Anda di halaman 1dari 7

BAB XI

Asuhan Keperawatan Epilepsi

11.1 Definisi
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea otak yang
terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat
mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik
atau sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik.
Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-sel neuron di otak terjadi karena
fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini dapat berupa gangguan
fisiologik, biokimia, anatomi dengan manifestasi baik lokal maupun general

11.2 Etiologi
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang
yang muncul tanpa diprovokasi. Penyebabnya adalah kelainan bangkitan
listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh
bagian otak. Keadaan ini bisa diindikasikan sebagai disfungsi otak.15
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik
berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor
fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut.
Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak atau
fungsi sel neuron di otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang
atau serangan epilepsi Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui
dengan melihat usia serangan pertama kali. Misalnya : usia dibawah 18
tahun kemungkinan faktor penyebabnya ialah trauma perinatal, kejang
demam, radang susunan saraf pusat, struktural, penyakit metabolik,
keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala, dan lain-lain.
Bangkitan kejang juga dapat disebabkan oleh berbagai kelainan dan
macam-macam penyakit diantaranya ialah trauma lahir, trauma kapitis,
radang otak, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran darah,
hipoksia, anomali kongenital otak, kelainan degeneratif susunan saraf pusat,
gangguan metabolisme, gangguan elektrolit, demam, reaksi toksis-alergis,
keracunan obat atau zat kimia, dan faktor hereditas.

11.3 Tanda dan gejala


Kejang berulang merupakan gejala utama epilepsi. Karakteristik kejang
akan bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang terganggu pertama
kali dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi. Jenis kejang epilepsi
dibagi menjadi dua berdasarkan gangguan pada otak, yaitu:

1. Kejang Parsial Pada kejang parsial atau focal, otak yang


mengalami gangguan hanya sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi menjadi
dua kategori, yaitu: Kejang parsial simpel, yaitu kejang yang pengidapnya
tidak kehilangan kesadaran. Gejalanya dapat berupa anggota tubuh yang
menyentak, atau timbul sensasi kesemutan, pusing, dan kilatan cahaya.
Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung pada bagian otak mana
yang mengalami gangguan. Contohnya jika epilepsi mengganggu fungsi otak
yang mengatur gerakan tangan atau kaki, maka kedua anggota tubuh itu
saja yang akan mengalami kejang. Kejang parsial juga dapat membuat
pengidapnya mengalami perubahan secara emosi, seperti merasa gembira
atau takut secara tiba-tiba. Kejang parsial kompleks. Kadang-kadang,
kejang focal memengaruhi kesadaran pengidapnya, sehingga membuatnya
terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat. Inilah
yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks. Ciri-ciri kejang parsial
kompleks lainnya adalah pandangan kosong, menelan, mengunyah, atau
menggosok-gosokkan tangan.
2. Kejang Umum Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi
pada sekujur tubuh dan disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada
seluruh bagian otak. Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat
seseorang terserang kejang umum: Mata yang terbuka saat kejang. Kejang
tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti
dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali.
Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung berkedut. Kejang
atonik, yaitu otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks, sehingga pengidap bisa jatuh
tanpa kendali. Kejang klonik, yaitu gerakan menyentak ritmis yang biasanya
menyerang otot leher, wajah dan lengan. Tekadang, pengidap epilepsi
mengeluarkan suara-suara atau berteriak saat mengalami kejang.
Mengompol. Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badan
terlihat pucat atau bahkan membiru. Dalam beberapa kasus, kejang
menyeluruh membuat pengidap benar-benar tidak sadarkan diri. Setelah
sadar, pengidap terlihat bingung selama beberapa menit atau jam. Ada jenis
epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, dikenal dengan nama
epilepsi absence atau petit mal. Meski kondisi ini tidak berbahaya, prestasi
akademik dan konsentrasi anak bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini adalah
hilangnya kesadaran selama beberapa detik, mengedip-ngedip atau
menggerak-gerakkan bibir, serta pandangan kosong. Anak-anak yang
mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat akan apa yang terjadi saat
mereka kejang.

