Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000
gram (Kristiyanasari, 2009).
Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja
mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
Kesimpulannya adalah bayi baru lahir merupakan bayi lahir yang dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan
ekstrauterin.
Menurut Saifuddin (2002) Asuhan bayi baru lahir adalah sebagai berikut:
a. Pertahankan suhu tubuh bayi 36,5 C. b. Pemeriksaaan fisik bayi.
c. Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir dengan dosis 0,5 – 1 mg I.M.
d. Mengidentifikasi bayi dengan alat pengenal seperti gelang.
e. Lakukan perawatan tali pusat.
f. Dalam waktu 24 jam sebelum ibu dan bayi dipulangkan kerumah diberikan
imunisasi.
g. Mengajarkan tanda-tanda bahaya bayi pada ibu seperti pernafasan bayi tidak
teratur, bayi berwarna kuning, bayi berwarna pucat, suhu meningkat, dll.
h. Mengajarkan orang tua cara merawat bayi.
4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam asuhan pada bayi baru lahir
menurut APN (2008):
a. Persiapan kebutuhan resusitasi untuk setiap bayi dan siapkan rencana untuk
meminta bantuan, khususnya bila ibu tersebut memiliki riwayat eklamsia,
perdarahan, persalinan lama atau macet, persalinan dini atau infeksi.
b. Jangan mengoleskan salep apapun atau zat lain ke tali pusat. Hindari
pembungkusan tali pusat. Tali pusat yang tidak tertutup akan mengering dan
puput lebih cepat dengan komplikasi yang lebih sedikit.
c. Bila memungkinkan jangan pisahkan ibu dengan bayi dan biarkan bayi bersama
ibunya paling sedikit 1 jam setelah persalinan.
d. Jangan tinggalkan ibu dan bayi seorang diri dan kapanpun.
5. Prinsip asuhan bayi baru lahir normal (Hidayat, 2010):
Menurut Yanti (2009) proses kehilangan panas pada tubuh bayi baru lahir
sebagai berikut:
a. Evaporasi yaitu proses kehilangan panas melalui cara penguapan oleh karena
temperatur lingkungan lebih rendah dari pada temperatur tubuh (bayi dalam
keadaan basah).
b. Konduksi yaitu proses kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
dengan benda yang mempunyai suhu lebih rendah.
c. Konveksi yaitu proses penyesuaian suhu tubuh melalui sirkulasi udara terhadap
lingkungan.
d. Radiasi yaitu proses hilangnya panas tubuh bayi bila diletakan dekat dengan
benda yang lebih rendah suhunya dari tubuh.
B. Asfiksia
1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi setelah lahir tidak bernafas secara
spontan dan teratur (Asri Dwi, 2010).
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi barulahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya (Dewi, 2011).
Kesimpulan dari pengertian diatas asfiksia adalah suatu keadaan dimana
bayi tidak dapat bernafas secara spontan setelah lahir.
3. Patofisiologi
Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan
janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan perubahan sebagai
berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan
bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru
diabsorbsi oleh jaringan paru.
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah
banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi
udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara
dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak
inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan
peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler paru dan meningkatkan aliran darah setelah lahir.
Aliran intrakardinal dan ekstrakardinal mulai beralih arah yang kemudian
diikuti penutupan dukus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler
paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan
aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang
inadekuat menyebabkan gagal nafas (Sholeh,
2008).
Pernafasan spontan pada bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Asfiksia akan dimulai dengan suatu periode apnu (primari apnea)
disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada pada periode apnu kedua. Pada tingkat ini ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada
tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat
metabolisme ini akan menyebabkantumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan tingkat kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya metabolik asidosis menyebabkan
penurunan sel jarinan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat dan menyebabkan
tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi kematian (Maryunani, 2009).
