Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Berlakang

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh

adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau

keduanya.

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes

melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030.

WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah

penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah

penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita

diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di

Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur. Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia

tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes

melitus. Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat

penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati maupun

makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai

bawah. Dengan demikian, pengetahuan mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya

menjadi penting untuk diketahui dan dimengerti.

Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi yang

berkaitan dengan morbiditas akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena

diabetes melitus. Pengelolaan ulkus diabetikum mencakup pengendalian glukosa darah,

debridemen atau membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik dan obat-obat

vaskularisasi serta amputasi.

1
1.2Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Ulkus diabetikum.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesa,
diagnosa dan penatalaksanaan ulkus diabetikum.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Sebagai sumber media informasi mengenai ulkus diabetikum
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Ulkus diabetikum
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu
Bedah RSUD Solok 2018.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.World
Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu
yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. (Sudoyo et.al 2006).

2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 2.

American Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes


(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :

3
a. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin. Sebagianbesar
penderitaDMtipeiniberatbadannya normalataukurus.
Biasanyaterjadipadausiamudadanmemerlukaninsulinseumur hidup.
b. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin. DM ini disebabkaninsulinyangada
tidakdapat bekerja denganbaik,kadarinsulindapat
normal,rendahataubahkanmeningkattetapifungsi insulinuntukmetabolismeglukosa
tidakadaataukurang.Akibatnya glukosadalamdarahtetaptinggisehinggaterjadi
hiperglikemia,dan 75% daripenderitaDM typeII inidengan obesitasatau kegemukan
danbiasanyadiketahuiDM setelahusia 30 tahun.
c. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas insulin,
penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau bahan kimia
lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
c. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.

2.1.3 Patofisiologi
a. Diabetes melitus tipe 1
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai insulin
dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme
autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus.DM tipe I terjadi lebih sering
pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi
genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-
onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes
yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta
penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-
anak maupun orang dewasa, namun lebih sering pada anak.

4
b. Diabetes Melitus tipe 2
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut
dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi.Pada
tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif,
pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal
atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap
insulin.Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih.Obesitas terjadi
karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit.Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi
asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di
otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk
meningkatan pelepasan insulin.Akibat regulasi menurun pada reseptor, resistensi insulin
semakin meningkat.Obesitas merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan
penyebab tunggal diabetes tipe II.Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi
genetic yang menurunkan sensitifitas insulin.Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak
pernah normal. Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya
obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa factor, kelainan genetik pada protein yang
memisahkan rangkaian dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi
genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda. Penurunan sensitifitas insulin
terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya
pada metabolisme lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik.Jadi, diabetes tipe II
cenderung menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.
c. Diabetes tipe lain
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi
genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan
kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada akromegali),
glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan
kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat
meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga
meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga
meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes
karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin.

5
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena.Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah:
A. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
B. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Keterangan:
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula
darah 2 jam < 140mg/dL.

6
Tabel 3. Kriteria diagnosis DM
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan
penyaring.Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala
atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus.
Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes melitus,
toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untukterjadinya diabetes melitus dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI,2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan testoleransi glukosa
oral (TTGO) standar.

Tabel 4.Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan

7
diagnosis diabetes melitus.Sumber : PERKENI, 2006.
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa
terganggu.Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan
GDPT.

2.1.5 Penatalaksanaan
2.1.5.1 Tujuan penatalaksanaan
 Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
 Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikro angiopati,
makro angiopati, dan neuropati.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011

2.1.5.2 `Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:


Riwayat Penyakit
a. Gejala yang timbul,
b. Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, HbA1C,
dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM
c. Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan
d. Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
e. Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk
terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM
secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
f. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan dan program latihan jasmani
g. Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia,
dan hipoglikemia)

8
h. Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenitalis serta kaki
i. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal,
mata, saluran pencernaan, dll.)
j. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
k. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas,
dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
l. Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
m. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
n. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

2.1.5.3 Pemeriksaan Fisik


 Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang
 Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta anklebrachial index
(ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

2.1.5.4 Evaluasi Laboratoris / penunjang lain


a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. HbA1C
c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
d. Kreatinin serum
e. Albuminuria
f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin

9
g. Elektrokardiogram
h. Pemeriksaan oftalmologi
i. Homa-IR

2.1.5.5 Evaluasi medis secara berkala


• Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada
waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan
• Pemeriksaan HbA1C dilakukan setiap (3-6) bulan
• Secara berkala dilakukan pemeriksaan:
o Jasmani lengkap
o Mikroalbuminuria
o Kreatinin
o Albumin / globulin dan ALT
o Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
o EKG
o Foto sinar-X dada
o Funduskopi

2.1.5.6 Pilar penatalaksanaan DM


Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu).Apa bila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi.Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria,
insulin dapat segera diberikan. (PERKENI,2011)

2.2 Ulkus diabetikum


2.2.1 Definisi
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.

10
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sebesar 15% dari penderita Dm. di
RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar.
Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan ulkus diabetika. Angka kematian dan
angka amputasi masih tinggi,masing-masig sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita
DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun
paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko ulkus diabetikum


Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetikum meliputi
neuropati,penyakit arterial,tekanan dan deformitas kaki.
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky
dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.terdiri atas :
Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
 Umur ≥ 60 tahun.
 Lama DM ≥ 10 tahun.
 Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
 Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
 Obesitas.

11
 Hipertensi.
 Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
 Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
 Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang
disebabkan :

 Kolesterol Total tidak terkontrol.


 Kolesterol HDL tidak terkontrol.
 Trigliserida tidak terkontrol.
 Kebiasaan merokok.
 Ketidakpatuhan Diet DM.

2.2.4 Patogenesis ulkus diabetika

Bagan 2 patogenesis ulkus Diabetika

12
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus
diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu :
Iskemik, Neuropati, dan Infeksi14,16,17.

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi
kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya
penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan
kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan,
kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang
akan menjadi ulkus diabetic.
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam
jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai
oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan
kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika12,14.

Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika17.

13
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima
(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler
bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi
darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika12,16.

Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan
kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus
diabetika12,14,15.

Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan


tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
mengganggu sirkulasi darah12.

Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma
tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan
cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya
aterosklerosis21

Perubahan inflamasi pada pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen
pembuluh darah, konsentrasi HDLsebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya
factor risikolain yaitu hipertensiakan meningkatkan kerentanan terhadap
atherosclerosis.konsekuensi adanya athrosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun
hingga kaki menjadi atrofi,dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai.

14
Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan
abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian
pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme
sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler.
Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa
darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri
penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan
Clostridium septikum.

2.2.5 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala ulkus diabetika adalah :
o Sering kesemutan
o Nyeri kaki saat istirahat
o Sensari rasa berkurang
o Kerusakan jaringan (nekrosis)
o Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis,tibialis,dan popliteal
o Kaki menjadi atrofi, dingin kuku menebl
o Kulit kering

2.2.6 Klasifikasi Ulkus Diabetikum


Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner,
terdiri dari 6 tingkatan :
0= Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1= Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2= Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3= Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian
depan kaki atau tumi

15
5= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Gambar ilustrasi klasifikasi diabetic ulcer


Sedangkan klasifikasi untuk kedalaman luka dan luasnya daerah iskemik
menurut Brodsky:

Berdasarkan kedalaman luka/ ulserasi


o 0 : Pre dan post ulserasi
o 1 : luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau
o keduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau tulang.
o 2 : luka memembus tendon atau tulang tetapi belum mencapai tulang atau sendi
o 3 : tulang menembus tulang atau sendi
Berdasarkan luas daerah iskemia
A : Tanpa iskemia
B : iskemia tanpa gangrene
C : partial gangrene
D : Complete foot gangrene

16
2.2.7 Pemeriksaan pada ulkus diabetikum
Apabila kita menemukan pasien yang dicurigai atau memang mempunyai ulkus
diabetikum,ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menentukan status luka,
yaitu:
a. Pengkajian luka:
-Tentukan lokasi dan letak luka
Tentukan letak keberadaan luka berada dibagian tubuh mana hal ini dapat berguna
sebagai indicator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga dapat
meminimalisir kejadian terulang dengan menghilangkan penyebabnya
-Tentukan stadium luka
Tentukan stadium luka berdasarkan klasifikasi stadium ulkus diabetikum dari wagner,
berdasarkan kedalaman dari lukanya juga tingkat keparahan iskemia dari ulkus
1. Warna pada dasar luka
Apabila warna pada dasar luka adalah merah , maka luka bersih dan banyak
vaskularisasinya. Jika berwarna kuning maka dapat diartikan bahwa jaringan sudah
terinfeksi. Jika berwarna hitam maka jaringan sudah nekrosis dan avaskularisasi
2. Bentuk dan ukuran luka
Kaji ukuran luka, dari panjang ,lebar, dan kedalaman luka.
3. Status vaskuler
 Subjective : apakah pasien merasa nyeri terhadap lukanya
 Objective : pbservasi warna kulit apakah pucat atau sianosis pada bagian distal
luka
 Palpasi : Apakah ada perubahan pada suhu ujung kaki ( menjadi lebih dingin)

17
o Palpasi tekanan nadi , pada bagian distal luka terapa atau tidak
 Pemeriksaan Ankle Brachial Indeks(ABI)

Ankle Brachial Index adalah tes skrining vascular non invasive untuk mengidentifikasi
pembesaran pembuluh darah , perifer vascular disease dengan cara membandingkan
tekanan darah systolic di ankle dengan tekanan darah sistolik di daerah brakial dimana
dapat diperkirakan tekanan darah sistolik sentralnya. ABI diukur dengan menggunakan
alat yaitu continuous wave doppler, sebuah sphygmomanometer, dan sebuah pressure
cuffs untuk mengukur tekanan sistolik di brachial dan ankle. ABI mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi dalam mendiagnosis lower extremity arterial disease. Apabila
ABI bernilai kurang dari 0.9 mengindikasikan adanya kelaian lower extremity arterial
disease.
22,23,24

INDIKASI

 Intermittent claudication
 Mendiagnosis pasien dengan suspek lower extremity arterial disease yang memiliki
luka pada ekstremitas bawah
 Orang yang berumur >70 tahun
 Orang yang berumur > 50 tahun dengan riwayat penggunaan rokok dan diabetes
 Untuk menentukan aliran darah arteri di extremitas bawah untuk menentukan proses
terapi kompresi, atau debridement luka.

 Untuk menentukan potensi penyembuhan luka.1,2

KONTRAINDIKASI

 Nyeri yang berat pada kaki


 Adanya deep vein thrombosis

18
 Nyeri yang berat yang dihubungkan dengan luka pada ekstremitas bawah

KETERBATASAN ABI

 ABI adalah tes indirek untuk mengetahui lokasi anatomic sebuah oklusi atau stenosis.
Lokasi pasti dari oklusi atau stenosis tidak dapat diketahui hanya dari ABI saja.

PEMERIKSAAN ABI

Cara pemeriksaan ABI adalah sebagai berikut :

 Baringkan pasien kurang lebih selama 20 menit.


 Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun posisi.
 Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
 Tempatkan cuff di atas ankle.
 Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan konekting
gel). Arah probe Doppler 450
 Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
 Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse lagi.
Point ini disebut tekanan sistolik ankle.

19
Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas
bawah.
Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).
Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang
Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point
ini disebut tekanan sistolik brachial.
Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil
sistolik brachial.1 Perhitungan
ABI Perfusion Status

>1.3 Elevated, incompressible vessels

>1.0 Normal

<0.9 Lower Extremity Arterial Disease

<0.6 to 0.8 Borderline

<0.5 Severe Ischemia

<0.4 Critical Ischemia, limb threatened

2.2.8 Pencegahan
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b. Memperbaiki sirkulasi.
c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d. Edukasi perawatan kaki.
e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)
dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan
keluhan/gejala dan penyulit DM.

20
f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g. Menghentikan kebiasaan merokok.
h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku
dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-
hati terutama diantara jari-jari kaki.
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,
supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh:
krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan
retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara
lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan
sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist.
Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bisa tergelincir; dan ini
dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns.
Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus,
bula,luka dan lecet.\
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

i.penggunaan alas kaki yang tepat :

1) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

21
2) Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai.

3) Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap
kulit.

4) Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan
tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

5) Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

6) Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

7) Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,
karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

8) Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

j. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

k. Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya

adrenalin, nikotin.

l. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh11,12,14

Tatalaksana yang diberikan pada ulkus diabetikum adalah :

Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan
jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan
sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu
proses penyembuhan luka.

22
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical (sharp), autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode surgical, autolitik dan kimia
hanya membuang jaringan nekrosis (debridement selektif), sedangkan metode
mekanis membuang jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non
selektif).

Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi salah satu


komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya terjadi pada area
telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara
yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.

Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi lebih lanjut dan terapi oksigen
hiperbarik dan mempercepat proses penyembuhan luka.

23
BAB III
LAPORAN KASUS

- IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 57 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Batusangkar

Masalah Kesehatan : Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai


dengan kadar gula darah tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi
insulin atau gangguan kerja insulin yang dihasilkan pankreas. Tipe DM :
Tipe I, tipe II, tipe gestasional. Gejala DM Tipe II : polidipsia, poliuria,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Penting
bagi pasien DM untuk mengontrol kadar gula darahnya karena gula darah
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi jangka pendek maupun
panjang.

- ANAMNESA
Keluhan Utama : Luka disekujur kaki kiri sejak 10 hari yang lalu yang
lalu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
 Luka disekujur kaki kiri sejak 10 hari yang lalu yang lalu, luka mulai
dari pangkal paha sampai ujung kaki kiri
 Awalnya pasien merasa gatal – gatal pada bagian kaki kiri karena
terkena miang padi, lalu pasien menggaruk hingga timbul luka, namun
beberapa hari kemudian luka melepuh dan berair kemudian menyebar
ke sekujur kaki kiri hingga terasa kebas dan kadang nyeri
 Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, dirasakan terus menerus

24
 Nafsu makan menurun, 1-2 sendok makan 3x sehari sejak 1 minggu
yang lalu
 Badan terasa letih sejak 1 minggu yang lalu
 Penglihatan kabur sejak 1 minggu yang lalu
 Pasien selalu merasa haus sejak 1 minggu yang lalu
 Mual dan muntah tidak ada
 BAB dan BAK biasa

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien memiliki riwayat DM sejak 11 tahun lalu.
 Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Pengobatan
 Pasien dan keluarga lupa nama obat yang dikonsumsi

Riwayat Keluarga
.

Keterangan :
: ♀ (perempuan)
: ♂ (laki-laki)
: sudah meninggal
: perempuan sakit
: laki-laki sakit

25
 Ayah pasien memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi.

Riwayat Kebiasaan
 Dulu pasien suka makan makanan yang manis dan juga kurang
melakukan aktifitas fisik.

Riwayat Sosial dan Ekonomi


 Pasien bekerja sebagai wiraswasta dan mempunyai 1 orang istri dan 2 orang
anak. Pasien berasal dari keluarga yang cukup.

- PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan Umum : Sakir sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 x/ 1
Napas : 20x/1
Suhu : 36,7⁰C

STATUS INTERNUS
Kepala : Normochepalus
Mata : Conjunctiva Anemis -/-, Skelera Ikterik -/-, Pupil
Isokor
Hidung : Septum Deviasi (-) , Massa (-), Sekret (-)
Mulut : Mucosa Normal, Tonsil T1-T1, Faring Tidak
Hiperemis
Telinga : Cerumen (-), Sekret (-), Massa (-)
Leher
- Inspeksi : Tidak Tampak Pembesaran Tiroid
- Palpasi : Tidak Teraba Pembesaran Tiroid, JVP 5 (-2) cmH2O

26
KGB
- Inspeksi : Tidak Tampak Pembesaran KGB
- Palpasi : Tidak Teraba Pembesaran KGB
Thorax
Pulmo
- Inspeksi : Stastis Dan Dinamis Dalam Keadaan Simetris
- Palpasi : Fremitus Kanan Dan Kiri Sama
- Perkusi : Sonor +/+
- Auskultasi : Suara nafas vesiculer +/+ , Wheezing -/-, Ronki -/-,

Cor
- Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Terlihat
- Palpasi : Ictus Cordis Teraba 2 jari LMCS RIC V
- Perkusi : Batas Kanan Atas Linea Parastesnalis Dextra RIC II
Batas Kanan Bawah Linea Parastesnalis Dextra
RICIV
Batas Kiri Atas Linea Parastesnalis Sinistra RIC II
Batas Apeks Jantung Linea Midclavicularis Sinistra
RIC V
- Auskultasi : BJ I-II Reguler, 80x/1, Bising (-)
Abdomen
- Inspeksi : distensi (-), Venektasi (-), Sikatrik (-)
- Palpasi : Hepar Dan Lien Tidak Teraba, Nyeri TekanEpigastrium
(-)Nyeri Lepas (-)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+)normal
Extremitas
- Inspeksi : tampak luka dari pangkal paha sampai ujung kaki kiri
luka ditutup perban
- Palpasi : Akral Hangat, Edema (-), Nadi Mudah Diraba, CRT < 2’’

27
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan labor :
Hb : 10,2 g/dl
Ht : 30,3 %
Leukosit : 8,78 /ul
Trombosit : 429 /ul
PT : 15,4
APTT : 32,3
Cek GDR : 296
Ad random : 189 mg%
GDP : 149 mg/dl

- DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Ulkus diabetikum e.c DM tipe 2 tidak terkontrol
Diagnosis Banding : Diabetes Tipe I, Diabetes Insipidus

- KOMPLIKASI
a. Akut :
 Ketoasidosis Diabetik
 Hiperosmolar Non Ketotik
 Hipoglikemia

b. Kronik:
 Makroangiopati
 Penyakit Jantung Kroner
 Stroke

28
c. Mikroangiopati:
 Retinopti Diabetik
 Neuropati Diabetik
d. Neuropati
e. Gabungan
 Cardiomiopati
 Rentan Infeksi
 Kaki Diabetik
 Disfungsi Ereksi

- PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
 IVFD RL 500cc 12 jam/kolf
 Metformin tablet 3 x 500 mg
 Paracetamol 3 x 500 mg
 B Komplek 2 x 1
 Sliding scale / 6 jam

29
FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


SABTU Luka ditutup TD : 90/70 Ulkus TERAPI UMUM
31 nov 2018 perban dari mmHg diabetikum e.c IVFD RL 12jam / kolf
pangkal paha Nadi : 85 DM tipe 2 Anjuran istirahat
sampai ujung x/menit tidak FARMAKOTERAPI
kaki Nafas : 19 terkontrol Metformin 3 x 500 mg
Sakit kepala x/menit PCT 3x500
(+) Suhu : 36,7 Inj. ceftriaxone
Mual (+) ˚C Domperidon 3x10
Muntah (-) Ciprofloxacin 2x200 gr
Badan terasa (IV)
letih B comp
Hb: 10,2
Ht : 30,3
Leukosit : 10,36
Trombosit : 429
Sliding scale /6 jam
GDR : 296

30
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning
SENIN Mual (+) TD : 120/90 Post op TERAPI UMUM
2 Des 2018 Muntah (-) mmHg debridement IVFD RL 12 jam / kolf
N/M menurun Nadi : 98 ulkus Diet DD 1900 Kkal
Badan terasa x/menit diabetikum FARMAKOTERAPI
letih Nafas : 20 Inj. Cefotaxim 2x1
x/menit Inj. Metronidazol 3x1
Suhu ; 36,7 PCT
˚C Domperidon
B comp
GDR : 200

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


RABU Badan terasa TD : 120/80 Post op FARMAKOTERAPI
4 Des 2018 letih mmHg debridement Cek GDR / Hari
mual (-), Nadi : ulkus
muntah (-) 100x/menit diabetikum
N/M Nafas : 38
(menurun) x/menit
Suhu ; 36,7
˚C

31
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

- Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta,1999

- PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Indonesia, 2006.

- Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko Terjadinya

Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap

Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka

Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro Semarang, 2007. p.133-154.

- Soegondo S. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus, Penerbit FK UI,

Jakarta,1998.

- Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam : Darmono,

dkk,editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek

Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro Semarang,2007. p.15-30

- Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 1999

- Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical

Diabetes Vol24, Number 2, 2006. p 91-93

- Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam

Physician, Vol 66, Number 9. 2002. p 1655-62

32

Anda mungkin juga menyukai