Anda di halaman 1dari 10

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2015). Kriteria diagnosis
diabetes melitus yaitu kadar gula darah sewaktu lebih atau sama dengan 200
mg/dl, kadar gula puasa lebih atau sama dengan 126 mg/dl, kadar gula darah
≥200 mg/dl pada 2 jam setelah beban glukosa 75 pada tes toleransi glukosa
(Sudoyo, 2009).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis
dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postpandial, aterosklerotik dan
penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2013).
Diabetes mellitus adalah keadaan yang berkaitan dengan ekskresi gula
ke dalam urine, telah didiagnosis oleh para dokter selama sekurang-kurangnya
tiga millennium. Hingga ditemukannya insulin pada tahun 1920-an, terapi diet
merupakan satu-satunya penanganan yang dilaksanakan pada para
penyandang diabetes (Truswell, 2014).

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2013), diabetes mellitus diklasifikasikan
menjadi :
2.1.2.1 Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 disebut dengan diabetes melitus tergantung
insulin. Sekitar 5% sampai 10% pasien mengalami diabetes tipe 1.
Tipe ini ditandai dengan destruksi sel-sel beta pankreas akibat
7

faktor genetis, imunologis, dan mungkin juga lingkungan (misalnya


virus). Injeksi insulin diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa
darah.
2.1.2.2 Diabetes mellitus tipe 2 disebut dengan diabetes melitus tak
tergantung insulin. Sekitar 90% sampai 95% pasien penyandang
diabetes menderita diabetes tipe 2. Tipe ini disebabkan oleh
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistansi insulin) atau
akibat penurunan jumlah insulin yang diproduksi. Diabetes melitus
tipe 2 ditangani dengan diet dan olahraga, dan juga dengan agens
hipoglikemik oral sesuai kebutuhan. Diabetes tipe dua paling sering
dialami oleh pasien di atas usia 30 tahun dan pasien yang obesitas.
2.1.2.3 Diabetes mellitus gestasional ditandai dengan setiap derajat
intoleransi glukosa yang muncul selama kehamilan (trimester kedua
dan ketiga). Risiko diabetes gestasional mencakup obesitas, riwayat
personal pernah mengalami diabetes gestasional, glikosuria, atau
riwayat kuat keluarga pernah mengalami diabetes. Diabetes melitus
gestasional meningkatkan risiko mereka untuk mengalami
gangguan hipertensi selama kehamilan.
2.1.2.4 Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan sindrom
lainnya.

2.1.3 Patofisiologi
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin dan gangguan sekresi insulin yaitu resistensi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin
pada diabetes tipe II disertai penurunan reaksi intrasel sehingga insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
8

insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II
(Smeltzer & Bare, 2013).
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2.
Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih
berat daripada yang diperkiraan sebelumnya. Selain otot, liber dan sel beta,
organ lain seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pankreas (hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut
berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM
tipe-2 (Perkeni, 2015).

2.1.4 Etiologi
Secara pasti penyebab dari diabetes melitus tipe 2 ini belum diketahui,
faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Diabetes melitus tipe 2 penyakitnya mempunyai pola
pamiliar yang kuat. Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan kalianan sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin (Smeltzer & Bare, 2013). Faktor risiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 diantaranya
adalah:
2.1.4.1 Usia
DM tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia
lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa
mencapai 50-92% Sekitar 6% individu berusia 45-64 tahun dan 11%
individu diatas usia 65 tahun menderita DM tipe II. Umur sangat erat
kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga
semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan
toleransi glukosa semakin tinggi. Proses menua yang berlangsung
setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis
9

dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada


tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat
mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan
hormon insulin, selsel jaringan target yang menghasilkan glukosa,
sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
2.1.4.2 Obesitas
Obesitas merupakan kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan
metabolism energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologic
spesifik. Keadaan obesitas ini, terutam obesitas sentral,
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya
dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin yang terdiri
dari resistensi insulin/ hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes
mellitus, disiplidemia, hiperuresemia, gangguan fibrinolisis,
hiperfibrinogenemia dan hipertensi (Sudoyo, 2009).
2.1.4.3 Riwayat keluarga
Penderita diabetes biasanya mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik.
2.1.4.4 Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya dibetes melitus tipe 2 dibandingan dengan
golongan afro Amerika). Sedangkan di Indonesia risiko diabetes
terjadi pada suku atau ras yang bekerja sebagai pemburu dan petani.

2.1.5 Manifestasi klinik


Menifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin (Price & Wilson, 2013):
2.1.5.1 Kadar glukosa puasa tidak normal.
10

2.1.5.2 Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis


osmotic yang meningakatkan pengeliuran urin (poliuria) dan timbul
rasa haus.
2.1.5.3 Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang.
2.1.5.4 Lelah dan mengatuk.
2.1.5.5 Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva.

2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Perkeni (2015), penatalaksanaan diabetes melitus adalah :
2.1.6.1 Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan.
2.1.6.2 Terapi Nutrisi Medis (TNM) TNM merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci keberhasilannya
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna
mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan
kebutuhan setiap penyandang DM. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang
DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan
jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada
mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri.
11

2.1.6.3 Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2
apabila tidak disertai adanya nefropati.Kegiatan jasmani sehari-hari
dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu.Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah 250 mg/dL dianjurkan
untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas
sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun
dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut
jantung maksimal)seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi
angka 220 dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa
kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training
(latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.Intensitas latihan jasmani pada penyandang DM
yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM
yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan
disesuaikan dengan masing-masing individu.
2.1.6.4 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan.
12

2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus menurut Price & Wilson (2013), ada
beberapa komplikasi diabetes yaitu :
2.1.7.1 Komplikasi metabolik akut
1. Hiperglikemia
Ketika kalori yang dimakan melebihi insulin yang tersedia atau
glukosa digunakan, sehingga terjadi peningkatan glukosa darah
(hiperglikemia). Penyebab umum dari hiperglikemia adalah makan
lebih dari rencana makan yang dianjurkan, penyebab utama adalah
stres. Stres menyebabkan pelepasan hormon counterregulatory,
termasuk epinephrine, kortisol, hormon pertumbuhan, dan
glukagon. Semua hormon meningkatkan kadar glukosa darah.
2. Hipoglikemia
Glukosa darah yang rendah, atau hipoglikemia, terjadi ketika tidak
cukupnya glukosa yang tersedia dalam sirkulasi insulin.
Hipoglikemia biasanya didefinisikan sebagai kadar glukosa darah
di bawah 50 mg/dl, meskipun klien mungkin merasakan gejala
ditingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kadang-kadang
gejala terjadi sebagai akibat penurunan cepat glukosa darah,
meskipun kadar glukosa yang sebenarnya normal atau tinggi.
Penyebab hipoglikemia bisa terjadi nkarena melewatkan makan,
berolahraga lebih dari biasa, atau sengaja pemberian terlalu banyak
insulin.
2.1.7.2 Komplikasi kronik (menahun)
1. Penyakit makrovaskuler
Penderita diabetes memungkinkan terjadinya aterosklerosis lebih
cepat dari biasanya, penderita lebih cenderung mengalami
hipertensi, tinggi atau rendahnya lipoprotein (LDL) kolesterol dan
trigliserida.
13

2. Retinopati sering terjadi pada kebanyakan pasien dengan diabetes


mellitus. Retinopati mengakibatkan kerusakan pembuluh darah
kecil pada mata. Perdarahan yang terjadi dapat menyebabkan
kebutaan jika tidak diobati. Diabetes juga berhubungan dengan
tingginya insiden katarak.
3. Nefropati disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh darah pada
ginjal. Faktor risiko utama untuk nefropati diabetik adalah tidak
terkontrolnya gula darah. Jika nefropati terjadi, ginjal tidak mampu
mengeluarkan sisa dan kelebihan cairan dari darah.
4. Komplikasi lain dari diabetes adalah neuropati, kerusakan saraf
akibat hiperglikemia kronik. Neuropati dapat menyebabkan mati
rasa dan nyeri pada ekstermitas, disfungsi ereksi (impotensi) pada
pria, disfungsi seksual pada wanita, gastroparesis dan masalah
lainnya.
5. Proteinuria
6. Ulkus/gangrene

2.1.8 Asuhan Keperawatan Teoritis


2.1.8.1 Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan
dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian
secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
14

2. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria,


polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram
otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
3. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan,
pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk
mencegah komplikasi.
5. Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.
Hal-hal lain yang perlu dikaji:
a. Kaji hiperglikemia dan hipoglikemia.
b. Kaji tumbuh kembang anak.
c. Status hidrasi.
d. Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual
muntah, pernapasan kusmaul menurunnya kesadaran.
e. Kaji tingkat pengetahuan.
f. Mekanisme koping
g. Kaji nafsu makan.
h. Status berat badan.
15

i. Frekuensi berkemih
j. Fatigue
k. Irirtabel
l. Wawancara 
1) Riwayat hipertensi
2) Riwayar kesehatan keluarga
3) Pola kehidupan sehari-hari
4) Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan
penyakit yang berbahaya.
5) Riwayat keluarga Terutama yang berkaitan dengan
anggota keluarga lain yang menderita diabetes
mellitus.

2.1.9 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut

2. Resiko Tinggi Infeksi

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4. Intoleransi aktivitas

5. Gangguan integritas kulit

Anda mungkin juga menyukai