11.4 Patofisiologi
Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya
perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron.
Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran
dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis dengan
neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang
bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai
terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk
merangsang atau menghambat neuron lain, sehingga terjadilah epilepsi.
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas
listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang
penderita dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali
bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan
akan muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar
kasus tidak dijumpai kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus
epilepsi disertai oleh kerusakan struktural otak yang mengakibatkan
disfungsi fisik dan retardasi mental.

11.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien epilepsi adalah pasien jatuh
pada status epileptikus. Status epileptikus dapat terjadi pada semua tipe
epilepsi. Sekitar 0.5% hingga 10% dari seluruh kematian pada pasien
epilepsi diakibatkan oleh status epileptikus dengan angka rasio mortalitas
2,8%.
Selain status epileptikus, komplikasi epilepsi yang berbahaya namun lebih
jarang adalah Sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP). Kondisi
SUDEP adalah kematian mendadak yang terjadi pada pasien epilepsi yang
bukan disebabkan oleh kondisi medis tertentu, trauma, akibat tenggelam,
atau status epileptikus.

11.6 Asuhan keperawatan


A. Pengkajian primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
3. Ciculation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi tekjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingn, sianosis pada tahap lanjut.
4. Disability
Kaji tingkat kesadaran GCS, Kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya, kaji kekuatan otot motorik
5. Exposure
Kaji ada tidaknya tanda-tanda hipotermia, kaji suhu tubuh

B. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Riwayat mengidap: penyakit
2. Kebiasaan/gaya hidup : alkoholisme, kebiasaan makan
3. Kesadaran, tekanan darah, nadi, temperatur, respirasi
4. Inspeksi Mata: conjungtiva (ada tidaknya anenis) Mulut: adanya isi
lambung yang bercampur darah Ekstremitas ujung-ujung jari pucat
Kulit dingin
5. Auskultasi Paru Jantung irama cepat atau lambat Jantung: irama
cepat atau lambat Usus: peristaltik
6. Perkusi Abdomen terdengar sonor, kembung atau tidak Reflek
patela menurun
7. Intake anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan
8. Eliminasi BAB konstipasi atau diare, adakah melena (warna darah
hitam, konsistensi pekat, jumlahnya) BAK: warna gelap, konsistensi
pekat
9. Neurosensori: adanya penurunan kesadaran (bingung, halusinasi,
koma).
10. Respirasi sesak. dyspnoe, hipoxia
11. Aktilitas :lemah. lelah, letargi. penurunan tonus otot
12. Studi diagnostik Pemeriksaan darah: Hb, Ht, RBC Protrombin.
Fibrinogen, BUN, serum, amono1ak, albumin. Pemeriksaan urin :BJ,
warna, kepekatan Pemeriksaan penunjang esophagoscopy,
endoscopy, USG, CT Scan.

No Diagnosa Intervensi
1 Resiko Aspirasi SIKI HAL 495
Intervensi utama :
1. Manajemen jalan nafas
2. Pencegahan aspirasi
Intervensi pendukung :
1. Dukungan perawatan diri
2. Manajemen kejang
3. Menejemen muntah
4. Pemantauan respirasi

2 Risiki cedera SIKI HAL 496


Intervensi utama :
1. Manajemen keselamatan lingkungan
2. Pencegahan cedera
Intervensi pendukung :
1. Edukasi keamanan
2. Identifikasi resiko
3. Manajemen kejang
4. Pencegahan kejang
3 Gangguan memori SIKI HAL 461
Intervensi utama :
1. Latihan memori
2. Orientasi realita
Intervensi pendukung
1. Dukungan emosional
2. Manajemen cairan
3. Manajemen lingkungan
4. Pemantauan neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan.Jakarta: Salemba Medika Ariani, Tutu April.2012.Sistem
Neurobihavior.Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai