PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1Struktur Dinding Abdomen
Abdomen merupan rongga terbesar pada tubuh dan berkelanjutan pada
rongga pelvis. Abdomen terletak diantara diafragma dan pelvis. Batas dinding
perut antero lateral oleh Mc Vay secara anatomis dimana bagian atas adalah
prosessus xiphoideus dan arkus kostarum. Bagian bawah dari medial kelateral
dibatasi oleh simfisis pubis, ligamentum inguinal, Krista pubikum dan Krista
iliaka. Bagian belakang di batasi oleh tulang belakang.
Untuk memudahkan deskripsi visceral dan kondisi morbid dari sisi di
dalamnya, rongga abdomen dibagi menjadi 9 regio oleh garis imajiner, 2 garis
horizontal dan 2 garis sagital.
2
Gambar 1. 9 Regio Abdomen
Dinding perut terdiri atas beberap lapisan, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit
yang terdiri dari :
1. Kutis
Garis-garis lipatan kulit alami berjalan konstan dan hampir horizontal
di sekitar tubuh. Secara klinis hal ini penting karena insisi sepanjang
garis lipatan ini akan sembuh dengan sedikit jaringan parut sedangkan
insisi yang menyilang garis-garis ini akan sembuh dengan jaringan
parut yang menonjol.
2. Subkutis
Fascia superficialis ( fascia camperi)
Panniculus adiposus (fascia camperi): berhubungan dengan
lemak superficial yang meliputi bagian tubuh lain dan mungkin
sangat tebal (3 inci [8cm] atau lebih pada pasien obesitas).
Fascia profunda (fascia scarpae)
Stratum membranosum (fascia scarpae): stratum membranosum
tipis dan menghilang di sisi lateral dan atas. Di bagian inferior,
stratum membranosum berjalan di depan paha dan di sini
3
bersatu dengan fascia profunda pada satu jari di bawah
ligamentum inguinal
4
5
Gambar 3. Lapisan-Lapisan Dinding Abdomen
6
Gambar 4. Otot dinding abdomen
7
Tipis dan melekat erat serta menutupi muskulus tranversus abdominis
6. Trigonum Hesselbach
Trigonum Hesselbach merupakan daerah dengan batas:
· Inferior: Ligamentum Inguinal.
· Lateral: Vasa epigastrika inferior.
· Medial: Tepi m. rectus abdominis.
. Dasar : fasia transversalis di perkuat serat aponeurosis m.
transverses abdominis
8
Gambar 5. Trigonum Hesselbach
7. Canalis Inguinalis
Canalis inguinalis merupakan saluran yang berjalan oblik (miring)
dengan panjang ± 4 cm dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale.
Dinding yang membatasi kanalis inguinalis adalah :
Kraniolateral : Anulus inguinalis internus (bagian yang terbuka
dari fasia tranversus abdominis.
Kaudomedial : diatas tuberkulum pubikum, kanal ini di batasi
oleh anulus inguinal eksternus.(bagian terbuka dari aponeurosis m.
oblikus eksternus.
Atap : Aponeurosis m. oblikus eksternus
Dasar : Ligamentum inguinale.
Pada laki-laki, saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-
struktur yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya. Pada
perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri (rotundum)
yang berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu, saluran ini
dilewati oleh nevus ilioinguinalis baik laki-laki maupun perempuan.
9
Gambar 6. Canalis Inguinalis
10
Isi canalis inguinalis pria :
a. Duktus deferens
b. 3 arteri yaitu :
Arteri spermatika interna
Arteri diferential,
Arteri spermatica eksterna
c. Plexus vena pampiniformis
d. 3 nervus:
1. Cabang genital dari nervus genito femoral
2. nervus ilioinguinalis
3.Serabut simpatis dari plexus hipogastrik
e. 3 lapisan fasia:
1. Fasia spermatika eksterna, lanjutan dari fasia inominate
2. Lapisan kremaster, berlanjut dengan serabut- serabut muskulus
obliqus internus dan fasia otot
3. Fasia spermatika interna, perluasan dari fasia transversal. .
8. Anulus internus
Dibentuk oleh ligamentum inguinalis, conjoin tendon (tepi
bawah muskulus obliqus abdominis internus, dan muskulus transversus
abdominus ), dan vasa epigastrika inferior. Annulus ini merupakan
tempat keluarnya funikulus spermatikus dari cavum abdomen ke
kanalis diatas inguinalis. Terletak di atara SIAS dan tuberkulum
pubicum (± 1-1,5 cm diatas ligamentum inguinale).
11
Gambar 7. Annulus internus & Annulus Eksternus
9. Anulus Eksternus
Terdiri dari crus lateral dan crus medial (merupakan pelekatan
aponeurosis MOE pada tuberkulum pubicum). Annulus ini merupakan
keluarnya N. Ilioinguinalis dan funikulus spermatikus ke scrotum
(pada wanita berupa round ligament).
2.2 Definisi
2.2.1 Defenisi Hernia
Hernia berasal dari bahasa latin yang berarti ruptur. Menurut Tambayong
hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen
(seperti peritoneum, lemak, usus, atau kandung kemih) memasuki defek tersebut
sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. Hernia lebih sering terjadi di
bagian-bagian tubuh tertentu, seperti perut, pangkal paha, paha bagian atas, serta
perut bagian bawah.
12
Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui annulus inguinalis internus /
lateralis, menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui
annulus inguinalis eksterna/medialis.
13
Gambar 9. Bagian- bagian dari Hernia
C. Berdasarkan keadaannya
1. Hernia Inkaserata : hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase
(selalu terisi dan tidak dapat dikosongkan kembali)
2. Hernia strangulata : hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi
sehingga mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena
tidak mendapatkan darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit.
3. Hernia Ritcher : hernia yang disertai strangulasi namun strangulasi hanya
menjepit sebagian dinding usus.
D. Berdasarkan letaknya
a. Hernia obturatorius
14
Yakni hernia melalui foramen obturatoria.Hernia ini berlangsung 4
tahap.Tahap pertama mula – mula tonjolan lemak retroperitoneal masuk
kedalam kanalis obturatoria.Tahap kedua disusul oleh tonjolan peritoneum
parietal.Tahap ketiga, kantong hernianya mungkin di isi oleh lekuk
usus.Dan tahap keempat mengalami inkarserasi parsial, sering secara
Ritcher atau total.
b. Hernia epigastrika
Hernia ini jug adisebut hernia linea alba yang merupakan hernia yang
keluar melalui defek dilinea alba antara umbilicus dan processus xifoideus.
Penderita sering mengeluh kurang enak pada perut dan mual, mirip
keluhan kelainan kandung empedu, tukak peptic atau hernia hiatus
esophagus.
c. Hernia ventralis
Adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut bagian
antero lateral seperti hernia sikatriks. Hernia sikatriks merupakan
penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi yang baru maupun yang
lama. Faktor predisposisinya ialah infeksi luka operasi, dehisensi luka,
teknik penutupan luka operasi yang kurang baik, jenis insisi, obesitas dan
peninggian tekanan intra abdomen.
d. Hernia Lumbalis
Didaerah lumbal antara iga XII dan Krista illiaca, ada dua buah trigonum
yaitu trigonum kosto lumbalis superior (Grijnfelt) berbentuk segitiga
terbalik dan trigonum kosto lumbalis inferior atau trigonum illio lumbalis
(petit) yang berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan fisik tampak dan teraba
benjolan dipinggang tepi bawaht ulang rusuk XII (Grijnfelt) atau ditepi
cranial dipanggul dorsal.
e. Hernia umbilical
15
Merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilicus akibat peninggian tekanan intraabdomen.
Hernia umbilikalis merupakan hernia congenital pada umbilikus yang
hanya tertutup peritoneum dan kulit.
f. Hernia Femoralis
Merupakan tonjolan di lipat paha yang muncul terutama pada
waktu melakukan kegiatan yang menaikkan tekanan intraabdomen seperti
mengangkat barng atau ketika batuk. Pintu masuknya adalah annulus
femoralis dan keluar melalui fossa ovalis dilipatan paha. Batas – batas
annulus femoralis antara lain ligamentum inguinale di anterior, medial
ligamentum lacunare, posterior ramus superior ossis pubis dan muskulus
peknitus beserta fascia dan lateral m.illiopsoas beserta fascia locus
minorisresistennya fascia transversa yang menutupi annulus femoralis
yang disebut septum cloquetti
16
Hampir 75% dari hernia abdominal merupakan hernia inguinalis.hernia
inguinalis dibagi menjadi hernia inguinalis lateral dan hernia inguinalis medial,
hernia inguinalis lateral ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia inguinalis
medial. Kejadian hernia inguinal lateral berdasarkan usia dapat jadi pada semua
umur, namun tersering pada usia antara 45-75 tahun dan terbanyak pada
kelompok umur > 65 tahun yaitu sebanyak 27,4% karena dengan bertambahnya
usia, dinding otot yang mempertahankan agar organ tubuh tetap pada tempatnya
melemah dan mengendur sehingga mempercepat terjadinya hernia. Sedangkan
berdasarkan letaknya hernia inguinalis lateralis tersering yaitu di sebelah kanan
sebanyak 60,3%, hernia inguinalis lateralis disebelah kiri 38,4%, hernia
inguinalis bilateral 1,4%, hernia inguinal lateral terbanyak di sebelah kanan,
karena pada masa embriologi testis kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan,
maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering terbuka,dan berdasarka jenis
kelamin distribusi hernia inguinalis lateral pada laki-laki berjumlah 99,3 % dan
perempuan 0,7%, dengan perbandingan 7 : 1.
17
Gambar 11. Hernia Inguinalis Medialis
18
Gambar 12 . Hernia Inguinalis Lateralis
19
waktu
embrio
setelah
penurunan
testis
Hernia Keluarnya Medial Tidak Dewasa
inguinalis langsung
medial menembus
fascia
dinding
abdomen
20
d. Defisiensi otot
e. Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok.
21
menyebabkan hernia. ketika tekanan intra abdominal meningkat, terjadi
perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal. Tekanan yang
berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu
kelemahan yang mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau
tidak cukup kuat pada daerah tersebut sehingga menyebabkan beberapa isi
intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar melalui
celah tersebut. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi
hernia akan mencekik sehingga terjai hernia strangulate yang akan
menimbulkan gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan perdarahan
terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bias
menyebabkan iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Pada keadaan tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertical. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis
tersebut sudah tertutup. Tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan
sering menimbulkan hernia yang di sebabkan keadaan peningkatan tekanan
intraabdomen.
22
Gambar 14. Patofisiologi hernia
Benjolan di lipat paha atau perut bagian bawah pada scrotum atau labium
mayor pada wanita. Tonjolan timbul pada waktu terjadi peningkatan
tekanan intraabdominal. Benjolan akan menghilang atau mengecil ketika
berbaring (repondibilis), tidak dapat kembali atau menghilang ketika
berbaring (irreponibilis). Pada bayi atau anak, adanya benjoaln hilang
timbul biasanya diketahui oleh orang tua.
23
Keluhan nyeri jarang dijumpai, nyeri biasa terjadi bila terjadi komplikasi
seperti stragulata akibat gangguan vaskularisasi ke usus dan menyebabkan
nekrotik , kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia.
Gejala lainnya :
Hernia inkaserata (terjadi gangguan pasase usus/ ileus obstruksi) Gejala
klinis : mual, muntah, distensi, konstipasi (susah BAB), tidak ada flatus,
nyeri. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa), dan
dapat meninyebabkan dehidrasi.
Hernia stragulata (ganguan vasklarisasi ke oragan sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan) menimbulkan gejala obstruksi yang disertai nyeri
hebat, demam, takikardi, bahkan dapat menyebabkan SEPSIS.
a. Anamnesis
24
terjadi hernia inkaserata baiasanya pasien mengeluhkan pertama kali mual
dan muntah, sedangkan strangutala datang dengan keluhan nyeri hebat.
Lalu tanyakan dimana lokasi timbulnya, awal timbul benjolan, besar
benjolan sebelumnya, menghilang ketika berbaring atau menetap, nyeri
atau tidak, apa saja faktor yang memperberat dan memperingan keluhan,
adanya keluhan lain yang berhubungan seperti riwayat benjolan di tempat
yang sama sebelumnya,atau riwayat keluarga yang menderita penyakit
yang sama.
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Perhatikan keadaan asimetri pada kedua lipat paha, skrotum, atau
labia dalam posisi berdiri dan berbaring .
Hernia reponibel : terlihat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan menghilang saat berbaring atau
saat direposisi.
25
Hernia ireponibel : terlihat benjolan dilipat paha yag muncul pada waktu
berdiri, batuk, bersin atau mengedan dan tidak menghilang saat berbaring
atau saat direposisi
Hernia inguinal
Palpasi
Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak
benjolan penderita diminta mengejan.yang dinilai pada pada palpasi teraba
benjolan atau massa di bagian mana, ukuran (dalam 3 dimensi PxLxD),
konsistensi, permukaan,dan batas tegas. Untuk membedakan hernia
inguinalis lateralis dengan hernia inguinalis medialis dilakukan
pemeriksaaan :
Pemeriksaan Finger Test :
1. Hanya dilakukan pada laki-laki
2. Penderita dalam keadaan berdiri
3. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
4. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal
inguinal.
5. Penderita disuruh batuk:
Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.
26
Gambar 15. Finger Tes
27
Gambar 16. Zieman Tes
Auskultasi
28
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia
yang mengalami hernia inkarserata (obstruksi usus). Auskultasi pada
benjolanàterdengar peristaltikàusus
Perkusi
Bila didapatkan perut kembung, terdengar pekak pada saat perkusi
pikirkan kemungkinan hernia strangulata
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik tambahan
Untuk mencari kemungkinan adanya tekanan intra peritoneal
meningkat, sebagai penyebab timbulnya hernia :
Rectal Toucher : BPH, Stenosis Anal, Tumor Recti
Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:
- Hematologi : adanya leukositosis
- Elektrolit, BUN, kreatinin tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi
- Urinalisis : untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha
Radiologis
- USG dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat
paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis.
- CT-Scan abdomen : menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam
usus/obstruksi usus. Mengevaluasi pelvis untuk mencari adanya
hernia obturator (hernia yang melalui canalis obturatorius yang
normalnya dilewati oleh syaraf dan A. V. Obturatoria)
29
a. Orchitis
b. Hydrocele
c. Torsio testis
d. Undescencus testis
30
sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku, lebih sering terjadi jepitan parsial
hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang, tidak dapat
direposisi, adanya mual, muntah, dan gejala obstruksi usus (menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa) jika terjadi
komplikasi hernia ini
Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong
hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin
bertambah, sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia terjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan
serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi
yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel, atau peritonitis, jika
terjadi hubungan dengan dengan rongga peru gejala yang sama disertai
adanya infeksi sistemik, adanya gangguan sistemik pada usus. Dapat pula
dijumpai nyeri hebat di tempat hernia, tanda peritonitis atau abses lokal
- Mengurangi hernia.
- Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
- Menurunkan tegangan otot abdomen.
- Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.
- Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20° terhadap
hernia inguinalis.
31
Gambar 18. Posisi Trendelenburg
Farmakologi
- Terapi cairan
Terutama pada pasien hernia inkaserata yang menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa.
Rumus Kebutuhan cairan :
Maintanance = 40 cc/ kg BB
Resusitasi cairan :
Dehidrasi ringan : 6%
Dehidrasi sedang : 8%
Dehidrasi berat : 10%
Rumus = Derajat dehidrasi x BB x 1000 cc
Pemberian cairan : 6 jam pertama = ½ resusitasi + ¼ maintanance
18 jam kedua = ½ resusitasi + ¾ maintenance
- Antibiotik : seperti, Cefotaxime (golongan Sefalosforin generasi ketiga)
- Analgetik : seperti ketorolac (golongan NSAID)
Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena
potensinya menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih
berat dibandingkan resiko yang minimal dari operasi hernia. Namun
penanganan hernia dapat dilakukan secara non operati (konservatif)
maupun operasi.
32
2.13.2 Non Operatif (Konservatif)
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi.
A. Reposisi bimanual
Reposisi dilakukan secara bimanual dimana tangan kiri
memegang isi hernia dengan membentuk corong dan tangan kanan
mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
B. Reposisi spontan pada anak
Reposisi dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan
pemberian sedativ dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi
ini berhasil maka anak akan dipersiapkan untuk operasi berikutnya.
Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus
dilakukan operasi sesegera mungkin.
C. Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan agar
menahan hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh
dan harus dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai komplikasi
antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang
ditekan sedangkan strangulasi tentang mengacam. Pada anak-anak
cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali
sperma yang mengandung pembuluh darah testis.
33
Gambar 19. Bantalan Penyangga
2.13.3 Operasi
Indikasi operasi :
A. Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif
tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama
inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan
(usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang
mengikuti tindakan operatif.
B. Pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat
bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka mortalitas, dan
morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
Prinsip Pembedahan:
- Hernioplasty :
Hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik lebih efektif
dalam mencegah residif dibandingkan dengan herniotomi. metode hernioplastik
seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup
dan memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus
abdominis internus dan m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint
34
tendon ke ligamentum inguinal poupart menurut metode basinni atau menjahit
fasia tranversa, m.tranversa abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum
cooper pada Mc Vay.
35
2.15 Prognosis
Prognosis baik jika hernia cepat dikoreksi dengan cara operasi. Makin
lama hernia dibiarkan, makin besar kemungkinan untuk terjadi stragulasi. Resiko
terjadinya strangulasi tergantung dari lokasi terjadinya hernia, besar kecilnya
lubang, serta sedikit banyaknya bagian usus yang menonjol. Rekuresi hernia
setealh di operasi sebasar 7%, bukan dikarenakan kegagalan operasi, tapi
dikarenakan otot dinding perut yang lemah.
36
BAB III
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Omar dan David Moffat. 2004. At a Glance: Series Anatomi. Alih bahasa:
Annisa Rahmalia. Jakarta: Erlangga
Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. 2007. At a Glance: Ilmu Bedah Ed. 3. Alih
bahasa: Vidhia Umarni. Jakarta: Erlangga
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Sabiston (1994), Buku Ajar Bedah, edisi 2. Jakarta : EGC.
Syamsuhidayat, R, and Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 3.
Jakarta : EGC.
38