkan sulit menerima nasihat dan pengarahan oangtua.
5. Perkembangan Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke
dewasa, banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja
tersebut. Perubahan yang terjadi yaitu perubahan secara fisik yang
merupakan gejala primer dari pertumbuhan remaja. Sedangkan
perubahan psikologis muncul akibat dari perubahan-perubahan fisik
remaja tersebut (Sarwono, 2013). Perubahan biologis adalah
percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan kematangan
seksual yang datang dengan pubertas (Santrock, 2011). Perubahan
fisik yang sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan jiwa
remaja adalah pertumbuhan tinggi badan yang semakin tinggi,
berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita
dan mimpi basah pada laki-laki), dan tanda-tanda seksual sekunder
yang tumbuh.
Perubahan fisik tersebut dapat meyebabkan kecanggungan
bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang terjadi pada dirinya, sehingga dapat berpengaruh
pada perubahan psikologi remaja tersebut (Sarwono, 2013).
6. Tugas Perkembangan Remaja
William Kay, sebagaimana dikutip Yudrik Jahja (2017),
mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai
berikut:
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-
figur yang mempunyai otoritas.
3. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan
bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual maupun
kelompok.
4. Menemukan manusia model yang dijadikan identitas
pribadinya.
5. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri
7. Masalah pada Remaja
Menurut Hurlock (2001) ada beberapa masalah yang dialami
remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1) Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan
situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan,
emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2) Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang
tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian,
kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru,
adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban
dibebankan oleh orangtua.
3) Elkind dan Postman (2006) (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan
tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya
kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang
dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan
masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa
sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya.
Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di
sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri,
keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
4) Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang
demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu,
kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
5) Bellak (2003) (dalam Fuhrmann, 1990) remaja dibanjiri oleh
informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan
dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang
disebut information overload akibatnya timbul perasaan terasing,
keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah
yang berhubungan dengan benturan budaya. Tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya
kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami
remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres,
kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat
mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan remaja.
B. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga
didefinsikan dengan istilah kekerabatan dimana invidu bersatu dalam
suatu ikatan perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam arti luas
anggota keluarga merupakan mereka yang memiliki hubungan
personal dan timbal balik dalam menjalankan kewajiban dan memberi
dukungan yang disebabkan oleh kelahiran,adopsi,maupun perkawinan
(Stuart, 2014) Menurut Duval keluarga merupakan sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan upaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik mental,emosional dan social dari
tiap anggota keluarga (Harnilawati, 2013). Keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010) Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan melalui ikatan perkawinan,
darah, adopsi serta tinggal dalam satu rumah.
2. Fungsi Keluarga
Model fungsi keluarga McMaster, the procces of
familyfunctioning, dikembangkan dari teori sistem yang menjelaskan
bahwa fungsi keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam
menyelesaikan tugas dasar seperti makan dan rumah, tugas krisis
seperti cara keluarga dalam menangani masalah, dan tugas
perkembangan yang terjadi selama tahap perkembangan hidup
keluarga. Model proses keberfungsian keluarga mengidentifikasi tujuh
objek yang dapat menunjukkan berhasilnya keluarga dalam
menyelesaikan tugas dasar, krisis, dan perkembangan. Tujuh objek
tersebut adalah penyelesaian tugas, peran yang jelas, komunikasi,
interkasi langsung dalam keluarga, keterlibatan, pengawasan, serta
nilai dan norma (Setiadi, 2008).
Menurut Friedman (2010), fungsi keluarga terbagi atas :
a. Fungsi Afektif
Fungsi ini merupakan presepsi keluarga terkait dengan
pemenuhan kebutuhan psikososial sehingga mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses perkembangan individu sebagai
hasil dari adanya interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial..
Fungsi ini melatih agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan secara
ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan.
e. Fungsi Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat
tinggal, perawatan kesehatan. (Harnilawati,2013)
3. Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja
Duvall (2001) menjabarkan tahapan kritis tugas perkembangan keluarga
anak usia remaja yakni:
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab
mengingat remaja adalah seorang dewasa muda yang mulai memiliki
otonomi
2. Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga;
3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dengan orang tua
4. Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan bagi anggota
keluarga
5. untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang keluarga.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu fenomena, proses
atau kejadian serta sesuatu yang kompleks dengan cara melihat secara
keseluruhan berdasarkan metode yang jelas tentang pandangan partisipan
dengan detail. Penelitian ini akanmenggunakan rancangan atau design
penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yaitu
untuk menggali dan memahami makna yang terjadi pada remaja di FKp
Universitas Riau dan berupaya mengungkapkan serta memahami realitas
penelitian berdasarkan perspektif subjek penelitian (Creswell, 2013).
D. Pertimbangan Etik
Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk mengatur kegiatan
suatu penelitian.Pengaturan ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan
sesuai kaidah penelitian antara peneliti dan subjek penelitian.Subjek pada
penelitian kualitatif adalah manusia dan peneliti wajib mengikuti seluruh
prinsip etik penelitian selama melakukan penelitian (Afiyanti&
Rachmawati, 2014).
1. Prinsip menghargai harkat dan martabat partisipan
Penerapan prinsip ini dapat dilakukan peneliti untuk memenuhi
hak-hak partisipan dengan cara menjaga kerahasiaan identitas
partisipan (anonymity), kerahasiaan data (confidentiality), menghargai
privacy dan dignity, dan menghormati otonomi (respect for autonomy).
Dalam menjaga kerahasiaan data (confidentiality), peneliti wajib
menyimpan seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar
persetujuan mengikuti penelitian, biodata, hasil rekaman dan transkrip
wawancara dalam tempat yang hanya bisa diakses oleh peneliti. Hasil
rekaman diberi kode partisipan tanpa nama (anonymity), untuk
selanjutnya disimpan di dalam file khusus dengan kode partisipan yang
sama.
Selanjutnya, menghormati otonomi partisipan adalah
pernyataan bahwa setiap partisipan penelitian memiliki hak
menentukan dengan bebas, secara sukarela atau tanpa paksaan untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan. Partisipan berhak
untuk tidak menjawab pertanyaan wawancara dan jika partisipan tidak
nyaman untuk berpartisipasi lebih lanjut, partisipan dapat
mengundurkan diri dari proses penelitian kapanpun ia inginkan. Hal ini
dilakukan untuk menghormati prinsip privacy dan dignity.
2. Prinsip memperhatikan kesejahteraan partisipan
Penerapan prinsip ini dilakukan peneliti dengan memenuhi hak-
hak partisipan dengan cara memerhatikan kemanfaatan (beneficience)
dan meminimalkan resiko (nonmaleficience) dari kegiatan penelitian
yang dilakukan dengan memerhatikan kebebasan dari bahaya (free
from harm), eksploitasi (free from exploitation) dan ketidaknyamanan
(free from discomfort).
3. Prinsip keadilan (justice) untuk semua partisipan
Hak ini memberikan semua partisipan hak yang sama untuk
dipilih atau berkontribusi dalam penelitian tanpa diskriminasi. Prinsip
ini menyatakan bahwa setiap partisipan penelitian memiliki hak untuk
diperlakukan secara adil dan tidak dibeda-bedakan di antara mereka
selama kegiatan riset dilakukan. Peneliti memberi perlakuan dan
penghargaan yang sama dalam hal apapun selama penelitian tanpa
memandang suku, agama, etnis, dan kelas sosial.
4. Persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
Persetujuan setelah penjelasan (PSP) adalah proses
memperoleh persetujuan dari subjek atau partisipan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Terdapat dua
tahapan pada proses PSP, yaitu: memberi penjelasan berkenaan dengan
proses penelitian dan memperoleh pernyataan persetujuan dari
partisipan untuk mengikuti proses penelitian. Apabila partisipan setuju
mengikuti kegiatan penelitian yang dilakukan, peneliti meyediakan
lembar persetujuan (Informed Consent Form) yang menyatakan
kesediaan partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian yang
dilakukan.
E. Cara dan Prosedur Pengumpulan Data
1. Cara Pengumpulan Data
Metode utama yang akan digunakan dalam pengambilan data
pada penelitian ini adalah dengan wawancara semi terstruktur dan
menggunakan daftar pertanyaan wawancara. Pertanyaan yang akan
digunakan adalah jenis pertanyaan terbuka dimana partisipan bisa lebih
bebas menyampaikan pengalaman mereka tanpa dibatasi oleh bias
peneliti atau temuan penelitian sebelumnya (Supratiknya, 2015).
Proses pengumpulan data atau informasi dalam penelitian
dengan pendekatan fenomenologi ini adalah dilakukan secara primer
melalui wawancara mendalam (in depth interview). Jenis wawancara
yang akan dipilih adalah wawancara semi terstruktur karena dalam
pelaksanaannya lebih memungkinkan untuk mendapatkan data yang
bervariasi dan lebih mendalam dibandingkan dengan wawancara
terstruktur. Selain itu, dengan wawancara semi terstruktur ini dapat
mengantisipasi informasi yang diberikan oleh partisipan melebar dari
fokus penelitian.Wawancara semi terstruktur memberikan kebebasan
dan keleluasaan yang lebih besar dalam jawaban dibandingkan jenis
wawancara yang lain (Sugiyono, 2016).
Metode pengumpulan data lain yang akan dilakukan adalah
dengan observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian. Teknik
observasi yang digunakan adalah observasi langsung yang dilakukan
terhadap subjek di tempat terjadi atau berlangsungnya
peristiwa.Observasi memungkinkan peneliti melihat dan mengamati
sendiri kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang
terjadi pada keadaan sebenarnya. Observasi disini juga akan dilakukan
untuk melihat respon non verbal yang ditampilkan oleh partisipan.
Metode selanjutnya yaitu dokumentasi, yaitu metode
pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis
dokumen yang dibuat oleh subjek atau orang lain tentang subjek.
Dokumentasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hasil
rekaman dan foto yang digunakan peneliti ketika melakukan
wawancara dan observasi (Herdiansyah, 2010).
G. Kredibilitas Data
Penentuan trustworthiness dalam penelitian kualitatif sangatlah
penting (Golafshani, 2003). Seale (1999 dalam Golafshani, 2003)
berpendapat bahwa, "trustworthiness laporan/hasil sebuah penelitian
terletak pada isu yang lazim dibahas sebagai validitas dan reliabilitas”
(p.266). Patton (2001, dalam Golafshani, 2003) menyatakan bahwa
validitas dan reliabilitas merupakan dua faktor yang harus diperhatikan
oleh setiap peneliti kualitatif, terkait saat merancang sebuah penelitian,
menganalisis hasil dan menilai kualitas penelitian.Trustworthiness
dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah credibility, netralitas
atau confirmability, konsistensi atau dependability, dan applicability
atau transferabilitas. Keempat istilah tersebut menjadi kriteria penting
dalam menentukan kualitas penelitian kualitatif (Lincoln & Guba, 1985
dalam Golafshani, 2003).