Auguste Comte Terhadap Perkembangan Revolusi Industri
Auguste Comte Terhadap Perkembangan Revolusi Industri
Auguste Comte juga mengajukan gagasan yang cukup populer, yakni dengan membedakan
antara sosiologi stasis (socials statics) dengan sosiologi dinamis (socials dynamic).
Perkembangan sosiologi sendiri dibentuk oleh setting sosialnya. Setting sosial ini pula yang
menjadi basis masalah pokok yang dikaji dalam sosiologi.
Setting sosial yang menjadi momentum perkembangan sosiologi terjadi ketika revolusi Perancis
dan revolusi industri yang berlangsung sepanjang abad ke 19. Revolusi yang terjadi kala itu
membawa perubahan dahsyat dalam bidang politik dan ekonomi kapitalistik. Kondisi sosial yang
penuh kecemasan inilah yang kemudian memunculkan para pemikir seperti Auguste Comte.
Dalam hirarki ilmu, Comte meletakkan sosiologi pada urutan teratas, yakni di atas astronomi,
fisika, kimia, dan biologi. Comte kala itu memunculkan pandangan baru, yang menyatakan
kepercayaannya terhadap sosiologi yang harus didasarkan pada observasi serta klasifikasi
sistematis, dan bukannya pada kekuasaan maupun spekulasi.
Gagasan Comte ini rupanya mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas. Pemikirannya
menjadi rintisan bagi para ilmuwan besar lain di bidang sosiologi. Para ilmuwan besar sosiologi
yang kesemuanya berasal dari Eropa pun banyak yang ikut menyumbangkan pemikirannya untuk
mengembangkan gagasan Comte ini.
Beberapa ilmuwan besar sosiologi tersebut meliputi Herbert Spencer, Karl Marx, Max Weber,
dan Pitrim Sorokin. Istilah sosiologi yang dimunculkan oleh Comte semakin dipopulerkan pada
masa Herbert Spencer. Ilmuwan Inggris ini mempopulerkan istilah sosiologi melalui bukunya
yang berjudul “Princeples of Sociology” pada tahun 1876, atau setengah abad setelah masa
Auguste Comte.
Kembali pada pembagian ilmu sosiologi menjadi dua, yakni sosiologi statis dan sosiologi
dinamis, pembagian ini dilakukan karena anggapan Comte bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan yang paling kompleks. Itu sebabnya, dibutuhkan pembagian yang lebih gamblang
untuk mempermudah mempelajari ilmu tersebut.
Sosiologi statis sendiri lebih memusatkan kajiann yang dilakukan terhadap hukum-hukum statis,
yang menjadi dasar keberadaan masyarakat. Adapun sosiologi dinamis lebih memusatkan
kajiannya terhadap perkebangan masyarakat dalam arti pembangunan.
Dalam sosiologi statis, kita akan membahas soal anatomi sosial, yang di dalamnya mengulas
mengenai aksi-aksi dan reaksi timbal balik yang terjadi dalam sistem-sistem sosial. Sosiologi
statis dilatarbelakangi oleh cita -cita dasar yang menganggap bahwa semua gejala sosial pada
dasarnya saling berkaitan.
Hal ini dapat dipahami kita tidak akan bisa mempelajai unit sosial secara terpisah. Sebab, unit
sosial terpenting bukanlah induvidu, melainkan keluarga. Ikatan yang menjalin keluarga ini
adalah simpati. Lalu, agar suatu masyarakat dapat berkembang, maka simpati ini perlu diganti
dengan kooperasi atau kerjasama. Kerjasama ini hanya dapat diwujudkan dengan adanya
pembagian kerja.
Sedangkan pada kajian sosiologi dinamis, Comte menyatakan bahwa masyarakat harus diteliti
melalui fakta -fakta objektif sebagai dasarnya. Menurut Comte, penelitian -penelitian
perbandingan perlu dilakukan dalam berbagai masyarakat yang berlainan. Sebab, hal inilah yang
akan membuka tabir dinamika sosial yang berlangsung dalam masyarakat yang sifatnya dinamis.
Agar lebih jelas, mari kita rangkum inti dari sosiologi statis atau social statics, menurut Auguste
Comte :
Berfokus pada teori yang mengulas tentang dasar masyarakat, seperti struktur sosial yang
sifatnya statis.
Mencari hukum aksi reaksi dalam sistem sosial yang berlangsung.
Ada 4 doktrin : individu, keluarga, masyarakat, negara.
Sumber :
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sztompka, Piotr. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial (alih bahasa oleh Alimandan). Jakarta:
Prenada Media.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (Biologi) dan Matematik dalam Tiga Zaman
Perkembangan Pemikiran Manusia
Auguste Comte mengajukakan tiga metode penelitian empris yang juga digunakan oleh bidang-
bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan eskprimen dan perbandingan. Menggunakan metode
tersebut, kemudian berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner.
Teori evolusioner (Hukum Tiga Tahap Comte) cenderung melihat bahwa perubahan sosial yang
terjadi merupakan proses yang linear, artinya semua masyarakat berkembang melalui urutan
perkembangan yang sama dan bermula dari tahap perkembangan awal dan akhir. Tokoh teori
evolusioner adalah Auguste Comte, yang melihat bahwa masyarakat bergerak dalam tiga tahap
perkembangan berikut:
Masyarakat di arahkan oleh nilai-nilai supernatural. Dimana akal budi manusia dengan
mencari kodrat manusia yakni sebab pertama dan sebeb terakhir dari segala akibat.
Masyarakat diarahkan oleh kenyataan yang didukung oleh prinsipprinsip ilmu pengetahuan.
Dimana akal budi telah meninggalkan pencarian yang sia-sia terhadap pengertian-pengertian
absolut.
Jelas bahwa dalam teori ini tentang perubahan sosial (dunia) Comte memusatkan perhatian pada
faktor intelektualnya. Ia mengatakan bahwa intelektual menyebabkan kekacauan sosial.
Kekacauan ini berasal dari sistem gagasan terdahulu (teologi dan metafisik) yang terus ada
dalam era positif (ilmiah). Pergolongkan sosial baru akan berakhir apabila kehidupan masyarakat
sepenuhnya dikendalikan oleh positivisme. Positivisme akan muncul mesti tak secepat yang
diharapkan orang.
Sumber :
3. Keberadaan Manusia Yang Bersandar Tiga Hal Azasi Meliputi: Kepekaan, Memahami
Dan Bicara
Keberadaan manusia disebut desein (berada di sana, di tempat). Berada artinya menempati atau
mengambil tempat. Untuk itu, manusia harus keluar dari dirinya dan berdiri di tengah-tengah
segala yang berada. Desein manusia disebut juga eksistensi. Manusia yang tidak memiliki
eksistensi yang sebenarnya menghadapi hidup yang semu. Ia tidak menyatukan hidupnya sebagai
satu kesatuan. Dengan ketekunan mengikuti kata hatinya itulah, cara bereksistensi yang
sebenarnya. Inilah cara menemukan diri sendiri. Di sini, orang akan mendapatkan pengertian
atau pemikiran yang benar tentang manusia dan dunia.
Kepekaan diungkapkan dalam bentuk perasaan: senang, kecewa atau takut. Perasaan itu timbul
karena kebersamaannya dengan yang lain, ia dihadapkan kepada dunia sebagai nasib, dimana
sekaligus menghayati kenyataan eksistensi kita serba teratas.
Yang dimaksud dengan mengerti atau memahami ialah bahwa manusia yang dengan kesadaran
akan beradanya diantara keberadaan lain-lainnya harus berbuat sesuatu untuk menggunakan
kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya bagi memberi arti dan manfaat pada dunia
dalam kemungkinan-kemungkinannya. Dengan begitu manusia dengan pengertiannya,
merencanakan dan merealisasikan kemungkinan-kemungkinan sendiri dan sekaligus juga
kemungkinan-kemungkinan dunia.
Bicara adalah asas yang eksistensial bagi kemungkinan untuk berbicara dan berkomunikasi bagi
manusia. Secara apriori, manusia telah memiliki daya untuk berbicara. Ia adalah makhluk yang
dapat berbicara. Sambil berbicara, ia mengungkapkan diri. Pengungkapannya adalah suatu
pemberitahuan dalam rangka rencana yang diarahkan kea rah tertentu.
Sumber :
Ahmad Syadali dan Mudzakir, 2004: 128-130
Buku Filsafat Umum yang disusun oleh Drs. Atang Abdul Hakim, M.A., dan Dr. Beni Ahmad
Saebani, M.Si.