Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

HEMOFILIA

DISUSUN OLEH :

NAMA : HIKMA NURUL REZKI

NIM : R014201023

Preseptor Institusi

(Dr. Suni Hariati, S.Kep., Ns., M.Kep)

Program Profesi Ners


Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin
2020
A. Definisi

Hemofilia pada anak adalah penyakit gangguan koagulasi darah yang

terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan VIII (Faktor Anti-hemofilik) atau

IX (Faktor Christmas). Faktor tersebut merupakan protein plasma yang

tersusun oleh albumin dan globulin, berperan dalam pembekuan darah dan

bekuan fibrin pada daerah trauma. Kedua tipe hemofilia diturunkan hampir

sebagian besar pada laki-laki. Hemofilia dibagi menjadi 2 tipe, yaitu

Hemofilia Tipe A dan Hemofilia Tipe B.

B. Etiologi

Hemofilia disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan VII dan IX

sehubungan dengan itu dibagi menjadi 2 tipe, yaitu Hemofilia Tipe A dan

Hemofilia Tipe B.

1. Hemofilia Tipe A (Anti-Hemofilik)

Hemofilia tipe A adalah jenis hemophilia yang paling umum

terjadi secara kongenital pada anak. Hemofilia tipe A ini terjadi

akibat defek atau kurangnya faktor pembekuan VIII. Angka

kejadian hemofilia tipe A lima kali lebih besar dibanding tipe B.

2. Hemofilia Tipe B (Christmas Disease)

Hemofilia tipe B adalah jenis hemofilia yang terjadi akibat dari

kekurangan faktor pembekuan IX. Meskipun kasus ini jarang


terjadi, namun juga termasuk kegawatan karena dapat memicu

terjadinya perdarahan apabila tidak dilakukan penatalaksanaan

yang tepat.

C. Patofisiologi

Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor

antihemofilik [AHF] ). AHF diproduksi oleh hati dan sangat diperlikan untuk

pembentukan tromboplastin dan fase 1 koagulasi darah. Semakin sedikit AHF

yang ditemukan alam darah, semakin berat berat penyakit. Pasien hemofilia

memiliki dua dari tiga faktor yang diperlukan untuk koagulasi, yaitu:

pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh karena itu, pasien dapat mengalami

perdarahan dalam jangka waktu lebih lama tetapi tidak dengan laju yang lebih

cepat.

Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi

perdarahan ke dalam rongga sendi dan otot merupakan tipe perdarahan

internal yang paling sering ditemukan. Perubahan tulang dan deformitas yang

menimbulkan cacat fisik terjasi sesudah pasien mengalami episode perdarahan

yang berulang selama beberapa tahun. Perdarahan dalam leher, mulut atau

toraks merupakan keadaan yang serius karena jalan napas dapat terobstruksi.

Perdarahan intrakranial dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu

penyebab kematian. Perdarahan di sepanjang saluran Gastrointestinal dapat

menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga retroperitoneum

(dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena


darah dapat berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada

medula spinalis dapat menyebabkan paralisis.

D. Tanda dan Gejala

1) Episode bayi

 Perdarahan berkepanjangan

 Ekimosis subkutadiatas tonjolan-tonjolan tulang pada bayi saat

berumur 3-4 bulan

 Hematoma besar setelah infeksi

 Perdarahan mukosa oral

 Perdarahan ke dalam otot, sendi dan jaringan lunak

 Terjadi memar besar dan meluas meskipun hanya trauma kecil

2) Episode perdarahan

 Nyeri

 Terjadi pembengkakan

 Penurunan Mobilitas

3) Episode jangka panjang

 Perdarahan berkepanjangan dalam otot

 Kompresi saraf dan fibrosis otot

 Nyeri kronis

 Ankilosis sendi
E. Pemeriksaan Diagnostik

Perdarahan yang jelas dan berlangsung lama mudah terlihat;

perdarahan kedalam jaringan lebih sedikit terlihat. Biasanya diagnosis dibuat

berdasarkan riwayat episode perdarahan, bukti adanya pewarisan genetik

terkait-kromosom X (hanya sepertiga kasus yang merupakan mutasi baru),

dan hasil pemeriksaan laboratorium. Tes yang spesifik untuk plasma pasien

hemofilia bergantung pada faktor-faktor spesifik terjadinya reaksi, seperti

waktu parsial tromboplastin (partial thromboplastin time, PTT). Penentuan

defisiensi faktor yang spesifik memerlukan prosedur assay yang biasanya

dilakukan dalam laboratorium khusus.deteksi karier pada penyakit hemofilia

klasik dimungkinkan dengan menggunakan tes DNA dan merupakan

pertimbangan penting dalam keluarga yang anak perempuannya mungkin

telah mewarisi sifat pembawa tersebut.

F. Komplikasi

Komplikasi dari penyakit hemofilia yaitu dapat terjadi :

 Arthropati progresif

 Paralisis

 Perdarahan Intra Kranial

 Kerusakan ginjal

 Splenomegali

 Hepatitis
 HIV akibat terpajan produk darah yang terkontaminasi

 Anemia hemolitik

 Trombosis/tromboembolisme

G. Penatalaksanaan

Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor

pembekuan yang hilang. Prosuk yang kini tersedia meliputi konsentret faktor

VIII dari plasma darah yang dikumpulkan atau preparat rekombinannya yang

dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan air steril sesaat

sebelum digunakan , dan DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin).

Suatu bentuk vasopresin sintetik yang erupakan terapi pilihan pada penyakit

hemofilia ringan dan penyakit von willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika

anak memperlihatkan respons yang tepat terhadap pemberian preparat ini.

Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan

kronis akibat perdarahan sendi.

Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancangan terapi dan hal ini

bergantung pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada

kasus hematuria, hemartrosis akut dan sinovitis kronis. Obat anti-inplamasi

non steroid (NSAID), seperti ibuprofen, merupkan preparat yang efektif untuk

meredakan nyeri akibat sinovitis; namun, NSAID harus diberikan dengan

hati0hati karena akan menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp 1996;

Hilgarther dan Corrigan, 1995). Pemberian preparat asam epsilon-

aminokaproat (Amicar) per oral atau lokalakan mencengah penghancuran


bekuan darah, namun, pemberian preparat ini terbatas hanya paada

pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus diberikan preparat

konsentrat faktor pembekuan.

Program latihan yang teratur dan fisioterapi merupakan asfek

penatalaksanaan penting pada penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas

wajar akan menperkuat otot-otot di sekitar sendi dan dapat mengurangi

sejumlah episode perdarahan spontan. Terapi yang dilakukan dengan segera

akan menghasilkan kesembuhan yang lebih cepat dan penurunan

kecendrungan komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar anak yang

memderita heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik

melakukan penyuntikan IV dan menberikan ADF kepada anak yang berusia 2

hingga 3 tahun. Anak dapat menpelajari prosedur pemberian obat sendiri

ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang dilaksanakan di rumah memilki

angka keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan segera , keuntungan

lainnya adalah kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari sekolah

atau tempat kerja lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak

meningkat.

Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah dipraktikkan

selama bertahun-tahun di negara-negara eropa ( Nillson dkk, 1994; van den

berg dkk, 1994) dan terbukti sangan efektif untuk mencengah

atrofi.profilaksis primer meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV

secara teratur sebelum terjadi awitan kerusakan sendi. Pada tahun 1994, the
Medical and Scientific Advisory Council (MASAC) of the National

Haemophilia Foundation merekomendasikan bahwa rtindakan profilaksis

dianggap sebagai bentuk terapi yang optimal bagi anak-anak yang menderita

hemofilia berat (MASAC, 1994). Profilaksis sekunder meliputi pemberian

konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak mengalami

perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam

seminggu. Terpi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang dilakukan secara

agresif (atau “peningkatan episode perawatan”) merupakan tindakan alternatif

yang efektif dari segi biaya nya jika dibandingkan dengan terapi profilaksis

primer. Tindakan ini meliputi pemberian infus konsentrat faktor VIII dengan

dosis tinggi jika terjadi perdarahan sendi; diikuti dengan –pemberian

konsentrat faktor VIII dengan dosis yang lebih standar selama 2 hari.

Prognosis . walaupun tidak ada terapi penyembuhan untuk kasus

hemofilia, namun gejalanya bisa dikendalikan dengan deformitas yang

berpotensi menimbulkan cacat banyak pasien hemofilia yang mengalami

kerusakan sendi. Anak-anak ini merupakan anak-anak normal yang memiliki

harapan hidup rata-rata dalam setiap aspek seperti anaka lain kecuali satu hal:

mereka cenderung mengalami perdarahan, yang menjadi gangguan /masalah

signifikan terapi tidak selalu mengancam nyawa. Sayangnya pasien hemofilia

yang mendapat terapi sebelumnya adanya teknik konsentrat faktor VIII

(diantara tahun1979 dan 1985) mungkin terkena virus HIV. Diperkirakan

lebih dari 50% pasien ini mengalami serokonversi yang berstatus HIV- positif
, sementar 30% lainnya menderita penyakit AIDS (Hilgarter dan Corrigan,

1995) ketikan pasien ini sudah aktif dalam hubungan seksual, masalah

penuran HIV melalui hubungan seks menjadi hal sangat penting. Para remaja

harus memiliki pengetahuan tentang prilaku seksual yang aman. Pasien

hemofilia ynag didiagnosis dan diterapi dengan konsentrat faktor pembekuan

sesudah tahun 1985 pada hakikatnya tidak menghadapi risiko tertular HIV

dari pengobatannya. Baru-baru ini, teknik pembuatan konsentrat faktor

pembekuan juga telah sangat mengurangi risiko penularan hepatitis.

H. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

1) Pengkajian

a. Hematologis

 Hemoragi dan perdarahan lama

 Memar superficial

 Splenomegali

b. Genitorinaria

 Hematuria spontan

c. Musculoskeletal

 Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada

area yang terkena, ROM terbatas), dan peningkatan suhu serta

edema pada tempat perdarahan)

 Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan

peningkatan suhu, serta edema pada tempat perdarahan)


d. Mata, telinga, hidung, dan tenggorok

 Epistaksis (mimisan)

 Gusi berdarah

2) Diagnosis, Intervensi dan Evaluasi berdasarkan NANDA NIC NOC

Diagnosis Evaluasi Intervensi


Nyeri Akut Setelah diberikan 1. Kaji tingkat nyeri

berhubungan dengan intervensi 3 x 24jam, anak dengan

agen cedera biologis diharapkan pasien menggunakan alat

pengkajian nyeri.
mencapai tujuan
2. Beri obat analgesic
keperawatan dengan
(bukan salisilat atau
kriteria hasil :
produk
 Anak tidak
mengandung
menunjukkan
aspirin), sesuai
tanda-tanda
program.
nyeri yang
3.
ditandai oleh

ekspresi wajah

rileks, ekspresi

rasa nyaman,

mampu

tertidur, dan

tidak ada
kebutuhan obat

analgesic.

Hambatan Mobilitas Setelah diberikan 1. Anjurkan anak

Fisik berhubungan intervensi 3 x 24jam, untuk melakukan

latihan isometric,
dengan kaku sendi, diharapkan pasien
sesuai program.
pembengkakan mencapai tujuan
2. Konsultasi dengan
keperawatan dengan
ahli terapi fisik
kriteria hasil :
tentang kebutuhan
 Anak mampu
alat-alat
mencapai
pendukung,
ROM misalnya alat
maksimum penopang dan

pada sendi tentang upaya

yang terkena mengembangkan

ditandai program latihan

ROM aktif dan


dengan oleh
pasif.
kemampuan
3. Kaji kebutuhan
melakukan
anak untuk
latihan yang
pengobatan nyeri,
diprogramkan.
sebelum memulai

setiap sesi latihan.


Risiko perdarahan Setelah diberikan 1. Beri tekanan

dengan faktor resiko intervensi 3 x 24jam, langsung pada

tempat perdarahan
koagulopati diharapkan pasien
(mis; abrasi atau
mencapai tujuan
laserasi) selama
keperawatan dengan
sekurang-
kriteria hasil :
kurangnya 15
tidak terlihat perdarahan,
menit.
lingkar area perdarahan
2. Pertahankan agar
tidak bertambah, rasa area terjadinya
nyeri tidak meningkat, perdarahan tidak

tanda-tanda vital sesuai bergerak

usia, kadar factor VII (imobilisasi)

meningkat, dan penurunan 3. Tinggikan area

perdarahan di atas
waktu tromboplastin
tinggi jantung,
parsial (Partial
selama 12-24 jam.
Tromboplastin Time,
4. Kompres area yang
PTT).
terkena dengan es.

5. Beri kriopresipitat

atau konsentrat

factor VIII (factor

antihemofilik)
sesuai yang

diprogramkan.

Izinkan orang tua

atau anak member

obat tersebut jiak

mereka

menginginkannya.

Apabila merekak

membutuhkan

pendidikan, ajarkan

mereka cara

menginsersi slang

intravena,

persiapan lokasi

kulit, juga cara

menfiksasi

perangkat

intravena,

mempersiapkan

campuran larutan,

dan miali pasang

infuse.

6. Pantau tanda vital


anak, perhatikan

setiap tanda

bradikardia,

takikardia,

penurunan tekanan

darah, peningkatan

frakuensi napas,

atau penignkatan

suhu. Laporkan

setiap tanda ini

dengan segera

kepada dokter.

7. Ukur lingkaran area

perdarahan, beri

tanda pada kulit

untuk memastikan

pengukuran yang

konsisten. Ukur

kembali area

tersebut setiap 8

jam, emnggunakan

alat ukur yang

sama.
8. Pantau factor VII

anak dan kadar

PTT sekurang-

kurangnya satu kali

sehari. Laporkan

setiap kelainan

kepada dokter.

9. Beri asam

aminokaproat

(amicar) sesuai

program jika anak

direncanakan untuk

pembedahan.

10. Ikuti pedoman The

centers for disease

control and

prevention untuk

menangani darah

atau cairan tubuh.

11. Berikan obat,

misalnya,

kortikosteroid dan

asetat desmopresin
(DDAVTP), sesuai

program.
I. Penyimpangan KDM
Daftar Pustaka

Bulechek, G.M., Dochterman, J. M., Butcher, H. K., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC).
United Kingdom: Elsevier.
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2016). Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
Kingdom: Elsevier.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathway. Jakarta: EGC.

Suriadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Wong, Donna. 2010. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai