Anda di halaman 1dari 3

Nama : Neny Oktining tiyas (20181660005)

Tugas : Pendapat tentang Vaksinasi HIV

EFEKTIFITAS VAKSINASI HIV

Salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh banyak orang adalah HIV. Penyakit
yang kerap kali dikaitkan dengan pecandu narkoba atau penikmat gaya hidup seks bebas ini
telah memakan korban sangat banyak di seluruh dunia. Pakar kesehatan sendiri sedang
berlomba-lomba untuk menemukan obat dari penyakit berbahaya ini. Beruntung, salah satu
penelitian yang dilakukan di Barcelona, Spanyol, sepertinya mulai memberikan titik cerah
bagi pengobatan penyakit HIV.
Beberapa studi menunjukkan viral load yang tinggi akan memudahkan transmisi HIV kepada
pasangan seksual dan neonatus melalui darah. Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang
mempermudah terjadinya transmisi HIV meliputi adanya luka atau inflamasi pada daerah
genital dan rektal, melakukan hubungan seksual saat menstruasi, dan tidak dilakukannya
sirkumsisi (terutama pada kelompok laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki).
Dari apa yang telah dibicarakan di atas jelaslah bahwa, sampai saat ini belum ditemukan
vaksin atau obat-obatan yang efektif untuk mencegah atau menyembuhkan infeksi HIV /
AIDS.
Pemahaman mengenai bagaimana HIV ditransmisikan merupakan komponen penting dalam
mencegah infeksi HIV dan menekan penyebarannya. Sasaran pencegahan antara lain kontak
perorangan melalui hubungan seksual, penularan melalui darah, penularan melalui jarum
suntik yang terkontaminasi dan penularan perinatal. Mayoritas infeksi baru HIV
ditransmisikan melalui hubungan seksual. Strategi pencegahan infeksi HIV berupa pemberian
edukasi, perubahan perilaku (penggunaan kondom saat berhubungan seksual), terapi
profilaksis prapajanan HIV (pre-exposure prophylaxis / PREP), penggunaan jarum yang
steril, pengobatan infeksi menular seksual (IMS) dan pemberian vaksin.
Sedangkan Strategi pencegahan penyebaran HIV berupa pemeriksaan skrining serta
konseling HIV, pemakaian kondom perempuan dan laki-laki saat berhubungan seksual,
sirkumsisi pada laki-laki, mikrobisida dalam bentuk gel dan krim sebagai terapi topikal yang
efektif mencegah infeksi HIV melalui hubungan seksual serta pemberian ART pada ibu hamil
yang terinfeksi HIV.
Sejumlah strategi pencegahan telah dilaksanakan (meliputi pendidikan, konseling,
deteksi dini dan pengobatan IMS, serta preskrining produk darah), namun telah terbukti
bahwa strategi tersebut tidak memadai dalam mengendalikan penyebaran infeksi HIV. Pada
beberapa dekade terakhir, telah diperkenalkan terapi antiretroviral (ART) yang efektif dalam
mengontrol replikasi virus. Walaupun saat ini terapi antiretroviral dapat mengontrol replikasi
virus HIV namun virus sebenarnya tetap berada di dalam tubuh. Pengobatan tidak akan
mencegah terjadinya penularan terhadap pasangan seksual, sehingga terdapat kebutuhan
mendesak terhadap strategi pencegahan yang efektif serta dapat diterapkan secara luas.
Strategi yang dianggap menjanjikan adalah pemberian vaksin HIV, dan apabila tersedia,
vaksin HIV yang efektif dan aman merupakan strategi terbaik yang dapat mengakhiri
pandemik AIDS.
Perancangan dan pengembangan vaksin HIV yang efektif memiliki tantangan
tersendiri karena beberapa alasan, antara lain: tidak adanya laporan mengenai pemulihan
spontan dari AIDS atau infeksi HIV, tidak adanya hewan coba yang dapat memprediksi
penyakit dan respon vaksin HIV pada manusia, serta dibutuhkan waktu panjang dalam
percobaan vaksin HIV (sekitar 25 tahun). Sampai saat ini, pengembangan vaksin HIV dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu vaksin terapeutik dan vaksin pencegahan.
Tingginya angka kejadian infeksi HIV menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.
Pengobatan dengan menggunakan ART tidak akan mencegah terjadinya penularan terhadap
pasangan seksual, sehingga terdapat kebutuhan mendesak terhadap strategi pencegahan yang
efektif serta dapat diterapkan secara luas. Strategi yang dianggap menjanjikan adalah
pemberian vaksin HIV. Sampai saat ini, vaksin HIV masih berada dalam tahap
pengembangan yang terbagi menjadi vaksin terapeutik dan pencegahan. Walaupun vaksin
HIV masih berada dalam tahap pengembangan, vaksin ini terbukti dapat menginduksi
imunitas dan memiliki efek proteksi terhadap proses infeksi HIV. Meskipun ada kemajuan
signifikan dalam pemahaman kita tentang HIV dan pencegahan serta pengobatannya,
pengembangan vaksin pencegahan tetap mendesak.
Sebagian besar orang yang hidup dengan HIV berada di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah, terutama di Afrika Sub-Sahara, di mana mereka (dan orang-orang yang
berisiko terinfeksi HIV) sering tidak memiliki akses ke pencegahan, perawatan, atau
pengobatan, dan masih belum ada obatnya. Di Australia dan bagian lain dunia, kemunculan
Pre-Exposure Prophylaxis, atau PrEP, yang relatif baru dianggap sebagai "pembawa
perubahan" bagi pria homoseksual. PrEP, yang ditambahkan ke Skema Manfaat Farmasi
Australia pada bulan April, adalah obat pencegahan yang hingga 99 persen efektif dalam
menghentikan penularan HIV antara laki-laki selama berhubungan seksual. "Apa yang telah
ditunjukkan oleh beberapa negara di dunia, termasuk di Australia, khususnya New South
Wales, adalah bahwa jika Anda mendapatkan pengobatan dan penggunaan PrEP hingga
tingkat tinggi, Anda mulai melihat penurunan infeksi HIV baru," kata Profesor Lewin. Meski
demikian, PrEP, yang harus dikonsumsi setiap hari, bukan strategi jangka panjang yang
berkelanjutan untuk menanggulangi HIV dalam skala global, katanya. "PrEP sangat efektif,
dan sementara kita tidak memiliki vaksin, kita pasti perlu untuk mengonsumsinya kita masih
memiliki 1.000 infeksi HIV baru setiap tahun di Australia," katanya.
Menurut pendapat saya ,apabila beberapa tahun kedepan,para ahli bisa mewujudkan
vaksinasi HIV ini ,maka ini akan sangat efektif dan bisa menekan angka pertumbuhan
penyakit HIV/AIDS. Dan akan sangat membantu sutu negara dengan endemi besar
HIV/AIDS menekan biaya pengadaan ARV yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
Vaksinasi ini akan sangat menjadi kabar yang sangat baik untuk orang orang yang
sebenarnya berresiko rendah untuk terpapar HIV seperti tenaga medis,ibu rumah tangga
dengan perilaku sex yang normal,bayi bayi yang tidak berdosa. Vaksin ini bisa memproteksi
mereka yang sebenarnya beresiko rendah terpapar HIV.
Begitu pula dengan orang orang yang beresiko tinggi tertular HIV seperti mereka yang
berperilaku seksual resiko tinggi misalnya Gay,biseksual,berganti ganti pasangan,kemudian
pecandu narkoba, vaksin ini akan memproteksi mereka semua, tapi tidak mengubah perilaku
mereka dari kebiasaan menyimpang menjadi kebiasaan baik.
Jadi, vaksin HIV seperti pisau bermata dua. Di salah satu sisi sangat bermanfaat dengan
proteksinya ,di sisi lain bisa menimbulkan masalah lain yaitu semakin liarnya perilaku
manusia. Tapi dengan demikian vaksin HIV ini lebih banyak manfaatnya daripada
mudharatnya. Karena perilaku manusia itu pada dasarnya bergantung individu manusia itu
sendiri. Bagaimanapun buruknya lingkungan yang mempengaruhi tingkah laku manusia,
tidak akan terpengaruh seseorang apabila mempunyai daya pikir yang logis dan mental yang
kuat. Sesungguhnya itu hanyalah tempaan alam untuk membentuk seseorang menjadi pribadi
yang tangguh ,kuat,bertanggung jawab.
Akhir kata , saya sangat mengharapkan vaksinasi HIV ini akan segera terwujud dalam
beberapa tahun kedepan.

Anda mungkin juga menyukai