4. Klasifikasi Klinis
Tabel 1.1 Scoring APGAR bayi baru lahir menurut Oxorn (2010) sebagai berikut:
Tanda Angka 0 Angka 1 Angka 2
Frekuensi denyut Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100
jantung
Upaya respirasi Tidak ada Lambat, tidak Baik, menangis
teratur kuat
Tonus otot Lumpuh Fleksi ekstremitas Gerak aktif
Reflek terhadap Tidak ada respon Menyeringai Batuk atau bersin
rangsangan respon
ketika kateter
dimasukan dalam
lubang hidung
Warna biru putih Badan merah Seluruh tubuh
muda: berwarna merah
ekstremitas muda
5. Manifestasi Klinik
a. Anamnesis
Dalam wawancara dengan penderita (ibu), bidan menanyakan atau
mengkaji (Maryunani, 2009):
1). Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan
2). Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium
3). Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau menangis
4). Adanya riwayat gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang,
ekstrasi vakum, ekstrasi forsep, dll).
b. Pemeriksaan fisik
7. Penatalaksanaan Asfiksia
a. Asfiksia berat
B. Memulai pernafasan
- Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada dan
pengobatan.
Persiapan yang harus dilakukan pada saat resusitasi yaitu Persiapan
keluarga, Persiapan tempat resusitasi, Persiapan alat resusitasi, Persiapan diri
(Hidayat, 2010).
Menilai bayi yang perlu diresusitasi dengan cara Bila bayi belum lahir
air ketuban bercampur mekonium, Setelah bayi lahir, nilai 3 tanda utama yaitu
pernafasan, frekuensi jantung, dan warna kulit (Hidayat,
2010).
Tindakan resusitasi menurut Hidayat (2010), Penilaian awal dari lahirnya
bayi kemudian bayi bersih dari mekonium, bayi bernafas atau menagis, tonus
otot baik, warna kulit kemerahan, cukup bulan. Langkah awal yang harus
dilakukan yaitu hangatkan bayi, atur posisi, isap lendir, keringkan dan rangsang
taktil, atur kembali posisi, lakukan penilaian. Ventilasi adalah tahapan tindakan
resusitasi untuk memasukan jumlah volume udara kedalam paru dengan tekanan
positif untul membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur
.
Langkah-langkah:
a. Pasang sungkup.
b. Ventilasi 2 kali (tekanan 30 APN, 40 resusitasi).
c. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
d. Setiap 30 detk ventilasi, lakukan penilaian.
e. Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal setelah 2 menit.
f. Ventilasi dihentikan setelah 20 menit (bila tidak berhasil).
b. Kondisi bayi seperti gawat janin sebelumnya, air ketuban mekonium, tangisan
bayi, waktu memulai resusitasi, langkah resusitasi yang dilakukan, hasil
resusitasi.
9. Terapi Medikamentosa
Indikasi:
1). Denyut jantung bayi < 60 kali/metit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respon.
2). Asistolik.
Dosis: 0,1 – 0,3 ml/kg dalam larutan 1:10.000.
Cara: IV atau Endotrakeal. Dapat diulang setiap 3 – 5 menit bila perlu.
Indikasi:
1). BBL yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
dengan resusitasi.
2). Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan:
1). Larutan kristaloid yang isotonis (NACl 0,9%, Ringer Laktat)
2). Tranfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila
fasilitas tersedia.
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5 – 10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukan repon klinis.
c. Natrium bikarbonat
Indikasi:
Asidosis metabolik secara klinis (nafas cepat dan dalam, sianosis) Prasyarat: bayi
dapat dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis: 1 – 2 mEq/kg BB atau 2 – 4 ml/kg BB (4,2%) atau 1 – 2 ml/kg BB (7,4%)
Cara: diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar atas data- data yang
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga
ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Mufdlilah, 2012).
Langkah awal dari perumusan masalah atau diagnosa kebidanan adalah
pengolahan data yaitu menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan
lainnya sehingga tergambar fakta (Hidayat Asri, 2008).
c. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan
oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang
lain.. Jika bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab
untuk mengarahkan pelaksanaannya (Mufdlilah, 2012).
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya,
baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan
ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya (Wildan, 2008)
Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-
benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi
didalam maslah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian
rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif (Mufdlilah, 2012).
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus menerus
untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai
dengan kondisi atau kebutuhan klien (Wildan, 2008).
1) S : Subyektif
2) O : Obyektif
2) A : Assessment
4) P : Planning
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta
melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan
dan memberikan perawatan lanjutan. Prasyarat: