Anda di halaman 1dari 13

1.

Pengertian Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000
gram (Kristiyanasari, 2009).
Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
Kesimpulannya adalah bayi baru lahir merupakan bayi lahir yang dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin.

2. Asuhan Segera Bayi Baru Lahir

Bidan harus mengetahui kebutuhan transisional bayi dalam beradaptasi


dengan kehidupan diluar uteri sehingga ia dapat membuat persiapan yang tepat
untuk kedatangan bayi baru lahir. Adapun asuhannya sebagai berikut (Fraser
Diane, 2011):
a. Pencegahan kehilangan panas seperti mengeringkan bayi baru lahir, melepaskan
handuk yang basah, mendorong kontak kulit dari ibu ke bayi, membedong bayi
dengan handuk yang kering
b. Membersihkan jalan nafas.
c. Memotong tali pusat.
d. Identifikasi dengan cara bayi diberikan identitas baik berupa gelang nama
maupun kartu identitas.
e. Pengkajian kondisi bayi seperti pada menit pertama dan kelima setelah
lahir, pengkajian tentang kondisi umum bayi dilakukan dengan menggunakan
nilai Apgar.

3. Asuhan Bayi Baru Lahir

Menurut Saifuddin (2002) Asuhan bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
a. Pertahankan suhu tubuh bayi 36,5 C. b. Pemeriksaaan fisik bayi.
c. Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir dengan dosis 0,5 – 1 mg I.M.
d. Mengidentifikasi bayi dengan alat pengenal seperti gelang.
e. Lakukan perawatan tali pusat.
f. Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan bayi dipulangkan kerumah diberikan
imunisasi.
g. Mengajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada ibu seperti pernafasan bayi tidak
teratur, bayi berwarna kuning, bayi berwarna pucat, suhu meningkat, dll.
h. Mengajarkan orang tua cara merawat bayi.

4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam asuhan pada bayi baru lahir
menurut APN (2008):

a. Persiapan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana untuk
meminta bantuan, khususnya bila ibu tersebut memiliki riwayat eklamsia,
perdarahan, persalinan lama atau macet, persalinan dini atau infeksi.
b. Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tali pusat. Hindari
pembungkusan tali pusat. Tali pusat yang tidak tertutup akan mengering dan
puput lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit.
c. Bila memungkinkan jangan pisahkan ibu dengan bayi dan biarkan bayi bersama
ibunya paling sedikit 1 jam setelah persalinan.
d. Jangan tinggalkan ibu dan bayi seorang diri dan kapanpun.
5. Prinsip asuhan bayi baru lahir normal (Hidayat, 2010):

a. Cegah kehilangan panas berlebihan.


b. Bebaskan jalan nafas.
c. Rangsangan taktil
d. Laktasi (dimulai dalam waktu 30 menit pertama).

6. Cara kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir

Menurut Yanti (2009) proses kehilangan panas pada tubuh bayi baru lahir
sebagai berikut:
a. Evaporasi yaitu proses kehilangan panas melalui cara penguapan oleh karena
temperatur lingkungan lebih rendah dari pada temperatur tubuh (bayi dalam
keadaan basah).
b. Konduksi yaitu proses kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
dengan benda yang mempunyai suhu lebih rendah.
c. Konveksi yaitu proses penyesuaian suhu tubuh melalui sirkulasi udara terhadap
lingkungan.
d. Radiasi yaitu proses hilangnya panas tubuh bayi bila diletakan dekat dengan
benda yang lebih rendah suhunya dari tubuh.

7. Cara mencegah terjadinya kehilangan panas

Menurut APN (2008) untuk mencegah terjadinya kehilangan panas pada


bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
a. Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks.
b. Letakkan bayi agar terjadi kotak kulit ibu ke kulit bayi.
c. Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi.
d. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.

8. Penanganan Bayi Baru Lahir

Menurut Prawirohardjo (2009) menyebutkan bahwa penanganan bayi baru


lahir seperti dibawah ini:
a. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 menit), kemudian meletakan bayi diatas
perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya, bila bayi
mengalami asfiksia lakukan resusitasi.
b. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu-bayi lakukan penyuntikan oksitosin.
c. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3cm dari pusat bayi dan
memasang klem kedua 2cm dari klem pertama.
d. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat diantara klem.
e. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan
kain yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala.
f. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI

B. Asfiksia

1. Pengertian Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas secara
spontan dan teratur (Asri Dwi, 2010).
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya (Dewi, 2011).
Kesimpulan dari pengertian diatas asfiksia adalah suatu keadaan dimana
bayi tidak dapat bernafas secara spontan setelah lahir.

2. Etiologi Asfiksia Bayi Baru Lahir

Secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau


pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. kegagalan pernafasan pada bayi bisa disebabkan karena terjadi
hipoksia, solusio plasenta, prematur, tali pusat menumbung, partus lama, dll
(Kristiasari, 2009).
Menurut Asri Dwi (2010) faktor penyebab asfiksia ada tiga antara lain
sebagai berikut:
a. Ibu: preeklamsi, eklamsi, perdarahan antenatal, partus lama, partus macet,
demam selama persalinan, infeksi berat, serotinus, dll.
b. Tali pusat: lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali
pusat.
c. Keadaan bayi: prematur, persalinan sulit, gemelli, kelainan konginental,
air ketuban bercampur mekonium, dll.

3. Patofisiologi

Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan
janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai
berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan
bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
diabsorbsi oleh jaringan paru.
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah
banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi
udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara
dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak
inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan
peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler paru dan meningkatkan aliran darah setelah lahir.
Aliran intrakardinal dan ekstrakardinal mulai beralih arah yang kemudian
diikuti penutupan dukus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler
paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan
aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang
inadekuat menyebabkan gagal nafas (Sholeh,
2008).
Pernafasan spontan pada bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Asfiksia akan dimulai dengan suatu periode apnu (primari apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkantumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan tingkat kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya metabolik asidosis menyebabkan
penurunan sel jarinan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan menyebabkan
tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi kematian (Maryunani, 2009).

4. Klasifikasi Klinis

Menurut Kristiyanasari (2009) Asfiksia dikelompokkan menjadi beberapa


klasifikasi di bawah ini :
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0 – 3).
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4 – 6).
c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7 - 10).

Tabel 1.1 Scoring APGAR bayi baru lahir menurut Oxorn (2010) sebagai berikut:
Tanda Angka 0 Angka 1 Angka 2
Frekuensi denyut Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100
jantung
Upaya respirasi Tidak ada Lambat, tidak Baik, menangis
teratur kuat
Tonus otot Lumpuh Fleksi ekstremitas Gerak aktif
Reflek terhadap Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau bersin
rangsangan respon
ketika kateter
dimasukan dalam
lubang hidung
Warna biru putih Badan merah Seluruh tubuh
muda: berwarna merah
ekstremitas muda

5. Manifestasi Klinik

Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan


tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini (Maryunani, 2009):
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur. b.
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala.
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain.
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
e. Brakikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah, kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum
dan selama proses persalinan.
g. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru- paru atau
nafas tidak teratur atau megap-megap.
h. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam darah.
i. Pucat.

6. Penegakan Diagnosis Asfiksia

a. Anamnesis
Dalam wawancara dengan penderita (ibu), bidan menanyakan atau
mengkaji (Maryunani, 2009):
1). Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan
2). Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium
3). Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau menangis
4). Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang,
ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll).

b. Pemeriksaan fisik

Pada saat pemeriksaan fisik bayi ditemukan (DINKES RI, 2007):

1). Bayi tidak bernafas atau megap – megap


2). Denyut jantung kurang dari 100 x/menit
3). Kulit sianosis, pucat
4). Tonus otot menurun

7. Penatalaksanaan Asfiksia

Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus atau bayi.


Semua bayi dengan depresi pernafasan harus mendapat resusitasi yang adekuat.
Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan
medis kelanjutan yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan
dipastikan sendiri kemudian, namun pada intinya penatalaksanaan terhadap
asfiksia neonatorum (Maryunani, 2009):

a. Asfiksia berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal,


dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan
O2 yang diberikan tidak 30cm H – 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul,
lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80
– 100 kali per menit.

b. Asfiksia sedang atau ringan

Pasang relkik pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30 – 60


detik. Bila gagal, lakukan pernafasan kodok (frog breating) 1 – 2 menit yaitu:
kepala bayi ekstensi maksimal beri O2 1 – 2 liter permenit melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakan dagu keatas bawah
secara teratur 20 kali permenit.

c. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi (naiknya makanan dari


kerongkongan/lambung tanpa disertai rasa mual ataupun kontraksi otot perut
yang sangat kuat).
8. Penanganan Asfiksia pada BBL (Resusitasi)

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2010),


Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi:
A. Memastikan saluran nafas terbuka

- Meletakan kepala dalam posisi defleksi : bahu diganjal.


- Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
- Bila perlu masukan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran nafas
terbuka.

B. Memulai pernafasan

- Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.


- Memakai VTP, bila perlu seperti:

1) Sungkup dan balon.


2) Pipa ET dan balon.
3) Mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

C. Mempertahankan sirkulasi darah

- Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan
pengobatan.
Persiapan yang harus dilakukan pada saat resusitasi yaitu Persiapan
keluarga, Persiapan tempat resusitasi, Persiapan alat resusitasi, Persiapan diri
(Hidayat, 2010).
Menilai bayi yang perlu diresusitasi dengan cara Bila bayi belum lahir
air ketuban bercampur mekonium, Setelah bayi lahir, nilai 3 tanda utama yaitu
pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit (Hidayat,
2010).
Tindakan resusitasi menurut Hidayat (2010), Penilaian awal dari lahirnya
bayi kemudian bayi bersih dari mekonium, bayi bernafas atau menagis, tonus
otot baik, warna kulit kemerahan, cukup bulan. Langkah awal yang harus
dilakukan yaitu hangatkan bayi, atur posisi, isap lendir, keringkan dan rangsang
taktil, atur kembali posisi, lakukan penilaian. Ventilasi adalah tahapan tindakan
resusitasi untuk memasukan jumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan
positif untul membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur
.
Langkah-langkah:

a. Pasang sungkup.
b. Ventilasi 2 kali (tekanan 30 APN, 40 resusitasi).
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
d. Setiap 30 detk ventilasi, lakukan penilaian.
e. Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal setelah 2 menit.
f. Ventilasi dihentikan setelah 20 menit (bila tidak berhasil).

Resusitasi berhasil lakukan asuhan paska resusitasi selama 2 jam


a. Letakan bayi di dada ibu, selimuti keduanya.
b. Susui bayi sambil dibelai.
c. Lakukan asuhan neonatal normal dengan cara beri vitamin K1 mg/hari
selama 3 hari (1 tab 5 mg), beri salep/tetes mata.
Tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi:

a. Tarikan dinding dada dalam, nafas megapp-megap frekuensi < 30 kali/> 60


kali/menit.
b. Pantau bayi berwarna pucat, biru, lemas.
c. Jaga bayi tetap hangat dan kering.
d. Tunda memandikan sampai dengan 6 – 24 jam.
e. Kondisi memburuk rujuk.

Rujuk bayi bila ada tanda (setelah resusitasi):

a. Frekuensi nafas < 30 kali/> 60 kali/menit.


b. Ada tarikan dinding dada.
c. Merintih, nafas megap-megap, nafas bunyi saat ekspirasi dan inspirasi.
d. Tubuh pucat atau kebiruan.
e. Bayi lemas

Jika rujuk catat:

a. Nama ibu, alamat, tanggal dan waktu bayi baru lahir.

b. Kondisi bayi seperti gawat janin sebelumnya, air ketuban mekonium, tangisan
bayi, waktu memulai resusitasi, langkah resusitasi yang dilakukan, hasil
resusitasi.

9. Terapi Medikamentosa

Menurut DINKES RI (2007) terapi yang dilakukan pada bayi yang


mengalami asfiksia sebagai berikut:
a. Epinefrin

Indikasi:
1). Denyut jantung bayi < 60 kali/metit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon.
2). Asistolik.
Dosis: 0,1 – 0,3 ml/kg dalam larutan 1:10.000.
Cara: IV atau Endotrakeal. Dapat diulang setiap 3 – 5 menit bila perlu.

b. Cairan pengganti volume darah

Indikasi:
1). BBL yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
2). Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan:
1). Larutan kristaloid yang isotonis (NACl 0,9%, Ringer Laktat)
2). Tranfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila
fasilitas tersedia.
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5 – 10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukan repon klinis.
c. Natrium bikarbonat

Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat: bayi
dapat dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis: 1 – 2 mEq/kg BB atau 2 – 4 ml/kg BB (4,2%) atau 1 – 2 ml/kg BB (7,4%)
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.

D. Tinjauan teori manajemen kebidanan

1. Teori manajemen kebidanan menurut Hellen Varney

Menurut Mufdlilah (2012), Manajemen kebidanan dan prosesnya perlu


dijelaskan untuk memberikan kesamaan pandangan. Varney mengatakan seorang
bidan dalam menerapkan manajemen perlu lebih kritis dalam melakukan analisis
untuk mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial. Kadang kala bidan juga
harus segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tertentu dan mungkin juga
melakukan kolaborasi, konsultasi bahkan segera merujuk klien.
Menurut Estiwidani (2008), Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan – penemuan,
ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu
keputusan berfokus kepada klien. selanjutnya langkah – langkah proses
manajemen kebidanan akan di jabarkan sebagai berikut :

a. Langkah I (pertama): Pengumpulan data dasar

Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/orang


yang meminta asuhan. Kegiatan pengumpulan data dapat dimulai saat klien
masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses asuhan kebidanan
berlangsung.data dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber yang dapat
memeberikan informasi paling akurat yang dapat diperoleh secepat mungkin dan
upaya sekecil mungkin. Pasien adalah sumber informasi yang akurat dan
ekonomis, disebut sumber data primer. Sumber data sekunder adalah data yang
sudah ada,pratikan kesehatan lain, anggota keluarga. Teknik pengumpulan data
ada tiga yaitu observasi, wawancara, pemeriksaan (Mufdlilah, 2012).
Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap,
yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau
catatan terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data laboraturium dan
membandingkan dengan hasil studi (Asrinah, 2010).

b. Langkah II (kedua): Interpretasi data dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar atas data- data yang
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Mufdlilah, 2012).
Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah
pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan
lainnya sehingga tergambar fakta (Hidayat Asri, 2008).
c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial


lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah di identifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa / masalah
potensial ini benar – benar terjadi (Mufdlilah, 2012).

d. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang


memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu


bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data menunjukkan
situasi yang memerlukan tindakansegera sementara menunggu instruksi dokter.
Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan
mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menetukan asuhan pasien yang paling
tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan (Mufdlilah, 2012).
Pada penjelasan diatas bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi klien. Setelah
bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi
diangnosa atau masalah pada step sebelumnya bidan juga harus merumuskan
tindakan segera yang harus dirumuskan utuk menyelamatkan ibu dan bayi
(Estiwidani, 2008).

e. Langkah V (kelima): Merencanakan asuhan yang komprehensif/menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh


langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasikan atau antisipasi, pada langkah
ini informasi/data dasar yang tidak lengkap dilengkapi (Hidayat Asri, 2008).
Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang
komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan pengetahuan,
teori yang berkaitan dan up to date serta di valiidasikan dengan asumsi mengenai
apa yang diinginkan wanita/pasien tersebut dan apa yang dia tidak inginkan
(Mufdlilah, 2012).

f. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan
oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang
lain.. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya (Mufdlilah, 2012).
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya,
baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan
ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya (Wildan, 2008)

g. Langkah VII (ketujuh): Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam maslah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian
rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif (Mufdlilah, 2012).
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus menerus
untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai
dengan kondisi atau kebutuhan klien (Wildan, 2008).

2. Pendokementasian manajemen kebidanan dengan metode SOAP

Menurut Mufdlilah (2012), Model dokumentasi yang digunakan dalam


asuhan kebidanan adalah dalam benruk catatan perkembangan, karena bentuk
asuhan yang diberikan berkesinambungan dan menggunakan proses yang terus
menerus (progess notes).

1) S : Subyektif

Data informasi yang subyektif (mencatat hasil anamnesa) berisi tentang


data dari pasien melalui anamnesis (wawancara) yang merupakan ungkapan
langsung seperti menangis atau informasi dari ibu (Wildan, 2008).

2) O : Obyektif

Data informasi obyektif (hasil pemeriksaan, observasi), data yang didapat


dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir (Wildan,
2008).

2) A : Assessment

Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), berdasarkan data


yang terkumpul kemudian dibuat kesimpulan meliputi diagnosis, antisipasi
diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya tindakan segera (Wildan,
2008).

4) P : Planning

Menurut Mufdlilah (2012), Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan


antisipasi, tindakan segera, tindakan rutin, penyuluhan, sopport, kalaborasi,
rujukan dan evaluasi/follow up).

E. Teori hukum kewenangan bidan

Dalam menjalankan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan


Asfiksia, bidan mempunyai landasan hukum dan kewenangan dalam
memberikan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia
meliputi (Yanti, 2010):

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan
dengan rahmat Tuhan YME Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Pudiastuti,
2011):

Pasal 11 b, yang berbunyi:


Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang untuk:
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0 – 28 hari) dan perawatan tali pusat.
b. Penanganan pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
c. Penanganan dengan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah.
f. Pemberian konseling dan penyuluhan.
g. Pemberian surat keterangan kelahiran.
h. Pemberian surat keterangan kematian.

2. Ruang lingkup pelayanan kebidanan

Standar penanganan kegawatan obstetric dan neonatal: Standar 24:


Penanganan asfiksia neonatorum. Pernyataan standar:

Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta
melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan
dan memberikan perawatan lanjutan. Prasyarat:

a. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan


memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera.
b. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahiran bayi
mereka.
c. Bidan terlatih dan terampil untuk:
1) Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
2) Menilai pernafasan yang cukup pada BBL dan mengidentifikasi BBL yang
memerlukan resusitasi.
3) Menggunakan skor APGAR.
4) Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
d. Tersedia ruang hangat, bersih, dan bebas asap utuk persalinan.
e. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi
BBL, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk/ kain hangat
yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih atau DTT.
f. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam
keadaan berfungsi baik, masker DTT, penghisap DeLee steril/DTT.
g. Kartu ibu, kartu bayi dan partograf.
h. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang
efektif.
LAPORAN PENDAHULUAN BBL (BAYI BARU
LAHIR)

NAMA : RISE OKTA SHERA


NPM : 2014901010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI
TAHUN AJARAN 2021/2022

Anda mungkin juga menyukai